Chereads / Waiting For You (Sad Romance) / Chapter 10 - Perencanaan

Chapter 10 - Perencanaan

Hari merah adalah kesenangan untuk seluruh umat manusia, termasuk Sisi dan Arga. Arga membawa Sisi menemui orang tuanya, karena Arga benaran ingin mengenalkan Sisi pada mereka. Selama ini Arga tidak pernah membawa seorang perempuan ke rumahnya kalau bukan pacaran atau kekasih yang benar serius. Sisi tidak mempermasalahkan, tentu dia menghargai orang tua Arga seperti orang tua angkat Sisi.

Sekarang mereka berdua telah berkumpul di ruang tengah, ada Hana-Ibunya Arga, Wendy-ayahnya Arga. Arga duduk di sebelah Sisi. Arga adalah tulang punggung keluarga Alexis. Orang tua Arga sangat bangga pada putranya telah memberi kepercayaan pada nya untuk meneruskan bisnis usaha keluarganya di bidang kuliner.

"Jadi, kapan kalian berdua bertunangan, jangan lama – lama ibu sudah tidak sabaran menimang cucu. Kamu tahu, Arga terlalu memilih pasangan perjodohan demi perjodohan selalu ditolak olehnya karena dia menyukai seseorang ternyata ada di mata kepala saya sendiri." To the Poin langsung oleh Hana.

"Ma, mereka baru saja pacaran, sudah memikirkan pertunangan dan pernikahan sih?" tegur Wendy pada Hana. Hana memukul paha Wendy pelan – pelan.

"Tidak apa – apa, semakin cepat dan semakin lebih baik. Papa tidak melihat calon menantu kita itu cantik, manis, anggun, belum lagu pengusaha muda. Masa harus pacaran dua atau tiga tahun baru bertunangan, bisa – bisa calon menantu kita di ambil orang!" bantah Hana menegur balik kepada Wendy.

Sedangkan Sisi senyum – senyum melihat tingkah orang tua Arga. Begitu fleksibel dan keluarga yang humoris. Arga mendehem berapa malunya mempunyai keluarga humoris begini.

"Ehem! Pa, Ma. Nanti baru dilanjutkan perdebatan. Arga kesini cuma mau perkenalkan Sisi ke Mama – Papa, bukan berdekatan. Dan ini juga mau di bahas perencanaan tunangan dengan Sisi," ucap Arga membuat Sisi tertegun menatap Arga langsung.

"Ga," gumam Sisi maksudnya apa.

"Maaf, Si. Kalau aku bahwa kamu kesini untuk minta perestuan Mama – Papa. Aku tidak bisa menunggu lama pacaran denganmu. Kamu tahu usia kita sudah tidak mungkin berlama pacaran, aku ingin segera menyelenggarakan pertunangan kita. Setelah itu bukan berikutnya kita menikah. Bertunangan sama saja kita seperti pacaran biasa, dan mungkin ini lebih sedikit terikat, aku ingin lebih terbuka lagi denganmu." Potong Arga memantapkan hati untuk Sisi.

"Dengan cara ini agar kamu bisa mencintaiku seutuhnya. Dan Mungkin aku akan lebih egois memisahkanmu dengan Richie, sahabat kecilmu," batin Arga dalam hati menatap Sisi dan menunggu jawaban dari pujaan hatinya.

"Tapi...."

"Tidak perlu persetujuan dari Mama – Papa, Mama sudah merestui nya kok. Jadi kapan akan selenggarakan pertunangannya?" potong Hana langsung menanyakan hari "H" nya.

Sisi ingin menunda perencanaan tunangan tapi mereka sepertinya mendesak. Sisi pun bimbang antara ya atau tidak. Disisi lain dia sendiri sedang bingung untuk menolak atau menerima. Jika dia menolak maka dia sudah mengecewakan perasaan Arga selama ini. Arga memang baik sangat baik padanya, perhatian, dan tentu mencintainya setulus hati. Namun, perasan Sisi masih ada untuk seseorang.

"Apa ini sudah jalan terbaik untukku," batin Sisi.

"Mungkin sudah saatnya," batinnya lagi.

"Baiklah, terserah kamu. Aku mengikutinya saja." Jawab Sisi senyum. Arga senyum lebar sangat bahagia.

"Jadi kapan akan diselenggarakan?" Hana kembali bertanya pada Mereka berdua.

"Minggu depan, Ma. Karena semua sudah aku susun. Tinggal busana dan cincinnya saja." Jawab Arga.

Sisi menatap Arga, kemudian melirik Calon ibu mertuanya, Sisi sudah yakin ini adalah jalan terbaik untuknya.

Selain itu, Richie dan Michael tengah berada di restoran milik sahabat playboy ini. Dengan santai, Richi masih chatingan dengan Dion teman baiknya. Bukan, adik angkatnya.

Ponsel Richi berdering, segera di angkatnya.

"Halo!"

"Bang Richie! Ini Izan!" sambung telepon dari seberang

"Kenapa, Zan?"

"Abang kapan pulang kesini?? Tolong Izan bang. Itu Kak Dea dari kemarin gak mau pulang ke rumah mulu?!"

"Kenapa lagi dia?"

"Merajuk minta abang segera pulang. Katanya kalau abang gak pulang dia mau bunuh diri."

"Ada – ada saja, itu cewek. Biarkan saja. Sepertinya Abang lama di sini. Masih ada beberapa pekerjaan yang harus ditangani."

"Tapi, bang??"

Richi tidak menjawabnya, dia lebih memilih mematikan ponselnya karena Maichel dari tadi menguping.

"Dari siapa, Chi?" tanya Michael kepo

"Bukan siapa – siapa," jawabnya

"Mas sih? Ada fans lo lagi ngambek ya?" tebak Michel

Richi tidak mengopeni nya, dia lebih sibuk dengan laptopnya di depan. Michael sih sudah biasa dengan kelakuan Richi sejak kuliah.

*****

Sedangkan di rumah Panti, Izan memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Di sana Dea masih setia menunggu sampai kedua matanya bengkak karena sembab habis menangis belum lagi tidak tidur semalaman karena menunggu Richi pulang.

"Aku sudah telepon Bang Richie, katanya dia bakal lama di sana. Lebih baik kamu pulang saja. Kasihan emak kamu nyariin nanti?!" ucap Izan memberitahukan pesan dari Richi

"Nggak mau, aku akan tetap di sini sampai dia pulang, kalau perlu sampai mati. Bang Richi itu suamiku, iya, dia harus jadi suamiku?!" Tetap kekeh Dea mematangkan tekad untuk menunggu Richi pulang.

Izan sendiri sudah lelah lihat tingkah Dea, kalau saja dirinya jadi Dea lebih baik tidur nyenyak.

"Terserah kamu sajalah, aku capek urusi dirimu yang keras kepala. Sudah jelas Bang Richi gak suka sama kamu. Sampai kamu mati juga cintamu gak akan dibalas olehnya?!" sergah Izan lalu pergi meninggalkan Dea seorang diri di sana.

Dea menatap sayup kepergian Izan begitu saja. Terdengar suara jatuh, Izan menoleh belakang Dea pingsan dan tak sadarkan diri lagi. Tentu Izan membantunya.

Izan sendiri kasihan sama Dea, cantik – cantik tapi malah milik Richi. Sudah jelas Richi lagi menunggu sahabat kecilnya. Izan sendiri suka sama Dea, karena Dea lebih care sama Richi. Ya sudah Izan menyerah biar Dea memperjuangkan seberapa dia cinta sama Richi.