Malam ini, Richie masih setia di rumah Michel, menyelesaikan beberapa sketsa bangunan untuk apartemen di Surabaya. Ada beberapa kontrak dari para pembisnisan. Sebenarnya Richie menikmati pekerjaan ini. Namun Kevin sebenarnya meminta Richie mengurus perusahaannya karena ia tidak sanggup mengurus lagi. Richie bukan menolak tapi ada Izan anaknya sendiri kenapa tidak harus dia yang lanjutkan kenapa harus Richi.
Izan sebaliknya meminta Richi memegangnya karena ia masih sekolah belum mengerti soal bisnis kerja. Ya mungkin di usia dua puluh tahunan akan belajar, tapi sekarang ia harus menekuni kegiatan sekolah. Dion sebaliknya meminta untuk menerima tawaran dari Om Kevin. Mereka semua yakin Richie bisa mengelola perusahaan itu.
Sedikit lagi sketsa bangunan selesai, dan ia akan bertemu dengan bisnis kontraknya. Mungkin dengan rutinitas kerja ia sedikit melupakan rasa kecewa. Ponsel Richie berdering kembali, kali ini bukan dari Izan tapi dari sahabatnya yaitu Arga.
"Ya, ada apa Arga?" Richie lebih dulu menyambut panggilannya.
Kedua mata Richie melebar sempurna, kabar yang ia dapat semakin di kecewakan. Arga menelepon hanya memberitahukan minggu depan mereka akan bertunangan. Arga meminta Richi datang menghadirinya.
Ponsel Richie jatuh ke lantai, suara di ponsel masih terdengar dari Arga, Richi segera mengambil dan kemudian mengucapkan kata selamat.
"Ya aku akan datang!" jawab Richie singkat dan jelas.
Jatuh sebuah air bening dari pelupuk mata Richi, selama ini bertahun – tahun Richie tidak pernah menangis, ia menangis karena telah dikecewakan oleh sahabat kecilnya yaitu Sisi. Sisi akan bertunangan dengan sahabatnya sendiri. Benar, sungguh sakit. Dirinya sangat sakit harus kehilangan sahabatnya sendiri demi kebahagiaannya.
"Si, kenapa kamu tega lakuin ini, segitunya kamu melupakanku? Segitunya kamu pergi dari kehidupanku. Akun menunggumu pulang bukan mendapat kecewakan. Aku datang, kamu malah harus meninggalkanku lagi. Apa ini impianmu? Impian bahagia bersama orang lain," batin Richie menatap satu gambaran di lapisan sketsa bangunan itu. Wajah dimana Sisi tengah menatap bintang di teras rumah nya.
Sebaliknya, Sisi mengambil gambaran yang luntur di meja rias nya. Sisi merasakan rasa perih dan rasa mengecewakan seseorang di sini. Sisi tidak bisa berbuat apa – apa, hanya ini cara membuka hati untuk orang yang benar tulus padanya.
Ponsel Sisi bergetar di atas tempat tidur, segera ia melihat nomor tidak ia kenal. Sisi mencoba mengangkat terdengar suara menyebutkan namanya. Nama yang sudah lama tidak ia dengar. Ada sesuatu yang membuatnya merindukan nama itu. Ya nama di mana Sisi dan Richi bertemu di rumah panti.
"Hai, Cebol! Kamu masih ingat aku? Ini Richi yang konyol suka bikin onar dan jahili Om Kevin, apa kamu masih mengingatnya?" suara parau serak menahan rasa tangisan di seberang sana.
Richie mendapatkan nomor telepon Sisi ada di ponsel Gea pada saat mereka bertemu di restoran acara reunian. Richi tidak sengaja mengambil tanpa seizin Gea – kakak tiri Sisi.
"Selamat ya, akhirnya kamu bahagia juga. Walaupun kita baru dipertemukan tanpa mengenal. Aku mengenalmu saat reunian dari Arga. Apa kita bisa ketemu, ada hal yang ingin aku sampaikan kepadamu," sambung Richie kembali, Sisi mendengar.
Sisi segera keluar malam – malam. Gea menatapnya terheran, Sisi akan bertemu dengan Richi di sebuah taman. Mereka sama – sama menyukai tempat yang damai untuk mengisi kekosongan mereka.
Di sanalah Richie duduk menunggu Sisi datang, Sisi menghampiri dan mendekati Richi. Di genggaman nya ada sesuatu yang akan Richie berikan padanya.
"Hai, sudah lama menunggu ya?" sapa Sisi senyum getir.
"Iya lumayan," jawab Richie senyum.
Sisi duduk di sebelah Richie, sudah lama tidak pernah seperti ini, meskipun bukan di pondok pantai tanpa nama. Mereka bersamaan melihat rembulan yang melingkar bulat serta beberapa bintang menemaninya.
"Kamu masih ingat, janji lima belas tahun yang lalu?" tanya Richi tanpa menoleh ia lebih menyukai pemandangan di depannya.
"Hem..." sahut Sisi.
"Kamu pernah bilang 'Jika bulan itu tiba menghilang maka kamu juga akan menghilang' dan sebaliknya Aku akan menjadi bintang menemanimu sepanjang masa, aku akan selalu disisimu kemanapun kamu pergi, Disanalah aku menyanjungmu. Karena bintang dan bulan tidak akan pernah terpisahkan terkecuali hujan dan petir memisahkan kita," ucap Richie melirik Sisi yang menatap rembulan itu.
"Setiap hari hingga beriring tahun aku terus menunggu dirimu kembali pulang, tapi hingga sekarang aku harus menerima rasa kecewa amat mendalam. Kamu melupakan itu semua. Untuk apa lagi kita harus saling menatap bulan dan bintang jika semua yang kita janjikan hanyalah palsu," lanjut Richie menahan rasa marah dan kecewa.
"Kamu adalah cinta pertama ku, cinta dari kita bersama. Aku yang konyol, nakal, suka bikin onar. Itu karena aku ingin diperhatikan olehmu. Aku berusaha untuk lebih baik, agar kamu bisa berteman dengan ku. Kamu yang cengeng, ompong, ceria. Senyummu menyadarkan aku. Bahwa aku sayang sama kamu, aku cinta kamu. Lima belas tahun kita pisah, aku hilang segalanya. Aku akan tetap memperjuangkan rasa cinta ini sampai kamu benar tahu isi hati kita berdua. Mungkin aku tidak akan datang ke acara tunanganmu. Aku akan kembali pulang ke kota kecil. Aku berharap kamu bahagia selalu dengan Arga. Jangan kecewakan dia." Richie menceritakan dan mengungkapkan semua perasaan yang sudah lama disimpan bertahun-tahun.
Sisi melebar kedua matanya, ciuman pertama telah direnggut oleh Richie. Richie sadar telah melakukan yang salah. Rasa debaran di hati Sisi berbeda tidak biasanya. Ciuman pertama dan terakhir dari Richi.
"Maaf, kalau aku lancang mengambil ciumanmu. Ini pertama dan terakhir, aku mencintaimu, cebol," ucap Richie yang terakhir kalinya.
Richi meninggalkan Sisi sendirian di taman, Sisi terdiam setelah Richi telah pergi menjauh dari kehidupannya. Kini giliran Sisi mengejar Richi, namun tidak di jangkau. Sisi kembali mendapatkan sebuah bingkisan tempat kursi di mana mereka terakhir bertemu. Sisi membuka bungkusan itu, beberapa kertas gambar wajah Sisi masa kecil yang penuh senyuman. Setetes air mata jatuh telah membasahi kedua pipi Sisi. Terakhir gambar sosok wanita yang tengah menatap bintang. Secarik kertas.
Aku tahu kamu masih mengingat cerita kita. Aku menunggumu pulang. Aku akan tetap menunggumu, Sisi. My Love & forever.
Sisi memeluk semua kertas bergambar itu di dekapannya. Ia menangis sejadi – jadinya semua. Di balik pohon besar, seseorang telah mendengar semua nya. Kepalan tangan sangat kuat.