Richie tengah duduk di salah satu taman sebelah gedung kantornya. Tempat bersantai yang paling nyaman tanpa ada yang mengganggu.
"Sepertinya ada yang merasa bimbang dengan perasaannya." Dion duduk di sebelah Richie tengah menghisap sebatang rokok di mulutnya.
"Ada apa denganmu?" tanya Dion menatapnya
"Apa kamu sedang memikirkan si dia?" tebak Dion, tahu banget kalau Richie sedang memikirkan Sisi
"Apa kamu mencoba untuk melupakannya?" tebak Dion lagi.
"Sampai kapan kamu diam seperti ini? Aku tahu kamu sudah menemuinya. Ini bukan salahnya membatalkan pertunangan dia dan Arga. Dia sendiri yang membatalkannya karena Dia juga merasa bersalah telah mengecewakanmu." Panjang lebar Dion menjelaskan pada Richi.
Richie membuang puntung rokok kemudian diinjak hingga tidak terbentuk.
Sampai kapan seperti ini?
Apa yang dia pikirkan?
"Apa kamu mencoba untuk lari dari kenyataan?" Dion kembali bersuara menunggu Richi menjawab semua pertanyaan darinya.
Apa benar aku lari dari kenyataan!
Ya, mungkin!
"Jika benar, mungkin aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi," ujarnya berlalu pergi dari taman itu. Tinggal Dion seorang diri.
"Aku yakin kamu tidak akan bisa lari dari kenyataan, Chi. Karena hatimu sudah tertanam untuknya," – kata Dion dalam hati yakin.
****
Sisi tengah duduk di salah satu Cafe Semarang, tempat yang pertama kali dia rasakan saat bertemu kembali dengan Richie. Rintihan hujan mulai kembali turun di kota Semarang, seperti rasa hampa yang selalu menemani dalam kesepian. Ingatan masa lalu kembali terbuka satu tahap demi tahap, bayangan di mana jalan terlintas sosok Richie dan Sisi saat bermain di jalan raya kota kecil kelahirannya.
Seseorang tengah duduk di mejanya, Sisi yang tengah melamun mengenang masa lalu yang indah harus terbayarkah kembali oleh seseorang tengah mengusiknya.
"Hai, maaf mengganggu," ucap orang itu senyum, Sisi tidak menghiraukan dia kembali mengenang masa lalunya bersama sahabat kecilnya.
"Di cuaca hujan begini memang enak melamun seseorang yang datang lalu pergi," kembali lagi orang itu bersuara sambil membuka bungkusan burger nya.
Sisi tetap tak menghiraukan orang itu, biarkan dia berkoar-koar tak ada yang mengenal siapa dirinya. Sisi apalagi tidak mengenalnya.
"Kamu ada tisu?" kembali lagi orang itu menanyakan pada Sisi apakah dia ada tisu
Sisi tetap tak memberi respons, Sisi mengeluarkan sesuatu lalu berikan bungkusan tisu pada orang itu.
"Bisa kamu ambilkan sepertinya tanganku kotor," katanya lagi.
Sisi dari tadi diam harus mendengus kasar. Ditarik satu lembar tisu padanya.
"Sedang apa kamu di sini sendirian? Mengenang masa kecil soal sahabat? Kalau tidak salah ada sahabatku yang sama hal seperti dirimu." Ucap Orang itu tanpa menoleh, Sisi sudah menatapnya dalam pertanyaan pada dirinya, sebenarnya siapa dirinya.
"Tidak perlu melihatku seperti itu. Aku tahu, aku ini tampan dan gagah pemberani." Terlalu percaya diri. Masih adakah orang yang hidup seperti ini
"Perkenalkan namaku Dion Saputra, seorang dokter umum. Yang tahu segala hal tentang masa lalu orang – orang. Eh... itu psikologis ya. Hahahha... lupakan! Siapa namamu? Sisi Cahaya Maharani?" Dion memperkenalkan diri lalu menyebutkan nama Sisi. Sisi sendiri terkejut bukan main.
"Kamu mengenalku?" Sisi menanyakan pada Dion.
"Hahahha .... tentu aku mengenalmu. Kamu tidak ingat aku?" Dion tertawa, kemudian berubah ekspresi menatap Sisi sejenak
"Kamu siapa? Tidak, aku tidak mengenalmu. Apa aku pernah bertemu denganmu sebelumnya?" Kini Sisi lebih bingung di buat oleh Dion.
"Lupakan! Mungkin kamu sudah lupa siapa dirimu. Kalau Dokter Hendra Saputra kamu kenal?"
"Dokter Hendra?" Sisi kembali mencoba mengingat nama itu, Dion menunggu sambil mengelilingi kentang goreng di piringnya.
"Om Hendra sahabat Om Kevin??" tebak Sisi spontan membuat sekitar pengunjung yang ada di sana melihat arahnya. Karena suaranya tiba mengeras karena teringat sesuatu.
"Nah situ ingat. Jadi sudah tahu dong, aku siapa?"
"Tidak, memang kamu siapa? Aku benar lupa segalanya," ucapnya Lesu.
"Kamu bisa mengingat siapa aku. Aku anaknya Om Hendra pertama kali kejadian aku sampai di jual sama orang preman saat penculikan dari penjahat bernama Aulia. Aku rasa kamu mengingat kejadian sudah puluhan tahun lamanya."
Dion mencoba mengingatkan kembali masa lalu yang menyakitkan dimana dirinya diculik oleh penjahat, kehilangan ibu tercintanya. Harus terpisah dengan ayahnya. Tapi semua beriring jalan waktu cukup singkat. Awalnya Dion shock dan trauma sehingga Ayahnya membawa Dion pergi meninggalkan Indonesia demi menyembuhkan rasa trauma yang dia dapatkan.
"Ya, aku mengingatnya, kamu sampai menangis saat kehilangan ibumu," ucap Sisi menunduk lesu. Kejadian benar sangat mengerikan.
"Sudah lupakan tidak perlu dibahas lagi. Semua sudah berlalu." Balas Dion
Dion dan Sisi tengah duduk sedangkan Richi tengah duduk tak jauh dari tempat mereka berbincang – bincang. Kalau bukan desakan dari Dion. Mungkin Richi tidak akan ada di sini menjadi tukang menguping, mengintip, atau menguntit
Flashback on
"Chi!" panggil Dion, saat Richi tengah menginjak lift untuk masuk kembali ke kantornya.
"Ada apa?" tanya Richi.
"Temani aku makan yuk! Aku kan baru sampai belum sempat makan dari tadi."
"Makan saja sendiri, kamu kan sudah besar masa harus ditemani segala sih?! Nanti dikira aku homo lagi sama kamu?!" ketus nya melanjutkan masuk ke dalam lift. Malah Dion menahan liftnya.
Para karyawan ada di luar menonton secara gratis perdebatan dua lelaki ganteng itu.
"Tolong ya! Jangan kekanakan deh. Sudah jadi dokter masa sikap kayak anak Remaja sih?!" tegur Richi mulai hilang kesabaran
"Kan, memang aku masih remaja, 24 tahun daripada di situ umurnya 29 tahun. Bentar lagi jadi Om bujangan." Ejek Dion.
Meskipun Richi sudah berubah sifatnya, tetap saja sikap badboy nya masih terlihat. Hanya Dion yang bisa membuat sifat Richi kembali seperti dulu.
"Mau makan dimana?" tanya Richi sekarang dia mengalah. Dion menarik ujung dia bibirnya lebar terlihat sederet gigi putihnya.
"Makan di dekat restoran kantormu! Namanya apa ya? Restoran Semarang! Kayaknya enak." Dion mulai membayangkan menu makanan. Membuat Richi menarik baju Dion kasar.
"Jangan kasar dong, Bang! Baju mahal nih?!" padahal Akal Dion kenapa harus makan di sana. Karena Sisi ada di restoran itu sedang melamun.
Pada saat berada di restoran itu, Richi sudah melihat sosok Sisi tengah memandang jalan raya. Richi yang ingin putar balik di tahan oleh Dion.
"Mau coba kabur lagi?" cegah Dion menanyakan pada Richi.
"Jadi ini alasanmu?" Richie mulai kesal dikerjai sama Dion.
"Aku hanya ingin kamu berikan dia kesempatan memperbaiki semuanya. Tidak sepenuhnya dia salah. Aku tahu kamu tidak mungkin bisa melupakannya. Hanya butuh waktu mengubahnya. Kamu duduk di sini dan aku akan mencoba memancing dia mengatakan yang sebenarnya. Kamu cukup dengar saja oke."Ucap Dion membuat Richi mengiyakan saja.
Flashback off
"Kenapa kamu ada disini?" tiba seseorang datang berbicara dengan Richi. Richi menoleh menatap arah sosok tengah berdiri memandangi nya.
"Dea?" Richi tidak percaya yang dia lihat sekarang sosok wanita yang cantik dan anggun tengah berdiri di depannya.
Richi terpukau dengan paras wajah Dea berbeda selama berbulan-bulan hingga bertahun lamanya tidak mengetahui kabar Dea. Sejak Richi pulang dari Surabaya, Dea tidak pernah memunculkan dirinya di depan rumah panti.
"Hai, Bang. Kenapa ada di sini?" sapa Dea kembali duduk di depan kursi kosong.
"Aku buka usaha disini, dan kamu?" balas Richie biasa.
"Aku bekerja di sini. Baru saja sih." Jawab Dea santai, sekarang sikapnya berbeda sedikit ketus.
"Oh... syukurlah, kamu tidak ingin ketemu sama Izan?" Richi basa-basi mengalihkan pembicaraan.
"Tidak, untuk apa cari dia. Dia bukan siapa-siapa aku." Balasnya ketus.
"Yakin? Sepertinya Izan ada rasa sama kamu loh! Kamu ingat saat di mana kamu terus kejar aku sampai berulang kali aku tolak, Izan yang kesel sendiri sama aku. Izan perhatian sama kamu. Selalu meminta aku terima cinta kamu." Kali ini Richi mengobrol ceples – ceplos telah melupakan Dion dan Sisi tengah sibuk mengobrol.
Dion sendiri melirik arah dimana Richi tengah bercengkerama dengan seorang gadis remaja yang sangat cantik rupawan, Richi tertawa dan tersenyum saat mengobrol dengan gadis itu. Sisi sebaliknya melihat senyuman Richi yang sangat ia rindukan harus terkikis kembali.
"Apa ini tandanya dia sudah mulai menghindariku," batin Sisi dalam hati.
Dion mengerti banget perasaan Sisi sekarang, Dion akan cari cara agar Richie dan Sisi bisa kembali seperti diri meskipun bukan didasari sahabat.