Malam hari, memang kesukaan Richie. Di mana ia merenung sebuah ketenangan disinilah ia duduk di tepi taman halaman ukuran cukup lumayan untuk bermain bola basket. Santai menatap langit gelap tanpa adanya bintang dan bulan menghiasi malam hari. Hanya awan gelap, cuaca dingin yang selalu di nanti - nanti oleh Richie sendiri.
Izan keluar menggunakan jaket hangat di tubuhnya. Suhu dingin karena berhenti hujan tadi sore. Izan berdiri sambil melipat kedua tangan di dada karena memang menusuk kulit berlapis-lapis ini.
"Bang, gak ngerasai dingin?" tanya Izan, mulai berjongkok untuk menghangatkan tubuhnya.
Richie sih tidak menyahuti, ia malah menikmati cuaca sejuk ini.
"Ya ampun, cuek amat ini abangku. Sepertinya aku kedinginan karena auranya mencengkam banget!" sindir Izan
"Bang, aku mau tanya. Yang siang itu, Abang benaran kenal wanita itu?" tanya Izan sekali lagi.
"Tidak," jawab Richie singkat
"Masa? sepertinya wanita itu kenal banget sama Abang. Sampai bercucuran bawang Bombai," ucap Izan masih kurang yakin.
****
Sedangkan Sisi tengah duduk di tepi kolam renang tempat ia tinggal sekarang di Semarang. Sejak setahun lalu kejadian pertunangan dengan Arga yang tiba di batalkan.
Sisi lebih banyak pergi menghindar semua rasa malu di Surabaya. Apalagi Gea, sang kakak tercinta harus menerima rasa malu karena Sisi memilih untuk pergi jauh.
Arga yang kecewa dengan tindakan Sisi terhadapnya. Mungkin rencana yang sudah matang - matang harus dibatalkan, oleh karena Sisi telah bersalah atas kelakuannya.
Malam hari tidak ada bintang dan bulan, setiap hari menatap langit gelap, Sisi tiba saja merindukan orang yang ia sayangi. Selama ini berpuluh tahun lamanya. Sisi telah mengecewakan Richie sahabat kecilnya.
Dibalik apartemen Richie dan Izan tengah menatap langit malam tak ada harapan yang bisa menunjukkan kerinduan mereka.
"Bang, masuk yuk! Dingin amat di sini?!" mengeluh Izan bersiap untuk masuk ke dalam lebih hangat ketimbang diluar.
Richie tidak merespons sedikit pun, masih tetap memandang langit gelap. Richie sebenarnya sedang memikirkan kata - kata dari mulut Sisi. Pertunangannya dibatalkan. Richie bahagia, Sisi tidak jadi bertunangan.
Namun disisi lain, Richie merasa kesal kenapa Sisi selalu membuat orang kecewa, padahal Arga sangat mencintainya, tapi malah mengecewakan dirinya.
****
Esokkan paginya, Richie sudah disibukkan beberapa dokumen di meja kerjanya, apalagi Izan tiba - tiba bersin tak henti - henti nya.
Richie mendengar pun membuka laci mejanya di ambil masker di pakainya agar tak tertular flu dari Izan.
"Bang ... Ssstt... hah ... sepertinya aku izin istirahat deh, badanku lemas begini," ucap Izan mencoba mengeluarkan ingus dari hidungnya.
"Tunggu sebentar lagi, sepertinya Dion sudah sampai." Richie berkata, nadanya masih saja dingin.
"Dion? Bang Dion anak Om Hendra?" tanya Izan agak kaget juga dengarnya.
"Iya, diakan Dokter Umum. Dia bentar la–"
Pintu terbuka tanpa mengetuk, Izan kembali bersin membuat Dion mengupas tangannya mengambil sesuatu di saku bajunya menyemprot sesuatu pada ruangan Richi.
Mungkin semprotan itu mengenai Izan yang habis bersin.
"Aduh ... apaan ini! mau semprot baygon jangan disini! Aku masih mau hidup?!" protes Izan.
"Ini bukan Baygon, tapi anti kuman hanya menghilangkan virus menyebar. Kalau Pak Richie nya tiba sakit siapa yang mengurusi perusahaan ini?!" balas Dion sudah duduk di berhadapan dengan Richie.
Richie tiba senyum, Dion tidak pernah berubah masih saja humoris nya.
"Tumben, Bang Richi senyum. Biasanya datar, dingin. Kayak begini kan senyum enak di hati Izan, Bang!" cicit Izan spontan, Richi kembali ekspresi dinginnya.
Dion mengernyit alis berlipat, melirik Izan yang dari tadi memberikan hidungnya keluar cairan.
"Memangnya dia tidak pernah senyum?" tanya Dion penasaran pengin tahu banget ada apa dengan Richi si Abang angkatnya.
"Sejak pulang dari Surabaya, tiba saja dia berubah jadi datar gini. Mohon sama Papa mau meneruskan perusahaan. Anehnya lagi, sibuknya tak tentu kadang tidak pulang ke rumah hanya fokus sama pekerjaan," jawab Izan memberitahukan pada Dion.
"Terus, biasanya tiap malam, bang Richi selalu gambar wajah Kak–"
"Zan!"
"Apaan sih, bang!"
"terus - terus..." Dion malah ketagihan sama cerita Izan, eh.. Richie malah keluar dari ruangannya.
Dion tak openi, Izan ceritakan semua masalah Richi dengan gambar Sisi. Lukisan Sisi masa kecil disimpan ke gudang. Richie sampai membakar semua kenangan masa lalunya. Dion yang mendengar cerita dari Izan.
"Apa dia bertemu kembali dengan Sisi sekarang, ya?" batin Dion menebak.
"Terus, kemarin siang ada pertemuan dengan Ibu Maharani di Starbuck. Cuma sekilas yang aku dengar, wanita itu mengatakan kalau pertunangannya dibatalkan, sepertinya bang Richi marah mungkin ya. Si Arga cinta mati sama wanita itu. Terus pergi deh, Bang Richie." Akhir cerita dari Izan.
Dion mangut - mangut, "sepertinya benar, Setahun lalu memang ada isu gosip kalau Alexis pertunangan dibatalkan karena pihak perempuan yang membatalkannya," batin Dion menganalisis.
"Bang Dion! Melamun mulu, jadi gimana? Obati aku menyiksa banget flu nya!" mengomel Izan. Selain ganteng cerewet lagi.
Dion mengeluarkan cairan untuk menyuntik Izan. Sebelum terbang kesini, Richi memang sudah menyampaikan kalau Izan sedang sakit.