Chereads / Kasih Melebihi Waktu / Chapter 12 - Kamu Telah Mengambil Untung Besar Dariku. Tak ada Pria Yang Melihatku Telanjang.

Chapter 12 - Kamu Telah Mengambil Untung Besar Dariku. Tak ada Pria Yang Melihatku Telanjang.

"Kenapa tidak memakai sepatu?" tanya Mo Shiqian pelan.

Chi Huan sangat malas mengenakan sepatu dan mengandalkan karpet yang ada di apartemennya meskipun musim gugur kali ini agak dingin. Mo Shiqian saat ini sedang menatapnya. Bahkan, hal seperti ini tidak berbeda dari biasanya. Ya, setidaknya Chi Huan merasa tidak melihat perbedaan. Namun, Chi Huan yang masih berdiri di sana tak kunjung berhenti berdebar dan tidak tahu bagaimana cara melampiaskannya.

Chi Huan menggigit bibirnya lagi. "Kamu... Kenapa kamu masih belum pergi?"

Mo Shiqian yang telah pulih dari kejadian tadi kini mengerutkan alisnya dan terlihat acuh tak acuh. "Saya minta maaf atas apa yang baru saja terjadi," kata Mo Shiqian.

Chi Huan tidak mau lagi membahas kejadian tadi dan menganggapnya sebagai kecelakaan. Bagaimanapun juga, Chi Huan mengenal Mo Shiqian. Lagi pula, kesalahan utama Chi Huan ialah tidak menutup pintu ketika mengganti baju. Tapi tetap saja, ia masih belum bisa menahan amarahnya.

"Kenapa kamu tidak mengetuk pintu ketika masuk ke kamar?" tanya Chi Huan.

Mo Shiqian menatap wajah merah padam Chi Huan dan menjawab dengan tenang, "Saat itu, saya sedang bersiap mengetuk pintu."

Harusnya, jika pintu tidak ditutup, akan terdengar bunyi notifikasi. Chi Huan sudah pernah mendengarnya. Namun, bagaimana bisa tidak ada peluang peringatan seperti itu saat kejadian tadi? Chi Huan hanya bisa menatap wajah tampan dan polos Mo Shiqian lalu dengan cepat berkata, "Tentang insiden yang baru saja terjadi tadi, aku akan melupakannya. Kamu juga harus melupakannya dan membersihkan memorimu soal kejadian tadi."

"Iya..." jawab Mo Shiqian.

Saraf Chi Huan yang saat itu tegang perlahan-lahan menjadi sedikit rileks, walaupun ia masih merasa sangat panas dan tidak berani melihat Mo Shiqian. Ia bergumam, "Baiklah. Aku kembali dulu. Aku mau tidur."

Mo Shiqian menatap wajah Chi Huan dan rambutnya yang panjang. "Nona, minumlah obat flunya."

"Aku akan minum obat itu sendiri ketika kamu sudah pergi," jawab Chi Huan dengan alis bertaut.

"Tidak Mungkin," balas Mo Shiqian, membuat Chi Huan terdiam. Mo Shiqian bisa berkata begitu karena Chi Huan kadang meminum obat dalam keadaan tidak sadar.

"Aku telah diinfus di rumah sakit selama setengah hari dan aku tidak perlu minum obat lagi. Tidak baik bagi tubuh jika terlalu banyak minum obat flu. Kondisiku akan membaik setelah dua hari."

"Besok Anda ada ujian dan takutnya flu Anda akan semakin parah. Belum lagi, kondisi mental Anda sedang rapuh. Jalan terbaik adalah minum obat flu dan tidur dengan nyenyak."

Chi Huan menggigit bibirnya, acuh tak acuh melontarkan alasan, "Jika masih tidak enak badan, bisa ikut ujian susulan. Aku sering melakukannya tanpa sepengetahuanmu."

"Semua dosen tahu bahwa Anda menghabiskan setengah tahun untuk mempersiapkan urusan pernikahan Anda. Jika Anda punya waktu tapi mencari alasan untuk tidak kuliah, Anda akan tidak akan lulus dan hanya bisa mengulang," jelas Mo Shiqian tegas, membuat Chi Huan terdiam.

Chi Huan sering tidak ikut kelas karena harus syuting film. Kuliah menghalanginya menjadi bintang besar. Terlebih karena ayahnya adalah walikota, ia jadi harus berhati-hati terhadap banyak hal. Namun, akhir-akhir ini ia tidak syuting dan semua media mengetahuinya.

Mo Shiqian memang selalu mengawasi kebiasaan Chi Hian tiap meminum obat. Ia telah bersama Chi Huan selama beberapa tahun. Kurang lebih, ia sudah tahu bagaimana karakter Chi Huan. Bahkan, seseorang pernah memberitahu Chi Huan bahwa tak ada orang yang bisa membuat Mo Shiqian tersinggung kecuali Chi Huan dan ayahnya. Jelas, itu bukan bagian dari pekerjaan seorang bodyguard. Namun, ketika berada di depan Chi Huan, pria ini seringkali bertindak tidak seperti seorang bodyguard. Bodyguard mana yang berani memaksa majikannya untuk minum obat?

Awalnya, Chi Huan sangat menentang ayahnya yang mengirim Mo Shiqian untuk mengawasinya dan mendisiplinkannya. Hasilnya, Chi Huan belajar dengan lebih baik. Setelah berjalan beberapa tahun, mereka akhirnya menjadi lebih akrab terhadap satu sama lain.

Chi Huan menggigit bibirnya lalu berjalan ke meja kopi. Ia mengambil obat flu dan menuangkan air ke gelas besar, kemudian meminum obat tersebut. "Sudah diminum," Chi Huan memberi tahu.

"Rambut juga harus dikeringkan," perintah Mo Shiqian, "Itu akan membuat flu semakin parah."

Chi Huan masih berdiri dan tak bergerak sedikitpun. Mo Shiqian berdiri dan terdiam sejenak, sebelum kemudian berjalan melewati pintu dan menemukan pengering rambut. Ia memasangkan kabel pengering rambut ke colokan dan menyerahkan pengering rambut itu pada Chi Huan. Chi Huan hanya diam, tidak menjawab dan tidak mau menjawab.

Sepuluh detik kemudian, Chi Huan duduk di sofa. Ia lalu meletakkan kepalanya di lengan shofa dan berkata, "Jika kamu sangat ingin aku mengeringkan rambut, maka kamu yang harus mengeringkan rambutku."

Mo Shiqian menatap si gadis yang berbaring di sofa itu. Beberapa saat kemudian, dengung suara pengering rambut mulai terdengar. Angin hangat yang bertiup di atas kepalanya dan sofa yang nyaman membuat Chi Huan turut merasa sangat hangat dan nyaman. Chi Huan merasa badannya masih tidak nyaman dan lelah. Belum lagi, pengaruh obat flu membuatnya mengantuk dalam beberapa menit. Ketika rambut Chi Huan benar-benar sudah kering, Mo Shiqian mematikan pengering rambut itu. Saat itu, barulah ia melihat Chi Huan sudah tertidur.

Mo Shiqian menatap wajah Chi Huan yang tenang dan menghela napas. Kemudian, ia mencondongkan tubuhnya lalu menggendong Chi Huan ke tempat tidur. Tak sengaja, ia melihat dan menyentuh kaki Chi Huan di bawah rok putihnya. Kedua kaki Chi Huan tampak sangat kecil dan putih. Dalam tidurnya, tangan Chi Huan lamat-lamat mengepal dan napasnya sedikit berat. Tiba-tiba, ia meraih dan menggenggam salah satu kaki Chi Huan. Kaki itu terasa sangat dingin. Mungkin, suhu yang seperti ini membuat Chi Huan tertidur dengan nyenyak.

Chi Huan mengerang lirih, "Hm..."

Mo Shiqian cepat-cepat menarik tangannya dan beberapa detik kemudian, ia segera menggendong Chi Huan. Chi Huan sebenarnya belum benar-benar terlelap, tapi ia juga tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia sudah terbangun.

"Mo Shiqian… Setelah menggendongku, kamu kembalilah untuk istirahat," Chi Huan barusan mengigau. Setengah tertidur, ia lalu berbisik, "Kamu telah melihatku telanjang..."

Mo Shiqian tidak berkata apa-apa. Namun, Chi Huan keburu mengigau tidak jelas. "Kamu telah mengambil untung besar dariku. Tak ada pria lain yang melihatku telanjang." Mo Shiqian yang mendengarnya hanya bisa terdiam.

———

Keesokan paginya, Chi Huan dibangunkan oleh sinar matahari yang menyilaukan. Ia mengerang pelan, kemudian melempar selimutnya dan berbaring malas di ranjang yang besar dan lembut. Setelah beberapa detik, Chi Huan baru tersadar bahwa sepertinya ada sesuatu yang salah. Ia bangkit untuk duduk, lalu mendapati dirinya sedang memakai rok panjang dan sweter. Ia pun bertanya-tanya dalam hati, Aku memakai ini untuk tidur?

Seketika, memori tentang kejadian semalam membanjiri otak Chi Huan dalam sekejap. Ia segera mengangkat selimutnya dan berjalan keluar. Ketika ia membuka pintu kamar, ia melihat Mo Shiqian. Pria itu berdiri di depan jendela, melawan arah datangnya cahaya. Mendengar gerakan Chi Huan, Mo Shiqian yang sedang memegang telepon segera mengakhiri panggilannya dan memandang Chi Huan. "Sudah bangun?"

"Kamu... datang kemari lebih awal, atau... menginap di sini semalam?"