Biasanya, apa yang dipikirkan dan apa yang dikatakan Chi Huan adalah apa yang dikatakan pria itu. Chi Huan merasa bahwa ia membalikkan punggungnya untuk memohon, tapi Mo Shiqian malah menekannya ke dalam air berkali-kali. Chi Huan dapat mengingatnya dengan jelas. Saat itu, ia memohon kepada Mo Shiqian dalam waktu yang lama. Akan tetapi, Mo Shiqian tetap teguh pada pendiriannya.
Mo Shiqian hanya menunjukkan wajah yang dingin, dari awal hingga akhir. Tak ada tanda-tanda kegoyahan atau apapun ketika Chi Huan menciumnya. Bahkan, ketika Chi Huan menawarkan diri padanya. Ia tidak tahu jika ia harus marah karena pengaruh obat-obatan itu membuatnya mengekspresikan cinta dengan begitu memalukan. Tapi tetap saja, saat ia begitu aktif merayu Mo Shiqian, pria itu tak menunjukkan reaksi apapun.
Bukankah aku cantik? Atau jangan-jangan lekuk tubuhku tidak cukup indah? Chi Huan sampai berpikir begitu. Chi Huan ingin para pria mengejar-ngejarnya, seperti seseorang yang ingin menyeberangi sungai deras dengan putus asa. Apa jangan-jangan ia tidak memiliki pesona feminin sedikitpun di hadapan pria ini? Apa karena itulah Mo Xigu memilih wanita yang sudah menikah dan mengabaikanku yang sudah minum obat perangsang?
Saat sedang berada di bawah kendali obat, Chi Huan justru bersama Mo Shiqian. Padahal, tidak terlintas apapun di pikiran Mo Shiqian. Chi Huan yang kesepian hanya bisa mengepalkan kedua tangan. "Jangan katakan apapun malam ini," perintahnya dengan ketus.
Mo Shiqian menanggapi dengan sabar. "Saya mengerti. Tenanglah, Nona."
Suasana sejenak menjadi senyap. Mo Shiqian melemparkan handuk, lalu mengambil pengering rambut, untuk mengeringkan rambut Chi Huan. Deru pengering itu terdengar begitu tenang hingga tiba-tiba saja, terbesit ide yang tidak masuk akal di otak Chi Huan. Chi Huan berpikir bahwa sepertinya malam ini Mo Shiqian begitu tampan. Apa dia benar-benar tampan, atau aku jadi merasa begitu karena efek obat? batinnya.
Chi Huan membalik badan dan tiba-tiba penglihatannya menjadi buram dan—
"Nona..."
—Chi Huan pingsan.
Sebelum akhirnya benar-benar pingsan, Chi Huan jelas merasakan sepasang lengan kokoh yang merengkuhnya. Chi Huan benar-benar merasa seperti diikuti seekor anak kucing, kapan saja dan di mana saja.
———
Chi Huan mengalami demam tinggi hingga suhunya mencapai 39 derajat. Saat ia terbangun, hari sudah petang. Saat matahari mulai terbenam, dan saat Chi Huan belum membuka matanya dengan sempurna, ia melihat seseorang berperawakan tinggi besar berdiri di samping tempat tidur. Tanpa sadar, ia mengira orang itu adalah bodyguard-nya.
"Mo Shiqian, aku ingin minum."
Mo Xigu mendengar Chi Huan memanggil Mo Shiqian. Ia pun teringat bahwa Mo Shiqian datang setelah Mo Xigu pergi. Ia hanya mengerutkan kening dan memutarkan badan untuk menuang segelas air.
Saat Mo Xigu membantu Chi Huan duduk, barulah ia bisa benar-benar melihat bahwa ternyata pria di hadapannya ini bukanlah Mo Shiqian. Namun, orang yang semalam telah meninggalkannya sendirian di hotel. Chi Huan tidak jadi mengambil gelas yang diberikan Mo Xigu, tidak berbicara, dan hanya menatapnya.
Karena Chi Huan tidak menerima gelas di tangannya dan tetap mematung, Mo Xigu mengangkat gelas itu. "Chi Huan, aku minta maaf untuk semalam," gumamnya.
"Bagaimana kalau semalam aku tidur dengan bodyguard-ku?"
Mo Xigu mengeratkan genggaman jemarinya dan mengerutkan dahi, ia lalu berkata, "Aku tahu bodyguard-mu akan selalu mengikutimu dan tidak akan membiarkanmu terkena masalah."
Chi Huan menunduk. Ia selalu tampak polos dan menawan. Media pun selalu berkomentar bahwa Chi Huan sangat menawan dan tidak vulgar. Namun, tiba-tiba ia tersenyum dan bertanya, "Jika aku telah ditidurinya, bagaimana?"
"Tampaknya dia tidak membuat suatu kesalahan rendahan," jawab Mo Xigu santai.
Chi Huan masih menunduk, hanya bisa melihat sprei putih di kasurnya.
"Chi Huan, minumlah air ini terlebih dahulu," kata Mo Xigu.
Setelah terdiam beberapa saat, Chi Huan mengulurkan tangannya untuk mengambil gelas itu lalu meminum beberapa teguk air. Setelah meletakkan gelas itu, ia menengadah untuk melihat wajah tampan yang telah bertahun-tahun disukainya. Chi Huan pun tersenyum. "Jika pernikahan kita gagal, apa rencanamu? Membatalkan pertunanganmu denganku dan bertanggung jawab untuk membahagiakannya?"
Mo Xigu memasukkan satu tangan ke saku celana dengan dahi terlipat. Chi Huan hanya mendongak dengan pelan untuk berkata, "Empat tahun lalu, dia adalah seorang Cinderella. Namun, keluargamu tidak menyukainya. Sekarang, dia adalah seorang Cinderella dengan riwayat sudah pernah menikah. Jika sekarang kamu masih ingin bersikap baik padanya, apa ibumu bakal loncat dari atas gedung?"
Suasana mendadak hening.
"Jika pernikahan kontraknya tidak dibatalkan, aku akan tetap menikahimu. Masalah dia, aku akan menyelesaikannya sebelum pernikahan," terang Mo Xigu pelan-pelan. Tampaknya, ia nyaris tak bisa melihat perasaan orang lain dengan peka.
Saat itu juga, Chi Huan merasa hatinya seperti disengat. Ia hanya tersenyum masam. "Baiklah. Aku percaya padamu." Setelah berkata begitu, Chi Huan membuka selimut dan bangkit dari kasur. "Aku lapar. Ayo, ajak aku makan untuk menebus kesalahanmu semalam."
Mo Xigu mengulurkan tangan untuk memegang pundak Chi Huan. "Kamu masih demam. Kamu ingin makan apa? Aku akan menyuruh orang untuk membelikanmu makanan."
Chi Huan mengerutkan bibirnya dengan genit. "Aku baik-baik saja. Aku benci terus-terusan berbaring di tempat tidur rumah sakit. Aku bisa mati kebosanan."
"Betul sudah membaik?" tanya Mo Xigu, yang kemudian dijawab anggukan mantap Chi Huan. "Baiklah, aku akan mengajakmu makan."
Chi Huan berganti pakaian, lalu menelpon Mo Shiqian. "Aku akan pergi makan bersama Xigu. Tolong urus prosedurku untuk keluar dari rumah sakit ini. Tidak usah menjemputku karena aku akan pulang bersama Xigu."
Di seberang sana, Mo Shiqian hanya terdiam beberapa detik sebelum menjawab, "Baik."
Di akhir musim gugur itu, Chi Huan mengenakan sweter berpotongan kerah v-neck dengan ditumpuk mantel merah tipis sebagai luaran. Rambutnya yang tebal dan panjang terurai hingga ke pinggang. Tas jinjingnya merupakan tas bermerek edisi terbatas. Ia tampil dengan luar biasa; putih, mulus, dan cerah.
Sebelum melewati pintu yang dibukanya, Chi Huan melihat seorang wanita berdiri di ambang pintu itu. Menyadari bahwa itu Su Yabing, senyum di wajah Chi Huan lamat-lamat memudar hingga sirna. Su Yabing mengenakan gaun rumah sakit berwarna biru dan putih rumah. Rambut panjangnya tidak menutupi luka memar di wajahnya. Ia berdiri tertunduk sambil memainkan jemari. Sepertinya, Su Yabing sedang cemas. Bertatapan dengan Mo Xigu, ia pun tertegun.
Chi Huan memanggil pelan, "Nona Su..."
Su Yabing yang baru saja kembali hanya bisa menatap Chi Huan dengan penuh penyesalan. "Nona Chi. Maafkan saya... Saya... Saya mendengar dari Xigu bahwa Anda dirawat di rumah sakit. Karena jaraknya dekat, saya berpikir untuk datang."
Saat berbicara, tiba-tiba Su Yabing teringat akan sesuatu. Ia mengambil dua langkah mundur ke belakang lalu bertanya, "Apakah kalian akan keluar? Kalau begitu, saya tidak akan mengganggu."
Chi Huan memanggilnya lagi, "Nona Su..."
Su Yabing berhenti melangkah dan berbalik untuk menatapnya. Terbit sebuah senyuman yang terpaksa, meski ia bertanya dengan lembut, "Apakah ada masalah lain, Nona Chi?"
Jika Chi Huan memiliki kecantikan bagai cahaya cerah yang mampu memancarkan keindahannya sendiri, maka Su Yabing adalah wanita zaman sekarang yang kecantikannya berpendar lembut.
Mo Xigu mengulurkan tangan untuk memegang lengan Chi Huan sambil sedikit mengernyit, "Bukankah kamu lapar? Ayo, kita pergi makan."
Cengkraman di pergelangan tangan Chi Huan membuatnya kesakitan. Ia menatap jari-jari pria itu, jari-jari yang membuat denyut nadinya lemas sejenak.
Apakah Xigu berniat mempermalukan wanita ini? tanya Su Yabing dalam hati.
Chi Huan menoleh lalu memiringkan kepalanya menatap Su Yabing. "Aku mendengar dari Mo Xigu bahwa suamimu memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga dan sering memukulmu. Kalau tidak salah ingat, kekerasan dalam rumah tangga bisa dilaporkan ke kantor polisi."