Setelah mendapat informasi mengenai keberadaan mobil yang tengah mereka kejar, Kyra dan Kino bergegas ke lokasi. Mengandalkan kemampuan Kyra dalam mengemudi serta kondisi jalan yang lengang, keduanya akan cepat sampai di tempat itu.
"Aku harap tidak terbunuh sebelum sampai di lokasi," ucap Kino. Meski begitu raut wajahnya tampak begitu tenang.
Kyra meliriknya sekilas. "Ck. Seolah-olah kemampuan membawa mobilmu lebih baik dariku."
Mendengar penuturan rekannya, pria itu hanya mengulum sebuah senyum. Tentu saja kemampuannya jauh lebih baik dari Kyra. Dia hanya jarang menunjukkannya.
Duduk di kursi penumpang dan menggunakan energinya untuk berpikir dan menganalisis setiap kemungkinan dari suatu kasus, adalah hal yang dia suka. Kino tipe yang tidak bisa membagi pikirannya. Jika sudah fokus pada satu hal, sulit baginya untuk memikirkan hal lain.
Sementara Kyra, sebenarnya kemampuan mengemudinya cukup baik. Bahkan ketika mengebut sekalipun, tidak pernah terjadi kecelakaan atau hal yang tidak diinginkan. Mungkin belum? Ah tidak. Jangan sampai.
Kemampuan mengemudinya itu didapat dari Arvin. Pria itu yang mengajarinya mengemudi dan cara untuk berkelahi. Meski berada di unit yang berbeda dan lebih sering bertingkah seolah tidak saling mengenal, tapi ketika di Akpol keduanya sangat dekat. Tidak jarang mereka mendapat tugas di kelompok yang sama. Menghabiskan waktu luang berdua pun dulu sering mereka lakukan.
Namun seiring berjalannya waktu, keakraban mereka seolah sirna begitu saja. Disibukkan dengan tugas masing-masing, membuat mereka kehilangan waktu bersama. Arvin yang lebih dahulu masuk Subdit Jatanras, membuat Kyra enggan untuk begitu dekat lagi dengannya. Bukan karena apa, tapi gadis itu tidak ingin orang lain salah paham. Semua tahu popularitas Unit I seperti apa.
Kino. Pria itu bisa dibilang satu-satunya penyidik yang tahu banyak tentang hubungan pertemanan Kyra dan Arvin. Sejak mereka saling mengenal di Unit II, Kyra selalu bercerita banyak hal padanya. Itu pun jika keduanya sedang akur.
Kino yang bisa dibilang merupakan pendengar yang baik, dengan senang hati dia mendengar semua cerita Kyra. Tidak jarang berujung dengan menggoda gadis itu habis-habisan. Meski begitu, Kyra tidak pernah kapok untuk bercerita pada penyidik itu.
"Aku penasaran, apa cara Arvin mengemudi segila ini?"
Kyra menggeleng, "Dia lebih parah."
Kyra mengingat masa itu, ketika tanpa sengaja mereka mengejar perampok bersenjata bersama. Hari itu adalah hari yang cerah di pertengahan tahun. Keduanya tengah berjalan-jalan di taman untuk menghabiskan waktu libur. Secara tiba-tiba, seseorang berteriak memecah suasana taman. Ketika Kyra dan Arvin menghamparinya, tangan orang itu sudah berlumur darah dan meringis kesakitan.
Tidak jauh dari orang itu, seseorang berlari ke arah berlawanan menjinjing tas mahal yang diduga milik korban. Tidak membuang waktu, keduanya mengejar pelaku. Namun sial, ternyata rekannya sudah menunggu di atas motor. Mereka kabur dengan leluasa.
Kyra yang tidak mau kehilangan pelaku, dia bergegas memasuki sebuah taksi dan meminta Arvin untuk mengemudi. Sementara si sopir taksi dia paksa untuk keluar dari mobil. Maka, pengejaran pun terjadi. Arvin mengebut dan mereka sempat dikejar oleh petugas lalu lintas.
Kyra mengulum senyum mengingat kejadian itu. Sungguh. Meski dia terus merapal doa selama pengejaran, tapi gadis itu bersyukur. Setidaknya dari kejadian itu Arvin mengajarinya untuk tidak takut mengemudi lagi. Benar. Tidak takut sampai Kyra mengikuti caranya mengemudi.
"Mengenang masa lalu, eh?" Kino yang sedari tadi memperhatikan Kyra, sebuah seringai terukir di wajahnya.
Dia juga tahu detail kejadian itu. Setelah pelaku akhirnya tertangkap, Arvin dan Kyra di panggil oleh Kapolres Metro secara diam-diam. Keduanya diminta untuk bertanggung jawab. Dan ya, Arvin yang menanggung semuanya dan mendapat hukuman. Sementara Kyra hanya mendapat teguran saja, karena dia masih merupakan anggota baru.
Kyra bercerita banyak tentang kejadian itu pada Kino. Maka dari itu dia tahu lebih banyak daripada yang lainnya. Sejak kejadian itu pula, hubungan keduanya jadi semakin renggang. Sibuk dengan tugas dan penyelidikan. Keduanya yang jarang bertemu pun, seolah menjadi alasan rasa canggung ketika mereka berpapasan.
Kino bahkan terheran-heran ketika melihat cara berinteraksi keduanya. Bagaimana dua orang yang dulunya begitu dekat, bisa tiba-tiba seolah menjaga jarak satu sama lain seperti itu?
Jika tidak terjadi sesuatu, mustahil hubungan keduanya jadi seperti sekarang. Meski Kyra banyak bercerita, tapi bukan berarti tidak ada yang dia tutupi. Ah, rasa penasaran Kino muncul lagi. Padahal tidak seharusnya dia seperti ini. Tidak sopan namanya.
Beberapa saat kemudian, mobil yang Kyra kemudikan sampai di lokasi. Memasuki area parkir yang cukup luas, gadis itu memarkirkan mobilnya di sana. Kino keluar terlebih dahulu. Dengan bergegas dia menghampiri dua orang petugas yang tengah berjaga. Mereka berdiri di samping kendaraan beroda empat itu.
Penerangan yang minim, membuat pria jangkung itu mengeluarkan senternya dan mengecek apakah itu memang kendaraan yang membawa Mira atau bukan. Pertama-tama dia menyamakan nomor pelat mobil dengan yang ada di buku catatannya. Lalu, mengecek senternya menyorot ke bagian dalam. Mobil itu ternyata tidak dikunci dan dibiarkan teronggok begitu saja. Dengan leluasa, Kino bisa memeriksa lebih leluasa lagi.
"Apa benar mobil ini yang kita kejar?" tanya Kyra yang baru datang menyusul.
Kino hanya memberi anggukan kepala sebagai jawaban.
Sementara Kyra, fokus gadis itu teralihkan pada gedung di depannya. Lampu senter dia sorotkan ke sana. Berhubung ini malam hari, kesan angker terpancar begitu jelas dari gedung itu. Bulu kuduk penyidik perempuan itu meremang seketika.
Namun, tidak ada waktu baginya untuk berpikir tentang makhluk yang aneh-aneh. Kino sudah terlebih dahulu menyeretnya. Dengan mengumpulkan keberanian masing-masing, keduanya memasuki area gedung itu. Mengecek setiap lantai satu per satu dengan cara berpencar.
Hingga ketika sampai di lantai tiga. Kino memeriksa hampir ke seluruh kamar. Satu dua kamar mereka lalui begitu saja. Tidak ditemukan keberadaan makhluk yang mencurigakan. Dia hanya dibuat terheran-heran dengan kondisi kamar yang rapi.
Keheningan di dalam gedung itu tiba-tiba pecah dikarenakan suara jeritan seseorang yang begitu melengking. Kino yang mendengarnya, dibuat terperanjat kaget dan hampir saja ikut berteriak. Dia tahu itu suara Kyra. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, dia bergegas berlari mencari gadis itu.
Tidak jauh dari ujung lorong, Kino mendapati Kyra terduduk lesu di atas lantai. Dia pun menghampiri dan menanyakan kondisinya. Kyra tidak menjawab, dia hanya menunjuk ke depan. Tepat pada kamar di depannya.
Arah pandang Kino mengikuti telunjuk gadis itu. Dia menyorotkan lampu senternya ke sana. Dan ya ... penyidik itu terkejut bukan main. Dia mengusap dadanya dan segera mengalihkan pandangan ke arah tembok di belakangnya. Ekspresi wajahnya meringis tidak karuan.
Siapa yang akan tetap bersikap tenang ketika mendapati beberapa mayat tergeletak bersimbah darah? Sepertinya tidak ada. Ditambah lagi, salah satu mayat benar-benar membuat reaksi kedua penyidik itu terkejut bukan main.
Bagaimana tidak? Mayat dengan wajah pucat serta darah yang meleleh dari kepalanya itu, bersandar di sebelah pintu dengan mata yang terbuka lebar. Seolah menyambut siapa pun yang akan datang. Mayat-mayat itu tidak lain adalah anak buah Guntur Adithama yang tewas ditembak.
"Sepertinya telah terjadi sesuatu di sini," ucap Kyra.
Keberaniannya sudah terkumpul kembali. Dia mengecek ke dalam kamar diikuti Kino dari belakang.
"Sebaiknya kita turun. Dilihat dari lelehan darahnya, sepertinya ini belum lama terjadi."
Kino menarik lengan Kyra. Menjauh dari lokasi itu. Sungguh. Berlama-lama di tempat itu tidak baik untuk kesehatannya.
"Kita belum mengecek ruang bawah tanah." Kyra menghentikan langkahnya.
Kali ini mereka sudah sampai di lantai dasar. Tanpa berucap, Kino mengikuti gadis itu mencari jalan menuju ruang bawah tanah. Setiap gedung pasti memilikinya. Entah itu untuk parkir, atau menyimpan barang-barang dan berfungsi sebagai gudang.
Tidak begitu lama, mereka menemukan tempatnya. Hanya menuruni beberapa anak tangga, keduanya sampai di tempat yang dicari itu. Pada awalnya tidak ada yang terlihat aneh. Hanya berupa tempat parkir seperti biasanya. Hingga ketika lampu senter Kyra menyorot sebuah pintu besi di ujung sebelah kiri, kewaspadaannya kembali aktif.
Kino berjalan mendahului. Dia mengamati pintu itu. Kunci terpasang rapi di sana, bahkan tidak berdebu. Hal itu menambah kecurigaan mereka. Keduanya saling menatap, lalu mengangguk.
Kyra berjalan menjauh dari pintu itu, begitu pun dengan Kino. Hanya saja, pria itu mengeluarkan senjatanya dan mengarahkannya pada pintu. Tidak lama, bunyi tembakan pun terdengar dan kunci itu pun terlepas dari tempatnya.
Dengan tidak sabar, Kyra membuka pintu itu. Ternyata sangat mudah dan tidak ada hambatan yang berarti. Lantas, keduanya memasuki ruangan itu. Bau tidak sedap menyeruak dari sana. Campuran antara anyir darah dan sesuatu yang membusuk.
"Perasaanku tidak enak." Kyra berbisik.
Dia sering mendengar jika bau seperti ini biasanya menandakan keberadaan makhluk lain, tapi entah mengapa dia tidak berpikir ke arah sana saat ini.
Kino tidak menanggapi ucapan gadis itu. Dia terus berjalan dengan sebelah tangan dia gunakan untuk menutupi hidungnya. Lampu senternya menyorot ke sembarang arah.
Semakin lama mereka berjalan, semakin menyengat pula bau anyir itu tercium. Akan tetapi, sedikit pun tidak ada yang aneh dari ruangan itu. Hanya berisi beberapa perkakas dan ada satu gergaji mesin yang terlihat baru.
Lampu senter Kino kali ini menyorot sebuah pintu lain dari ruangan itu. Pintu kayu yang terlihat mulai lapuk. Secara perlahan, keduanya berjalan ke arah pintu itu.
Semakin dekat, semakin jelas pula bau anyir yang tercium. Tidak salah lagi, bau tidak sedap itu pasti berasal dari balik pintu ini.
Berbeda dengan yang dilakukannya pada pintu utama, kali ini Kino justru mendobrak pintu kayu itu dengan mudah. Pintu terbuka. Bau anyir semakin menyeruak membuat sesak.
Kedua senter menyorot ke dalam ruangan yang terlihat berantakan itu. Beberapa plastik menggantung dengan cairan berwarna merah menghiasi. Juga terdapat beberapa meja dengan peralatan operasi berlumur darah yang sudah mengering.
Kyra dan Kino menahan napas mereka untuk beberapa saat. Lalu berlari meninggalkan ruangan itu secepat mungkin. Bau tidak sedap yang mereka hirup, membuat keduanya meraup oksigen sebanyak mungkin. Ini gila.
Kino menatap rekannya itu, seolah menanyakan 'Ruangan apa itu tadi?' secara telepati. Kyra hanya menggeleng dan balik menatapnya dengan ekspresi ketakutan.