Chereads / Before The Dawn / Chapter 33 - Bab 32: Rusun Kembang Wangi

Chapter 33 - Bab 32: Rusun Kembang Wangi

Suasana sibuk terlihat di ruangan Unit II. Sejak pagi buta, Kyra sudah berada di ruangan itu. Dia memang tidak pulang ke rumah. Semua anggota Unit II yang lain pun tetap di kantor. Mereka ingin menemukan petunjuk atas kasus yang tengah ditangani secepat mungkin.

Secangkir kopi hangat sudah tersedia di atas meja. Sementara si gadis tetap sibuk dengan komputer di depannya. Jemarinya dengan lincah mengetik sesuatu. Lalu pencarian yang diinginkan muncul di layar.

Kyra membaca setiap kata demi kata yang tersusun dengan jeli. Pun sesekali menggeser layar hasil pencarian agar lebih banyak lagi yang dia dapatkan. Tidak lupa, Kyra menandai setiap hasil yang menurutnya penting.

Sementara Kino, sejak pamit ingin keluar tadi dia belum juga menampakkan batang hidungnya lagi. Entah apa yang dia perbuat, yang jelas hal itu membuat Kyra sedikit kesal. Pekerjaan mereka sangat menumpuk, tidak etis jika penyidik itu malah kelayapan tak tentu arah. Meski pada kenyataannya, Kino tidak pernah melakukan hal tidak tahu malu begitu.

Benar saja. Tidak sampai lima menit setelah Kyra bertanya-tanya, pria itu sudah kembali membawa setumpuk berkas di tangannya. Juga satu kantung keresek berisi roti dan air mineral.

Kino meletakkan berkas-berkas itu di mejanya. Kemudian beralih pada meja beberapa rekannya yang lain. Meletakkan kantung keresek itu di sana, dan meminta mereka untuk mengganjal perut terlebih dahulu. Satu bungkus roti keju dia ambil dan disimpan di meja Kyra.

Tanpa ada kata yang terucap, dia langsung sibuk pada berkas yang baru didapat itu. Sikapnya cukup membuat Kyra bertanya-tanya lagi. Sejak penemuan mayat-mayat di gedung terbengkalai kemarin, Kino jadi lebih sedikit pendiam.

Kyra ingin menanyakan apa dia baik-baik saja atau telah terjadi sesuatu, tapi gadis itu mengurungkan niatnya. Dia lebih memilih untuk membuka bungkus roti keju, dan melahapnya sebelum melanjutkan kerja. Tidak bisa dipungkiri, perutnya sudah berontak sejak tadi.

Mengenai Kino, dia bisa menanyakan atau mengobrol dengannya nanti. Prioritas saat ini adalah penyelidikan terlebih dahulu. Dan lagi, saat ini Kino memang terlihat sedang tidak ingin diganggu. Matanya fokus membaca setiap berkas satu per satu.

Ruangan yang di didominasi berwarna putih itu terasa sepi. Setiap penyidik disibukkan dengan pemikiran serta pekerjaan masing-masing. Tidak ada celah untuk mengobrol barang sedikit pun. Kecuali jika obrolan itu menyangkut kasus yang tengah mereka tangani.

Kino mengacak rambutnya frustrasi. Sedari tadi, pikirannya sudah kacau. Tidak tahu harus memulai dari mana. Terlalu banyak kasus orang hilang yang dilaporkan. Mulai dari anak-anak, remaja, dan orang yang sudah renta.

Rata-rata dari laporan itu, tidak sedikit yang belum menunjukkan perkembangan. Laporan kehilangan anak remaja perempuan lebih mendominasi. Pelapor merupakan orang tua atau sanak saudara korban yang merasa kehilangan.

Petunjuk yang ada pun kebanyakan hanya mengarah pada kekasih korban. Meski telah diselidiki berulang kali, hasilnya selalu nihil. Orang yang dicurigai mengaku tidak tahu menahu mengenai keberadaan korban. Tidak jarang pula ada yang mengaku telah putus.

Kedua alasan ini memang terdengar kurang bisa diterima, tapi bukti tidak ada yang mengarah pada mereka. Maka penyidik pun harus kembali memutar otak.

Ada pula kasus yang menyebutkan jika korban pergi menemui seseorang yang baru dikenal dari media sosial. Kasus ini cukup marak sebetulnya. Tidak sedikit media yang menayangkan bahkan membahas kasus ini, tapi hal itu seolah dianggap angin lalu di telinga para remaja malang itu.

Para remaja kebanyakan akan terbuai dengan bujuk rayu pria kurang ajar yang mereka temui di media sosial. Terbuai wajah rupawan yang tidak jarang foto curian milik orang lain. Kurangnya wawasan atau malas mengecek ulang, membuat mereka percaya begitu saja. Tanpa menyisakan sedikit celah pun untuk merasa curiga.

Jadi tidak heran, ketika diajak bertemu pun mereka akan mengiyakan dengan senang hati. Tanpa memikirkan konsekuensi seperti apa yang bisa saja terjadi. Padahal tidak sedikit yang berakhir fatal. Seperti dibawa lari. Diperkosa lalu dibunuh dan mayat mereka dibuang seperti benda tak berguna.

Kino kembali memilah dokumen itu. Mulai dari yang memungkinkan, sampai yang diduga tidak ada hubungannya sama sekali dengan kasus baru ini. Meski membuatnya bingung, tapi dia tetap membagi dokumen itu menjadi beberapa kelompok.

Lama bergulat dengan pekerjaannya, membuat Kino menyadari satu hal. Beberapa laporan mengenai orang hilang itu, tidak sedikit korban yang dilaporkan terakhir kali terlihat di sekitar Rusun Kembang Wangi.

Selain dari hasil laporan yang disertakan dengan rekaman CCTV, tidak sedikit juga yang dilaporkan memang menyewa tempat tinggal di rumah susun itu sebelum menghilang tanpa jejak. Pihak kepolisian sempat menyadari hal itu, tapi lagi-lagi tidak ada bukti yang memadai. Bukti memang memiliki dua sisi. Mempermudah penyidikan, atau justru mempersulit ketika tidak ditemukan sama sekali.

Rusun yang dijuluki dengan Rusun Setan itu, sepertinya harus kembali diselidiki. Meski memiliki reputasi yang sedikit buruk, tapi ongkos sewa yang murah membuat orang-orang tergiur untuk menempatinya. Keluarga Trisna dan Daryo contohnya.

Terlarut dalam pikirannya sendiri, sampai dia tidak menyadari jika sedari tadi Kyra memanggil namanya. Hingga dengan tega, gadis itu memukul kepalanya menggunakan satu dari banyaknya berkas di meja pria itu. Kesal bukan kepalang.

"Apa-apaan kau ini?"

Lamunan Kino buyar pada akhirnya. Sebelah tangannya mengusap kepala yang baru terkena hantaman berkas dari Kyra. Tidak sakit memang, tapi hal itu membuatnya terkejut.

"Kau yang kenapa? Orang lain sibuk bekerja, kau malah melamun." Kyra setengah memekik.

Bosan juga sebenarnya jika terus menerus fokus menatap layar komputer. Sementara yang dia inginkan sudah hampir semuanya didapat. Maka dari itu, dia penasaran dengan apa yang Kino dapat, dan berniat untuk membantunya.

"Aku tidak melamun," dalih Kino.

"Kalau begitu, apa kau sudah selesai dengan berkas-berkas itu? Karena aku sudah hampir selesai mendapat beberapa informasi mengenai gedung terbengkalai itu."

"Jadi, kau memukul kepalaku hanya untuk pamer?"

Lagi. Berkas yang masih di tangan Kyra, melayang dan mendarat di kepala rekannya itu. Memukulnya untuk yang kedua kali. Terang saja, Kino meringis dibuatnya.

"Tadinya aku berniat membantumu, tapi sifatmu membuatku mengurungkan niat itu." Kyra kembali menatap komputernya. Kemudian mencatat beberapa kalimat di buku catatan kecilnya.

Mendengar penuturan rekannya itu,  Kino terdiam untuk beberapa saat. Atensinya beralih pada komputer Kyra. Beberapa kalimat bisa dia baca dengan jelas. Hal itu membuat sesuatu muncul di kepalanya.

"Ky, kau sudah mengetahui siapa pemilik dari gedung terbengkalai itu?" tanya Kino seraya menggeser kursinya agar lebih mendekat.

"Tentu saja," jawab Kyra seraya mengangguk.

"Siapa?"

"Guntur Adithama. Pemilik Guta Corporation. Termasuk beberapa cabang kecil seperti Geotama Transport. Trisna si pelaku pembunuhan keluarga Wijaya  bekerja di sana." Kyra menerangkan beberapa temuannya. Bagi mereka itu cukup mencengangkan memang.

Tautan di kening Kino tercipta. Ingin penjelasan lebih.

Kyra mendesah. "Gedung terbengkalai itu dulunya sebuah motel, tapi karena ada suatu insiden maka motel itu ditutup. Tapi beberapa tahun kemudian, Guntur Adithama datang dan membelinya. Pada awalnya gedung itu ingin dihancurkan dan membuat gedung baru untuk cabang perusahaan lain, tapi tidak terealisasikan dengan alasan tempatnya kurang strategis."

Kino masih menyimak. Sementara Kyra menjeda penuturannya dengan meminum kopi di mejanya yang sudah dingin. Dia sempat lupa pada minuman kesukaannya itu.

"Mengacu pada temuan kita kemarin, bukankah itu sedikit berlebihan? Maksudku ... apa orang sekaya dia adalah dalang dari kematian orang-orang di gedung itu?" Kyra merengut.

Dia sebenarnya sedari tadi memikirkan hal ini. Campur tangan Guntur Adithama tidak mungkin tidak ada. Mengingat itu gedung miliknya, bukan?

"Tolong carikan informasi untukku. Nama pemilik dari Rusun Kembang Wangi." Kino tampak tidak sabar.

Tanpa memberi respons terlebih dahulu, Kyra langsung menjalankan permintaan rekannya itu. Tidak sampai berapa lama, hasil pencarian pun didapat. Dengan berbagai informasi yang diinginkan. Pun beberapa artikel mengenai rusun itu.

"Guntur Adithama."

Kedua penyidik itu bergumam bersamaan. Bola mata mereka saling tatap satu sama lain. Hanya saja, ekspresi yang ditunjukkan terlihat berbeda. Kyra dengan raut penasaran, dan Kino menunjukkan rasa terkejut yang sangat jelas.

"Jika pemilik dari kedua gedung itu adalah orang yang sama, bukankah itu berarti ada benang merah antara hilangnya penghuni rusun dengan penemuan mayat kemarin?"

Mendengar itu, mimik wajah Kyra berubah sama persis dengan Kino. Terkejut. Sangat.

Kino kembali pada berkas-berkas miliknya. Menghitung lagi berapa jumlah orang yang hilang dari rusun itu. Pun mencatatnya di buku catatan kecil miliknya. Menyalin beberapa informasi penting.

Sementara Kyra, dia pun kembali sibuk mengumpulkan informasi mengenai rusun itu. Beberapa artikel mengenai laporan orang hilang, tidak sedikit dia jumpai dari sana.

Setelah selesai dengan berkasnya, Kino merapikannya sedikit. Kemudian pergi dari ruangan itu dengan terburu. Kyra yang tahu ke mana rekannya akan pergi, dia bergegas menyusul.

Sungguh. Kasus yang mereka tangani kali ini sangatlah tidak terduga. Berawal dari mengejar penculik Mira, sekarang justru menggiring mereka pada suatu kasus yang sangat besar. Dengan target utama seorang kaya raya yang tidak jarang sulit dijangkau hukum dengan adil.