Menjelang senja, Kyra dan Kino baru kembali ke kantor Polres. Keduanya diketahui telah memeriksa beberapa hal. Baik itu di gedung terbengkalai, dan juga di Rusun Kembang Wangi.
Setelah mendapat beberapa Informasi yang dibutuhkan, Kino pergi ke gedung terbengkalai itu. Awalnya dia hendak menemui pemilik terdahulu dari gedung itu, tapi urung dia lakukan. Selain karena tidak tahu orangnya di mana, Kino juga tidak mau terlalu banyak membuang waktu dengan mencarinya.
Maka dari itu, dia langsung menuju gedung itu saja. Memasuki area yang sudah dipasangi garis polisi, dan memeriksa sekitarnya. Waktu siang memang lebih pas untuk mengeksplorasi tempat itu dengan lebih leluasa. Dia bisa melihat keseluruhan isi gedung tanpa harus menggunakan bantuan dari cahaya lampu senter.
Tujuan Kino datang kembali ke tempat ini adalah untuk memeriksa area belakang gedung, yang dia yakini sempat terlewat. Pria itu menelusuri setiap semak yang menghalangi. Tempat ini benar-benar terbengkalai. Siapa pun yang melihat, tidak akan curiga jika di sini terjadi praktik yang sangat ilegal. Pun tidak berperikemanusiaan.
Awalnya, penyidik itu tidak menemukan hal mencurigakan di sana. Matanya mengedar dengan jeli. Seluas memandang, hanya ada ilalang yang hampir mengering.
Hingga ketika dia berjalan lebih jauh, sesuatu yang tampak mencurigakan tertangkap indra penglihatannya. Sebuah lubang berukuran setengah meter, yang diduga sebagai tempat pembakaran dengan abu cukup banyak di permukaannya.
Kino semakin mendekati area tersebut. Dia mengamatinya untuk beberapa detik. Lalu, mencari ranting dan mengorek abu itu. Dilihat dari permukaannya, hasil pembakaran memang terlihat hanya ada abu.
Namun ketika Kino menyibaknya, beberapa benda yang sudah hampir tak berbentuk tampak ke permukaan dengan jelas. Kino segera memindahkan benda itu satu per satu. Setelah dirasa tidak ada lagi yang bisa dia ambil, pria itu lantas beralih memeriksa hasil yang didapat.
Tiga potong baju dengan kondisi terbakar sebagian. Ada yang terbakar di bagian lengan sampai membuatnya panjang sebelah, hingga terbakar di bagian tengah dan membuatnya bolong.
Selain itu, terdapat empat potong celana jeans. Satu di antaranya masih utuh tanpa tersentuh api. Dua buah tas yang hanya tersisa sepotong saja, juga satu buah sepatu bagian kiri.
Itu adalah benda-benda yang Kino dapatkan. Terlihat jelas dari hasil pembakaran yang tidak sempurna, menandakan jika pelaku adalah orang yang ceroboh. Atau bisa dikatakan malas untuk kembali memeriksa pekerjaannya. Atau mungkin karena hujan yang mengguyur.
Apa pun itu, yang jelas Kino sangat bersyukur. Karena dengan ditemukannya barang-barang ini, meski tidak utuh dan hanya sedikit, setidaknya itu dapat meringankan proses penyidikan. Setiap laporan mengenai orang hilang, pasti menyebutkan ciri-ciri serta pakaian terakhir yang dikenakan. Dia bisa mencocokkannya nanti.
Sementara Kyra, dia pergi ke Rusun Kembang Wangi. Mencari informasi mengenai pemilik rusun itu secara langsung. Pun menemui pengelola dan menanyakan beberapa hal pada orang tersebut. Pertanyaan mengenai orang hilang, menjadi hal utama yang Kyra tanyakan.
Awalnya gadis itu sangat percaya diri, tapi sayangnya pengelola ini merupakan orang baru. Dia baru bekerja sekitar dua minggu di tempat ini. Oleh karena itu, ketika Kyra bertanya tentang orang-orang yang hilang ketika menyewa tempat tinggal di sini, dia sama sekali tidak tahu apa-apa.
Mau tidak mau, dia kembali dengan ekspresi merengut. Sempat dia bertanya mengenai pengelola terdahulu, tapi lagi-lagi orang itu tidak tahu. Terbesit di pikirannya untuk menanyai salah satu penghuni, tapi segera dia urungkan. Bukannya mendapat informasi, dia justru akan membuat mereka panik. Ya, bisa saja seperti itu.
Meski berangkat di jam yang hampir berbeda, tapi keduanya kembali di jam yang sama. Kyra berjalan menuju ruangannya dengan sedikit lesu. Berbeda dengan Kino yang mengumbar sedikit senyum di wajahnya.
Kanit Iva menyambut keduanya. Dia menanyakan apa saja yang mereka lakukan dan temukan. Tentu dengan senang hati Kino memberi tahunya. Dia juga mengambil catatannya dan mencocokkan temuannya tadi dengan beberapa pakaian yang terakhir kali korban kenakan.
Sementara temuannya itu tidak dia bawa ke ruangannya. Melainkan dia serahkan pada petugas yang menangani barang bukti.
Kanit Iva serta yang lainnya menyimak. Kino menerangkan temuannya dengan lancar. Meski di ruangan itu tidak ada barang yang dia temukan tadi, tapi Kino sempat mengambil gambarnya. Agar lebih praktis jika dia sebut.
Benar saja, baju yang terbakar pada bagian lengannya cocok dengan baju terakhir yang dikenakan oleh salah satu korban. Dari yang tercatat pada berkas laporan, korban merupakan seorang perempuan berusia dua puluh tujuh tahun. Dia merupakan perantau dari luar Pulau Jawa bersama suaminya.
Diketahui, keduanya merantau untuk mengadu nasib di Ibu Kota. Sekitar satu bulan mereka menyewa tempat tinggal di rusun itu, dan sudah mendapat pekerjaan juga. Sebelum pada akhirnya dilaporkan hilang pada awal Januari lalu.
Pelapor merupakan rekan di tempat keduanya bekerja. Pun penghuni rumah susun lain mengklaim jika keduanya tidak pernah kembali setelah bekerja di hari itu. Berbekal ciri-ciri terakhir yang dilaporkan, pihak kepolisian mencarinya dengan susah payah. Sayang keduanya tidak kunjung ditemukan.
Kyra ikut membantu dengan mencocokkan beberapa berkas hasil laporan. Dia dengan sigap menemukannya dan memisahkan berkas-berkas itu. Lalu, diserahkan pada Kanit Iva untuk diambil fotonya.
Setelah selesai mendapat beberapa yang cocok, Kanit Iva hendak kembali pergi menuju rumah sakit forensik. Dia ingin mengabarkan temuannya ini pada Dokter Ferdi secara langsung. Juga tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi. Karena jika mereka mencocokkan hasil penemuan ini, maka satu korban bisa diidentifikasi dengan cepat.
Di tempat parkir, Kanit Iva dibuat terkejut dengan kehadiran reporter yang tidak bisa dibilang sedikit. Mereka mencegat beberapa petugas dan menanyakan hal yang hampir serupa. Yaitu mengenai gedung terbengkalai yang diduga menjadi praktik penjualan organ manusia.
Beberapa petugas itu tidak ada yang bereaksi. Mereka lalu begitu saja. Pun tidak sedikit yang dibuat kewalahan karena terus ditanyai hal serupa.
Entah dari mana mereka mengetahui kabar mengenai kasus ini dengan begitu cepat. Yang jelas, beberapa meminta konfirmasi sementara tidak sedikit yang sudah menayangkannya di berita.
Kanit Iva pun tidak luput dari kejaran reporter itu. Hanya saja, dia tidak memberi respons apa-apa. Penyidik wanita itu menerobos kerumunan mereka dan memasuki mobilnya. Pergi menerjang jalan dengan lumayan terburu-buru.
Sementara jauh dari keramaian di kantor Polres Metro. Lebih tepatnya di sebuah ruang rahasia milik kelompok Black Alpha. Guntur Adithama terlihat tengah memberondong Rudi dengan peluru dari senjata di tangannya. Amarah pria tua itu membuncah setelah menyaksikan tayangan berita mengenai gedung miliknya. Beserta belasan mayat yang pihak kepolisian temukan.
Faktanya, membawa Mira dan anaknya bukanlah solusi yang tepat untuk memancing Daryo. Itu justru menjadi hal yang sangat fatal. Bisnis ilegal yang dia jalani, justru terendus oleh pihak mereka. Mengancam serta mencoreng kesan pengusaha baik yang selama ini dia bangun.
Guntur Adithama melempar senjata api miliknya, setelah semua peluru habis bersarang di tubuh Rudi. Pria yang merupakan anak buahnya itu meregang nyawa seketika. Darah menggenang di lantai dengan nuansa hitam putih itu.
Amarahnya belum juga reda ketika Damian memasuki ruangan beserta lima anak buahnya. Kelima pria berseragam hitam itu menodongkan senjata mereka pada Guntur Adithama, yang tengah terduduk lesu di sebuah kursi yang tersedia.
"Apa-apaan kalian ini?!"
Guntur Adithama bangkit dari duduknya. Kedua bola mata dengan kelopak yang sudah keriput itu membulat. Menatap Damian dengan sorot kebencian yang kentara.
"Kau tahu peraturan Black Alpha seperti apa. Dan saat ini pihak kepolisian pasti sedang menyelidiki tentangmu, Paman. Jadi, selagi aku berbaik hati, pergi dari sini dan selamatkan dirimu dengan caramu sendiri. Jangan membawa nama kelompok kami meski kau terpojok. Karena jika kau melibatkan kami, kau tahu konsekuensinya seperti apa." Damian berucap panjang kali lebar. Nada bicaranya dingin dan mengintimidasi.
"Keparat! Kalian semua juga menikmati hasil penjualan organ itu!" Guntur Adithama berucap dengan lantang. Amarahnya benar-benar tidak bisa dia bendung lagi.
Damian tidak menanggapi rekan bisnis ayahnya, sekaligus ayah dari tunangannya itu. Dia hanya menyeringai dan mengisyaratkan anak buahnya untuk membawa Guntur Adithama keluar dari ruangan.
"Damian! Bocah kurang ajar kau!" Pria tua itu meracau. Kedua tangannya diapit oleh anak buah Damian. Meski begitu, dia mencoba berontak berulang kali.
Sungguh. Dia sangat kesal dan juga panik. Bagaimana tidak? Bisnisnya terancam bangkrut. Nama baiknya hancur. Lebih parah lagi, jeruji besi seolah sudah berada di depan matanya.
"Tidak bisakah kau memberi tahu ayahmu agar dia membantuku? Oh ayolah. Kita berteman sejak awal bisnis ini dijalankan, bukan? Mustahil jika dia tidak mau membantuku."
Damian berbalik. Tatapannya tertuju hanya pada Guntur Adithama yang sudah berada di ambang pintu.
"Ayah tidak bisa membantumu. Kau sendiri yang ceroboh, maka kau pun yang harus menyelesaikannya sendiri, Paman." Lagi. Damian menyeringai.
Guntur Adithama sudah hampir mengeluarkan umpatan lagi, jika saja telunjuk Damian tidak memberinya isyarat untuk tidak berbicara.
"Berhubung kau calon mertuaku, aku akan memberimu sedikit saran. Tetaplah bungkam di hadapan mereka, dan kau aman. Tapi jika sampai ada nama kelompok dalam tayangan berita, aku sendiri yang akan melubangi kepalamu."
"Kurang ajar! Aku tidak akan merestuimu dengan Jovita!"
Tawa Damian meledak melihat reaksi yang Guntur Adithama berikan. Sungguh. Dia menyukai ini. Mengancam tidak akan merestui hubungannya dengan Jovita, dia bercanda? Hal seperti itu tidak akan mempan pada seorang Damian.
"Tidak, Paman. Aku tidak akan berbuat seperti itu padamu. Saran dariku adalah, sebelum pihak kepolisian memanggilmu, sebaiknya kau lenyapkan semua bukti yang mengarah padamu. Begitu juga jika ada saksi, lenyapkan mereka. Dengan begitu, kau bisa mencari kambing hitam untuk menutupi kejahatanmu. Seperti paman Indra Wijaya yang menjadikan karyawannya sebagai tumbal. Kau bisa melakukannya lebih cerdik dari dia."
Guntur Adithama terdiam untuk waktu yang lumayan lama. Mimik wajahnya mengatakan dia sedang berpikir. Bukti apa yang akan menyeretnya mendekam di balik jeruji besi? Selain karena kepemilikan gedung, tidak mungkin ada yang lain. Dan lagi, bukankah bukti itu sedikit lemah?
Tanpa sempat dia bertanya lagi pada Damian, kedua orang yang mengapitnya sudah terlebih dahulu menyeretnya untuk meninggalkan ruangan itu. Kali ini dia tidak berontak. Otaknya terus memikirkan bukti apa yang harus dia singkirkan, dan siapa kiranya yang cocok dijadikan sebagai kambing hitam?