Chereads / Aku Hidup Kembali Di Dunia Lain Bersama Teman Lamaku / Chapter 14 - Chap 14: Raja Iblis, Wabah, Kutukan?

Chapter 14 - Chap 14: Raja Iblis, Wabah, Kutukan?

Baru saja aku mendapatkan musibah besar. Tentu saja jika aku bukan laki-laki hal ini pastinya membuatku senang. Aku dijodohkan oleh kakekku kepada seorang pria tampan dan kuat. Dia juga terkenal di medan tempur dan populer di kalangan wanita. Hanya saja aku ini laki-laki di dalam tubuh wanita. Menjijikan sekali bahkan untuk memanggil pria itu 'darling'. Blweeeee rasanya lidahku langsung mati rasa. Satu-satunya yang ingin aku nikahi hanyalah Hilda. Asisten pribadiku yang tsundere + kuudere.

Keempat ibuku, begitu klaim ketiga bibiku yang bersikeras ingin jadi ibu juga tak ingin kalah dari ibuku. Mereka berkata akan membantuku menggagalkan pernikahanku apapun yang terjadi walaupun artinya perang dengan kerajaan Singa, Bristein Raya. Kami dari Kekaisaran Agung Elang, Prestia tidak takut akan apapun, kata mereka. Ya jelas, wilayah saja kita menang jauh besarnya, apalagi polulasi dan kekuatan tempur. Bristein mungkin hanya candaan bagi bibiku Estelar. Tapi aliansi mereka tidak bisa diremehkan. Sistem kolonialisme mereka membuat aliansi mereka tersebar dimana-mana.

Begitu lah keadaanya sekarang. Masalahnya Pangeran Arthur sudah pindah ke Heiken dari kemarin malam untuk mengawasiku. Ibu memang tidak membiarkan siapapun masuk ke mansion ini, bahkan kakek. Jadi bisa dibilang mansion ini adalah tempat teraman di kastil.

Pagi ini aku bersiap untuk melakukan kunjungan rutin ke desa-desa yang terkena musibah. Ada dua laporan terdekat. Pertama adalah kota kecil Abten yang sedang terkena wabah lalu desa Murrwe yang mengalami gagal panen. Semua ini harus kuselesaikan jika aku ingin tetap mempertahankan martabatku sebagai pria sejati.

Aku memakai celana panjang dengan sepatu boots tinggi bertali, kemudian kemeja putih dilapis oleh rompi dan jubah coklat sepinggang agar tidak memperlihatkan lekuk tubuhku. Tapi celananya cukup ketat sampai membuat lekuk kakiku terlihat jelas. Aku juga membawa pedang pendek yang dibuat khusus untukku, hadiah dari penempa kerajaan, paman Howard. Kali ini aku mengikat rambutku dengan gaya ekor kuda dan membiarkan poni depanku seperti biasa. Ponytail gaya ini sangat populer di dunia lama, jika saja aku jadi wanita di dunia itu sudah pasti aku jadi idol nomor 1 di industri per-idol-an.

Aku meninggalkan kastil tanpa berpamitan pada ketiga bibiku dan hanya berpamitan pada ibuku. Ketiga bibiku sedang sibuk dengan dokumen-dokumen penting mereka. Rasanya tidak baik aku menganggu konsentrasi mereka hanya untuk berpamitan keluar sebentar. Hilda dan Regina sudah menungguku di depan kereta kuda sewaan. Kereta kuda yang dibuat tidak mencolok namun tetap saja sang kusir sendiri bahkan mempunyai kemampuan bertarung diatas rata-rata. Mata-mata ibu juga sudah disebar ke semua jalan yang akan aku lalui. Memang berlebihan tapi beginilah cara PASPAMPRES di negeri ini bekerja.

"Lama sekali putri, anda ketiduran lagi?" Ejek Hilda padaku.

"Jahatnya. Ngomong-ngomong kau terlihat cantik pagi ini Hilda, kau potong rambut?" ujarku menggodanya sebagai balasan.

"Bu- bukan urusan Anda.. lagipula anda tidak pantas berkata demikian padaku dengan diri anda yang sekarang. Rasanya seperti menghinaku" ujarnya dengan wajah merah. Begitu katanya padahal jelas sekali kelihatan kalau dia senang sudah dipuji.

"Yang Mulia, kalau aku?" Ujar Regina menunjuk dirinya sendiri.

"Ah, kau juga menggemaskan seperti biasa Regina" Aku mencubit pipinya.

"Ehehehe.." Dia tersenyum kegirangan.

Memamg Regina itu imut. Dia itu maniak kalau soal bertarung, tapi di satu sisi juga dia punya jiwa yang senang disayang. Aku seperti mempunyai adik perempuan jika dekat dengannya.

Kami tiba di kota Abtein. Jalanan kota sepi. Hampir tidak ada orang. Beberapa yang aku lihat juga sepertinya sangat lesu dan lemas.

"Hilda, Regina. Tutup hidung dan mulut kalian dengan kain" ujarku lantas keluar dari kereta kuda dan memberikan kain penutup kepada beberapa pengawal juga kusir kuda.

Aku lantas berjalan menyusuri jalanan kota untuk mencari informasi sampai akhirnya aku bertemu dengan walikotanya. Kami dibawa masuk ke dalam rumah dinas.

"Ini semua ulah raja iblis Yang Mulia" ujar walikota itu.

"Mana mungkin, para raja iblis itu sudah mati ratusan tahun yang lalu dan yang tersisa tidak akan berani berbuat sepeti ini pada manusia" ujarku.

"Aku bersumpah Yang Mulia. Dua hari yang lalu, seseorang dengan tanduk datang bersama wanita yang disepanjang jalannya mengeluarkan asap hitam pekat. Laki-laki itu mengaku bahwa dirinya adalah raja iblis. Kami tidak bisa melawannya karena melihatnya saja membuat kami lemas setengah mati"

"Raja iblis masuk ke pemukiman manusia terang-terangan. Raja iblis bodoh macam apa yang punya pikiran dangkal seperti itu. Terutama mengaku dirinya raja iblis" Tukas Hilda juga tak percaya.

"Ini buktinya Yang Mulia" si walikota memberiku kartu, seperti kartu nama.

"ZUCK. RAJA IBLIS. TERIMA JUAL BELI BUDAK. HUBUNGI AKU DI HEIKEN"

"ORANG GOBLOK!!!!" Aku membanting meja karena kesal.

Semua orang terkejut. Walikota dan staf-nya bahkan langsung bersujud meminta ampun padaku. Ah sepertinya mereka kira aku marah.

"Maafkan aku. Tadi itu aku tidak sengaja. Aku hanya terkejut, apakah benar-benar ada raja iblis se-tolol orang ini" ujarku.

"Kenalan Anda Putri?"

"Dari mana kau bisa menebak hal seperti itu?" Tanyaku pada Hilda.

"Anda juga menggunakan ekspresi wajah yang sama saat bertemu dengan Nathan untuk pertama kali. Kesal namun juga bahagia."

"Sepertinya dia memang orang yang aku kenal, tapi aku tidak ingin menebaknya sebelum melihat langsung. Bisa saja dia raja iblis sungguhan."

Yang terpenting adalah mengobati orang-orang di Abtein ini. Seperti dugaanku. Mereka terkena muntaber. Anak-anak dan orang dewasa kekurangan cairan. Karena itu aku membagikan obat diare, minuman elektrolit dan beberapa penawar racun sepeti karbon dan susu nurni untuk anak-anak. Aku juga dibantu tabib kerjaan memberikan kuliah singkat soal asal-muasal muntaber ini. Yang jelas sumber air mereka pasti tercemar. Jadi aku juga pergi untuk memeriksa sumber air.

Ternyata sumurnya memang dipenuhi lumpur dan tak jarang aku melihat limbah seperti sampah makanan yang sudah lama di dalam sumur. Kemudian cara orang kota yang salah dalam menggunakan kamar mandi umum serta pentingnya pembersihan rutin. Aku menyarankan kepada ahli konstruksi kota untuk membangun sumber air baru yang jauh dari toilet. Jadi akan ada beberapa sumur berbeda dengan fungsi berbeda. Aku juga meminta mereka membuat torn air sengan pipa yang disalurkan ke setiap rumah. Torn air itu akan menghisap air dari dasar tanah langsung kemudian di saring menggunakan filter yang aku buat menyerupai fungsi filter air alami di dalam tanah. Semoga dengan begini, sumber air untuk konsumsi dan produksi dapat dibedakan.

"Anda benar-benar jenius Yang Mulia" puji ahli tata kota dan beberapa ahli konstruksi padaku.

"Ini baru awalnya saja. Kelak aku akan mengaplikasikan segala yang aku temukan agar kota-kota di wilayah Prestia bisa terhindar dari penyakit"

Aku mendapatkan pujian dan dukungan yang sangat hangat di kota Abtein. Mereka berkata akan mendukung segala kebijakan yang aku buat 100% tanpa ragu. Mereka yakin apa yang kelak aku lakukan adalah untuk kebaikan rakyat. Aku harus menjaga ekspetasi dan kepercayaan dari orang-orang yang ibu cintai ini.

Kemudian desa Murrwe, singkat saja mereka kekurangan pupuk bagus, alat tani kurang memadai, hama serangga juga, kurangnya air untuk tanah hingga jarak yang tak beraturan. Jujur saja aku tidak tahu banyak soal ladang, tapi aku sempat melihat tempat Nathan bercocok tanam. Ladangnya begitu rapi dengan patok di setiap langkahnya. Aku melihat kubis-kubis itu tumbuh sama besar. Mereka tidak saling berebut nutrisi. Padahal masalah pertanian ini sudah jelas dan sepele, tapi warga desa malah menyalahkan kedatangan orang yang sama. Zuck si raja iblis datang membawa bencana untuk desa. Itu yang mereka percayai hingga menimbulkan anggapan gagal panen merupakan ulah iblis karena mereka tidak pernah gagal sebelumnya.

Aku turun langsung ke ladang. Semua orang memang melarangku tapi akan sulit jika aku tidak memberi contoh langsung. Aku menancapkan patok kayu di setiap satu langkah kakiku. Dibantu oleh beberapa pengawal kerajaan yang saat itu tidak memakai zirah apapun karena sedang mengawalku menghindari penyerangan karena terlihat mencolok. Hilda turun ke ladang, dia menutupiku dengan payung.

Setelah itu aku juga memberikan saran agar mereka memakai logam yang sama dengan senjata untuk membuat alat tani. Memang akan lebih mahal, namun akan lebih awet dan efektif untuk hemat jangka panjang. Aku juga mengajari mereka cara membuat pupuk organik dari campuran tanah, kotoran hewan dan sisa makanan. Mereka bilang itu mustahil, namun pupuk kompos di tempatku adalah pupuk terbaik tanpa bahak kimia dan bisa dibuat sendiri dari daur ulang sampah organik. Selain biaya yang lebih hemat, juga waktu pembuatan yang singkat dengan hasil sama bahkan lebih baik dari pupuk buatan. Aku juga mencari cara membuat pestisida buatan dengan air dan bawang putih yang dihaluskan.

"Aku berjanji dalam sebulan kedepan, ladang kalian akan lebih subur dengan hasil panen yang lebih baik dari sebelumnya" Ucapku.

Warga desa menelan mentah-mentah ucapanku. Bagi mereka, Kaisar dan orang yang dipilih sebagai anaknya adalah anugerah dewa. Karena rambut kami yang terang. Terutama aku. Mungkin hanya aku orang di dunia ini yang punya rambut silver mengkilap alami seperti ini. Apapun alasannya yang jelas aku sudah menyelesaikan dua masalah hari ini. Tinggal mencari tahu siapa itu Zuck. Dari kartu nama yang aku dapat, dia tinggal di Heiken. Mungkin tidak akan sulit mencarinya. Aku segera kembali ke Heiken sesaat setelah selesai memberi arahan kepada ahli konstruksi kerajaan untuk membuat irigasi ringan di desa Murrwe.

Kembali ke kastil di sore hari. Mungkin saat ini ibuku sedang istirahat dan bersantai sambil minum teh. Aku penasaran, apa yang bibiku lakukan di waktu senggang sore. Aku masuk kedalam kastil dengan sepatu yang sangat kotor, pakaian dan rambut yang juga terkena noda lumpur. Bahkan aku meninggalkan jejak kaki dari lumpur, tidak ada yang berani memarahiku meskipun aku masuk mengotori kastil. Memang sebaiknya aku masuk tidak memakai sepatu saja, tapi justru itu yang bisa membuat pelayan kerajaan marah. Mereka lebih marah jika aku tidak pakai sepatu ketimbang masuk memakai sepatu kotor. Aku menghampiri resepsionis kerajaan, tepat di pintu masuk ketiga menara utama yang menuju langsung ke aula perjamuan. Dari situ aku bisa langsung menuju ke taman dan akhirnya tiba di mansion Kaisar.

"Layla, dimana ibuku?" Tanyaku ke resepsionis yang pernah bekerja sebagai resepsionis guild hall para pedagang dan pengrajin.

"Yang Mulia Kaisar sedang bersantai di taman bersama Yang Mulia Putri Grace" Jawabnya.

"Kalau bibiku Estelar dan Elisabeth?" Tanyaku lagi.

"Mereka berada di arena latihan lapang utara, menurut agenda mereka sedang melatih pasukan muda Mawar Putih"

"Baiklah terima kasih informasinya, Layla"

"Sudah tugas saya Yang Mulia" Jawabnya sopan sambil membungkuk.

Memang sudah tugas Layla untuk mengetahui agenda dari orang-orang penting kerajaan dan kekaisaran. Karena jika ada tamu penting, mereka harus menghadap ke resepsionis terlebih dahulu atau membuat janji setelah melewati penjagaan ketat di luar kastil. Tidak sembarang orang bisa bertemu dengan ibu dan bibiku. Bahkan pangeran Arthur tidak bisa masuk ke lapisan terluar kastil. Aku bergegas menuju ke kamarku untuk mandi sebelum ibu melihatku kotor-kotoran seperti ini.

"Sistine?"

Walah, mampus ketahuan ibu.