Chereads / Aku Hidup Kembali Di Dunia Lain Bersama Teman Lamaku / Chapter 20 - Chap 20: Modernisasi 2 & Penyesalan

Chapter 20 - Chap 20: Modernisasi 2 & Penyesalan

"Paman Antonie?"

Aku membuka pintu kayu yang setengahnya dihiasi kaca bermotif abstrak berwarna merah dan terdengar suara lonceng ketika pintunya terbuka setengah. Toko yang berada di tengah persimpangan jalan hingga membuat bentuk toko ini mengerucut di bagian pintu masuk dan meluas kedalam. Dihiasi cat merah marun dengan karpet merah sewarna. Meja resepsionis yang panjang namun tak ada seorangpun yang menyambut. Ada bel di meja itu. Ku tekan-tekan saja terus tanpa henti.

"Aduuuuhh! Berisik sekali yey!" Teriak seorang pria dengan suara falsetto dari dalam salah satu ruangan gelap di balik meja resepsionis.

"Paman, halo" Aku tersenyum so' manis sambil melambaikan tangan.

"Jika bukan karena kau seorang putri, sudah kutendang kau keluar. Aku sedang berdandan tahu" Ujar pria itu.

Dia memakai setelan yang sangat nyentrik. Di abad pertengahan. Rambutnya sebelah panjang dan sebelah pendek. Dia memakai pewarna bibir berwarna ungu, dengan penghitam garis mata juga berwarna ungu. Kukunya panjang hingga dia sulit untuk mengambil sesuatu dengan jarinya. Dia memakai jas ungu, namun memiliki ekor yang sangat panjang seperti gaun pengantin di ujung jasnya. Dasinya pun berwarna ungu. Jas ini adalah hasil desainku, awalnya hanya jas normal biasa untuk para pria pergi ke pesta, tapi dia mengubahnya dengan seleranya yang aneh sampai tak karuan seperti sekarang. Hebat! Mirip Mr. Flaminggo di anime One Piece.

"Mana pesananku?"

"Sudah kusimpan di brankas tentu saja. 3 pasang untuk 1 orang jadi totalnya ada 36 pasang atasan dan bawahan."

"Asyik! Mana aku mau lihat" ucapku antusias.

"Rupert!" Paman Antonie menepuk tangannya dua kali, memanggil asistennya.

Kemudian muncul pria yang biasa saja, tidak menonjol namun terlihat sangat lembut dan ramah. Dia adalah anak angkat dari Antonie yang dulunya anak buah Antonie.

"Jadi apa ini Sistine?" Tanya Paman Antonie yang bahkan tidak memanggilku dengan gelarku.

"Pakaian dalam. Bra dan celana dalam" jawabku.

Aku membuka bungkusan yang dibalut rapat oleh kulit hewan ini. Di dalamnya ada bra beraneka motif dan ukuran. Dari cup A hingga D. Yang D itu milik ketiga bibiku dan ibuku. Untukku cup B saja sudah cukup. Tentu saja motif untuk ibuku haruslah yang paling mewah dengan renda dan warna hitam berpita merah.

"Bagaimana cara memakainya?" Tanya Antonie.

"Mana mungkin aku perlihatkan dasar paman mesum!" Ujarku sambil menutupi dadaku.

"Kau memintaku membuatnya tanpa tahu bagaimana cara memakainya!"

"Jadi benda ini namanya bra, fungsinya adalah pengganti korset yang membuat para wanita sesak setengah mati dan sulit bergerak. Dengan ini wanita bisa lebih leluasa menjalani kegiatannya. Juga lebih nyaman di dada karena dipasangi busa lembut yang tak membuat lecet, celana dalam ini juga lebih praktis dan nyaman dibanding celana dalam yang sekarang dipakai para wanita"

"Hemm.. aku mengerti sekarang. Apa kau juga berniat menyebarluaskan benda ini lagi?"

"Tentu saja, aku tidak bisa membiarkan kau memonopoli perdagangan sandang paman, kalian para pengrajin harus bersaing dari segi kreatifitas dan kualitas. Aku hanya membuka jalan bagi mereka yang ingin hidup lebih nyaman dengan benda-benda ini"

"Aha.. Ahahaha luar biasa! Putri dari Ratu Anastasia memang sangat luar biasa. Inilah yang membuatku senang bekerja dibawahmu. Kau jenius dan bijak. Jika ada yang perlu kubantu jangan sungkan untuk meminta."

"Sebenarnya...."

Kembali kuceritakan topik yang sama dengan yang ku katakan pada paman Howard pagi ini. Antonie mengerutkan dahinya. Rupert memberiku teh panas.

"Lalu si tua Howard itu berkata akan ke kastil siang ini?"

"Em." Aku mengangguk.

"Bisakah aku melihat benda yang kau sebut senjata api?" Pinta Antonie.

Aku memberinya senapan kar98k custom yang baru kupesan itu.

"Berat. Aneh. Padahal hanya kayu. Dimana apinya? Apa ini sejenis senjata sihir yang mengeluarkan api?" Tanya Antonie sambil melihat lubang laras.

"Lebih jelasnya, bagaimana kalau paman juga datang siang ini?"

"Aku tidak yakin, siapa yang akan menjaga tokoku?"

"Rupert?"

"Ah dia bodoh. Dia tidak bisa berhitung, bisa-bisa saat aku pulang justru aku bangkrut."

"Bagaimana kalau aku beli sehari pekerjaanmu dan kau bisa tutup tokomu hari ini?"

"Hmmm.. penawaran yang sangat menarik. Baiklah aku akan pergi"

Akhirnya paman Antonie pun memutuskan akan pergi siang nanti untuk melihat uji coba senapan ini.

Aku segera kembali ke istana. Dengan hati yang begitu dipenuhi rasa antusias soal kejutan ini, aku tak bisa membayangkan bagaimana senangnya ibuku nanti.

Tibalah aku di gerbang pertama kastil. Ada 8 penjaga yang biasanya hanya empat orang. Mereka juga tidak memakai zirah, tapi memakai seragam ksatria kavaleri merah kelompok bunga violet. Bibi Miliana! Mampus aku lupa kalau tadi pagi aku kena kasus.

"Itu Putri! Cepat tangkap!"

Padahal aku memakai penutup kepala jaketku tapi mereka masih mengenaliku bahkan dari kejauhan. Saat aku berbalik untuk lari, dihadapanku sudah berdiri bibiku Estelar dengan tangan di lipat di dada, dia kelihatannya marah.

"Kemari kau putri berandal" Dia menarik kupingku dan menyeretku masuk kedalam kastil.

Aku dipaksa duduk dibawah kaki bibi Miliana, di lingkari oleh bibiku yang lain dan di atas sana ibuku duduk di kursi singgahsananya.

"Jadi? Ada yang ingin kau jelaskan putri nakalku?" Tanya Ratu.

"Maafkan aku bibi, tadi aku terpaksa karena aku tidak ingin kau ikut" Ucapku sambil bersujud dihadapan bibi Miliana, sang Ratu Heiken.

"Geeez.. Sebenarnya apa yang membuatmu begitu liar? Aku bahkan tidak bisa marah padamu, jangan pasang wajah memelas seperti itu" Bibi Miliana mengangkatku.

"Miliana! Dia harus diberi pelajaran sesekali. Baru kali ini ada seorang putri memakai sihirnya dan melompat-lompat diatas rumah warganya. Juga memantrai seorang Ratu yang sedang mengandung di atas atap rumah yang bisa saja roboh kapanpun!"

"Bibi hamil?" Aku terkejut.

"Ya, bibi mengandung keponakanmu yang ketiga", jawabnya tersenyum.

"Bibi maafkan aku"

Tanpa aku sadari aku menangis sambil memeluknya. Aku menangis dan terus meminta maaf.

"Bibi maafkan. Aku sungguh menyesali perbuatanku" Air mata ini tak mau berhenti, aku tidak bisa membayangkan betapa gobloknya aku mengikat sihir seseorang yang sedang hamil di atas atap rumah orang lain.

"Tidak usah dipikirkan Sistine, selama kau menyesalinya aku akan memaafkanmu. Aku hanya khawatir padamu yang pergi sendirian tanpa penjaga" Ujarnya sambil mengelus punggungku lembut.

"Aku sungguh menyesal bibi. Aku bahagia sekali mendengar bibi sedang mengandung lagi"

"Em. Bibi pun bahagia. Sekarang mintalah maaf pada ibumu karena keluar tanpa izin. Dia adalah orang yang paling khawatir disini".

Aku berjalan kemudian bersujud dibawah kaki ibuku. Dia tak merespon.

"Tarik mundur semua tim pencari" ujarnya.

"Baik Yang Mulia" balas seorang ajudannya.

"Berdiri Sistine"

"Baik bu" Jawabku dengan wajah masih tertunduk.

"Aku bukannya ingin melarangmu pergi keluar, namun dengan kondisimu fisikmu yang sangat lemah, aku tidak bisa melepaskan sedetikpun perhatianku darimu. Jika kau ingin pergi, setidaknya bawalah Hilda dan Regina. Apa yang terjadi jika kau tidak sengaja terjatuh saat melompat diatas atap?"

"Aku mengaku salah bu, aku minta maaf. Ampuni aku."

"Syukurlah kau tidak terluka sedikitpun"

Ibuku malah berdiri dan memelukku. Dia tahu betapa lemahnya daya tahan tubuhku yang hanya satu dijit saja. Aku memang bisa sihir untuk memperkuat tubuh, tapi jika reaksiku terlambat, aku tentunya akan mati jika terjatuh dari atas atap seperti tadi. Belum lagi aku sudah membahayakan nyawa dua orang yang aku sayangi. Bibiku dan bayi dalam perutnya. Mengikat sihir seseorang itu berarti membuatnya tak bisa mengeluarkan sihir, tadi itu bibi tidak bisa mengeluarkan sihir meringankan tubuhnya. Kupikir akan baik-baik saja karena efeknya tidak akan sampai 15 detik. Tapi bagaimana jika atap itu roboh di detik ke-10? Betapa goblok nya aku yang tadi.

"Kau dengarkan Estelar? Sistine sudah memohon ampun. Apakah kau akan mengampunnya?" Ujar ibuku pada bibi Sistine.

"Kali ini. Kali inipun aku maafkan. Sistine adalah anak dari kakanda, berarti anakku juga, begitupun kakanda Grace dan Eliza. Satu lukapun tergores di kulitmu, akan menjadi luka yang pedih bagi kami Sistine, lain kali mintalah izin kepada ibumu atau pada kami."

Sejak kapan aku punya 4 ibu? Mereka selalu mengklaim seenaknya saja. Bahkan pertama kali bertemu Ratu Anastasia langsung mengklaim diriku. Begitupun saat pertama bertemu ketiga bibiku ini. Mereka berebut sampai akhirnya sepakat kalau aku milik bersama. Memangnya mereka anggap aku ini apa? Sandal gunung?

Tapi tak apa. Aku bersyukur. Perhatian mereka tak ada duanya padaku. Rasanya seolah aku ini sangat penting. Di dunia lamaku, aku bukan apa-apa. Bahkan di tempat kerjaku. Aku tak dihargai. Disini, aku bisa menjadi seseorang yang membawa pengaruh besar. Aku juga bisa merasakan apa itu perhatian dan penghargaan. Terimakasih apapun yang membuatku masuk kedunia ini. Setidaknya aku bisa merasakan hal yang tak pernah kudapatkan di dunia lamaku.

Mungkin jika aku tidak memakai skill perubahan wujud yang menjadikanku seperti sekarang ini, aku sudah menjadi orang arogan yang angkuh karena kekuatannya yang sangat besar. Menjadi wanita ternyata tak seburuk yang kukira.