Chapter 21 - Chap 21: Uji Coba

Semua sudah agak membaik. Bibiku dan ibuku sudah kembali tenang. Kami semua sekarang berkumpul di ruang keluarga. Ditemani secangkir teh hangat dan cemilan ringan berupa kue kering dari tepung gandum dan susu khas Prestia. Aku sengaja mengumpulkan para wanita di ruangan ini. Hanya para wanita nya saja sementara para prianya tidak aku undang. Aku membawa paket dari Antonie di tasku.

"Sebenarnya ada apa sampai kau mengumpulkan kami semua disini Sistine?" Tanya bibi Estelar.

"Aku ingin menunjukan sesuatu kepada kalian semua. TADAA!" Aku mengeluarkan sebuah bra dari tasku.

"Apa itu? Penutup mata untuk tidur?" Tanya Putri Ivannova yang merupakan anak perempuan ke-5 Heiken, adik dari Putri Miliana.

"Sembarangan penutup mata! Ini namanya bra. Benda ini akan menggantikan korset yang memaksa kalian untuk makan sedikit di siang hari" Ujarku.

"Pengganti korset? Maksudmu pakaian dalam wanita?" Tanyanya kembali.

"Tepat sekali!"

"Bagaimana kau memakainya? Di kaitkan begitu saja?" Tanya bibi Eliza.

Kulihat Regina malah memakai celana dalam di kepalanya dan membuat kedua kuncir kudanya keluar dari lubang untuk kaki. Betapa pasnya celana dalam itu di kepala Regina.

Aku lantas melepaskan jaketku dan juga membuka baju kaos yang kupakai. Aku memperlihatkan bra yang baru saja aku pesan dari Antonie untukku. Bra putih polos karena aku tidak suka yang bercorak.

"Benda ini memang menutupi dada Anda, namun tidak menutupi perut. Anda akan kesulitan memakai gaun." Ujar Hilda yang juga aku ajak bersama Regina.

"Persetan dengan gaun, aku membuat ini karena khawatir pada kalian yang tiap harinya kesulitan bernafas lega, terutama pada bibi Miliana yang sedang hamil, bra ini akan sangat membantu tanpa khawtir mengganggu perkembangan bayimu."

"Aku tidak pernah memakai korset sejak masuk ke akademi militer. Mengganggu." Ujar bibi Estelar.

"Ya aku tahu bibi pakai kain yang digulung seperti mumi, merepotkan sekali melihatmu memakai itu. Hmmm, biar kuperlihatkan cara memakainya."

Aku kemudian melepas dan memakai kembali bra milikku dua kali agar mereka faham. Kemudian aku membagikan bra dan celana dalam pada semua wanita di ruangan itu.

"Sekarang kalian coba lah pakai. Aku akan tunggu di luar, jika sudah katakan sudah" Ucapku lantas pergi.

"Kenapa kau harus keluar? Kita kan sama-sama wanita" Ujar bibiku Grace.

"Beri aku kejutan bibi. Aku ingin lihat apakah kalian pantas memakainya" Jawabku.

Itu sih yang bisa aku katakan. Padahal nyatanya aku bisa mati mimisan kehabisan darah melihat semua wanita itu berganti pakaian di depanku. Kalau tubuhku sih aku sudah mulai terbiasa dengannya. Jadi sudah tidak canggung lagi. Tapi kalau harus melihat tubuh mereka, rasanya aku bisa meledak. Walaupun aku pernah melihat ibuku dan bibiku tanpa busana, tapi Hilda adalah wanita yang aku sukai. Bisa-bisa aku mati berdiri melihatnya telanjang.

"Sistine, sudah"

Kudengar suara ibuku dari dalam ruangan. Aku lantas menarik nafas panjang. Mempersiapkan jiwa dan ragaku menerima hentakan jantung hebat beberapa saat lagi. Lalu kubuka pintu ruangan ini.

UUUUGH!!! Ibuku dengan bra, 1000% lebih erotis dari dia yang telanjang. Tidak kuduga efeknya akan seburuk ini. Bibi Grace yang sangat lady dan begitu menjaga wibanya kini hanya dibalut bra warna putih. Lagi-lagi 1000 kali lebih erotis. Bibiku yang lain juga, Regina. Hildaaaaaaa....

"Sistine? Anakku? Kau sakit nak? Wajahmu merah sekali." Ibuku menatapku khawatir.

"Ahh.. aku tidak menyesal mati sekarang"

"Hush! Bicara apa kau Sistine! Kau akan hidup 1000 tahun lagi!" Balas bibi Ivanova.

"Jadi bagaimana menurutmu?"

"Kalian benar-benar menggoda hehehehe"

Eh aduh aku malah bicara yang aneh-aneh.

"Umu! Memang benar juga, pakaian ini membuat kalian jauh lebih menggoda dibanding memakai korset. Aku juga jadi merasa malu sendiri" Ujar Ibuku.

"Jadi apakah kalian merasa lebih nyaman?" Aku berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Iya, benda buatan Sistine ini jauh lebih nyaman dibanding korset. Rasanya aku bisa bernafas lebih leluasa" Ujar bibi Anna.

"Umu. Bentuknya juga menarik. Selain itu benda ini sangat mudah digunakan." Ujar bibiku yang memakai kain handuk untuk menutupi dadanya.

"Apapun yang dibuat oleh Sistine, pasti akan sangat berguna. Tentu aku akan memilih ini dibanding pakaian dalam lamaku" Ujar Ibuku.

"Aku juga" Tambah bibi Grace.

"Begitupun aku"

"Sudah keputusan! Sistine, ayo kita produksi masal lagi benda ini dan kita sebarkan" Tambah Ibuku.

Akhirnya mereka semua memutuskan untuk mulai memakai bra dan celana dalam buatan Antonie yang sudah siap pakai seharian ini. Perkembangan menuju peradaban baru ini dimulai dari pakaian dalam. Aku akan terus menginvestasikan barang lama di duniaku ke dunia ini.

Sekali lagi, aku tidak menyesal jadi perempuan di dunia ini.

Siang hari, setelah makan siang dan berganti pakaian. Aku mengajak semua anggota keluarga kerajaan yang ada di istana saat itu untuk datang ke lapang tempat divisi sihir berlatih. Beberapa jenderal dan ksatria sekelas paspamres juga hadir. Tidak hanya itu, sesuai janji, paman Howard datang beserta sang istri dan anak gadisnya yang mungkin masih berusia 15 tahunan. Paman Antonie juga datang bersama Rupert.

"Yang Mulia"

Mereka berlima berlutut dihadapan ibuku. Kemudian ibuku meminta mereka untuk berdiri dan bersikap sebagai seorang tamu kehormatan yang diundang olehku, putri Prestia. Aku kemudian memberikan penjelasan singkat mengenai apa itu senjata api.

"Maksudmu orang yang tidak memiliki sihirpun bisa menembus zirah baja dan perisai ksatria?" Tanya paman Jonathan penasaran.

"Benar sekali."

Aku kemudian meminta para prajurit untuk melepaskan perisai mereka dan menyusunnya berjejer menjadi tiga lapis perisai kemudian menyimpan satu zirah baja di urutan paling belakang.

Senapan yang kupesan dari paman Howard kini ku pegang di tanganku. Peluru kuning dari timah dengan ujung tajam yang masih berjumlah 12 butir mulai aku susun ke dalam rel amunisi yang mampu menampung 5 butir ke dalam senapan. Kemudian aku diam dan berdiri hingga membuat mereka kebingungan karena melihatku tak bergerak.

"Sistine?" Tanya ibuku.

Aku menunggu seseorang yang seharusnya datang lebih dahulu daripada paman Howard dan Antonie. Mereka tidak boleh sampai tertinggal momen ini.

"Yo Remi! Acaranya sudah mulai ya?" Terdengar suara pria dari belakangku.

"Sudah dari tadi. Cepat kesini dasar tukang santai" Ujarku pada Nathan dan Zaki yang baru saja tiba.

"Wohoo.. jadi ini kejutan yang kau bilang pada kami tempo hari? Kar98k? Darimana kau bisa mengetahui cara membuat senjata seperti ini?" Tanya Nathan.

"Browsing" Jawabku singkat sambil menunjuk kepalaku.

Semuanya sudah berkumpul. Sekarang waktunya show-off. Aku berdiri di depan tumpukan zirah tadi. Jaraknya cukup jauh, sekitar 20 meter di depanku. Jika dengan sihir, jarak sejauh ini akan cukup menguras tenaga. Semangka ada tepat dibelakang tumpukan baju besi itu, cukup tembak di tengah saja seharusnya bisa menembusnya mengingat senjata ini mampu menembus plat baja di dunia lamaku. Plat logam seperti zirah bagaikan menembus besi biasa. Disampingku berdiri Hilda, pelayan pribadi yang juga adalah prajurit terbaik di pasukan ibuku. Dia memegang busur panah besar di jarak yang sama denganku berdiri.

"Bisakah kau menembak semangka dibelakang zirah ini Hilda?"

"Anda tahu itu mustahil putri, tapi jika anda yang minta aku akan lakukan."

Dia menarik busur panah besarnya itu kemudian melepaskan anak panahnya yang melesat dengan cepat menghantam lapisan perisai pertama. Cukup sampai disitu, panah Hilda tidak dapat menembus perisai kayu apalagi zirah dibelakangnya. Dapat dipastikan panah tidak dapat menembus semangka yang aku simpan paling belakang.

Kemudian Regina yang berada di sebelah kiriku. Dia mengeluarkan sihir api. Sihir dasar namun memiliki kecepatan hampir sama seperti peluru. Dengan jentikan jari saja, api itu langsung melesat menembus perisai. Namun setelah kulihat ternyata api itu hanya sanggup melubangi perisai kayu. Jika musuh memakai pelindung dari kulit hewan dan zirah rantai, mungkin sihir ini akan sangat efektif. Kini tiba giliranku. Di jarak yang sama dengan Regina dan Hilda, aku mengokang senapanku. Membidik dan membayangkan dimana semangka itu berada. Kemudian menarik pelatuknya.

JDANG!

Suara tembakan terdengar begitu nyaring hingga meninggalkan gema. Kulihat Regina sampai menutup telinganya dengan ekspresi ketakutan melihatku. Hilda juga, dia dibuat sampai melotot karena tidak siap dengan suara itu. Telingaku juga berdengung cukup parah. Kulihat semangka itu sudah hancur berantakan.

"SISTINE?! Kau tidak memakai sihir kan?" Tanya bibi Estelar yang terlihat begitu terkagum-kagum dan antusias sampai meremas bahuku dengan semua tenaganya.

"Ti- tidak! Lepaskan aku bibi, sakit!" Keluhku.

"Luar biasa! Jika semua orang memakai senjata seperti ini, kerajaan kita akan menjadi yang terkuat!" Ujar paman Jonathan.

"Benar-benar mengerikan, Sistine, bagaimana kau bisa membuat benda seperti ini?" Tanya ibuku dengan wajah seriusnya.

"Aku terinspirasi dari sihir api dan meriam." Padahal aku menjiplaknya dari senjata sungguhan di dunia lamaku.

Paman Howard, orang yang membuatnya saja dibuat terkejut bukan main. Dia berkata tidak menyangka, besi dan kayu yang dia buat akan menjadi senjata paling mematikan yang ada saat ini. Benda ini mampu menembus zirah dan perisai secara bersamaan. Bahan yang digunakanpun lebih murah ketimbang satu set zirah dan pedang. Aku mengatakan pada mereka bahwa inilah revolusi militer yang akan aku lakukan. Aku akan menerapkannya pada 500 orang yang kelak akan menjadi pasukanku. Sebuah terobosan baru yang aku curi dari susunan tempur dunia lamaku. Aku sudah mempelajari bagaimana strategi tempur di dunia ini berlaku. Bertempur dengan senjata api dan taktik modern tentu akan membuat lawan kalang-kabut. Ini adalah surprise besar yang aku berikan kepada lawan pertamaku kelak.