Pada akhirnya aku malah merekrut seorang pahlawan ke dalam komplotanku. Aku tidak tahu apakah pahlawan yang tampan ini akan tercemar otaknya karena Nathan dan Zaki, atau justru sebaliknya Zaki dan Nathan jadi normal. Kemarin sore, Rei si pahlawan berjanji akan membawa adiknya dan grup petualang lainnya yang pernah menjadi bagian dari party miliknya. Totalnya ada 5 orang dengan Rei. Ada Rei si ksatria dengan pedang dan prisainya yang mengkilap seperti habis di cuci pakai sunlight. Seriusan, tameng orang itu harum sabun cuci piring dan bunyi 'cekit-cekit' kalau aku gosok. Lalu ada adik dari si pahlawan yang tidak lain adalah berserker di grup mereka. Tukang ngamuk dan ngacak-ngacak pasukan musuh seolah dia sedang mengaduk bubur. Ada juga seorang gadis penyihir, sepertiku. Seorang pemanah seperti Rara. Juga seorang priest atau pendeta yang kemampuan utamanya adalah penyembuhan. Bisa dibilang dokter. Bisa dibilang ini adalah party yang sempurna mengingat semua posisi sudah tertutupi.
Kami menunggu mereka diluar kastil, tepatnya di sebuah kedai makan kota bawah istana. Tentu saja aku menyamar jadi orang biasa dan menutupi rambutku dengan topi. Tapi tetap saja aku menjadi pusat perhatian walaupun rambutku sudah ditutup dan pakaianku sekarang ini sangat biasa bahkan terhitung lusuh. Ada Nathan juga, sudah kubilang jangan mencolok eh dia malah datang pakai rompi dari kulit hewan yang di penuhi oleh untaian tulang-tulang hewan juga dengan helm tengkorak rusa. Dia malah mirip kepala suku pedalaman.
Siang ini kami berkumpul untuk nantinya bertemu dengan orang penting yang akan Ibuku kenalkan padaku sorenya sambil minum teh di taman kastil. Kami menunggu sambil memesan makanan murah, agar tidak mencolok dan akan menarik perhatian jika aku pesan makanan mahal disini. Aku pesan pie blueberry dengan madu, yang lainnya juga pesan makanan yang tak begitu mahal, sementara Nathan kupesankan air putih saja.
"Oi! Put- Remi!" Seseorang memanggil nama asliku dan hampir memanggilku 'Putri' dengan suara yang lantang.
Oh itu ternyata Rei dan kelompok pahlawan yang dia janjikan kemarin. Ada dua wanita cantik, satu gadis imut dan satu pagar beton berdiri di belakang Rei. Seriusan, satu orang yang paling mencolok diantara mereka bukanlah Rei sang pahlawan. Tapi pria besar berkulit coklat dibelakangnya. Tubuhnya tinggi melebihi tinggi palang pintu masuk kedai. Di badannya hanya terlihat tumpukan otot yang kekar dan kulit yang berminyak seperti habis diolesi minyak goreng. Wajahnya kotak dengan rambut panjang di ikat kuda. Dia memakai celana pendek dan tanktop hitam.
"Anjir dia adikmu Rei?" Tanya Nathan melongo melihat pria itu. Bukan kagum, lebih ke aneh.
"Iya dia adikku"
Anjir seriusan?! Kakaknya ganteng luar biasa dengan rambut pirang dan senyum penuh pesona. Sekali nyengir bisa membuat para rahim para gadis langsung hangat. Sementara si adik, mirip tanker di game moba. Tingginya bahkan hampir dua kali tinggi Nathan. Aku jadi ingat orang berotot di dunia lamaku. Namanya Ade Rai, kebetulan sekali. Aku akan memanggilnya Ade Rei mulai sekarang, Adeknya Rei.
"Jadi tiga perempuan dan dua laki-laki?" Ujarku.
"Empat perempuan, Yang Mulia" Jawab Rei.
"Siapa? Kau?" Tunjukku pada Rei.
"Bukan. Maksudku dia, adikku" Tunjuk Rei pada si makhluk berotot.
Kalem... Wait... Ini orang bercanda atau serius ya? Kalau ini serius, aku rasanya ingin menjerit sekencang-kencangnya. Kulihat Nathan meraih gelas isi air putih miliknya. Dia beranjak dari kursi makannya, berdiri dan berjalan menghampiri Rei dengan gelas berisi air minum di tangannya. Mereka berdiri berhadapan. Nathan mulai meminum air di gelasnya.
"PFFFFFFFTT!!! APAAAAA?!" Dia ternyata menyemburkan air minumnya dan berteriak dengan keras seolah dia sangat terkejut.
Rei, wajahnya juga terlihat kaget. Tapi ekspresinya benar-benar priceless setelah disembur Nathan.
"Kau berjalan kemari hanya untuk menyemburku?" Tanya Rei sambil mengelap wajahnya.
"Biar ku bantu bersihkan" Zaki berdiri juga dari kursinya membawa kain serbet.
Dia justru malah membersihkan rompi tulang Nathan yang sedikit basah setelah semburan yang dia lakukan. Kupikir dia mau membantu Rei. Si bangsat mereka berdua memang selalu membuat orang lain kesal.
"Untung saja kau adalah orang yang dekat dengan Yang Mulia, jika tidak mungkin kepalamu sudah lepas" Ujar Rei sambil mengelap wajahnya dengan sapu tangan yang rekan wanitanya berikan.
"Aku hanya terkejut. Adikmu lebih perkasa darimu" Tambah Nathan mengejek Rei.
"Aaaaa.. sudah-sudah. Aku tidak punya banyak waktu, aku harus kembali ke kastil setelah ini. Aku sudah putuskan untuk merekrut Rei dan grup nya ke dalam pasukanku sisanya tinggal dari Rei" Aku langsung menyela dan mempercepat tujuan pertemuan kami hari ini.
"Aku akan dengan senang hati bergabung dengan Anda Yang Mulia" Dia sedikit membungkuk namun tak berlutut karena perjanjian pertemuan ini adalah jangan sampai ada yang tahu aku ini Putri Sistine selama pertemuan.
"Namaku Grasia, petualang kelas A. Aku adalah pendeta dan siap mengabdikan diriku untuk Anda"
"Aku Tia, aku pemanah dari guild pemburu. Aku juga siap berjuang untukmu Yang Mulia'
"Ee.. emm.. anu.. aku Beatrix. Aku penyihir.. tolong jangan marahi aku"
Ughh gadis bernama Beatrix ini benar-benar menggemaskan. Rasanya ingin kupeluk dan kubawa tidur sebagai boneka.
"Aku Jiantong jangan sungkan padaku Yang Mulia hahaha. Oiya aku ahli sihir penguat tubuh. Serahkan saja serangan formasi padaku." ujar adik dari Rei.
Jiantong. Nama macam apa pula itu. Pada dasarnya dia memang tanker.
"Baiklah kalau begitu. Mulai hari ini kalian semua resmi menjadi bagian dari kelompokku. Kalian akan aku bayar dengan semestinya dan kalian boleh tinggal di kastil kalau kalian mau" Ucapku pada mereka.
"Benarkah?" Balas Beatrix bertanya dengan mata berbinar
"Tentu saja cantik. Kalian ini grup pahlawan yang setara dengan ksatria khusus kekaisaran" Jawabku pada gadis cilik ini sambil mencubit pipinya.
"Ketuaa.. Yang Mulia memanggilku cantik"
Gadis itu malah berlari pada Rei dengan wajah girang. Sangat manis sampai membuatku tersenyum sendiri. Asupan gizi harianku seperti akan bertambah dosis selain dari ibu dan bibi-bibiku juga dua pelayanku.
"Kalau begitu ayo kita ke kastil. Ibuku sudah menunggu kalian" Tukasku.
Mereka langsung menatapku dengan mata melotot. Seolah bola mata mereka hendak melompat dari kelopaknya. Memangnya aku salah berkata ya?
"Ibu Anda? Ka.."
"Iya iya! Sudahlah kalian ikut atau tidak?!" Selaku kembali memotong pembicaraan orang. Dia hampir saja keceplosan.
Kami segera meninggalkan kedai karena orang-orang sudah mulai mencurigai aku dan gelagat orang yang ada disekitarku. Kembali masuk ke wilayah kastil. Aku mulai bisa merasa nyaman kembali. Aku sekarang bersama Hilda, Regina, Nathan dan Rara, Zaki dan Riko juga grup pahlawan hendak menghadap ibundaku.
Langsung masuk ke ruang tahta tanpa membuat janji dahulu dengan ajudan kerajaan benar-benar membuatku merasa jadi orang yang sangat penting. Oiya aku memang orang penting. Saking pentingnya aku bisa sombong ke Nathan kalau aku lebih tinggi jabatannya dari Pangeran Charles. Aku menjadi harta Kekaisaran yang paling berharga setelah Kaisar itu sendiri.
Di ruang tahta aku sudah disambut oleh ibu dan ketiga bibiku dengan para jendral dan petinggi militer langsung membungkukkan badan mereka 90 derajat seraya kedatanganku.
"Tch" Nathan berdecik padaku. Dia terganggu dengan sikap para jenderal padaku.
"Selamat datang putriku tercinta" Ibuku membuka tangannya berharap aku menyambut pelukannya. Dia tak bergerak dari kursinya. Tentu saja aku tidak akan menolak pelukan hangat dan empuk ibuku.
"Jadi mereka adalah grup pahlawan yang kau ceritakan semalam Sistine?" Tanya bibiku Estelar.
"Benar sekali bibi. Yang tengah itu Rey sang pahlawan, Jiantong adiknya, Gracia, Tia dan yang kecil menggemaskan itu Beatrix." Ujarku.
"Jiantong, perkasa sekali. Sistine carilah suami yang punya tubuh segahah Jiantong ini. Anak kalian pasti sangat kuat" Ujar bibi Estelar.
Kalau aku menikah dan berhubungan intim dengan pria sebesar Jiantong, aku bisa mati sebelum hamil. Rasanya pasti seperti di perkosa oleh orc raksasa. Membayangkannya saja membuat selangkanganku ngilu.
"Mana mungkin bibi, kau ingin aku jadi artis anime Hentai? Lagipula Jiantong ini perempuan" Jawabku.
"Padahal akan bagus kalau Remi benar-benar menikah dengan orang sebesar Jiantong" tukas Nathan.
"Mau ku bunuh kau?" Balasku.
"Bunuh saja dia Yang Mulia" Tambah Rara.
"Rara kenapa kau berpihak pada wanita jadi-jadian ini?"
"Kau tidak akan mengerti perasaan wanita!" Tegas Rara pada Nathan.
"Tapi dia ini...."
"Cukup Nathan. Tidak sopan kau dihadapan Yang Mulia Kaisar" Zaki memakai mantra yang bisa menghilangkan suara seseorang.
Nathan sibuk sendiri berteriak pada Zaki, namun tak bersuara. Wajah Zaki datar saja.
"Sebuah kehormatan bagi kami bertemu dengan Yang Mulia Kaisar Prestia dan petinggi militer kekaisaran." Ujar Rey.
"Pahlawan Rey. Ini mungkin pertama kalinya kita bertemu secara langsung. Aku pernah mendengar namamu saat penobatanmu di Kerajaan Suci Kranovlyon yang merupakan bagian dari Kekaisaran Agung Prestia. Hari ini, aku Kaisar Prestia Anastasya Heiken menobatkanmu dan keempat rekanmu menjadi ksatria agung dan menugaskan kalian menjadi pelindung Putri semata wayangku, Putri Remilia Sistine"
"Aku Rey Reinhard Nobfox dengan pedangku dan keempat rekanku, Jiantong Sunji Nobfox sang perisai, Tia Rexia sang mata elang, Gracia Yusfia Oddolf sang perawan suci dan Beatrix Grandalf sang penyihir agung siap untuk mengabdikan diri kami untuk Putri Sistine hingga akhir nafas kami."
"Memangnya kau harus sebut dengan jelas bagian perawannya?" Ujar Nathan.
"Lah suaramu sudah balik?" Aku kaget.
"Sudah, aku makan hexos. Balik sendiri."
"Hexos? Apa itu nama obat penyembuh sihir kutukan?" Beatrix tiba-tiba berdiri dan menghampiri Nathan.
"Benar sekali. Hexos adalah obat yang dapat menyembuhkan kalian dari sihir kutukan seperti tadi dan asal kalian tahu, hexos itu buatanku. B U A T A N K U!!" Tegas Nathan ingin diakui.
Padahal hexos itu nama permen pelega tenggorokan di dunia lama kami. Tapi namanya memang sangat fantasi sekali. Seperti nama item sihir atau senjata rahasia. Jadi begitulah, akhirnya para pahlawan ini resmi jadi bagian dari timku yang akan pergi berperang tak lama lagi. Hanya tersisa beberapa hari dengan perang pertamaku dan aku belum bisa mencari 500 orang sukarelawan. Sepertinya inilah alasan kenapa ibu meminta pertemuan mendadak hari ini dengan para Jenderal juga.