Setelah demonstrasi senjata pertamaku di dunia ini kulakukan, paman Howard dan Antonie akhirnya setuju dan tanpa pikir panjang berkata akan bergabung denganku. Mereka berkata bahwa jika aku yang memimpin, pasti mereka akan menemui hal menarik lainnya. Mereka tak sabar menunggu itu. Tentu saja, Nathan dan Zaki pasti bergabung. Zaki bertanya padaku, kenapa aku tidak membuat senjata semi-otomatis saja agar bisa lebih cepat membantai musuh? Bukan aku yang menjawab, Nathan dengan bijaknya menjawab pertanyaan yang tadinya dilontarkan untukku itu.
"Tentu saja taktik. Bagaimana jika ada pasukan kita yang mati. Kemudian musuh mencuri senjata dan menjiplak teknologi terbaru ini. Dengan senjata yang sama, mereka pasti akan melawan balik kita dan akhirnya perang ini berujung dengan perang senjata api. Namun jikalau hal itu benar-benar terjadi, Remi pasti sudah menyiapkan senjata yang lebih canggih seperti machine-gun, automatic rifle, mortar, granat, bahkan hingga tank. Benarkan Rem?"
Eeeehh??.. Sebenarnya otakku belum bisa sampai kesana. Untuk mencari desain dan cara membuat senapan otomatis saja rasanya kepalaku sudah sakit, apalagi tank. Tapi aku tidak ingin menghancurkan image tinggi yang sudah ada di kepala Nathan. Aku iya kan saja jawabannya. Seolah aku satu pemikiran dengannya. Tapi jika saja ada orang yang mengerti soal permesinan, teknik uap, pembuatan baja sintetis atau hingga kelistrikan pasti akan sangat membantuku. Bukan hal mustahil bagiku untuk membuat tank bahkan kapal induk tempur.
Ratu Anastasia mendukung penuh produksi senapan ini. Aku akhirnya meminta paman Howard dan para pekerja setianya untuk menyelesaikan 50 senapan lainnya. Juga 10 pistol otomatis sejenis M1911 milik Amerika. Total pasukan yang aku punya sekarang adalah 11 orang dan mereka bergabung secara sukarela. Mereka adalah Nathan, Rara, Zaki, Clara yang tak lain adalah pelayan Zaki, Paman Howard beserta istri dan anak sulungnya, Antonie juga Rupert si penjahit dan terakhir adalah kedua pelayanku Hilda dan Regina. Hari ini kami berkumpul untuk membahas bagaimana cara mendapatkan pasukan lebih banyak secara sukarela.
"Bagaimana kalau kita umumkan saja? Jika itu Remi pasti mereka akan langsung sukarela bergabung" Ujar Zaki.
"Tidak seperti itu. Nantinya malah mereka bergabung karena ingin dilihat olehku. Aku takut ada persaingan di dalam pasukan kita" Jawabku.
"Benar juga, lagian kita bukan Sales Indihomo, tak perlu teriak-teriak pinggir jalan lah." Tambah Nathan.
Yakali ini perekrutan official untuk jadi pasukan kerajaan. Disetujui Kaisar dan si Nathan malah membandingkannya dengan marketing provider internet.
"Permisi. Apakah Putri Sistine ada?" Kudengar suara wanita dari luar ruanganku.
"Iya?" Aku membuka pintu.
"SISTINE!" Wanita itu langsung memelukku. Dia berdiri bersama seorang pria.
"Hee?" Aku terkejut karena aku dipeluk oleh perempuan yang tidak aku kenal.
"Hai Sistine. Perkenalkan dia Anna, dan aku Andre." Pria itu melambaikan tangannya.
Anna dan Andre, mereka berdua adalah bibi dan paman angkatku. Anak bungsu dari Raja Vladimir Parkon. Kudengar mereka tinggal di garrison terluar Heiken berdekatan dengan Ming. Mereka berasal dari Divisi 3 Pasukan Kekaisaran Heiken, Divisi Beruang Kutub. Andre adalah kapten dari pasukan kavaleri divisi tersebut sementara Anna adalah wakil kapten pasukan sihir dari unit ke-55 divisi tersebut. Keduanya dikenal sebagai duo paling mematikan. Aku belum pernah bertemu mereka sebelumnya. Andre memiliki rambut coklat bergelombang dan dipotong pendek, dia seperti member boyband Korea. Sementara Anna memiliki rambut kuning terang lurus seperti ibu. Matanya hijau. Anna seperti boneka cantik yang takkan pernah dijual di pasaran.
"Aku dengar Kakak Anastasia mengangkat seorang anak gadis yang tak jauh dari kami. Dia bilang di surat gadis itu sangat cantik dan jenius. Sistine.. Menikahlah denganku!!" Ujar Anna sambil terus mengelus-eluskan pipinya ke pipiku.
"AYOK!" Jawabku singkat.
"WOY! Harusnya kau tolak tolol! Dia kan juga perempuan!" Zaki marah padaku.
"Kapan lagi aku dilamar gadis cantik?" Jawabku pada Zaki.
"Nanti kalian tidak bisa mantap-mantap di malam pertama" Ejek Nathan.
Mantap-mantap. Istilah brengsek apalagi yang Nathan keluarkan.
"Anna, berhentilah menggoda keponakanmu dan Sistine, sebenarnya kami datang kemari setelah mendengar kabar bahwa Ayah mengirimmu ke medan tempur hanya dengan 500 orang pasukan saja ya? Jika kau gagal maka kau akan dinikahkan dengan pangeran Arthur?"
"Begitulah" Jawabku pada Andre.
"Ayah memang selalu seenaknya. Sama saja seperti kakak Anastasia" Balas Anna.
"Kau itu sama saja!" Tukas Andre sambil memukul kepala Anna dengan punggung tangannya.
"Jadi kami sudah putuskan untuk bergabung dengan pasukan kecilmu" Lanjut Andre.
"Ya! Dengan Sistine-ku!" Tambah Anna.
Eee! Aku sih senang kalau mereka mau membantuku dan bergabung menjadi pasukanku. Tapi Anna ini sudah main klaim saja seperti ibu dan ketiga bibiku. Aku tidak mungkin menolak mereka berdua. Karena selain mereka adalah anggota keluarga kerajaan, mereka juga terkenal karena kehebatannya di medan perang.
"Sebuah kehormatan bagiku jika kalian ingin bergabung." Ucapku.
"Baguslah! Kalau begitu mulai hari ini aku dan Anna akan mengikutimu sebagai komandan baru kami. Tidak perlu ragu untuk memberi kami perintah. Juga jangan sungkan untuk memanggil kami dengan nama depan, usia kita kan tidak terpaut jauh." Balas Andre.
"Ini adalah langkah besar. Pangeran Andre dan Putri Anna bergabung bersama kita akan menjadikan kekuatan pasukan ini naik berkali-kali lipat" Ujar Paman Howard.
"HOWARD! ANTONIE! Lama tak jumpa!" Andre baru sadar ada paman Howard disini.
Mereka saling membungkuk memberi salut.
"NATHAN!" Ujar Zaki menirukan Andre seolah dia ingin mengejek reaksi Andre barusan.
"YUSUF!!" Jawab Nathan.
"Yusuf siapa anjeng!" Balas Zaki kecewa.
"Bukan hanya kami, tapi 10 rekan kami juga akan ikut. 5 penunggang kuda terbaik dan 5 penyihir terbaik dari divisi Beruang Kutub, mereka sedang berjaga diluar." Tambah Anna.
Aku melihat keluar jendela, benar saja. 5 orang wanita dan 5 orang pria sudah berdiri menghadap kearah gerbang menjaga pintu masuk ke mansion milik kaisar. Para penjaga menyingkir karena sepertinya tahu tingkat mereka lebih tinggi dibanding penjaga kastil biasa.
"Jadi apa yang akan kita lakukan hari ini?" Tanya Anna.
"Mencari sukarelawan berbakat tentunya." Jawabku.
"Kalau begitu ayo! Jangan buang waktu lagi!" Anna menyeretku keluar.
Kami berjalan menuju ke lapang utama kastil. Disana sedang ada latihan bertarung antar penjaga. Mereka telanjang dada dan bergelut diatas rumput lapangan dengan tubuh mereka yang berlumur keringat terlihat sangat licin sepertinya. Kami duduk di kursi taman yang langsung menghadap ke arah lapang. Sadar sedang diperhatikan oleh kami, para penjaga itu terlihat lebih menonjolkan dan melebih-lebihkan latihan mereka dengan teriakan tak jelas.
"Kau lihat dia Sistine?" Anna menunjuk ke seorang pria kurus yang tak ikut bertelanjang dada.
"Ya aku lihat. Siapa dia? Penjaga yang hebat walaupun badannya kurus?" Tanyaku.
"Bukan, maksudku dia menghalangi pertarungan. Bisa kau suruh dia untuk menyingkir"
Jahat sekali Anna ini. Kupikir dia menunjuk pria malang itu karena melihat potensi dalam tubuh kecilnya.
"Hey kau! Sedang apa kau di tengah lapang?" Anna ujung-ujungnya malah berteriak sendiri memanggil pria itu.
"Aku yang mulia? Aku jual kacang dan manisan, Yang Mulia." Jawabnya berteriak
"Ahahahahaha!! Ada yang jual kacang di tengah lapang!" Nathan malah tertawa sangat lantang.
"Menyingkir dari sana sialan!" Balas Anna lagi.
Pria itu lantas menyingkir dari lapang dan sekarang malah menghampiri kami.
"Aku beli kacangnya!" Ujar Nathan.
"Aku juga. Tidak enak nonton tinju tanpa kacang" tambah Zaki mengeluarkan uang.
"Remi yang bayar" lanjut Nathan.
"Aing lagi, aing terus [aku lagi, aku terus] anjing dasar" ketusku kepada kedua temanku yang semakin tak tahu diri setelah tahu aku jadi perempuan.
"Siapa namamu?" Tanyaku pada penjual kacang sambil mengeluarkan uang koin dari kantong koinku.
"Ray. Namaku Ray. Dan siapa kau? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya di kastil ini" Balasnya.
"Aku? Ah! Namaku Rem-"
"Kuwang ajaw hau!" Ujar Hilda menghunuskan pedangnya pada pemuda ini. Padahal mulutnya sedang penuh oleh kacang yang dijual korbannya.
Pemuda itu langsung mengangkat tangannya. Dia kaget. Tapi reaksinya tetap tenang. Seolah dia sudah terbiasa dengan hunusan ujung pedang tajam.
"Hwa awawa Pawi Hawsaa" Lanjut Regina berdiri di samping Hilda. Juga dengan nulut yang lebih penuh dari Hilda.
"Telan dulu makananmu Regina" Ucapku.
....
Hening awkward. Yang terdengar hanya suara Regina yang sedang mengunyah kacang.
"Dia adalah Putri Kaisar!" Tekan Regina sekali lagi setelah selesai menelan makanannya.
Setelah mendengar ucapan Regina, pria itu langsung terkejut. Dia bisa lebih terkejut mendengar aku adalah putri ketimbang diancam dengan pedang tajam tepat di depan wajah.
Pria itu tiba-tiba berlutut dan menghadapkan wajahnya ke tanah, "Sungguh lancang saya kepada Yang Mulia. Saya tidak mengenali Yang Mulia. Perkenalkan, saya adalah Ray, sang pahlawan" tambahnya.
"Ray?" Aku berbalik pada Anna.
"Ah! Iya aku pernah dengar. Dia Ray dari grup pahlawan. Kudengar memang grup pahlawan baru saja kembali ke ibukota setelah mengalahkan naga api di gunung Keelbiens" Jelas Anna padaku.
"Konon katanya, sakitnya karena di guna-guna" Tambah Nathan.
"Apa sih anjir?" Balasku pada candaan garing Nathan.
"Kebetulan sekali kau adalah pahlawan. Bagaimana kalau kau bergabung dengan pasukanku?" Tambah lagi Nathan.
"Pasukanmu? Maksudnya pasukanku?" Aku mulai kesal.
"Jadi mereka adalah pasukan anda Yang Mulia? Entah mengapa aku merasa aura yang sangat gelap diantara mereka."
Si pahlawan tiba-tiba saja menatap tajam ke arah Rico. Pelayan dan yang katanya adalah budak Zaki. Wanita itu terlihat tetap tak tergoyahkan sedikitpun walaupun mendapatkan tekanan aura dari si pahlawan, Ray. Luar biasa untuk tetap tenang dibawah kekuatan sebesar ini. Jelas Rico juga bukanlah gadis iblis biasa.
"Ray, bisakah kau hentikan itu. Menunjukan kekuatan intimidasi kepada wanita itu bukan hal yang manly." Ujar Zaki yang tiba-tiba saja membuat tekanan itu menghilang berbarengan dengan gerakan tangannya yang seolah sedang menurunkan volume radio.
"Apa-apaan ini?" Ray terlihat cukup kesal dibuatnya.
"Ehem. Jadi sebenarnya dia adalah Zaki, dia penyihir dan wanita itu adalah pelayannya. Walaupun dia iblis, tapi aku bisa pastikan dia adalah wanita yang baik" Ucapku berusaha menghentikan aura negatif ini secepatnya sebelum terjadi kekacauan di dalam kastil.
"Kenapa kau bisa menghentikan sihir-ku?" Tanya Ray dengan wajah sinis.
"Kukembalikan pertanyaanmu. Kenapa kau jualan kacang?" Tanya Nathan.
"Memangnya kenapa? Aku hanya mengisi waktu senggangku selagi di ibukota" Jawabnya.
"Kenapa tidak jualan nasi padang saja?" Tambah Nathan.
Mana ada nasi padang di dunia ini tolol. Padang-nya saja tidak ada. Kadang-kadang temanku yang satu ini butuh di staples kemudian kumasukan dalam kardus dan ku kirim ke Somalia.
"Intinya kau mau tidak bergabung ke dalam timku? Aku harus pergi menemui ibuku setelah ini!" Ujarku mendesak si pahlawan agar segera menghentikan debat tidak pentingnya dengan Nathan dan Zaki.
"Jika itu adalah permintaan Yang Mulia. Aku akan bergabung ke dalam tim walaupun itu artinya harus bersama dengan iblis ini"
Ray berlutut dihadapanku. Namun dia tetap merendahkan Rico. Kasihan Rico padahal dia itu gadis yang baik. Dia mau membuatkanku makan siang padahal kalau tuan aslinya yang meminta, dia tidak akan menurut. Rico memang tipikal maid yang unik karena selalu membangkang tuannya dan malah menuruti permintaanku.