Kupikir aku akan diinterogasi lebih dalam lagi oleh Ratu Anastasya dan ksatria yang dia bawa. Nyatanya aku sekarang malah diperintahkan untuk mandi di kolam air panas yang luar biasa luasnya. Aku berendam di pojokan kolam saja. Rasanya nyaman tidak nyaman. Tentu saja air panas itu nyaman sekali dan membuat seluruh otot tubuhku rasanya sangat rileks. Tapi tidak nyaman rasanya karena ada 10 orang wanita di belakangku yang sedang menontonku mandi seperti sedang menonton pertandingan catur. Mereka menatapku dengan sangat serius hampir tak berkedip juga tanpa ekspresi. Lima orang wanita diantaranya membawa handuk, pakaian seperti gaun warna putih, nampan berisi teko dari gelas kaca lengkap dengan gelasnya itu sendiri dan beberapa buah-buahan di lengan wanita sisanya. Lima orang lainnya hanya berdiri saja sambil memejamkan mata.
Oh yang lima itu ternyata hanya patung.
Selesai mandi, aku langsung di dandani oleh para pelayan. Aku bahkan tidak bisa memakai bajuku sendiri karena mereka dengan sigap memasangkan gaun panjang itu ke tubuhku. Mereka bilang aku harus tampil secantik dan se-elegan mungkin. Ratu Anastasya menungguku di ruang tahta. Mereka bilang ada pertemuan negara-negara aliansi dan aku harus bergabung kesana. Mereka juga berkata bahwa sepertinya Ratu Anastasya sudah mendengar kabar kekuatan sihirku di Brisky dan jadinya dia ingin memperkenalkanku kepada raja-raja juga bangsawan yang ada di ruang tahta saat ini bahwa Heiken mempunyai senjata baru yang sangat berbahaya. Aku. Jadi masuk akal semuanya dari alasan kenapa aku dipindahkan ke Heiken dan kenapa Ratu mau menemuiku secara langsung di penjara bawah tanah. Jika kerajaan lawan yang menangkapku mungkin aku juga akan dijadikan senjata oleh mereka.
Aku dikawal oleh para pelayan wanita ini ke sebuah ruangan dengan pintu terbuat dari logam dan sangat besar hampir tiga kali tinggi tubuhku mungkin. Gerbang dua pintu dengan ukiran-ukiran seperti elang, pedang, singa juga beberapa ksatria berkuda di bagian paling bawahnya. Pintu terbuka, di dorong oleh dua orang ksatria berbaju baja perak berkilauan seperti uang limaratusan baru.
Disana berdiri para kesatria berjejer saling berhadapan di sepanjang karpet merah yang langsung mengarah ke kursi tahta yang dibuat menjadi panggung agar posisinya lebih tinggi dari para kesatria yang berjejer ini. Kemudian, di belakang mereka ada sebuah balkon yang juga dibuat saling berhadapan, kulihat ada orang-orang dengan pakaian mewah duduk disana. Sepertinya mereka bangsawan. Para pelayan di belakangku mendorong pundakku perlahan memintaku terus maju menghadap sang ratu yang tengah duduk penuh pesona di singgahsana-nya. Gaun ini aku singkapkan karena menutupi kakiku dan aku takut terjatuh dibuatnya. Tidak lucu aku tersandung dihadapan ratu.
"Selamat datang di Heiken anakku", ujar sang ratu yang lantang berkata tak bergerak dari kursi keagungannya.
Aku diberi isyarat untuk berlutut dihadapan ratu Anastasya dengan wajah menunduk menatap karpet merah. Kudengar langkah kakinya yang memakai sepatu kaca mendekatiku semakin jelas. Dia menghunuskan pedang. Aku bisa mendengar gesekan badan pedang dengan sarungnya yang terbuat dari besi perak penuh dekorasi dan batu permata.
"Remilia. Kau telah bertarung melawan monster kuat demi menyelamatkan yang lemah. Kau ditangkap dan hendak di eksekusi karena orang yang menyelamatkanmu menuduhmu. Kau tidak melawan saat tentara Brisky menangkapmu walaupun kau tahu kau akan dihukum mati jika tertuduh sebagai seorang iblis", sang ratu menghunuskan pedangnya tepat diatas kepalaku.
Mana aku tahu kalau di tangkap bisa di hukum mati. Mana aku tahu kalau aku ini iblis. Mana aku tahu kalau menyelamatkan orang bernama Yulia itu malah berkahir seperti ini. Ratu benar-benar memperlakukanku dengan sangat baik. Aku tidak yakin dia menghunuskan pedang hanya untuk membunuhku. Jika memang iya, dia bisa lakukan itu dari pertama kami bertemu.
"Remilia! Aku. Anastasya dari Heiken. Pemimpin aliansi perdamaian Kekaisaran Prestia. Keberanianmu dan kebaikan hatimu telah menggugahku. Dengan ini dan mulai saat ini, aku nobatkan dirimu, Remilia menjadi Putri Agung Heiken dan Putri Mahkota Prestia.", Ratu menempelkan badan pedangnya ke pundakku.
Tentu saja aku kaget. Mataku terbelalak dan langsung menatapnya. Dia tersenyum melihatku yang sedang tengadah memandang wajahnya. Kurasakan tangan seorang pelayan ada di atas kepalaku dan memaksaku kembali menunduk.
"Mulai hari ini dan seterusnya. Namamu adalah Remilia Sistine Gisellena dest Callistia von Heiken VI. Rambut putihmu adalah tanda kemurnian darahmu. Semoga kau panjang umur dan kelak akan mengharumkan nama Prestia"
Semua kesatria yang berbaris di kedua sisiku langsung menghunuskan pedang mereka. Menghantamkan ujung pedang mereka ke lantai kemudian berlutut. Para bangsawan berdiri. Mereka mengangkat gelas. Meminum air berwarna ungu yang aku pikir itu mungkin anggur. Kemudian mereka menunduk memberiku hormat. Ratu mengulurkan tangannya kepadaku. Dia yang memakai sarung tangan berwarna putih dengan pakaian yang sangat mewah dan gagah seperti pakaian militer kuno dengan medali di dada kanan juga selendang putih penuh medali lainnya. Kerah tinggi dengan ornamen abstrak bergaris emas. Dia memang wanita tapi bagaimanapun juga dia adalah seorang kaisar.
Ratu mengajakku berjalan. Aku meraih tangannya kemudian berdiri. Tangan kiriku menggenggam jemarinya yang lentik semantara tangan kananku mengangkat rok gaun yang panjang dan sangat merepotkan ini. Walaupun seorang pelayan wanita juga membantuku mengangkat rokku dari belakang. Rasanya aku seperti mempelai wanita yang sedang di gandeng oleh walinya menuju ke kursi pelaminan di atas sana. Sangat aneh karena sebenarnya aku ini pria di dalam. Man Inside.
Beberapa pelayan pria langsung menyediakan kursi di samping singgahsana ratu. Kursi yang hampir sama tinggi dan besarnya seperti milik ratu. Senderannya sangat tinggi. Kursi dibuat dari kayu, mungkin ulin mungkin juga jati, entahlah terlihat begitu mahal. Lalu bantalan dan senderan dari kain lembut berwarna merah. Diatasnya aku bisa melihat ornamen burung elang yang sedang membentangkan sayapnya sementara kepalanya menengok ke arah kanan. Kursi Game of Thrones mah tidak ada apa-apanya dengan kursiku yang epik ini. Untuk apa aku duduk diatas tumpukan pedang rongsok yang di las karbit?
"Sistine, mulai hari aku akan memanggilmu begitu. Itu adalah nama pemberianku. Sekarang coba kau duduk di kursi itu", titah sang ratu kepadaku.
Aku duduk seraya bertanya, "jadi apa tujuan anda membuat semua ini? Aku bahkan baru tiba dan mengenalmu hari ini saja."
"Aku sudah melihatmu semenjak sihirmu aktif. Mulai dari sana, aku langsung memerintahkan pasukanku untuk membawamu ke Heiken. Namun tak kukira mereka malah memukuli tubuhmu yang cantik."
"Jadi tujuan anda hanyalah kekuatanku saja?", tanyaku kembali memperkuat pertanyaanku atas semua yang dia perbuat padaku barusan hingga membuatku kebingungan bukan main.
"Prestia. Tidak, Heiken lebih tepatnya. Dibangun dan didirikan oleh kakek buyutku. Di tanah ini dahulu kala para iblis dan manusia bersatu. Kakek buyutku menikah dengan seorang vampir wanita hingga mempunyai keturunan. Kemudian, pertempuran antara iblis dan manusia pecah. Nenek buyutku yang seorang vampir memilih meninggalkan kaumnya dan bertarung bersama kakekku dengan harapan kedamaian antara kedua ras kembali terjalin. Saat ini, hanya Prestia saja yang bisa menerima iblis itupun dengan syarat mereka tidak memiliki niat jahat. Sistine, darah vampir murni itu mengalir padamu. Mungkin hanya kau satu-satunya vampir di dunia ini yang memiliki rambut seputih ini."
Aku vampir. Itu yang dikatakan sang ratu kepadaku. Dia menjelaskan banyak hal dari kursinya yang tepat ada di sampingku. Dia juga berkata hal yang membuatku mulai faham apa maksud dari perbuatannya ini. Dia juga vampir. Tidak murni, hanya keturunan. Tapi beberapa kekuatan sihir yang vampir miliki ada di tubuhnya. Itu menjelaskan kenapa rambutnya juga putih keemasan padahal aku belum pernah melihat orang berambut putih selama di dunia ini, selain aku tentunya. Di sejarah kuno Prestia, dikatakan bahwa yang memiliki sihir vampir dan kemampuan makhluk itu hanyalah wanita dan anak wanita dari keturunannya. Para pria yang menjadi vampir tidak akan bertahan lama dan akan berubah menjadi makhluk terkutuk. Dragulca contohnya. Mungkin jika di duniaku namanya Drakula.
"Kau adalah lambang kebesaran Prestia. Ciri khas Prestia dan harta terbesar dari Prestia. Kekaisaran tidak akan terbentuk jika tidak ada darah suci sepertimu mengalir diantara nadi-nadi kami. Aku ingin mengembalikan apa yang menjadi milikmu", ratu tersenyum kepadaku sambil menggenggam kedua tanganku.
"Mana bisa! Aku ini hanya petualang biasa ratu! Dari pada jadi kaisar atau putri raja, aku lebih ingin jadi Hokage saja"
"Apa itu Hokage?"
"Umm.. Semacam kepala desa. Tapi hebat dan punya ikat kepala"
"Ara~ Kau bisa jadi kaisar Sistine. Dengan ikat kepala tentu saja fufufu~" Ratu malah tertawa kecil menggodaku.
"Bagaimana kalau aku ini jahat?" kataku mempermainkannya.
"Araaa~ Benarkah itu?" Dia malah tersenyum sambil menyenderkan kepalanya di dadaku. Benar-benar menggodaku.
Kupikir sosok ratu itu akan lebih bermartabat. Tapi ternyata dia ini bertingkah seperti seorang tante yang senang menganggu keponakannya.
"Satu lagi. Mulai detik ini kau harus memanggilku ibu. Bukan ratu. Ini perintah" kata sang ratu seenaknya.
Aku menolak. Seenaknya saja mentang-mentang dia ratu.
"Kalau begitu ibu marah." Dia membuang pandangannya dariku. Menggembungkan pipinya dan memasang wajah kesal.
Itu wajah kesalmu? Kupikir seorang ratu yang bermartabat tidak akan mengeluarkan ekspresi se-menggemaskan itu. Jika begitu cara dia kesal dan marah. Aku ingin sering-sering rasanya membuatnya marah.
"Aku bisa malu sampai mati karena telah mengangkat seorang anak yang tidak mengakuiku. Lebih baik aku mati saja kalau begitu" Lanjutnya karena aku tidak bereaksi walaupun dia sudah memperlihatkan kekesalannya yang lucu. Dia kemudian menghunuskan setengah badan pedangnnya dan mengarahkannya ke lehernya.
"YAYAYA! OKE AKU SETUJU!" Aku langsung meng-iyakan permintaannya yang tadi. Bukan karena dia mengancam bunuh diri. Tapi karena seluruh kesatria dan pelayan yang ada di ruangan ini tiba-tiba bersiap menghunuskan pedang mereka dan mengeluarkan sihir mereka ke arahku.
BARBAR SEKALI BUNG! Lebih baik aku hati-hati. Ingat daya tahan tubuhku wahai diriku sendiri.
***disini tidak bisa upload gambar, harusnya ada gambar remilia disini***