Setelah dibawa naik kereta kuda dan diperlakukan selayaknya barang JNE antar kota yang tidak dipasangai stiker "BARANG MUDAH PECAH" yang membuatku dibanting-banting. Padahal tubuhku ini rapuh dan aku ini sekarang berwujud perempuan. Dunia itu keras padaku bagaimanapun wujudku dan di manapun dunia itu. Sepanjang jalan itu juga aku akhirnya menghabiskan waktuku untuk tertidur dengan wajah dibungkus karung. Mau bagaimana lagi, hanya itu yang bisa aku lakukan dengan tangan dan kaki dirantai dan wajah dibungkam. Agak bau cuka sih. Aku ingat si penjaga mengeluarkan karung ini dari dalam pakaiannya. Memang tidak nyaman, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa juga. Kalau aku berteriak dan mengeluh aku kehabisan nafas karena pembungkus wajahku bau bangsat. Mungkin aku akan dihabisi di tempat oleh si penjaga karena tersinggung.
Kereta kuda berhenti. Kudengar suara ribut-ribut orang yang berkumpul mengelilingi kereta kuda ini. Kakiku ditarik dari kereta kuda hingga aku terjatuh ke tanah. Rasanya sakit sekali, keras tidak seperti jalanan di Brisky. Sepertinya ini bukan tanah, tapi batu jalan sejenis semen atau kavling blok.
"Minggir! Minggir! Cepat beri jalan!" Ujar seseorang yang memaksaku untuk berdiri dan menyeret lenganku.
"Siapa dia? Apa dia pencuri atau pembunuh? Sepertinya dia perempuan? Iya, dia seumuran anakku sepertinya." Aku bisa mendengar ucapan-ucapan tersebut sepanjang aku berjalan dengan wajah yang masih dibungkus kain bau bangsat ini.
Cukup jauh aku berjalan di seret begini. Bahkan penjahat di duniaku saja tidak pernah diperlakukan seperti binatang buruan seperti ini. Hingga akhirnya kakiku terhenti karena aku dipaksa untuk kembali berlutut. Kurasakan kedua tanganku ditarik paksa ke atas dan kudengar suara gemericik rantai saling beradu. Ah. Rupanya aku dicangcang dengan lengan ditarik keatas seperti daging kurban yang hendak dikuliti. Penutup wajahku dibuka.
Apa yang kulihat hanyalah ruangan gelap dengan pencahayaan yang berasal hanya dari satu buah lilin. Tembok basah dan lembab terbuat dari batu yang sangat tebal berwarna hitam. Rantai basah dan berkarat dengan cincin-cincin besar seperti rantai jangkar kapal berbelit tak beraturan di lantai yang juga becek dengan air kotor. Ada jeruji besi kecil yang dibuat untuk ventilasi, dari sana juga ada sedikit cahaya masuk. Pengap tapi dingin. Pakaianku sudah basah juga kotor. Ruangan yang cukup luas berbentuk persegi ini sangat mirip penjara ruang bawah tanah tempat penyiksaan. Atau memang aku sedang berada di salah satunya. Ada 3 orang yang berdiri di hadapanku. Salah satunya membawa 3 rotan cukup panjang yang diikat menjadi satu seperti pedang bambu untuk berlatih kendo.
"Jadi cepat jelaskan siapa kau sebenarnya kepada kami!" Ujar seorang petugas yang memakai pakaian serba hitam. Dia mencengkram pipiku hingga bibirku monyong kedepan.
"Buguymunyu uku bsu jwub blug!" Ujarku tidak jelas dengan tekanan dari jari-jari kekar orang ini di pipiku.
"Bicara apa kau! Yang jelas dasar penyihir!" Seorang pria lainnya malah memukul perutku dengan tangannya.
"GUUUHHH!!" Sakit sekali!! Aku langsung muntah darah. Dengan daya tahan tubuhku yang selemah ini. Hanya 3 pukulan lagi dari pria ini. Rasanya aku akan mati.
PLAAAAAK!! Kulihat pria yang tadi memegang rotan malah memukul rekannya dengan pedang itu.
"Jangan pukul dia! Kita tidak diberi perintah untuk melukainya! Dan lagi lepaskan cengkramanmu dari wajahnya jika ingin mendengarnya bicara normal!" Ujarnya sambil marah-marah ke rekannya. Pria yang mencengkram wajahku akhirnya melepaskan tangannya yang sepertinya belum cebok.
"Tidak perlu takut nona. Kami disini hanya ingin mendengar penjelasan darimu" Tambahnya.
"Bagaimana aku tidak takut?! Kalian memukulku sangat keras. Aku bisa mati hanya dengan satu pukulan lagi!" Kesalku.
"Jadi siapa kau dan dari mana asalmu? Jawabanmu mungkin akan menyelamatkanmu dari hukuman berat"
"Namaku Remilia. Aku adalah petualang dari Nuasa." Tegasku dengan mata tajam kuarahkan pada mereka.
"Jawab yang benar! Kau iblis kan?!" Si pria yang memukulku tadi kembali berteriak seolah dia begitu benci kepadaku.
"Memangnya kenapa kalau dia iblis?"
*****
"Memangnya kenapa kalau gadis ini seorang iblis?"
Suara seorang wanita yang begitu lembut namun terdengar juga begitu tegas menggema di ruang kurungan ini. Dirinya masuk didampingi empat orang lainnya masing-masing dua wanita dan dua pria. Dua wanita di depannya begitu cantik dengan zirah lengkap dari baja menutupi seluruh tubuh mereka. Sementara dua pria di belakang terlihat lebih gagah lagi dengan zirah yang begitu terlihat kompleks dan lengkap juga mengkilap. Tubuh mereka kekar dan sangat tegap. Dibelakang zirah keempatnya terpasang sebuah jubah merah darah tebal dengan jahitan garis emas. Mereka adalah ksatria kerajaan yang sebenarnya.
Tentu saja wanita yang tadi bersuara terlihat lebih mencolok lagi. Rambutnya panjang berwarna putih-keemasan dikepang sanggul atau di dunia lamaku ini dikenal dengan sebutan French Bun-Braided. Dengan ornamen-ornamen rambut seperti tusuk sanggul dan jepit-jepit dari emas hingga mahkota kecil diatas kepalanya. Wajahnya putih mulus nyaris pucat dengan bibir merah merona alami. Matanya sangat cantik dengan bulu mata panjang dan lentik dan bola mata berwarna kuning-kehijauan begitu bulat dan terang. Hidungnya tak pesek tapi tidak juga terlalu mancung. Sangat cantik hingga aku tidak bisa mengalihkan pandanganku ketika mataku sampai di wajahnya. Namun bukan aku rasanya jika aku tidak melihat ukuran dadanya. Ugh! Sepertinya cup-C dan terlihat begitu menggoda. Lehernya putih kecil menyambungkan kepalanya yang cantik dan badanya yang indah. Dia memakai gaun super-panjang-melebar seperti kurungan ayam di bagian bawahnya. Aku mungkin bisa menyembunyikan 3 bocah untuk di culik di dalam roknya itu. Gaunya berwarna merah darah sama seperti jubah para ksatria eksentrik dibelakangnya. Sudah jelas, dia bukanlah orang biasa. Setidaknya pasti bukan SPG yang hendak menawari aku yang sedang disiksa ini sebungkus rokok Mahalbro.
"YANG MULIA!!" Ketiga orang yang menyiksaku langsung berlutut dihadapan sang wanita barbie rasa Rusia-Jerman-Cina ini.
Wanita itu berjalan menghampiriku yang sedang dalam keadaan sangat kotor karena diseret, terjatuh dan sekarang berlutut di kubangan air comberan. Tapi itu tak menghentikan dia berjalan kearahku hingga akhirnya berlutut juga di diepanku dengan roknya yang menggelikan. Ah! Dia kesulitan untuk jongkok rupanya. Dia membelai rambutku dan menelitinya dengan seksama seperti sedang mencari kutu koruptor di rambutku.
"Siapa namamu?" Ujarnya lembut kepadaku dengan sedikit senyum menghias bibirnya.
"Kevin.." Ujarku.
"KAU BILANG KAU REMILIA?!" Si penjaga langsung marah, memang aku sengaja memancingnya.
"Remilia. Nama yang begitu cantik, namun orangnya jauh lebih cantik dari namanya." Dia membersihkan bekas darah di wajahku dengan ujung kain pakaian bagian lengannya.
"Bawa dia." Ujar si wanita yang sepertinya adalah bangsawan ini sambil berdiri menghadap ke para ksatria yang dia bawa.
Para ksatria pria melepaskan rantai yang mengekangku sementara satu ksatria wanita memapahku. Ketiga pria yang menyiksaku tidak bisa berkutik dan hanya bisa membungkuk tak berani untuk menampakkan wajah mereka sedikitpun dihadapan orang yang mereka sebut 'Yang Mulia' ini.
"Dimana aku?" Tanyaku lemas kepada ksatria wanita yang tengah memapahku.
"Prestia. Tepatnya kerajaan Heiken, ibukota Kekaisaran Prestia. Tenang saja kau aman disini, Remilia". Yang menjawab pertanyaanku justru malah si wanita bangsawan, padahal si wanita ksatria di sampingku sudah membuka mulutnya hendak menjawab. Kasihan.
"Bagaimana bisa aku percaya kalau aku sudah aman sementara orang-orangmu tadi justru membawaku dari Brisky sebagai penjahat dan menyiksaku di kota ini" Keluhku menyampaikan kekesalanku yang tadi kepada si wanita yang sepertinya punya jabatan di tempat ini.
"Aku mendapat laporan dari Sage di kota Brisky lewat saluran sihir. Dia bilang seorang gadis berambut putih muncul disana dan mengalahkan Centaur dengan satu serangan sihir dari telunjuk jarinya. Terlebih gadis itu cantiknya tidak lazim. Aku tidak mengira orang-orang tadi akan memperlakukanmu seburuk itu. Maafkan aku. Tentu aku akan menghukum mereka nanti sebagai balasannya."
Oh jadi Si Gundalf itu sage ya. Setingkat master dalam ilmu sihir-sihiran. Aku penasaran bagaimana jika dia di adukan dengan dukun-dukun asal duniaku. Jadi di dunia ini memang rambut putih dan wajah secantik ini tidak lazim di temukan. LALU KENAPA WANITA INI JUGA SANGAT CANTIK TIDAK LAZIM DAN BERAMBUT HAMPIR PUTIH!! Kenapa aku diperlakukan seperti penjahat sementara dia diperlakukan seperti ratu??
"Aku memang Ratu" Ujarnya.
GOBLOGG!!! Dia bisa baca pikiranku gituh?! Gila.. Jangan-jangan dia juga bukan orang biasa saja. Mungkin setingkat pesulap ahli hipnotis yang bisa membaca pikiran orang sekelas Rommy Rapopo.
"Aku tidak sehebat itu. Aku hanya bisa membaca pikiranmu dari raut wajahmu yang menggemaskan itu". Dia berbalik dan tersenyum kemudian mencubit pipiku seolah dia ini sudah mengenalku sangat lama.
"Aku baru saja dihajar oleh orangmu dan kau bertingkah sedekat ini denganku, benarkah kau ini seorang Ratu?" Ujarku meragukan kata-katanya, walaupun penampilannya memang terkesan sangat glamor dan mewah.
Browsing saja lah. Ratu Heiken dan Kaisar Prestia. ANASTASYA. NAMANYA PANJANG GILA ANYING!! Ini nama atau judul skripsi anak kuliah sotoy? Anastasya Violette Wilyona von Eugene Louishenzollern Dest Heiken V. Tidak terbayang jika dia masuk sekolah di duniaku dan guru mengabsen namanya di depan kelas. Aku harus terlihat santai dan kalem, jika aku terkejut dia bisa langsung membaca pikiranku lagi seperti tadi.
"Jadi apa tujuan seorang Ratu yang harus merendahkan dirinya datang ke tempat kotor dan menjijikan hanya untuk membawaku?"
"Ara! Jadi kau sudah percaya aku ini ratu?" Dia malah berbalik dengan wajah menggodaku.
"Sudah katakan saja, aku tidak suka basa-basi terlebih saat aku sedang lapar dan ngantuk!" Ketusku.
"Ara ara~ Kebetulan sekali aku ingin mengajakmu makan malam." Ujarnya sangat kalem dengan nada yang sangat menggodaku.