Jadi ini kekuatan berubah wujud yang pernah aku inginkan. Aku menginspeksi setiap jengkal tubuh baruku. Sambil mimisan tentu saja. Kulit halus dan lembut seperti tidak pernah terkena noda. Bukan hanya itu, tubuhku jadi langsing dan membentuk tubuh wanita ideal. Luar biasa sempurna sihir ini. Mimisan ini tak kunjung berhenti.
"Kyaaaa!!"
Teriakan seorang wanita terdengar samar-samar tertiup angin diikuti oleh suara auman yang sepertinya berasal dari hewan atau monster besar. Aku sontak berlari menghampiri kemana arah suara itu berasal. Aku melihat sesuatu tepat dibalik semak belukar yang ada di hadapanku. Bumi serasa berguncang keras sementara suara tangisan wanita itu semakin jelas kudengar. Centaur setinggi dua orang dewasa tengah mengamuk dengan sekelompok pemuda-pemudi di sekelilingnya. Beberapa dari anak muda itu sudah ada yang terkapar di tanah tak sadarkan diri berlumur darah. Mereka mungkin sudah mati. Sementara sisanya terengah mencari celah agar bisa keluar dari situasi. Namun apa daya, kulihat mereka begitu lemas bahkan tak sanggup untuk mengangkat pedang. Dua gadis yang sepertinya para penyihir hanya bisa menangis di belakang para laki-laki yang menjadikan diri mereka sebagai prisai hidup berusaha menjaga agar para wanitanya tidak mati. Walaupun mereka tahu memang semuanya tidak akan selamat.
Ini buruk. "Aku harus membantu mereka", begitu pikirku.
Aku lantas berusaha berubah kembali ke wujud asliku. Mana bisa aku bertarung menggunakan tubuh yang hanya memiliki daya tahan satu angka 5 sementara lawanku punya ratusan. Bunuh diripun ada tata caranya. Saat aku mencoba membayangkan sihir perubahan wujudku, tiba-tiba saja muncul popup dikepakaku.
"Skill tidak bisa digunakan, silahkan baca aturan pemakaian"
KAU PIKIR INI PARACETAMOL! Untuk apa juga aku harus membaca aturan pemakaian untuk sesuatu yang aku sugestikan sendiri. Sudahlah, aku lantas membayangkan munculnya sebuah panduan cara menggunakan sihir berubah wujud dikepalaku sementara telingaku terus mendengar jeritan-jeritan dari para petualang yang sedang bertaruh nyawa di depan sana.
Bla bla bla sihir bergantung pada mana alias energi sihir bla bla bla. Aturan biasa saja yang memang sering aku temui di sebuah permainan atau di film-film fantasi.
"Anda hanya bisa berubah menjadi karakter yang lebih kuat tergantung situasi dan kondisi. Semakin kuat karakter utama anda, maka semakin sulit situasi yang di syaratkan hingga akhirnya sihir ini hanya bisa dilakukan apabila anda berada dalam kondisi antara hidup dan mati."
Begitu kata aturan yang muncul di kepalaku. YANG BENAR SAJA BANGSAT!! Masa iya aku harus terjebak di tubuh selemah ini? Bagaimana kalau aku terpeleset saat hendak membasuh pantat setelah buang air besar? Masa iya aku harus mati dengan pantat penuh kotoran??
"Seharusnya anda membaca aturan pemakaian terlebih dahulu" Lanjut tulisan di dalam kepalaku ini.
SI BANGSAT INI MALAH CERAMAHI AKU! Eh tunggu, jika itu adalah sugestiku, berarti aku juga yang bangsat? Intinya aku tidak bisa berubah menjadi diriku yang sebenarnya jika bukan dalam situasi yang sangat genting. Bagaimana lagi, kucoba saja kekuatan sihir tubuh ini. Total kekuatan sihirnya 2 kali lebih besar dari diriku yang asli. Aku keluar dari semak-semak lalu berdiri dengan tangan mengarah kedepan. Telunjuk ku arahkan tepat ke dada si monster berkepala banteng bertubuh om-om berotot yang sering ku lihat di gym. Mana rasanya mengalir deras dari lenganku menuju ujung telunjukku. Lingkaran sihir biru kecil terbuka.
"Kamehame versi 2.0" Ucapku sambil menembakkan peluru sihir berkecepatan super yang bahkan lebih cepat dari kaki temanku saat kutagih hutangnya. Anjir! Keren sekali diriku ini.
Kepala centaur itu berlubang. Dia ambruk mengguncang tanah yang kupijak. Darah langsung membanjiri rumput hijau sekitaran tubuh centaur tadi. Aku menghampiri para petualang yang langsung duduk terkulai lemas tak berdaya. Mereka seperti habis berlarian 100 keliling lapang bola karena dihukum guru fisika killer. Biasanya aku akan langsung menyuguhi mereka minuman Porgasi Sweet.
"Kalian tidak apa-apa?" Tanyaku menyapa seorang gadis terdekat yang langsung terduduk memeluk tongkat sihirnya.
"Kami tidak apa. Terima kasih sudah datang. Jika kau tidak datang mungkin kami sudah mati" Jawab pria di belakangku.
Kenapa malah lelaki so' tampan ini yang jawab?! Para gadis hanya bisa mengangguk dengan nafas terengah dan air mata yang masih belum kering di pipi mereka. Mata kosong seperti jiwa mereka sedang tidak ada di sini. Shock berat.
"Ngomong-ngomong siapa kau?" Tanya si pria tadi.
"Aku.. eng.. Namaku Remilia" Ku plesetkan namaku dari Remilio jadi Remilia.
"Kau kuat sekali Remilia. Apa kau ini bangsa iblis?"
"Iblis?? Bukan! Mana mungkin aku ini iblis. Aku ini petualang sama seperti kalian"
"Begitukah? Aku baru pertama kali melihat ada seorang wanita petualang yang rambutnya putih perak sempurna sepertimu. Belum lagi kekuatanmu. Kupikir kau itu bangsa iblis"
Hoo~~ Si pria pirang mirip boyband ini kira aku sebangsa iblis. Memangnya wajahku ini bisa membuat sebuah presepsi seorang iblis?
"Tapi rasanya tidak mungkin seorang iblis akan menolong kami dan membunuh centaur yang merupakan makhluk buatan mereka sendiri" Tambahnya.
Aku duduk menemani dan menenangkan para gadis. Mengelus punggung mereka sampai nafas mereka stabil kembali. Hehe.. kapan lagi aku bisa mengelus-elus punggung perempuan seperti ini. Mereka mulai tenang. Aku juga mengeluarkan botol minumku dan kubagikan kepada mereka. Awalnya mereka kaget, botol minum milikku itu terbuat dari plastik kuat merek tupaiwer. Ada juga yang seperti termos dan bisa menyimpan air panas atau dingin untuk waktu yang lama, biasa kupakai saat berkemah.
Sesaat setelah semuanya stabil. Kami beristihat sejenak sambil kembali mengumpulkan tenaga. Menghilangkan rasa canggung, akhirnya aku memulai pembicaraan dengan meminta mereka memperkenalkan diri masing-masing. Tentunya dimulai dari diriku sendiri. Mengarang sajalah, aku kan jagonya mengarang cerita.
"Namaku Jordan, kami satu kelompok dan baru tiba di Brisky 3 hari yang lalu" Ujar si boyband.
"Yang perempuan dengan topi sihir dan kelihatan begitu polos itu bernama Kiana. Yang terlihat dewasa itu namanya Yulia" Aku menatap mereka dan tersenyum menyapa sembari mengikuti arah telunjuk si boyband yang menunjuk kedua gadis itu.
Si Yulia ini terlihat begitu angkuh dan judes kepadaku. Jangan-jangan karena Yulia ini menaruh perasaan kepada Jordan si boyband dan sekarang si Jordan ini malah dekat-dekat kepadaku. Nama Yulia mengingatkanku pada kenangan buruk. Semoga yang satu ini tidak cari onar denganku.