Chereads / Crown: Transferred to Another World to 'Realize' My True Feeling / Chapter 18 - Chapter 18: Kastil Frankenstein II (Labirin Hidup)

Chapter 18 - Chapter 18: Kastil Frankenstein II (Labirin Hidup)

*Krieett..*

Kubuka pintu pagar melihat ke dalam.

("Tinggi sekali, saking tingginya sampai ujung kastilnya pun tidak terlihat dari sini.")

Jalannya terlihat sangat dalam dan seperti ada belokan didepan.

("Tempat ini.. jangan-jangan..")

"Labirin."

"Labirin?" tanya Zoker

"Tempat berlika-liku yang mempersulit siapapun orang yang memasukinya, demi mencapai tempat tujuan yang ada di depan sana." Jelasku

"Kalau benar, maka lebih bagus kalau kita masuk bergiliran dan berpencar." Usulku

Mereka hanya mendengarkan tanpa menjawab sedikitpun.

"Aku akan masuk lebih dulu, sekitar 1 menit Zoker akan masuk, dan begitu juga denganmu." Tunjukku ke Arliz

"Baik〜"

"Baik."

Dengan begitu aku masuk lebih dulu ke dalam.

"Srak.. Srak..*

"Meski tumbuh dinding tanaman, permukaannya tetap sama." Ucapku bicara sendiri

Setelah beberapa kali belok, mulai terasa tempatnya perlahan meluas dan berubah jadi kembali seperti sebelum aku masuk ke dalam. Lalu kulihat ada sosok dua orang sedang berdiri diam, kuhampiri mereka pelan-pelan.

Saat sudah dekat dan mulai terlihat jelas, mereka menyadari kedatanganku dan membalas melihat.

"Tuan?" Panggilnya bertanya-tanya dalam siluet

("Heh?!")

"Kok tuan bisa ada disana?"

"Bukankah kau sudah masuk ke dalam tadi?" tanya mereka bergantian

Dua orang yang berdiri tadi adalah Zoker dan Arliz, sedang menunggu giliran mereka masuk. Tapi sekarang entah bagaimana aku jadi keluar dan bertemu mereka lagi.

Kudatangi mereka sambil bingung tak percaya malah kembali lagi ke tempat awal.

"Inikah sihir ilusinya Arliz?" tanyaku

"Iya.. mungkin." Jawabnya mengangguk tidak yakin

"Kita tidak bisa masuk ke dalam kalau seperti ini, bagaimanapun juga kita pasti akan kembali ke tempat awal lagi." Ujarku

("Kalau ini sih bukan ilusi lagi namanya kalau sudah sampai memindahkan ruang.")

"Aku baru tahu kalau soal ini, jadi tidak bisa membantu." Kata Arliz

"Yang terpenting kita tahu arah pintu kastilnya, kan? Coba potong dengan sabitmu Zoker." Suruhku

"Ehh??! Ini sabit tuan, bukan kapak."

"Kalau nanti rusak bagaima—"

*Dugg*

Kupukul kepalanya pelan memotong keluhannya.

"Sudah lakukan saja!"

"Baik, tuan."

Zoker berjalan masuk sendirian dan coba memotong akar tanamannya.

"Maaf kalian akan jadi pelampiasanku, hahhaha."

*Swing〜*

Diayunkan sabitnya dan..

*jleb*

"Hah?" dia bengong melihat sabitnya

"AKAR TANAMAN MACAM APA INI?!" teriaknya kesal melihat akarnya tidak terpotong

"Hyaa!! Hyaa!! Hyaaaa!!"

Dia coba potong terus menerus meski tidak berhasil sedikitpun..

*slash!! slash!!*

*SLASH!!*

..dan akhirnya menyerah.

Entah kenapa dia kembali dengan wajah sombong.

"Gagal, tuan." Ucapnya bangga bertolak pinggang

"Kalau gagal jangan bangga!" balasku pada sikap menyebalkannya

"Mmm." Kulipat tangan memikirkan jalan keluarnya

("Pasti ada caranya, cara melewati labirin besar dengan kemampuan memindahkan ruang, dinding akar yang tidak bisa dipotong dalam waktu terbatas.")

..

"Ya, mustahil."

Semakin kupikirkan caranya, semakin aku merasa pesimis karenanya.

"Ah iya." tiba-tiba aku teringat sesuatu

"Beritahu aku bagaimana cara kerja Crown-mu." Pintaku ke Arliz

"Crown-ku?" balasnya heran

Lalu dia merogoh kantong mengambil berlian kecil berwarna hijau muda.

"Aku bisa meniru sifat material dari benda yang kuinginkan lewat kontak fisik."

Dia menunjukkan berlian yang di tangan lalu digenggam, dan matanya berubah. Perlahan tangannya mengeras menjadi berlian dengan warna sama persis dengan berlian yang ia pegang sebelumnya.

("Berarti berbeda dengan milik Black, ya.")

"Benda apapun, kan?" tanyaku

"Ya, apapun."

"Kenapa kau memilih berlian?" tanyaku lagi

"Karena berlian adalah benda terkeras di dunia ini, dan juga karena ini adalah pemberian dari guruku dulu." Jelasnya

Mendengarnya, respon kupegang kalung berlian pemberian Black.

"Dan orang disana mencoba meremas benda terkeras di dunia dengan tangan kosong." Kataku menyindir Zoker

"Ehe-Ehehehe." Responnya malah tertawa malu kusindir

"Itu bukan pujian." Lanjutku

("Hmm..")

("Mungkin bisa dicoba.")

"Kalau begitu, coba kau tiru akar-akar disana dan masuk ke dalamnya."

"Hah?! Mana mungkin bisa seperti itu!" Bantahnya kembali ke sifat aslinya

"Karena itulah, kita tidak akan tahu sebelum mencoba, yakan?" bujukku

Dia berpikir keras mempertimbangkan ideku, dan meyakinkan diri.

"Baiklah, akan kucoba." Ucapnya mulai melangkah ke dalam

Kali ini kami masuk ke dalam bersama-sama.

("Sepertinya ilusinya atau apapun itu tidak bekerja kalau kami masuk bersama-sama.")

Selagi dia mencoba, entah kenapa aku merasa seperti ada sesuatu yang membuatku berbalik melihat pintu masuknya

*?!*

"Eh??"

"Ada apa, tuan?"

"Pintunya keluarnya kemana?!" Ucapku kaget melihat pintu masuk kami barusan sudah berubah jadi dinding seperti dihadapan kami

"Hah?!" Arliz ikutan kaget melihat ke pintu masuk selagi tangannya berubah jadi akar

"Kau fokus saja!" kataku mengingatkan

"B-Baik."

("Tunggu.")

("Berarti kalau kami gagal kali ini, kami baru bisa masuk besok malam lagi.")

Pikirku menyadari maksud hilangnya pintu masuk.

("Mengingat apa yang sudah terjadi hari ini, aku bisa gila kalau bersama mereka berdua yang mungkin akan bertengkar lagi selama seharian penuh.")

Hal itu memotivasiku untuk mengusahakan semuanya berhasil kali ini.

"Arliz, kumohon berusahalah." Kataku menyemangati

"Ayo! Ayo! Ayo Arliz!!"

Arliz terlihat semakin serius setelah kusemangati dan mulai masuk ke tembok akar tersebut.

*krelekkrelekkrelekk*

"B-Berhasil." Ucapnya senang tanpa wujud sepenuhnya masuk menyatu dengan dinding tanamannya

"Kau bisa lihat ada apa dibaliknya?!" tanyaku

..

("Kenapa? Kenapa tidak ada jawaban?")

("Apa terjadi sesuatu dengannya? Karena aku memberi ide untuk coba menyatu dengan akar-akar ini?")

Kebiasaan burukku mulai muncul menghantui.

"Terlihat, aku bisa melihat semuanya dari sini!" Balasnya dari suatu tempat

Aku langsung lega mendengar suaranya, meski dia tidak lagi di tempat dia masuk tadi.

"Tapi hati-hati." Lanjutnya terdengar seperti memperingatkan sesuatu

*Krsskkkskssksskk*

"Tuan." Zoker tiba-tiba memanggil

Aku menoleh menanggapinya.

"Memang tadi dindingnya ada di belakang kita persis, ya?" lanjut dia bertanya

Kulihat ke belakang..

*!!*

..dan benar apa yang dia katakan.

("Dindingnya.. berpindah tempat.")

"Akar… ta.. naman.. nya.." Ucap Arliz terdengar seperti terpotong-potong

Tepat setelah dia mencoba memberitahu kami sesuatu, akar-akar di dindingnya mulai bergerak sendiri.

"Arrrgghh.. AKAR TANAMANNYA HIDUP!" teriak Arliz memberitahu sekuat tenaga

*Srufh〜!*

("Hidup??")

*Duar!!*

Tepat setelah dia beritahu, kami refleks menghindari akar-akar yang mulai menyerang seperti cambuk, dan kekuatannya cukup untuk menghancurkan tanah yang diserangnya.

"LA-.. LARI!!" teriak Arliz menyuruh

Tanpa pikir panjang, kutarik tangan Zoker melarikan diri dari sana.

*Fwauff〜*

*Darr!!*

Kami terus berlari tanpa arah mengikuti jalan yang terbuka sambil menghindari cambukan dan akar-akar yang mencoba menangkap.

"Aku.. masih belum terbiasa.. untuk bicara dari sini.." jelas Arliz terdengar jelas dari dinding tanamannya

"Aku akan pandu.. agar bisa keluar dari sin—"

*Slelelelep!*

Peganganku terlepas dari Zoker yang terlilit ditangkap salah satu akar-akar yang menyerang.

*Wuushh!*

"TUAAaaannn!!" teriak Zoker tubuhnya terikat dan ditarik akar-akarnya ke atas

Aku berhenti berbalik arah mengejar Zoker.

*Sreng*

Dia menarik sabit mencoba memotongnya lagi.

"Sial!! Tidak ada yang boleh memelukku selain tuan! Hyaa!! Hyaa!" ocehnya terus terbawa mencoba memotong meski tetap gagal seperti sebelumnya

("Tidak akan berhasil, akarnya terlalu keras untuk dipotong lang— Ah!")

Aku menyadari cara lain yang mungkin dapat memotongnya.

"Zoker! Berikan sabitmu padaku! Cepat!" suruhku masih berlari mengejarnya

"Ini, tuan!" teriaknya melempar sabit

*Swungg*

*Tap*

Aku berhasil menangkap sabitnya.

*inhale*

*Woosssh!!*

Kuperlambat lari mengambil napas panjang, dan kembali melesat lebih cepat langsung melompat ke akar yang mengikat.

*puff*

"TERPOTONGLAH!!!"

Kuubah akarnya kerasnya jadi selembut bantal dan..

*Sratt!!*

.. memotongnya.

"Berhasil."

"Arrgghhhh!!!"

("Arliz??")

*Dugg*

Zoker sudah terlepas dari ikatannya dan mendarat dengan selamat, sekarang aku penasaran dengan teriakan barusan.

"Arliz, kau kenapa?!" tanyaku tanpa arah

"A.. Aku.." rintihnya kesakitan

("Apa? Apa? Apa yang sebenarnya terjadi?!")

"Tebasan barusan.. berpengaruh juga denganku.. yang sedang bersatu dengan tanaman ini." Lanjutnya menahan sakit

("Yang benar saja, padahal baru ketemu cara memotongnya akarnya.")

"Kau keluar saja, aku sudah menemukan cara memotong akar—"

"Tidak!" bantahnya

"Kalau aku keluar, kita tidak akan bisa melewati labirin ini."

"Karena aku bisa melihat… kalau dindingnya selalu berpindah tempat, jadi tidak ada rute pastinya." Lanjutnya menjelaskan

"Jangan hiraukan aku, usahakan jangan sampai terkena serangan maupun tertangkap lagi."

"Karena masih ada monster yang menunggu di pintu keluar nanti." Lanjutnya

("0 damage input, 0 damage output.")

("Situasi yang menjengkelkan.")

"Baiklah, kami akan terus.."

*Fwauffh! Fwauffh!*

("Sial, mereka terus-menerus menyerang.")

Sambil terus menghindar juga, kupikirkan jalan keluar terbaiknya.

"..kami akan berlari mengikuti arahan darimu." Lanjutku

"Menjijikkan, berani-beraninya mereka menyentuhku!" keluh Zoker kesal ke tanamannya

"Zoker, kau fokus menghindar jangan sampai tertangkap lagi, akan kubawa dulu sabitmu sampai keluar dari sini. Ayo!"

"Baik〜" Balasnya lari mengikuti

Setelah itu kami lanjut berlari dengan arahan Arliz sebagai navigator yang melihat labirinnya bagai peta yang terus berubah-ubah, ditambah cambukan-cambukkan tanamannya yang merepotkan.

~~~

"Kanan! Eh tidak, kiri!"

Arliz terus mengarahkan kami ke pintu keluarnya, meski sedikit kesulitan karena map-nya yang tidak menentu.

"Maaf kalau terdengar plin-plan, tapi aku masih berusaha memahami pola pergantian map-nya." Jelasnya

"Jangan pikirkan, lanjutkan saja." Balasku

"Akan kuberi pelajaran siapapun yang telah membuat tempat serumit ini." Gumamku sendiri

Meski terasa seperti berputar-putar di tempat, kami akhirnya sampai di persimpangan terakhir.

"Di depan belok ke kiri."

"Setelah belok, dan tinggal lurus menuju pintu keluar."

"Baik."

*krekrek.. krekrek.. rek.. rekrekk..*

Perlahan tumbuh dinding tanaman yang mulai menghalangi pintu keluarnya.

("Masih sempat kalau larinya sedikit lebih cepat.")

Sebelum mempercepat langkah, aku berbalik melihat posisi Zoker yang terasa semakin jauh dariku.

Dan ternyata dia mulai melambat ditambah wajahnya yang sudah terlihat lemas.

("Kenapa dia jadi selambat itu? Apa akar yang mengikatnya tadi mengandung racun atau semacamnya?")

Mulutnya bergetar kecil seperti mau mengatakan sesuatu, karena penasaran kuhampiri dia agar lebih cepat.

Saat sudah hampir sampai.

"Tuan.."

".. aku .."

"…lapar." Ucapnya terakhir mulai ambruk

*Bruk!*

Kutangkap dia sebelum jatuh.

("Bisa-bisanya disaat seperti ini!!")

*inhale*

Kuambil napas panjang dan bersiap berlari menggunakan teknik pernapasan sambil menggendong Zoker di punggung.

*Wooosshh*

"Hyaaa!!!"

*Dapdapdapdapdapdapdapdap*

"Sempatlah.. KUMOHON SEMPAT!!"

*Srakh!*

*Clang*

Kulempar sabit memudahkan pendaratan dan memutar badan memeluk Zoker.

*Brak!*

*Gururururururu*

Untungnya masih sempat kutabrak menembus dinding yang belum terbentuk sempurna hingga jatuh terguling-guling.

"Hosh.. Hoshh.." napasku terengah-engah setelah berlari habis-habisan

Masih dalam posisi tengkurap, Zoker sedikit mengangkat kepalanya melihat ke arahku.

"Maaf sudah merepotkanmu, tuan."

"Tapi aku benar-benar tidak ada tenaga untuk bergerak lebih dari ini." Lanjutnya seperti orang kritis

"Makanan." Kataku sendiri membuka tas

Aku bangun mengaduk-aduk tas mencari bekal yang sudah disiapkan Arliz. Setelah dapat, langsung kuberikan ke Zoker.

"Cepat, kau harus makan dulu sebelum monsternya—"

"Roaarrrgghhh!!"

Suara teriakan keras monster yang menunggu kami mulai menunjukkan kehadirannya. Saking kerasnya sampai membuatku kaget diam membatu.

Perlahan ku berbalik melihat asal suaranya..

*Gurugurugururu.. Darr!!*

*Gurugurugururu.. Duarr!!*

Satu persatu tangan besar monster golem keluar dari dalam tanah, diikuti seluruh tubuhnya. Tapi dengan keluarnya dia, semua akar-akar yang hidup tadi jadi diam tak bergerak.

"Dia.. Dialah yang mengendalikan seisi labirin ini." Kata Arliz

"WRAAWRR!!"

"Ini, cepat ambil." Kusodorkan roti isi ke tangannya

"Biar aku tahan sampai kau pulih." Ucapku berbalik bersiap-siap

"Tuan." Panggilnya

"Apa lagi? Cepat makan." Suruhku lagi

"Suapin." Pintanya tersenyum membuatku sedikit kesal

..

Aku hiraukan berjalan meninggalkannya sambil mengambil sabitnya yang tergeletak dan membuat rencana dengan Arliz.

"Arliz!" teriakku memanggil

"Kau bisa melihat isi tubuh golemnya?"

"Bisa, kenapa?" tanyanya balik

"Setiap golem pasti memiliki— Woah!!"

*Swing*

*Duar!!*

Dia tiba-tiba menyerang dengan tangannta yang menjadi cambuk mengganggu pembicaraan kami, namun berhasil kuhindari karena gerakannya yang cukup lambat.

"Setiap golem memiliki suatu inti di tubuhnya, aku tidak bisa melihatnya dari sini." Lanjutku menjelaskan kelemahan golem

"Inti?" balasnya bingung

"Kau bisa melihatnya dari sana, kan?"

"Harusnya ada sesuatu yang bercahaya di suatu tempat di tubuhnya." Lanjutku

*Swing*

*Swing*

("Benar-benar tidak dikasih jeda.")

Aku terus menerus menghindar selagi Arliz mencari intinya.

"Oh itu ya, ada di kepalanya." Balas Arliz menemukan intinya

"Kepala, ya.."

*Swing*

"Aku akan coba membelah kepala langsung ke intinya, kau segera keluar dari sana." Jelasku

*Dash*

Aku lari maju langsung ke arahnya, dengan gerakannya yang lambat, maka mudah untuk mendekatinya.

*Dapdapdapdapdapdapdapdap*

"Tunggu dulu." Kata Arliz tiba-tiba

"Apa lagi?"

"Ternyata pikiranku juga terhubung dengannya, dia mengetahui rencana kita dan mulai memindahkan terus inti ke seluruh tubuhnya." Lanjutnya

("Golemnya punya pikiran?!")

"Dia berniat menyerang dari bawah tanah."

"Menghindar!" teriaknya memperingati

("Bawah?!")

"RWARR!!"

*Duarr*

Teriaknya memasukkan tangannya ke tanah.

*Guruurrrrruuurruu*

Suara gemuruh dari tanah yang terasa bergetar, seperti ada sesuatu yang cepat merambat dari bawah.

*Krackk*

*!!*

*Dwarr!!*

Aku melompat berputar ke belakang menghindari akar-akar yang keluar dari dalam tanah.

Selagi masih mengambang di udara, arah serangannya berubah dan..

*Slarp!*

*?!*

..kakiku tertangkap.

"Swoosh!*

"HWAAA!!"

Dengan cepat aku dibawa ke golemnya yang sudah bersiap mengepal dengan tangan satunya bersiap memukul.

("Aku pasti mati kalau sampai terpukul dengan ayunan secepat ini.")

Situasi yang membuatku bimbang, tapi aku harus mengambil keputusan secepatnya.

"Potong saja, jangan hiraukan aku." Suruh Arliz siap dengan resikonya

("Dasar pria payah!")

Kupejamkan mata kesal dengan diriku yang masih terlalu lemah dan meyakinkan diri.

"Maafkan aku Arliz!!"

*Swing*

*puff*

*Slashh!*

("Berhasil.")

("Cara yang sama masih berlaku rupanya.")

Aku berhasil mengubah dan memotongnya.

"AARRGGHHH!!"

"RWRAAAGGH!!"

Teriak mereka berdua kesakitan setelah kutebas akar yang mengikat.

*Shyuu〜..*

Sekarang aku terjun bebas terlepas dari ikatannya.

("Sial!! Aku lupa memperkirakan pendaratannya!!")

"Tuan!"

*Bakk*

*Sraaaaak*

Zoker berlari datang dan langsung menangkapku.

"Untung sempat, hihi." Ucapnya cengengesan

"Syukurlah, aku benar-benar lupa kalau masih ada kau."

..

Kami melihat satu sama lain dalam posisi yang aneh.

"Bisa kau turunkan aku." Pintaku yang masih digendong seperti seorang putri olehnya

"Ah iya, lupa."

("Hanya dengan dipotong sedikit saja sudah cukup menghentikan pergerakannya sebentar, sepertinya dia ini memang bukan golem biasa.")

"Kau tidak apa-apa, Arliz?" tanyaku

"Ti.. Tidak apa-apa, kami hanya berbagi rasa sakitnya saja, tubuh asliku tidak kenapa-napa."

"Dan juga, aku sudah hafal pola perpindahan intinya!" lanjutnya

("Meski begitu aku tidak ingin membuatmu merasakannya lagi.")

Karena Arliz sudah tidak bisa diajak bekerja sama lagi, sekarang aku akan membuat rencana dengan Zoker.

"Kau lakukan berlawanan segala yang kuperintahkan pada kalian, mengerti." Bisikku sambil memberikan sabitnya ke Zoker

"Baik, tuan."

"Arliz." Panggilku

"Tidak perlu dijawab, dengarkan saja."

"Zoker akan menjadi pancingan, dan aku akan menyerangnya bersamaan langsung dari bawah." Kataku memberitahu

("Semoga saja berhasil.")

"Ikuti aku, Zoker." Suruhku

*Dash*

*Guruururururu*

Golemnya sudah bangun lagi.

Sesuai rencana, kami lari berpencar mengelilingi golemnya. Dan seperti yang kukatakan ke Arliz sebelumnya, golemnya malah mengawasiku dan mengabaikan Zoker yang mengincar belakangnya.

"Sekarang!" teriakku

*Duffhhf*

Zoker melompat ke atas, sedangkan aku melesat masuk diantara kakinya hingga dia berputar dan lengah dengan Zoker.

"Salahkan pembuatmu yang memberimu kepintaran." Kataku bicara sendiri

Zoker sekarang berada di titik buta tepat di atas kepalanya.

"Arliz, keluar sekarang!!" suruhku

Setelah itu, perlahan muncul tangannya dari dalam dinding dekatku berusaha keluar. Karena terlalu lama, kubantu tarik agar lebih cepat sebelum Zoker membelah golemnya.

*Ssrrrak!*

"Hosh.. Hosh.. Hosh.."

Arliz sudah berhasil keluar, sekarang saatnya untuk menghabisi golemnya.

"Arliz sudah keluar!! Belah golemnya!!"

*puff*

"Hyaaaa!!"

*Srasshhh!!*

"RWRAAAGGH!!"

Golemnya berhasil terbelah jadi dua.

"Dimana intinya?" tanyaku ke Arliz

"Dada.. hh.. kiri… hh.." jawabnya lemas terengah-engah melepas Crown dan mulai kembali ke tubuh aslinya

Kuletakkan Arliz perlahan dan kembali membantu Zoker.

"Berikan sabitnya padaku." Suruhku berlari menghampirinya

"Ini, tuan." Balasnya menyodorkan sabitnya

*Grab*

*Jump!*

Kulompat ke arah golem yang masih menjadi boneka besar.

*Ngiingg.. Ngiingg..*

"Itu dia."

Meski seluruh tubuhnya berubah, tapi intinya masih tetap di wujud aslinya dan mengeluarkan cahaya hijau terang.

"Slasshh*

*Crang!!*

Intinya hancur berkeping-keping.

*Dagh*

"RWAAARR…"

Golemnya runtuh begitu intinya dihancurkan.

"Akhirnya.." Ucapku puas sendiri

Aku mendarat dengan selamat menadahkan kepala melihat bulan dengan lega.

"Arliz!!" teriak Zoker menghampiri Arliz

Aku berjalan pelan menghampiri mereka.

("Malam yang panjang ini sudah hampir berakhir, kami harus segera masuk ke dalam sebelum kastilnya lenyap lagi.")

"Arliz!" panggilnya panik

"Tuan, Arliz tidak sadarkan diri." Dia menoleh panik ke arahku

"Dia hanya pingsan, tenang saja." Balasku menenangkan

"Benarkah? Syukurlah.."

"Oh iya, tas kami masih disana." Aku berjalan balik mengambil tas yang tertinggal

"Kau duluan bawa masuk Arliz dan tunggu di depan pintunya, aku mau ambil tas sebentar." Suruhku

"Baik." Jawabnya menggendong Arliz di punggungnya

Kami telah berhasil melewati labirinnya, setidaknya sudah lebih lega dan ada jeda dari pertarungan tanpa henti tadi. Setelah kuambil tas, aku hampiri Zoker yang sudah melepas Crown-nya sedang menungguku di depan pintu kastilnya.

("Dia pasti kelelahan juga setelah menggunakan Crown selama itu.")

Begitu aku mau mendorong membuka pintunya.

"Tuan, lambang ini.." kata Zoker sambil memperhatikan lambang besar di pintu masuknya

"Kenapa? Memangnya itu lambang apa?"

Selagi Zoker fokus memperhatikan lambang di pintunya, kulihat lagi labirinnya yang perlahan lenyap terkena pancaran sinar matahari.

"Lanjutkan di dalam saja." Ajakku mendorongnya masuk

*Krieett*

Kubuka pintu masuk kastilnya.

"Jadi ada apa dengan lambang di depan pintu tadi?"

"Lambang itu, adalah lambang Kerajaan Celestial."

"Kerajaan Celestial?"

("Apa maksudnya ini?")

("Kenapa lambang kerajaan bisa ada di Kastil Frankenstein yang ada di dalam Hutan Terlarang seperti ini?")

Begitu banyak pertanyaan berkecamuk di dalam kepalaku, membuatku langsung berpikir berlebihan karenanya.

Sekarang aku abaikan hal itu dulu dan fokus dengan apa yang ada di hadapan kami sekarang. Karena kami sudah berhasil masuk ke dalam kastil, pasti rintangan yang menunggu akan jadi jauh lebih sulit daripada sebelumnya.