Chereads / Crown: Transferred to Another World to 'Realize' My True Feeling / Chapter 22 - Chapter 22: Kastil Kecil dan Peliharaan Baru

Chapter 22 - Chapter 22: Kastil Kecil dan Peliharaan Baru

"…"

Kubuka mata bangun dari tidur.

"Berapa lama aku tidu— Euh!!"

("Ta-Tanganku..")

Kucari tahu apa yang membuatku tak bisa menggerakkan kedua tanganku.

Saat kulihat ke kiri..

("Telinga ini.. Oh, Arliz.")

("Sekarang arah satunya…")

("Ah iya, sudah pasti Zoker.")

("Berarti yang tidur diatas badanku..")

("Sylph.")

*sigh*

("Kesemutan…")

("Seluruh tubuhku kesemutan hingga tidak bisa digerakkan.")

Kulihat lagi ke jendela.

("Masih gelap, berarti belum malam hari.")

Seingatku, kita bisa melihat keluar jendela di malam hari. Seperti waktu tertentu untuk dapat dilihat oleh dunia luar, dari dalam kastil pun hanya bisa melihat keluar pada saat yang sama.

Karena Sylph bisa memindahkan mereka berdua dengan mudah, jadi kucoba bangunkan dia lebih dulu.

"Psst.. Sylph.." bisikku memanggilnya dengan sedikit mengangkat kepala

Dia mulai bangun mengusap-usapkan wajahnya ke bajuku, tapi saat dia bangun duduk di pangkuanku..

*Slruuuffh..*

"Ada apa tuan?" jawabnya bangun dengan jas lab yang tanggal dari tubuhnya

("Bahaya kalau yang lain lihat! Cepat pakai jas labmu!") suruhku lewat telepati

"Ah.. Mmm." Balasnya mengangguk mengambil jas labnya

Kutunggu sampai dia selesai mengenakannya.

("Pindahkan mereka berdua yang menimpa tanganku, dan turunkan dengan perlahan, ya.") Lanjutku menyuruhnya

*Nnnngggg*

*Bukk*

Setelah beban yang menimpaku terangkat, terasa darahku yang tadi terhambat mulai mengalir ke beredar ke seluruh tubuh.

Sekitar 2 menit setelah mereka dipindahkan, tubuhku baru bisa digerakkan kembali.

"Ayo kita laksanakan ritual pengikatan kontraknya selagi Zoker masih tidur." Ajakku sambil bangun berdiri

"Kau sudah tahu caranya, kan?"

"Sudah, tuan." Balasnya mengangguk

Dia meraih tanganku dan menapakkan kakinya turun ke lantai. Dan karena tubuhnya yang pendek, dia tetap berdiri tanpa perlu bersimpuh seperti Zoker saat ritual sebelumnya.

"Dengan ini, aku Sylph Shield.." Ucapnya memulai ritual

*Fwnnnggg*

Muncul lingkaran sihir dibawah kaki kami.

"Akan mengabdi pada tuan Toon dengan sepenuh jiwa dan.. ragaku selama-lamanya." Lanjutnya

"Dan langkah terakhirnya.."

*Wooshh*

*Chup*

Setelah mengucapkan janjinya, dengan cepat dia melesat ke arahku dan langsung mencium pipiku.

("Eh?!")

..

Aku terdiam membatu dengan apa yang barusan dia lakukan.

"Kenapa kau tidak mencium punggung telapak tanganku?" tanyaku masih kaget

"Tergantung pada apa yang dicium sebagai bukti ikatan kontraknya, tingkat.. tertinggi itu di bibir, tuan." Jawabnya menjelaskan

"Urutannya adalah, punggung telapak.. tangan, pipi, dan bibir." Lanjutnya menambahkan

Lingkaran sihirnya mengecil dan menghilang tepat dibawah kakinya.

"O-Oh, begitu ya.." responku baru mengetahuinya

("Memang ada yang seperti itu, ya??")

"Dan juga, bukankah kau dan Zoker sudah sampai ke.. tingkat tertingginya, tuan?" tanyanya mulai melayang lagi

"Ah.. iya.." balasku memegangi pelan bibirku

*?!*

"EH?! B-Ba-B-Ba-Bagaimana kau bisa mengetahuinya?!"

"Bagaimana? Itu terjadi saat ditengah.. perjalanan kalian menuju kesini 'kan?" balasnya bingung

("O-O-Oh.. yang dia maksud adalah ciumanku dengan V waktu itu..")

"Dari respon tubuh dan tingkahmu… yang mendadak berubah drastis.."

("Dia menyadarinya.")

"Mungkinkah ada hal diluar data dari ingatanmu.. yang kupunya yang baru saja terjadi?" lanjutnya langsung menyimpulkan

("Daritadi gaya bicaranya mencerminkan sekali orang yang malas berbicara dengan mulut.")

"E-Ehm, observasi yang kau maksud itu." Kataku mengubah pembicaraan

"Sebelumnya kau membaca ingatanku seperti sebuah buku 'kan?"

"Iya, tuan."

"Dan data tentang ingatanku sudah tidak terhubung lagi denganmu, kan? Jadi kau tidak bisa membaca pikiranku lagi, kan?" tanyaku lagi

"Iya, tuan."

"Hwahhh.."

*Brakk!*

Aku terduduk lega mendengar penjelasannya.

("Syukurlah.. berarti dia tidak tahu kejadian yang tadi.")

"Mmhh… Eh?? S-Sejak kapan aku tidur disini?" tanya Zoker yang baru saja terbangun

"K-Kau yang memindahkanku, tuan?"

"Tidak, bukan aku."

"Sylph yang memindahkanmu dan Arliz." Balasku

"Oh, Sylph ya.."

"Terima kasih suda—"

Perkataannya terhenti bertukar dengan yang satunya.

"Hei bocah, apa maksudnya ini?!" Protesnya langsung marah-marah sendiri

"Hmm?" respon Sylph

"Sejak kapan kau menjadi setara denganku?!" tanyanya

("Setara? Oh.. menjadi servant-ku seperti dia maksudnya.")

"Baru saja."

"Baru.. sannn!?!?" Respon Zoker kaget mendengarnya

"Tunggu, bagaimana kau tahu kalau dia sudah menjadi servant-ku, padahal kau tadi sedang tidur?" tanyaku tidak mengerti

"Tuan, ada suatu ikatan yang terjalin antar servant yang mempunyai tuan yang sama." Jelasnya

"Dan aku bisa mengetahuinya karena merasakan suatu ikatan antara aku dengannya." Lanjutnya

("Hanya antar servant? Kenapa tidak tuan dan servant?")

Iseng-iseng kulihat lagi ke jendela.

("Sudah hampir tengah malam.")

"Kita sudah harus segera kembali ke kota Tief mengantar Arliz dan langsung lanjut pergi lagi ke ibukota melaporkan misinya."

"Kita akan langsung pergi berangkat setelah makan malam ." Kataku menentukan rencana

"Baik.. tuan..."

"Baik〜"

Kuhampiri Arliz karena penasaran dengannya yang masih belum bangun juga.

"Arliz, kau masih tidur?" Panggilku melihatnya menghadap ke sisi lain

"Tidak, aku sudah bangun." Jawabnya tidak melihatku

"Kau kenapa?" tanyaku berjongkok setelah dekat dengannya

"Mukamu merah sekali, kau sedang tidak enak badan?" tanyaku lagi

"Hah?! Sakit?!" respon Zoker mendengar percakapanku dengan Arliz

"Hei rubah, kau sakit apa? Dimana yang sakit?" tanyanya panik segera mendatangi Arliz

"Tidak!! Aku tidak sakit!" jawabnya

"Heh?! Kalau begitu kenapa? Kau kenapa tidak mau menghadap kesini? Lehermu sakit? Salah bantal" tanyanya terus khawatir berlebihan padanya

("Kalian tidur menggunakan bantal yang sama, bagaimana bisa hanya dia yang lehernya sakit karena salah bantal?")

("Tapi, meski mereka berdua sering bertengkar..")

("Sebenarnya mereka sangat akrab.")

Tiba-tiba Arliz bangun berdiri.

"Aku.." ucapnya menghadap ke pintu

"Mmm..?" respon Zoker bertanya-tanya

"Aku mau ke kamar kecil." Lanjutnya berjalan cepat keluar

"Biar aku teman—"

"Tidak perlu!"

*Ceklek*

*Bam!*

"Kalau dia bisa marah-marah seperti itu, berarti dia tidak apa-apa." Ucap Zoker terlihat lega

..

*Ceklek*

Dia kembali lagi masuk, tapi hanya mengintip.

"Umm, aku tidak tahu dimana kamar kecil.. nya.." pintanya terlihat malu

Kulirik Sylph dan menggunakan telepati dengannya.

("Suruh AI untuk menuntunnya.") Pintaku

Sylph hanya mengangguk menerima pesanku. Tak lama kemudian muncullah suara AI dari lorong memanggil Arliz.

『"Lewat sini, nona." 』 Panggilnya entah dari mana

Arliz pergi mengikuti asal suara yang menuntunnya.

"Kita juga harus makan malam dulu sebelum pergi." Kataku

"Tapi, kalau makan tengah malam seperti ini.." Ucap Zoker membalas perkataanku barusan

"Nanti aku jadi gemuk, tuan." Lanjutnya bertingkah sok malu-malu

("Nih cewek..")

"Oh begitu ya, maaf aku tidak memperhatikan hal penting seperti itu." Balasku

"Kalau begitu, sampai pagi hari nanti kita kembali ke kota Tief, kau tidak boleh makan apapun." Lanjutku memancing

"T-T-Ti-Ti-Tidak boleh makan?!" balasnya kaget mendengar ucapanku

Selagi dia mencari alasan, aku jalan duluan dengan Sylph ke ruang makan.

"Se-Sebenarnya kalau jarang-jarang sih boleh, tuan… Ehehe." Ucapnya langsung berubah pikiran

"Ah?! Tunggu aku tuan..!" teriaknya mengejar menyadari kepergianku

Aku suruh Sylph memberi tahu Arliz kalau kami menunggunya di ruang makan. Meski awalnya kata AI dia menolak, tapi pada akhirnya dia ikut makan malam bersama. Khusus untuk dia, aku tidak akan gunakan sake.

~~~

Di depan pintu utama kastil, kami sedang menunggu Zoker yang masih berganti pakaian di dalam. Sedangkan Sylph, dan Arliz sudah siap bersamaku.

"Kau yakin akan ikut?" tanyaku ke Sylph

"Aku akan ikut denganmu, tuan." Balasnya masih memeluk erat tanganku seolah takut ditinggal pergi

"Berarti kau akan meninggalkan kastil ini begitu saja?" tanyaku lagi

"Itu.. adalah hal yang tidak mungkin, tuan." Jawabnya menyilangkan tangan

"Lalu bagaimana? Tidak mungkin kan, kastil sebesar ini mau kau bawa?" tanyaku mengada-ngada

"Iya, kastil ini akan kubawa dalam perjalanan kita." Ucapnya mengiyakan

Ekspresiku tertahan mendengar ucapannya barusan.

*Darr!!*

"Hemm.. Bagaimana penampilanku ini, tuan?" tanya Zoker setelah selesai berganti

Belum selesai dengan pernyataan gila Sylph, sekarang Zoker dengan gaun putihnya keluar lengkap dengan senyum sombongnya.

*facepalm*

*ptak-ptak-ptak-ptak*

Suara sepatu hak tingginya menuruni tangga depan.

"Kau begitu terpesona hingga tidak bisa berkata apa-apa 'kan, tuan?" Ucapnya asal bicara menghampiri kami

*sigh*

("Harusnya aku sudah bisa menerima segala hal tidak masuk akal yang akan terjadi.")

("Ditambah tingkahnya Crown-nya Zoker yang tidak benar-benar tidak bisa diprediksi.")

Biar kutanya lagi Sylph, dan mengabaikan kebodohan Zoker.

"Jadi.. bagaimana caranya kita membawa kastil sebesar dan seluas ini?" tanyaku heran

*Sssrrssshhhh〜*

Terdengar suara seperti ada sesuatu yang menyusut dari belakang menarik perhatianku untuk melihat asal suaranya.

*!!*

("Kastilnya menghilang.")

"Seperti ini, tuan." Balasnya menunjukkan kubus kecil yang mengambang di tangannya

"Benda apa lagi itu? Dan apa maksudmu 'seperti ini' sambil menunjukkan benda itu?" tanyaku tidak mengerti

"Di dalam kubus ini ada .. —" jawabnya terhenti

"Ada apa?"

(("Menjelaskan sesuatu lewat mulut itu melelahkan, tuan.")) Balasnya lewat telepati

"Tuan… jangan mengabaikanku dong.." pinta Zoker merengek menarik-narik bajuku mencari perhatian

Dia melihat kubus yang ada di tangannya.

(("Di dalam sini, ada kastilnya.")) Jelasnya singkat

("Bagaimana bangunan sebesar itu bisa masuk ke dalam benda sekecil itu?") tanyaku lewat telepati juga

(("Entahlah, aku juga tidak mengerti.")) Balasnya menggeleng pelan

(("Pokoknya, benda ini adalah wujud asli dari AI.")) Lanjutnya

("AI?")

("OK, jadi benda ini adalah AI.")

("Dan AI adalah kantung ajaib yang bisa menyimpan apapun, bahkan kastil sebesar itu.") Kataku menyimpulkan

(("Kantung ajaib?")) responnya memiringkan kepala tidak mengerti

("Tidak apa-apa, lupakan.")

"Dan kau Zoker." Panggilku

"Ya, tuan." Balasnya antusias

"Di tengah perjalanan nanti, jangan merengek kedinginan dengan pakaian seperti itu, ya." Tegasku

"Tenang saja, tuan."

"Kalau itu sampai terjadi, aku tinggal berganti dengan aku yang satunya." Balasnya percaya diri

("Dasar penumpang tidak tahu diri.")

("Pantas aku hanya bisa membawa 3 botol potion, ternyata dia memenuhi tas dengan gaunnya.")

"Sampai kita kembali ke kota Tief, kau tidak kuijinkan bertukar dengan yang asli." Tegasku memberi perintah

"Eeeehhh?!?!" responnya

Kulihat ke labirin yang masih ada meski kastilnya sudah dikompres ke dalam kubus.

"Bagaimana dengan labirinnya?" tanyaku

"Biarkan saja, nanti juga hilang sendiri.. saat kita sudah cukup jauh darinya." Jawabnya

"Oh, benar juga." Ucap Sylph teringat sesuatu

"AI, keluarkan 1 bibit Vektor dari dalam." Suruhnya ke AI dalam bentuk kubusnya

*Clik*

Terbuka lubang kecil di kubusnya mengeluarkan bola kristal kecil.

『"Ini, nona." 』 Kata Ai mengeluarkan bola kristal

Sylph mengambil bola kristalnya, dan menjatuhkannya ke tanah.

*Srzrzrzrep*

Bola kristalnya menghilang masuk ke dalam tanah.

"Apa itu?" tanyaku

"Bibit golem netral, Vektor."

"Kau pasti sudah bertemu dengannya saat di labirin, tuan." Jelasnya

("Vektor?? Bukankah namanya terlalu keren untuk sebuah golem?—")

*Grgrgrgrgrgrgruurururu*

Tiba-tiba tanahnya bergetar kecil mengeluarkan golem setinggi Black dari dalam tanah.

"Gooorrrr!!" teriaknya begitu keluar dari tanah

"Vektor ini akan menjadi penjaga yang mengawasi kita dari dalam tanah, tuan."

"Meski ukurannya yang sekarang masih kecil." Lanjutnya melihat golemnya

Aku ikut melihat golemnya yang berdiri tegap dihadapanku.

("Kecil..??")

"Hmm, bisakah aku berikan nama lain untuknya?" tanyaku

"Nama Vektor terdengar tidak cocok untuknya yang hanya bisa teriak tidak jelas." Lanjutku tidak setuju dengan nama golemnya

"Tentu saja, tuan."

"Hmm…"

"Hrrmmm.."

Golemnya bersimpuh menungguku memberi nama baru untuknya

Kupikirkan nama yang cocok dengan bentuk dan sifatnya yang sedikit lebih pintar dibanding monster pada umumnya.

"Bagaimana dengan.. Gor?" tanyaku

"Grooowwrrr..!!" respon golemnya seperti senang mendengarnya

*Duar!*

Dia tiba-tiba sujud padaku.

"Mmm, apa maksudnya ini?" tanyaku tidak mengerti dengan perilakunya

"Dia senang dengan nama pemberian darimu, dan ingin agar kau mengelus kepalanya, tuan." Balas Sylph

("Memangnya dia kucing..??")

*sigh*

Kuelus kepalanya dan menyuruh Sylph untuk bilang padanya agar masuk ke dalam tanah.

"Semua urusan sudah selesai, kita bicarakan sisanya di perjalanan."

"Ayo." Ajakku jalan duluan

"Baik〜."

"Mmm.."

Dengan Zoker yang semangat seperti biasa, Sylph sambil mengunyah permen, dan Arliz yang entah kenapa jadi pendiam sejak bangun tidur tadi.

("Dengan ini, quest dari guild sudah selesai dan entah bagaimana aku mendapatkan servant ke-2, ditambah sebuah golem yang bersikap seperti hewan peliharaan.")

("Rasanya.. dalam perjalanan kali ini, aku untung besar.")

~~~

Sekitar satu jam berlalu, di perjalanan kami menuju Kota Tief, kota asal Arliz. Aku memikirkan banyak hal yang masih mengganjal tentang Sylph dan professornya yang misterius itu.

Sambil berjalan, aku bicara dengan Sylph yang dari tadi masih melayang memeluk lengan kananku.

"Sylph, kau sudah tahu semua tentangku, kan?" tanyaku mengawali

"Iya, tuan.. semua." Jawabnya sedikit menekankan

("Dari nada bicaranya, jelas sekali kalau dia ingin membuat Zoker kesal.")

"Aah…"

Kulirik memastikan respon Zoker.

"Grgrgrgrgrgr…"

Zoker sedang menggigil kedinginan, jadi dia tidak mendengar percakapan kami.

("Biar dia rasakan dinginnya udara malam hari yang menusuk hingga ke tulang, apalagi dengan pakaian seperti itu.")

"Jadi ceritakan semua tentangmu, dan juga professormu yang pergi itu, dengan bahasa yang mudah dipahami" suruhku

"Kalau menjelaskan, bisakah lewat telepati saja?" pintanya

"Tidak, ucapkan lewat mulut biar yang lain juga dengar." Tegasku

"Aku tidak punya data tentang masa laluku saat masih menjadi.. manusia seutuhnya, jadi aku tidak bisa mengatakan apapun tentang itu." Ucapnya mulai menjelaskan

"Tapi kata professor, aku sudah menjadi asistennya saat.. aku masih hidup sebagai manusia."

"Karena sebuah penyakit yang diturunkan.. dari ibuku, aku mati di usia 13 tahun."

("Penyakit?")

"Dan entah bagaimana, professor berhasil menghidupkanku.. kembali sebagai manusia robot."

"Lalu memodifikasi sedikit tubuhku hingga jadi seperti ini."

"Jadi kau kemampuan melayangmu itu.." tanyaku menyela penjelasannya

"Sebenarnya aku tidak melayang, tuan." Balasnya

"Dengan chip yang ditanamkan professor di otakku, aku bisa.. memanipulasi medan plasma jadi cukup tebal dan kuat untuk mengangkat tubuhku jadi seolah melayang di udara."

"Dan saat aku semakin fokus mempertebal medan partikelnya, aku.. bisa menciptakan tembok transparan sekeras berlian."

*clap..clap..*

"Wooo.. hebat, hebat.." responku tepuk tangan lalu mengelus-elus kepalanya

Wajahnya jadi memerah saat kuelus kepalanya, meski tetap tanpa ekspresi.

("Ah!! Karena mengelus Gor tadi, aku jadi reflek melakukan hal yang sama ke Sylph.")

Dia menghadapkan kepalanya ke atas, sehingga telapak tanganku berada tepat di wajahnya.

"Tanganmu.. besar dan hangat, tuan.." Ucapnya mengeluskan-eluskan wajahnya di tanganku

("Dipuji begitu saja sudah senang, dasar anak kecil.")

"Oh ya, bagaimana dengan professormu?" tanyaku menarik tangan kiriku dari wajahnya

"Professor?"

Dia berpikir mengingat-ingat melihat ke arah lain.

"Professor hebat dengan hobi membuat berbagai.. senjata-senjata aneh ada di kastil."

"Aku tidak tahu bagaimana kehidupanku saat.. masih hidup sebagai manusia dulu."

"Aku tidak tahu siapa ayah, ibu, serta keluarga.. dan teman-temanku."

..

"Tapi bagiku.."

"Dia adalah segalanya." Jawabnya membenamkan wajahnya ke lenganku

("Hebat sekali kau bisa membuat robot dengan menjaga hati manusianya seperti ini, professor.")

"Tapi.."

"Mungkin baginya, rongsokan sepertiku ini.. akan selalu bisa digantikan." Ucapnya perlahan terasa semakin berat

("Tidak..")

"Bila dia mau, dia pasti bisa membuat.. robot yang lebih hebat dariku."

("Bukan begitu..")

"Itulah kenapa.. dia pergi meninggalkanku disini.." jelasnya melihatku tanpa ekspresi seperti biasanya

("Kau salah..")

"Itu semua tidak bena—"

Ucapanku terhenti melihat air yang mengalir dari matanya.

"Ah.. maaf tuan." Ucapnya menyeka air mata yang berlinang di pipinya

"Sepertinya ada kerusakan yang.. menyebabkan keluarnya cairan dari mataku."

Kudekap perlahan kepalanya.

Dia melepaskan pelukannya di tanganku, dan berpindah memelukku dengan erat dari depan seperti koala.

("Terlalu banyak hal buruk yang terjadi untuk anak seumurannya.")

"Oleh karena itu, tuan.."

"Tolong, berjanjilah kalau kau tidak.. akan pernah meninggalkanku." Pintanya

Kubalas peluk pelan tubuh kecilnya.

"Ya, aku janji." Balasku mengelus pelan kepalanya

("Setelah mendengar ceritanya, entah kenapa aku merasa mengerti apa yang sebenarnya professornya rasakan padanya.")

("Nanti saja kusampaikan kalau dia sudah membaik.")

*Yutyut..*

Terasa ada yang menarik jubahku, kulirik siapa yang menariknya

"Brrrr… Mohon maaf.. sekali.. tuan." Panggil Zoker masih memegangi jubahku

"Karena sudah mengganggu.. cerita mengharukan.. kalian.."

Cara bicaranya jadi terbata-bata menggigil karena dinginnya udara malam.

"Tolong izinkan.. aku bergabung.. dalam kegiatan peluk memeluknya.. tuannn.." pintanya menggigil

Tanpa bicara sedikit pun, kulepas jubahku dan memberikannya ke Zoker.

"Terima kasih.. tuan…" Ucapnya sambil memakai jubahku

Kulihat Arliz memastikan keadaannya.

"Bagaimana denganmu Arliz? Apa kau kedinginan juga?" tanyaku

"Tidak, aku baik-baik saja." Balasnya mengalihkan pandangan

("Apa aku sudah melakukan sesuatu yang membuatnya marah?")

"Jangan malu-malu seperti itu, Neng Arliz." Ajaknya mendekati seperti orang tua

"Selain hangat.."

*Sniff.. Sniff..*

"Ahh.. kau juga bisa menghirup aroma milik tuan.. hehe." Lanjutnya mengendus-endus jubahku

Arliz hanya tertawa kecil melihat tingkahnya Zoker.

"Heee…?? Akhirnya kau tersenyum juga, rubah."

Dan Zoker terus mengoceh panjang lebar ke Arliz.

("Mungkin kami akan sampai di kota Tief pada pagi nanti.")

Sepanjang malam, kami terus melanjutkan perjalanan kembali ke kota Tief, melewati dinginnya udara malam yang menusuk.

Dengan tidak adanya monster di sekitar sini saja sudah membuatku resah sendiri sejak awal kami datang kemari. Pasti ada sesuatu yang mungkin telah membuat mereka bersembunyi atau pergi ke tempat lain menjauh dari sini. Meski begitu aku tidak akan menurunkan kewaspadaanku hingga sampai ke tujuan.