*Munch… Munch…*
"Hei, yang itu rasa apa? Boleh aku minta satu gigitan?" tanya Zoker ke Arliz yang sedang makan kue krim dengan rasa yang berbeda dengannya
"Nih.." balas Arliz menyodorkan miliknya
"Terima kasih."
Zoker langsung mencicipi punya Arliz.
"Eum!!"
Wajahnya terlihat sangat senang setelah mencoba sedikit kue miliknya.
"Enaknya rasa buah, terasa menyegarkan di mulut.."
"Kau mau coba juga punyaku?" tanyanya menawarkan ke Arliz
"Eh? Yakin? Rasa vanilla itu sangat terbatas loh.." balasnya meyakinkan sambil tersenyum
"Tidak apa-apa, karena terbataslah aku ingin kau merasakannya juga." Kata Zoker tanpa ragu menyodorkan miliknya
"Kalau begitu satu gigitan ya.."
Sementara mereka asik sendiri menikmati kuenya, entah kenapa aku merasa sangat puas hanya dengan melihat mereka saling suap-menyuap.
("Terlalu manis.")
"Mungkin seperti ini rasanya, ya…?" tanyaku bergumam sendiri
"Hmm?"
Sylph yang sedang duduk di pangkuanku sambil makan lolipop yang cukup besar bertanya-tanya mendangak melihatku mendengar gumamanku barusan.
"Tidak, tidak apa-apa." ucapku mengelus pelan kepalanya
Setelah itu, dia lanjut kembali menjilati permennya.
Kulepas pandangan jauh ke langit luas tanpa awan sedikitpun meneduhkan suasana kota yang terik dan sibuk di siang hari.
("Aku masih tidak tahu alasan kenapa aku dan Lily dipindahkan ke dunia ini, tapi kehidupan seperti ini…")
*inhale*
..
*exhale*
("..tidak buruk juga.")
Selagi aku berpikir sendiri melihat ke langit, aku merasakan ada yang sedang menatapku dengan kesal. Saking kesalnya sampai suara gertakan giginya terdengar jelas membuatku ingin segera melihat wajahnya.
"Mmm? Ada apa nona Arliz? Kenapa anda menatapku penuh gairah seperti itu?" tanyaku dengan nada meledek
"Ini wajah penuh amarah! Bukan gairah!" balasnya terdengar kesal
"Errmm!! Kau ini memang ya—.. YANG TERBURUK!! Hmmp!" lanjutnya teriak kesal langsung menghabiskan kue dalam satu gigitan dan memalingkan wajahnya
Zoker tidak ikut bicara dan hanya senyam senyum sendiri melihat kami mengobrol.
("Tingkahnya yang seperti inilah yang membuatku terus ingin menjahilinya..")
"Sylph, analisa kecocokan tingkah laku dan perkataan Arliz barusan." pintaku memegang pundak Sylph
"Umu."
"Jantung berdetak lebih cepat dari biasanya, banyaknya darah yang mengalir ke wajah yang membuat wajahnya memerah, pengalihan pandangan secara cepat, perubahan mood secara tiba-tiba, dan ekor yang menggibas-gibas." Jelasnya menjabarkan
"Reaksi tersebut 100% tidak sinkron dengan perkataannya." Lanjutnya menyimpulkan
"Hei!!" teriak Arliz dengan wajah semakin memerah mendengarnya
"Hahahaha.. terima kasih ya sudah menjelaskan." Kataku mengusap lagi kepalanya
"Ngomong-ngomong, Arliz." Panggilku
"APA?!" balasnya masih terdengar kesal
("Asiknya melihat rubah yang satu ini marah-marah.")
"Apa ada tanah kosong yang seluas Kastil Frankenstein disekitar sini? Kalau bisa sih ditengah kota." Tanyaku
"Kau ini sebenarnya bertanya atau meminta!?" protesnya
"Terserah kau mau yang mana, intinya ada atau tidak?" tanyaku lagi
"Tentu saja tidak, lagian mana ada tanah kosong di tengah kota." Balasnya
"Apa lagi di kota kecil seperti ini," lanjutnya
("Benar juga sih.")
"Mmm, kalau tidak salah bar sekaligus penginapan, bank, pemandian dan masih banyak lagi milikmu itu ada ditengah kota, kan?" tanyaku
"Tidak perlu menyebutkannya sepanjang itu!" protesnya cepat
"Ya, tempat itu memang berada tepat ditengah kota.. —"
"Apa yang sebenarnya kau rencanakan?" tanya dia mulai curiga
"Tenang saja, aku tidak merencanakan sesuatu yang dapat merugikan kota ini kok." Jawabku
"Aku hanya mencari tempat untuk mengeluarkan kastilnya dari box AI, sekadar meringankan bebannya AI saja, tidak lebih." Lanjutku menjelaskan
"Ya 'kan Sylph?" tanyaku mendekati melihat wajahnya
"Umu." Balasnya terdengar setuju mengangguk pelan
"Umm, bagaimana kalau di alun-alun kota? Aku tidak yakin cukup atau tidaknya, tapi hanya itu satu-satunya tempat yang paling luas dan bisa dikosongkan." Balasnya menyarankan
"Alun-alun, ya.." kataku mempertimbangkan tempatnya
"Kita tidak tahu kalau belum liat sendiri cukup atau tidaknya.."
"Kalian sudah selesai, kan?" tanyaku
"Ya tuan, kami semua sudah selesai." Jawab Zoker mewakili semuanya
"Ayo kita kesana sekarang." Ajakku
Dan kami langsung pergi menuju alun-alun tempat aku dan Leon pernah bertarung dulu.
~~~
Di alun-alun, banyak warga terlihat sedang beraktifitas. Mengabaikan mereka, aku melihat sekeliling memperkirakan cukup tidaknya lahan yang ada untuk Kastil Frankenstein yang cukup luas itu. Melihat alun-alun yang indah ini, aku menyadari sesuatu..
("Cepat juga perbaikannya, padahal belum lama tempat ini hancur lebur karena kejadian itu..")
Aku terkesan dengan kecepatan pemulihan infrastruktur kotanya, padahal baru berselang beberapa hari, tapi tempat ini terlihat kembali seperti semula.
Karena tidak bisa menentukan, akhirnya aku tetap bertanya ke Sylph soal kastilnya.
"Hmm.. aku tidak yakin sebesar apa kastilnya, karena aku juga belum pernah eksplorasi penuh disana." Kataku bicara sendiri
"Menurutmu bagaimana Sylph? Kau 'kan penghuni aslinya, apa alun-alun ini sudah cukup luas?" tanyaku melihat Sylph yang menggantung di punggungku
"Ah.." responnya seakan nyawanya baru kembali ke tubuhnya
"Sudah sampai ya?" tanyanya baru sadar melihat sekitar
"Maaf aku ketiduran tuan, aku selalu merasa ngantuk setelah makan." Lanjutnya menjelaskan
("Dengan mata terbuka?")
"Tidak apa-apa, jadi bagaimana menurutmu tempat ini? Apa cukup luas untuk menaruh kastil disini?" tanyaku lagi
"Lebih dari cukup, tuan." Balasnya memendamkan kepalanya kembali tidur
"Kalau begitu, suruh AI keluarkan kastil—"
"Tunggu dulu! Bagaimana dengan semua orang dan benda yang ada disana?! Kau mau menimpa mereka begitu saja?!" protes Arliz memotong omonganku
"Itu tugasmu untuk membubarkan mereka, dan masalah berbagai benda dan taman atau apapun itu nanti urusanku." Balasku menjelaskan
"Semua benda yang ada disana itu memiliki nilai, kau tidak bisa seenaknya—"
"Kuberi waktu 30 detik."
"1.." ucapku mulai berhitung
"Kau memang yang terburuk!!" teriaknya berlari membubarkan warga yang ada
"2.."
"Tii…"
Saat dia sudah pergi, aku berhenti berhitung hingga tugasnya selesai.
"Kau terlalu baik, tuan." Ucap Zoker tiba-tiba mendekat menempelkan pundaknya dengan milikku
"Hah? Apa maksudmu?" tanyaku tidak mengerti
"Tidak apa kalau tuan tidak mau mengakuinya." Balasnya melirik ke arahku
"Karena aku juga menyukai sifatmu yang seperti itu, tuan." Lanjutnya memiringkan kepala tersenyum padaku dengan manisnya
"Emm ya.. Baguslah kalau begitu." Balasku mengalihkan pandangan menahan diri
("Seingatku Zoker yang ini tidak sedang menggunakan Crown..")
"Kau ini ya.." ucapku melihat ke arahnya
"Memang paling bisa menjahiliku seperti ini." Tambahku mengacak-acak pelan rambutnya
"Ehehe.." responnya tertawa kecil
("Tapi sifatnya yang seperti ini boleh juga.")
("Dan sifat malu-malunya juga sudah mulai berkurang.")
Setelah semua warga yang tadi ramai di alun-alun pergi berkat Arliz, dia kembali menghampiri kami dan aku langsung membangunkan Sylph.
"Sylph, suruh AI untuk mengeluarkan kastilnya dan sekalian atur agar semua yang ada disana tetap aman." Suruhku ke Sylph
"Baik, tuan."
"AI.. kosongkan berbagai objek yang menghalangi.. dan tempatkan kastilnya disana." Ucapnya pelan menunjuk alun-alunnya
『"Baik, nona." 』
*SWRWINNNGG!!*
Setelah itu, box AI terbang ke tengah-tengahnya mengeluarkan cahaya yang menutupi seluruh tubuhnya. Cahaya itu membesar dan meluas perlahan membentuk kastilnya mengambang di udara lalu mulai turun menutupi alun-alunnya.
("Kenapa adegan-adegan epik seperti ini selalu dipenuhi cahaya ataupun kegelapan yang pekat seolah menutupi perubahan objeknya?")
Saat bentuknya sudah sama persis seperti kastil, cahayanya yang menyelimutinya pun berkumpul di satu titik dan mengecil kembali membentuk box AI.
『"Pelepasan selesai, nona." 』
"B-B-B-Bagaimana dengan semua yang tadi ada disana? Kau tidak menimpanya, 'kan?" tanya Arliz terlihat panik sendiri
『"Tenang saja nona rubah." 』 Balas AI
『"Sesuai perintah nona tadi, semua objek yang ada sudah saya pindahkan di ruang yang kosong didalam kastil tanpa merusak maupun merubah bentuknya sedikitpun." 』 Jelasnya
"Aku ingin memastikannya sendiri!" tegas Arliz entah kenapa terdengar bersemangat
『"Biar saya pandu, nona rubah." 』 Kata AI menawarkan
"Hmm, ok.. Ayo!" balasnya makin semangat
("Kenapa gaya bicaranya sopan sekali ke Arliz, sedangkan padaku sangat kasar.")
("Dan juga kenapa dia terlihat sangat antusias masuk kesana?")
"Kau tidak mau ikut dengannya?" tanyaku ke Zoker
"Kalau aku ikut kedalam, nanti tuan akan kesepian." Balasnya meledek
"Jangan bercanda, sudah cepat sana." Kataku menyuruhnya ikut
"Ehehe, aku pergi dulu ya tuan." Ucapnya pergi melambaikan tangan
Aku tidak menjawab dan hanya membalas lambaiannya.
"Tuan." Panggil Sylph tepat di sebelah telingaku
*!!*
"Duh kau ini! Jangan tiba-tiba bangun dan memanggil seperti itu."
"Maaf sudah mengagetkanmu tuan, tapi aku merasakan ada yang…"
Suaranya tiba-tiba mengecil dan menghilang.
(("Bolehkah aku menggunakan telepati, tuan? Aku terlalu mengantuk untuk berbicara.")) Lanjutnya lewat telepati
("Ya terserah kau saja, lagipula sudah tidak ada seorangpun disekitar sini.") Balasku lewat telepati juga
(("Ada seseorang yang berlari mendekat ke arah kita.")) jelasnya
("Tingkat ancaman?")
(("Nol besar."))
("Oh, berarti abaikan saja.")
…
..
(("Boleh aku pindah ke depan?"))
("Lakukan saat aku sudah dapat tempat untuk duduk menunggu mereka keluar.")
Aku melihat-lihat sekitar mencari tempat duduk. Setelah mencari sebentar, ada satu kursi panjang tidak jauh dari sana dan langsung menghampirinya.
Setelah Sylph pindah posisi tidur memelukku dari depan seperti koala, sekarang aku bisa dengan bebas duduk bersandar disana. Aku diam menunggu orang yang Sylph maksud tadi.
Tidak berapa lama kemudian, orang yang dimaksud akhirnya terlihat dari kejauhan sedang berlari terhuyung-huyung seperti mau pingsan. Saat sudah tepat dihadapanku..
*Brukk!*
Dia langsung ambruk terkapar dijalanan.
"Hah… Hah... Hah…"
"Akh-Akhirnya ketemu jugah… hah.. hah…" ucapnya kehabisan napas
("Seorang gadis?")
"Oi, apa keperluanmu datang kemari?" tanyaku langsung
Setelah napasnya normal, dia mencoba berdiri.
"Ehm.."
"Perkenalkan, namaku Cliff Horzman." Ucapnya memperkenalkan diri
"Horse.. man..?" kataku bingung memastikan namanya
"Horz, abaikan masalah namaku."
"Ah, baiklah." Balasku mengiyakan
"Aku adalah prajurit keamanan kota Tief, yang sekarang ditugaskan sebagai pembawa pesan dari tuan Leon."
"Aku disuruh menyampaikan pesan agar nona Arliz segera kembali ke penginapan." Lanjutnya menjelaskan
"Hmm, disini menerima seorang gadis juga sebagai prajurit ya..?" gumamku mendengar penjelasannya
"A-Anu.. tapi aku ini sebenarnya adalah laki-laki." Katanya meluruskan
"Hah??" responku
("La.. Laki-laki??")
(Bagaimana seorang laki-laki bisa secantik ini?!")
Kuperhatikan lagi dia lebih jelas sekali lagi.
("Bertambah lagi satu, hal misterius di dunia ini.")
"Kalau kau kemari untuk mencari mereka.." ucapku melihat ke kastil
"Kau terlambat, mereka sedang jalan-jalan didalam sana." Balasku menunjuk kastilnya
"Jalan-jala— WHOA!!"
"Sejak kapan ada kastil disini?!" tanyanya heboh
"Sejak… baru saja."
"Woahhh, eh.."
"Kalau nona tidak cepat kembali, aku pasti akan dimarahi tuan Leon nanti." Ucapnya memelas
"Ya itu bukan urusanku, kalau mereka sudah selesai akan kusampaikan pesannya." Balasku tak peduli
"Sana pergi, hush.. hush.." lanjutku mengusirnya
"Tolonglah.. ini menyangkut masalah pertahanan kota dari serangan monster nanti." Ucapnya sampai menunduk memohon
*!!*
"Kenapa tidak bilang dari tadi!" bentakku bangun dari duduk
Aku tepuk pelan pundak Sylph membangunkannya.
"Sylph.. Oiii.. Sylph.." panggilku pelan menekan-nekan pipinya
"Mmm..?"
"Sampaikan ke AI agar mereka segera keluar dari kastil, ada hal penting soal penyerangan." Suruhku
"Mmm.." balasnya kembali tidur
…
..
("Dia dengar atau tidak sih sebenarnya?")
"Em.. Sylph yang cantik, apa pesannya sudah dikirim?" tanyaku memastikan bertanya memanjakannya agar dia tidak marah
"Suuuudaaaaah…" balasnya pindah posisi lagi ke punggungku
("Sebaiknya aku tidak menganggu tidurnya lagi.")
"Sekarang pesannya sudah kusampaikan, kau pergi sana.. hush.." suruhku mencoba mengusirnya
"Eh?? Tapi aku tidak boleh kembali sebelum membawa nona Arliz kembali." Balasnya melas
"Oh, kalau begitu baiklah." Kataku mengiyakan kasihan padanya
"Duduk sini, kau pasti lelah setelah berlari dari tadi 'kan?" kataku menawarkan tempat kosong disebelahku
"Terima kasih." Balasnya berterima kasih
~~~
Tak lama kemudian, mereka bertiga keluar dari kastil dan Arliz langsung berlari menghampiri.
"Apa? Apa hal daruratnya? Apa monsternya sudah tiba?" tanya Arliz tanpa jeda
"Pokoknya sekarang kita kembali ke penginapan dulu, nanti akan dijelaskan Leon disana." Kataku biar cepat
"Baiklah kalau begitu, ayo cepat." Balasnya mengajak tergesa-gesa
"Iya, iya.." kataku sambil bangun dan berjalan mengikutinya
Dengan info dari Cliff, kami kembali ke penginapan.
Dan diperjalanan kesana, aku menepuk Zoker yang berjalan disebelahku.
"Zoker." Panggilku menepuk pelan pundaknya
"Ada apa, tuan?" balasnya melihatku
"Apa kalian sudah selesai memeriksa alun-alun yang dia khawatirkan tadi disana?" tanyaku
"Fufufu.." balasnya terlihat senang
"R-A-H-A-S-I-A, tuan." Tambahnya mengedipkan sebelah mata dan mengeja perkataannya
"Mmm.. ya sudahlah, aku anggap aku tidak pernah menanyakannya dari responmu barusan." Ucapku melihat ke Arliz yang memimpin duluan
"Selama dia dapat apa yang dia inginkan, itu sudah cukup." Tambahku tersenyum karenanya
~~~
Di depan penginapan, banyak prajurit kota yang berkumpul seperti sedang berdebat membicarakan sesuatu bersama-sama. Begitu mereka melihat Arliz bersama rombongannya hampir sampai di penginapan, mereka langsung menghampiri Arliz seperti gerombolan paparazzi dengan segudang pertanyaan untuknya.
"Nona Arliz!!" Panggil mereka kompak melihat Arliz
"Heh? Heh?!!" responnya sendiri kebingungan dengan yang apa yang sedang terjadi
"Nona, bagaimana pendapatmu tentang pasukan yang akan pergi ke ibukota? Apa kami akan tetap dikirim kesana sementara kota sedang diserang?" tanya salah seorang prajurit
"Bukankah keselamatan penduduk di kota lebih penting dibandingkan menghadiri undangan ke ibukota? Apa kau akan tetap mengirim kami kesana?"
"Ya nona, jadi apa keputusan akhirnya?"
"Eh, ah.. ya.. perihal itu.. ah.."
Dan pada akhirnya mereka semua bertanya bersamaan tanpa henti dengan inti pertanyaan yang sama, yaitu tentang pertahanan kota dari serangan monster. Dan karena semua pertanyaan dan juga mereka yang menghalangi jalan kami, membuat Arliz terlihat kewalahan menghadapi mereka demi meredakan semua rasa penasaran mereka.
Karena tidak ingin berlama-lama, kurasa aku harus turun tangan membantunya.
"Aku pinjam sabitmu sebentar, ya." Bisikku meminta sabitnya Zoker
Dia tidak menjawab dan langsung memberikannya begitu saja.
"PERHATIAN!!" teriakku kencang mengangkat scythe tinggi-tinggi menarik perhatian mereka
"Saat ini kami ingin ke dalam ruang pertemuan dan membahasnya lebih lanjut, jadi tolong beri jalan agar kami bisa menyampaikan semua pendapat kalian dalam rapat nanti." jelasku dengan lantang
"Jadi mohon bersabar menunggu hasil rapat nanti, kami akan mencari jalan keluar terbaik untuk kota ini." Tambahku
…
("Dengan begini harusnya sudah jelas.")
Setelah itu dengan sendirinya tanpa sepatah katapun, mereka langsung membuka jalan dan membiarkan kami masuk ke dalam.
"Terima kasih atas pengertiannya, semuanya." Ucap Arliz saat berjalan melewati mereka
Kamipun berjalan mengikuti dibelakangnya.
("Bagus, kalau ada satu saja yang bersorak disaat seperti ini yang lainnya pasti akan—")
"KALIAN PASTI BISA!!" teriak salah seorang prajurit menyulut sorakan
"YA!! DAPATKAN JALAN KELUAR TERBAIK DEMI KOTA INI!!"
"BERJUANGLAH!!!"
"YAA!!!!"
"WOOO!!!"
*clap… clap.. clap… clap..*
Karena satu orang yang memulai, mereka semua ikut bersorak menyemangati kami.
"Inilah kenapa aku tidak suka dengan keramaian.." gumamku kesal sendiri
Kamipun masuk ke dalam dan langsung menuju ruang pertemuan.
~~~
*Darr*
"Maaf Leon, kami terlam—"
"Darimana saja kalian?! Kalian tahukan sekarang bukan waktunya untuk bermain-main?!" bentaknya memotong perkataan Arliz terlihat kesal menghampiri kami
"Ya aku tahu, karena itu aku minta maaf." Balas Arliz merasa bersalah
"Dan kau juga Cliff!" lanjutnya sekarang ke Cliff
"HEeeee?!" responnya ketakutan bersembunyi dibelakangku
"Padahal hanya diberi tugas mudah seperti ini, kenapa lama sekali datangnya?!" bentaknya marah-marah ke Cliff
"A-A-Aku sudah—"
"Cukup! Simpan semua omelanmu untuk nanti." Ucapku memotong menengahi
"Lebih baik kita kembali fokus ke permasalahan, kembali ke tempatmu dan jelaskan semuanya." Tambahku
Leon terlihat mengepalkan tangan menahan amarahnya mencoba tenang.
"Baiklah." Balasnya kembali ke kursinya
("Aku tidak mengerti kenapa kebanyakan orang senang sekali memperdebatkan hal yang sudah terjadi dan juga tidak penting untuk dibahas.")
Begitu juga dengan kami, kami duduk ke tempat kami masing-masing.
"Zoker, tolong ambil Sylph dari punggungku dan bangunkan dia." Suruhku
"Baik, tuan." Balasnya
"Ayo sini Sylph, tuan mau duduk." Ajaknya mengangkat Sylph dari punggungku
Setelah itu aku langsung duduk memperhatikan map besar ditengah meja, dengan coretan tanda panah merah dari 4 arah mata angin mengarah kota.
("Aku tidak suka dengan tanda panah merah ini…")
("Kumohon, jangan sampai apa yang ada dipikiranku jadi kenyataan.")
"Semua sudah ditempatnya?" tanya Leon melihat semua yang hadir
Matanya menjelajah memeriksa semua kursi, dan tanpa jawaban sedikitpun dia langsung lanjutkan.
"Baiklah.. Octo." Tambahnya mempersilahkan
"Ehem."
"Beberapa saat lalu, ada kabar masuk dari pos penjaga yang berada di selatan." Ucapnya mulai menjelaskan sambil membaca kertas laporan ditangannya
"Mereka mendeteksi munculnya monster kelas menengah ke atas dalam jumlah besar secara misterius didekat tempat mereka berjaga."
("Secara misterius?")
"Dari data tempat mereka berjaga, seharusnya hanya ada monster tingkat rendah."
"Karena dekat dengan jalan setapak, mustahil bagi monster tingkat menengah berada disana."
"Terakhir, datang juga laporan dari pos penjaga yang berada di barat kalau monster tingkat menengah sedang menuju kesini."
"Karena pos di timur saat ini tidak bisa dihubungi, kita asumsikan kalau mereka terlibat sesuatu yang membuat kita kehilangan kontak dengannya."
"Itulah laporan situasi saat ini." Ucapnya mengakhiri membetulkan kacamatanya seperti biasa
"Kesimpulannya.." Ucap Leon
"Kita akan diserang dari berbagai arah." Tambahnya
("Bagus..")
Meski sudah lumayan lama bersantai saat di Kastil Frankenstein, aku masih tidak terima kalau harus menghadapi pertempuran sebesar ini dalam waktu singkat. Tapi kalau mau menjadikan Arliz sebagai servant-ku, aku harus melakukannya..
"Apapun yang terjadi.." gumamku mengepalkan tangan
Tiba-tiba Leon berdiri dari kursinya dan memberikan tatapan serius pada Arliz.
"Setelah tahu kondisi kota saat ini, apa kau akan menarik keputusanmu untuk mengirim kami memenuhi undangan ke ibukota kerajaan, Arliz?" tanya Leon
"Mohon pertimbangkan dengan baik." Tambahnya
Saat ini Arliz terdiam dalam tekanan berat dimana dia harus menentukan keputusan penting yang menentukan kelangsungan kota tercintanya.
"A-Ak.."
Perkataannya terhenti karena keraguan dan ketakutan kemampuannya dalam mengambil keputusan. Itu semua terlihat dari tangannya yang bergetar kecil menyatu menutupi wajahnya.
("Sepertinya aku harus berpikir lebih keras dari biasanya, demi mendapatkan rubah yang satu ini.")
"Leon." Panggilku memecah keheningan
Semua yang hadirpun langsung melihat ke arahku menantikan apa yang selanjutnya akan kukatakan.
"Ada apa?" balasnya terlihat tenang dengan tubuhnya masih menghadap ke Arliz
"Kau pergilah bersama pasukanmu ke ibukota."
"Lalu?" tanyanya mulai menghadap ke arahku
"Biar aku yang mengurus sisanya disini." Balasku memukul membusungkan dada
"Ha?! —" respon Arliz mendengar perkataanku
"Asal kau tahu, aku melakukan ini demi mencapai tujuanku menjadikan Arliz sebagai servant-ku."
"Jadi akan kupastikan para monster itu tidak akan melangkahkan kaki kotornya di kota ini."
"Tidak sedikitpun." Kataku meyakinkan
Detik demi detik berlalu mata kami bertemu dan saling meyakinkan satu sama lain.
"Aku benci mengakui hal ini, tapi.." ucapnya berjalan menghampiriku
"Kau itu kuat, sangat kuat dengan Crown dan juga servant-mu." Lanjutnya menepuk pundakku
"Aku percayakan keselamatan kota dan para warga disini padamu, orang asing."
Setelah itu dia berjalan keluar ruangan.
*Ceklek*
Dia berhenti sebentar masih memegang gagang pintunya.
"Kalau saja kau gagal menjaga omonganmu, dan juga segala yang berharga bagi kami disini.."
Dia melirik kearahku selagi badannya masih mengarah ke pintu.
"Aku akan mendapatkan kekuatan sekalipun harus menjual jiwaku pada raja iblis untuk memburumu, meski hingga ujung dunia." Tambahnya memperingati
("Sebagai pro dalam mengamati ekspresi dan gerak-gerik orang lain..")
("Aku bisa tahu kalau tidak ada sedikitpun keraguan maupun kebohongan dari perkataannya barusan.")
"Oh ya, selama operasi."
"Kau bebas menggunakan semua fasilitas yang ada di kota ini."
*Krett*
*Darr*
….
Dengan kepergian Leon dengan pasukannya ke ibukota, pertahanan kota sepenuhnya jadi tanggung jawabku. Ijin langsung darinya pun sudah diberikan, sisanya tinggal memikirkan rencana mempertahankan kota ini dari berbagai arah dengan semua yang aku punya.