Chereads / Crown: Transferred to Another World to 'Realize' My True Feeling / Chapter 29 - Chapter 29: Bermain dengan si Kucing Kecil

Chapter 29 - Chapter 29: Bermain dengan si Kucing Kecil

.....

....

..

.

Perlahan kubuka mata yang entah sudah berapa lama tertutup rapat sejak pertarungan terakhir melawan golem raksasa.

("Dimana.. ini..?")

..

("Langit-langit yang belum pernah kulihat sebelumnya..")

Kulihat ke kiri ke kanan mencari tahu keberadaanku saat ini.

("Alat infus?")

..

("Sylph?")

Aku langsung tersenyum lega begitu melihat wajah yang kukenal di tempat asing bagiku.

"Sepertinya operasi mempertahankan kotanya berhasil, 'ya?"

"Hei Sylph, kita sekarang berada diman—"

*!!*

"Sylph..?"

Dia diam tidak merespon sedikitpun. Dan karena diamnya itupun sesuatu yang terkubur dalam ingatanku, mulai kembali muncul ke permukaan.

"De Javu."

*Srapp*

Aku bangun dari posisi tidurku langsung tergesa-gesa melihat sekitar seakan mencari seseorang yang pernah kutemui sebelumnya dalam keadaan yang sama seperti ini.

("Hanya ada satu orang, yang bisa melakukan ini...")

("Tapi..")

..

("Tapi siapa…??—")

Saat kudiam berpikir keras mengingat-ingat siapa orangnya.

"Yo, tuan boneka." Sapa seseorang yang kukenali suaranya

"Ya!!" Responku teringat melihat ke asal suaranya

"KUCING." Teriakku langsung menunjuk orangnya

"AKU BUKAN KUCING!!!" bantahnya terdengar tidak asing

"Hmm, dengan respon seperti itu."

"Maka benar kalau kau adalah kucing yang bisa menghentikan waktu yang pernah kutemui."

"Berapa kali harus kukatakan!! Aku ini setengah kucing!!" bantahnya lagi sampai kesal memukul-mukul pahanya

("Caranya membantah itu mirip sekali dengan Arliz, dan itulah kenapa aku suka sekali menjahilinya.")

"Iya-iya, sekarang kau ada perlu apa bertemu denganku?" tanyaku

"Bertemu?" balasnya bertanya balik

"Aku selalu disini sepanjang waktu." Tambahnya

"Dan tadi itu adalah pertanyaanku, apa kau sudah menyerah untuk hidup sampai repot-repot keluar dari tubuhmu dan menemuiku seperti itu?"

"Ha?? Apa maksudmu keluar dari tubuh?" tanyaku tidak mengerti

"Lihat saja sendiri."

Kulihat tanganku yang jadi agak tembus pandang duduk di atas tubuhku yang masih terbaring di atas ranjang. Dengan tubuh asliku yang tangannya sedang di-infus dan banyaknya kabel-kabel alat pendeteksi yang pernah kulihat di film-film sedang menempel di tubuhku.

"Ah, kau benar."

"Sejak kapan kau melakukannya?" lanjutku bertanya kembali

"Hah??"

"Kalian para manusia itu memang benar-benar makhluk bodoh dan tidak tahu diri ya."

"Aku memang bisa mengeluarkan jiwamu dari tubuhmu itu kalau aku mau.."

"Tapi apa untungnya aku melakukan itu sekarang? Untuk sekedar bersenang-senang?"

..

Aku hanya diam terus menatapnya sampai dia yang sedang duduk di kursi kecil mengayun-ayunkan kakinya disana mau mengakui perbuatannya.

"Tch."

*Dap*

Dia turun beranjak dari kursi menapakkan kakinya dengan langkah berat menghampiriku.

*Swing〜*

Diayunkan tangan kanannya seolah ingin menamparku yang berada di atas ranjang yang tingginya berbeda jauh dengannya.

"Sudah cukup main-mainnya, aku masih punya urusan yang harus aku laku—"

*Sruuu!*

*!!*

Tiba-tiba saja tubuh tembus pandangku bergerak sendiri menurunkan kepalaku menghampirinya dan..

*BRAKK!!*

Ditarik kerahku sangat cepat sampai aku terjatuh dari ranjang dan langsung ditarik lagi kerahku sampai ke atas membuat wajahku sangat dekat dengan wajahnya yang terlihat sangat marah.

"MAIN-MAIN KAU BILANG?!"

*!!*

*Deg!!*

Aura intimidasinya benar-benar kuat sampai membuatku merinding hanya dengan berada dekat dengannya.

"KAU ITU SEDANG DIAMBANG KEMATIAN! DAN KAU BILANG AKU SEDANG BERMAIN-MAIN DENGANMU?! HAH?!?!?!"

"HUAH!" teriaknya kesal melemparku menjauh

"Kalau saja aku tidak membutuhkan kekuatan anehmu.."

".. aku pasti sudah membunuhmu karena sifatmu ini." Lanjutnya kesal

*glek*

("Meski aku tidak bisa membaca dari matanya yang tertutup..")

("..tidak terasa sedikitpun keraguan maupun kebohongan dari perkataannya.")

..

("Tapi..")

"Baik, aku yang salah." Balasku mengiyakan mengalah

"Jadi apa maksud dari perkataanmu barusan tentang aku yang sedang di ambang kematian?"

"Ya karena kau terlalu gegabah memaksakan dirimu memaksimalkan penggunaan Crown sampai tidak sadar telah naik ke tingkat lanjut dengan tubuhmu yang lemah itu dan belum siap itu." Jawabnya

("Crown tingkat lanjut?")

"Oh ya, kau pasti bingung dengan Crown yang mempunyai tingkatan."

"Yaaa, sebenarnya itu hanya bisa dimiliki oleh pengguna langka seperti kalian yang berasal dari dunia lain"

"Pemilik asli dari Mystopia tidak akan bisa memilikinya, suatu diskriminasi yang sangat nyata, 'bukan?"

��Dan karena kau menggunakannya terlalu terburu-buru, apapun yang robot itu coba lakukan untuk menyelamatkanmu itu tidak ada gunanya." Lanjutnya menunjuk Sylph di sisi lain ranjang

"Selama efek sampingnya masih berada di tubuhmu, kau sudah pasti akan mati." Tambahnya mengakhiri penjelasan panjang lebarnya

"Hmm, begitu ya." Responku datar setelah mendengar penjelasannya

("Jadi ini yang Sylph maksud dengan degenerasi tubuh secara hebat.")

"Omong-omong, kemampuan Crown tingkat lanjutmu itu seperti apa?" tanyanya

*!!*

"Aku.."

("Sepertinya hal ini bisa disimpan untuk nanti.")

"Aku tidak terlalu ingat." Lanjutku menjawabnya

"Begitu ya."

"Apa boleh buat."

"Tapi tenang, masih ada aku disini." Jelasnya bangga menunjuk dirinya sendiri

"Kalau kau mau menuruti permintaanku, maka aku akan membantumu menghilangkan efek samping dari Crown tingkat lanjut yang menggerogoti tubuhmu itu dan kau bisa hidup seperti biasa."

Dengan penawaran antara hidup dan mati darinya, aku langsung berpikir keras dengan cepat untuk sebisa mungkin membalikkan keadaan agar dia mau mau membantuku tanpa membuatku membantunya. Karena dia sendiri masih belum mengatakan permintaan apa yang dia maksud yang menurutku sudah pasti sangat gila mengingat dia yang memintanya.

("Tidak mungkin aku mau menuruti permintaannya begitu saja.")

("Kalau dia yang bisa bermain-main dengan jiwa orang lain seenaknya saja masih tidak sanggup melawan atau mengerjakannya, maka pasti apapun yang ingin dia hadapi itu di luar kemampuannya.")

("Tapi menurutnya aku bisa mengatasi sesuatu yang dia takuti itu.")

..

("Tunggu..")

"Ayo cepat tentukan pilihanmu, kau masih mau hidup atau tidak?"

("Mmmm….")

"Ok, Tear."

"Karena kita jarang bertemu, bagaimana kalau kita—"

"T-T-Tear..?" Responnya terlihat kaget mendengarnya

*??*

"Ada apa? Kau tidak suka kalau aku memanggilmu dengan namamu?"

"Bu-Bu-Bukan begitu!" bantahnya terbata-bata

"Kau senang aku memanggil namamu?"

"Mana mungkin aku merasa senang hanya dengan kau yang hanya manusia biasa memanggil namaku!"

"Aku.. Aku hanya sedikit terkejut saja karena setelah sekian lama, akhirnya ada orang yang memanggilku dengan nama asliku, ehehehe." Ujarnya mengalihkan wajah membantah berlawanan dengan senyuman lebar di wajahnya

("Melihatnya seperti ini, mungkin bagi ras setengah kucing 120 tahun itu masih seukuran anak-anak.")

("Dan hal itu seharusnya akan memudahkanku.")

"Baiklah, karena kita juga jarang bertemu."

"Bagaimana kalau kita sedikit bermain agar tidak terlalu tegang."

"Main?! Kita mau main ap—" balasnya cepat langsung melihat ke arahku

"Eh-Ehmmph, dasar makhluk lemah." Potongnya begitu sadar dengan respon hebohnya

*Fwufh〜Fwufh〜Fwufh〜..*

"Meski sudah tahu hidupnya dalam keadaan terancam sekalipun kau masih bisa santai seperti ini.�� Tambahnya tidak sadar dengan ekornya yang menggibas-gibas menunjukkan reaksi yang berbeda dengan omongannya

*grin*

Kubenarkan dudukku jadi bersila di hadapannya.

"Nama permainannya adalah.."

*Bfwupp!*

Dengan sangat antusias dia yang sedang berdiri langsung ikut duduk seperti peliharaan yang patuh di depan tuannya

" 'Tanya jawab dengan cepat' ."

"Whoa…" responnya terpukau dengan mulut terbuka lebar

"Aku akan memberikan beberapa pertanyaan, dan kau sebagai penjawab harus menjawabnya dengan cepat tanpa berpikir." Kataku menjelaskan aturan mainnya

"Owhh, baik-baik-baik ayo segera mulai permainannya!" balasnya sangat bersemangat

"Tapi sebelum itu.."

*puff*

"Heh? Kenapa kau mengubahku jadi boneka?" tanyanya tak mengerti

"Hanya untuk membuatnya lebih menarik, anggap saja kostum untuk bermain."

"Owh begitu ya.."

(*AAAAAAAAAA!!! DIA BENAR-BENAR IMUT SEPERTI ANAK KUCING!!!!")

(��Kalau saja dia mau, aku akan menjadikannya servant-ku yang selanjutnya.")

"Ehm, pertanyaan pertama."

Dia jadi diam serius ingin mengikuti permainanku.

"Jawab dengan cepat ya.." ucapku memulai

"Namamu adalah..?""Tear."

("Bagus!")

"Kau adalah ras..?""Setengah kucing."

"Kau memiliki kemampuan yang luar biasa hebat.""YA."

"Sekarang kita berada dimana?""Kastil Frankenstein."

"Kau tahu tentang kemampuan professornya?""YA."

"Yang ditinggal di dalam kastil?""YA."

"Dan apa itu..?""Salah satu matanya."

*?!*

("Jangan tunjukkan ekspresi terkejut!")

"E-Efeknya pada kastil?""Membuat semua makhluk hidup yang berada di dalamnya terhindar dari kematian."

"Dengan kata lain..??""A-BA-DI!!"

"Bersoraaak!!""Nyeeeaaayyy!!" soraknya sampai mengangkat tangan melompat kecil dari duduknya

"Eh..??"

"WAAAAA!!! KAU MEMPERMAINKANKU!" teriaknya baru sadar dengan semua pertanyaannya

"Kaulah yang mempermainkanku dari awal." Bantahku tanpa ragu

"Ha?! Apa maksudm—"

"Kau pernah bilang kalau kau tidak mungkin bisa menghentikan waktu dengan keadaanmu yang sekarang." Potongku

"Kau hanya bisa mempercepat fungsi kerja otakku agar seolah-olah waktu terhenti, padahal tidak."

"Mungkin benar kalau jiwaku telah keluar dengan sendirinya."

"Tapi.."

"Kau melupakan fakta bahwa kau telah menggunakan kekuatanmu dari awal sehingga semuanya terlihat seperti terhenti."

"Karena seharusnya meski jiwaku keluar, semuanya termasuk Sylph akan berjalan seperti biasa dan waktu tidak akan melambat sampai terasa membeku seperti sekarang ini." Jelasku membantah panjang lebar

..

Dia diam membatu setelah mendengar pembelaanku.

"I-Itu tidak membuktikan kalau aku yang menggunakan kemampuanku untuk mempercepat kerja otakmu."

"Bisa jadi waktu terasa berhenti karena jiwamu memasuki dimensi antara hidup dan mati dimana tidak ada yang namanya waktu." Lanjutnya mencoba meragukan pembelaanku

"Waktunya tidak berhenti." Tegasku yakin

"Bagaimana kau bisa percaya diri seperti itu? Untuk apa aku menggunakan kekuatanku secara cuma-cuma hanya untu—"

"Kau lihat tabung kecil itu?" kataku memotong omongannya langsung menunjuk tabung kecil yang menampung sedikit cairan infusnya sebelum lanjut mengalirkannya lagi ke selangnya

Dia ikut melihat apa yang kutunjukkan.

"Saat baru aku bangun dan melihat sekeliling, aku yakin 100% kalau tetesan cairannya masih berada di udara dan belum menyentuh genangan yang ada di bawahnya."

"Dan sekarang tetesan itu sudah menyentuh genangannya dan genangannya pun mulai masuk ke dalam karena tetesannya."

"Itu membuktikan kalau waktu masih berjalan, namun sangat lambat."

"Dan itulah bukti bagaimana aku bisa yakin kalau kau telah menggunakan kemampuanmu dari awal."

("Checkmate.")

("Berdasarkan pengalamanku.. saat seseorang sudah terpojokkan, mereka akan menunjukkan sifat aslinya.")

..

("Dan untuk orang kuat yang terlihat sangat membenci kekalahan sepertinya pasti akan..")

*Dap!*

*Swoosh!*

("..menggunakan kekerasan pada lawannya.")

Masih dalam bentuk bonekanya, tiba-tiba dia melompat ke arahku diikuti munculnya cakaran besar di belakangnya dengan gerakan sama persis dengan ayunan tangan kanannya yang ingin menerkamku.

*Fwuu—*

*stop!*

Dia menghentikan cakar besarnya yang langsung menghilang tepat di hadapan wajahku dan perlahan turun ke permukaan.

"Dari usahamu yang rela bersusah payah sampai ber-akting seperti tadi, aku jadi semakin yakin."

"Kalau kau sangatlah membutuhkanku dan tidak akan membunuhku.."

"Grrr!!" responnya geram mendengar penjelasanku

".. apapun yang terjadi."

Dia menggertakkan giginya keras-keras menahan amarah karena semua rencananya telah terbongkar.

"Dan mau tidak mau kau akan membantuku bagaimanapun caranya agar tetap bertahan hidup."

"Dengan begini aku tidak menuruti permintaanmu, dan kau harus memisahkan efek samping Crown tingkat lanjutnya dari tubuhku kalau mau tujuanmu bisa tercapai nantinya."

..

"Dasar.."

"Hmm??" responku bertanya-tanya mendengar gerutuannya

"Dasar makhluk rendahan! Berani-beraninya kau.."

"Kau..—hiks."

("Ha?")

"Padahal aku.. hiks.. aku sudah berlatih sangat lama untuk akting tadi.. hiks.."

..

Aku tidak menanggapi tangisannya dan tetap waspada dengannya.

"Hehehe."

"Sepertinya aku tidak rugi meski rencanaku untuk membujukmu gagal."

("Apa maksudnya? Apa ada sesuatu yang kulewatkan?")

"Dengan begini.." Ucapnya mulai melangkah mendekatiku

*!!*

Tanpa sadar tubuhku dengan sendirinya perlahan mundur tanpa bisa berdiri menjauhinya yang terus melangkah mendekat.

*Degdeg!! Degdeg!!*

("Di suatu tempat dari dalam diriku merasakan ketakutan yang teramat sangat menyuruhku untuk kabur menjauh darinya.")

("Tapi..")

("Tapi kenapa?!")

"Jangan khawatir, wajar kalau seekor mangsa menghindar begitu ada predator alaminya menghampirinya."

*Deng!!*

*?!*

("Tubuhku..")

*Fwung— Bukk!!*

Tubuh yang tidak bisa kugerakkan, sekarang seperti ditarik sesuatu yang kuat sampai membuatku langsung dalam posisi menundukkan kepala hingga ke lantai di hadapannya.

"Insting racun yang ada di dalam dirimu itulah yang merasakan bahaya dariku dan langsung menjauh begitu saja."

*pukk*

Diletakkan kedua tangan kecilnya di atas kepalaku, dan..

*puff*

*?!*

Entah bagaimana, dia bisa lepas sendiri dari efek Crown-ku dan kembali ke wujud aslinya.

"Hei, apa yang sebenarnya kau laku—"

*!!*

Perlahan tapi pasti, terasa jelas kalau dia sedang menyerap kekuatan dari seluruh tubuhku keluar lewat kepala.

"Dengan otakmu yang encer seperti ini, sekarang aku tidak ragu lagi untuk menaruh harapan padamu."

*Pat.. Pat..*

("Di-Di-Di-Di-Dia mengelus-elus kepalaku?!")

("Aku yang biasanya mengelus kepala orang lain, sekarang malah kepalaku yang dielus oleh kucing sepertinya?!")

Merasa tidak terima dengan perlakuannya, aku coba bangun mengangkat kepalaku sekuat tenaga.

"Mengelus.."

"Mengelus itu adalah tugask—"

*pukk*

Keinginanku untuk protes langsung hilang begitu dia mengangkat kepalaku dan mendekapnya erat dalam pelukannya.

"Sudah-sudah, kau sudah terlalu sering memanjakan orang lain sampai lupa dengan dirimu sendiri."

("Suaranya jadi.. terdengar halus sekali..")

Aku tidak bisa melawan terdiam dalam pelukan hangatnya.

"Karena kita juga jarang bertemu, biarkan aku yang memanjakanmu disini."

"Di tempat dimana hanya ada kita berdua di dalamnya."

Tangan yang kugunakan untuk menopang tubuhku seketika kehilangan kekuatan untuk melakukan tugasnya membuatku sepenuhnya bersandar padanya.

"Kau.."

"Kau benar-benar beruntung mendapatkan mereka, servant-servant-mu."

"Jaga mereka baik-baik karena mereka akan selalu bersamamu hingga akhir kisahmu disini."

Bahkan mulutku, tidak bisa bergerak untuk sekedar menjawab 'iya' dari perkataannya barusan.

"Kita akan bertemu lagi.."

".. saat kau sudah hampir mencapai tujuanmu."

"Kuatkan tubuh dan mentalmu, karena aku melihat 'kesedihan' yang teramat sangat sedang menunggumu di masa depan."

(" 'Kese.. dihan..' ?")

Dia mempererat pelukannya sampai akhirnya..

*Phruffhhh…*

.. jiwaku pecah menjadi serpihan cahaya kecil yang mengambang di udara.

Dilambaikan tangannya melepas kepergianku yang terbawa arus kembali ke tubuhku yang masih terbaring di ranjang.

Di akhir mulutnya membuka seperti ingin menyampaikan sesuatu.

"… … . . …. … . …."

("Apa? Aku tidak bisa mendengar suaranya.")

Kucoba memfokuskan penglihatanku yang semakin memudar untuk membaca gerakan bibirnya.

" '..' '..' '..' '..' '..' '..' ."

(" 'Te' 'rus' 'lah' 'hi'..")

(".. 'dup—")

.

[Note: Disini Tear mengucapkan '生き続ける' (iki tsudzukeru) yang artinya 'Teruslah hidup'.]

~~~

..

*Tiiit—*

..

*Tiiit—*

..

("Uh..")

("Dimana.. ini..?")

Tanpa sedikitpun tenaga mengalir di tubuhku. Bahkan untuk bisa membuka kelopak mata, aku terbangun hanya menjelajahi sendiri pikiranku dan bertanya-tanya keberadaan serta keadaanku saat ini.

*tap*

Samar terasa seseorang dengan lembut menyentuh dahiku.

(("Syukurlah.."))

(("Tuan, ini aku."))

(("Sylph.")) Katanya lewat telepati

(("Untuk saat ini jangan coba-coba melakukan atau memikirkan apapun yang dapat memperlambat proses penyembuhanmu, tuan."))

(("Anda harus terus beristirahat hingga tubuhmu sepenuhnya kembali normal."))

(("Jadi.."))

(("Jangan pikirkan apapun dan kembalilah beristirahat, tuan."))

(("Kumohon padamu."))

Ternyata sentuhan samar tadi adalah tangan Sylph yang menyentuh dahiku untuk menggunakan telepatinya dan menyampaikan pesan untukku kembali beristirahat.

("Sepertinya tidak ada pilihan lain selain mendengar perkataannya, ya…")

Setelah mendengar pesan dari Sylph, akupun mengikuti perkataannya dan mencoba tidur kembali.

~~~

..

*Tiit*

..

*Tiit*

..

*Deg..*

...

..

*Tiit*

*Deg.. Deg..*

*inhale*

*DegDeg!*

*!!*

("hhhHHH…")

Seolah terkena serangan jantung kecil karena nyawaku mendadak kembali masuk ke tubuhku, ..

("mmpphh…")

.. aku terbangun dari tidur panjangku.

*Tiit*

Kubuka perlahan kelopak mata yang terasa sangat berat setelah entah berapa lama tertutup rapat, setelah terbuka mataku langsung melihat ke kiri ke kanan menjelajahi ruangan mencari tahu keberadaanku sekarang.

*Tiit*

("Itu suara apa sih..?") pikirku bertanya-tanya melihat ke sudut kanan atas mata mencari asal suaranya

*Tiit*

("Oh.. alat infus dan alat kedokteran yang bentuknya seperti oven itu ya..")

("Sepertinya tadi ada Sylph..") pikirku melihat-lihat lagi dengan kepalaku yang masih terbaring disana

("Ah…")

("Sepertinya pandanganku belum sepenuhnya pulih setelah bangun tidur.")

("Jarak pandangku sangat pendek.")

("Sisi lain ruangan yang gelap.")

("Seluruh tubuhku tidak bisa digerakkan..")

("Hanya bagian mataku saja untuk berkedip yang berfungsi dengan baik saat ini.")

Tanpa bisa berbuat apapun selain melihat kesana kemari dengan penglihatan yang sangat minim, aku hanya menunggu seseorang datang menghampiri dan menyadari kalau aku sudah sadar.

("Mungkin seperti ini rasanya lumpuh.")

("Semua anggota tubuhku tidak ada yang mau bergerak sesuai perintahku meski tenagaku sudah penuh seperti ini.")

("Mungkin karena aku sedang dibawah pengaruh obat atau sesuatu dari metode pengobatannya Sylph.")

("Dan juga..")

("Berarti misi mempertahankan kotanya telah berhasil.")

..

Saat aku kembali menatap lega ke langit-langit, tiba-tiba..

*Jget!*

*Chwiiinnng—*

.. muncul cahaya biru tajam dari ujung ruangan dengan cepat mulai menyapu seluruh ruangan, termasuk aku yang sedang terbaring disana.

("Eh? Apa itu barusan..?")

『"Professor sudah sadarkan diri, nona." 』

("Oh rupanya AI.")

"Baik, terima kasih."

*Fwuu〜*

Terlihat masih buram ada seseorang yang menghampiriku tanpa melangkahkan kakinya di permukaan.

("Itu pasti Sylph.")

("Ternyata sejak tadi dia ada disana.")

Saat sudah dekat dan dia tersinari oleh lampu di sekitarku, barulah aku dapat melihat dengan jelas wajah kecilnya.

*?!*

("Sylph…?")

("Apa yang sebenarnya terjadi dengan..")

Rambut yang acak-acakan dan jadi lebih ikal dari biasanya seolah tidak terawat, jas lab yang sudah kotor dengan berbagai noda bukti kalau belum diganti untuk beberapa waktu.

("Dan juga kantung mata yang tebal di bawah kelopak matanya seperti seekor panda.")

Aku begitu terkejut dengan penampilannya yang seperti ini. Meski biasanya dia selalu terlihat acak-acakan dan mengantuk, kali ini benar-benar berbeda.

Begitu sampai, dia tidak langsung menyapaku dan malah langsung memeriksa alat yang seperti oven dan entah alat apa lagi yang ada di sebelahku.

"Hmm.. sepertinya sudah mulai stabil." Ucapnya setelah melihat alatnya dan langsung melihat ke arahku

"Aku benar-benar.. bersyukur anda sudah.. sudah.."

Perlahan mengalir air mata menuruni pipinya yang terlihat sedikit lebih kurus dari biasanya.

"Oh, maaf tuan.." ucapnya tersadar menyeka air matanya

"Aku sedikit kurang.. tidur dan mengantuk sampai.. hoamm.. mengeluarkan air mata seperti ini."

"Iya-iya.."

Mirip seperti Sylph, aku bahkan tidak bisa menggerakkan otot wajahku hanya untuk sekedar memberikan senyuman padanya.

『"Karena dan demi anda, Nona belum tidur sejak anda membeku dalam kubus sampai tadi malam gelombang otakmu mencapai gelombang theta, professor." 』

『"Dan anda sudah sekarat selama—"』

"AI."

『"…"』

"Aku hanya terus terjaga.. melakukan yang seharusnya kulakukan demi.. menyelamatkan dan memastikan sampai anda.. melewati masa kritis, tuan."

"Dan juga bukan hanya aku.. yang terus terjaga menantikan anda kembali."

"Lelah yang tubuhnya rasakan, membuat jarak napasnya jadi lebih pendek dari biasanya."

"Begitu juga dengan Zoker."

"Meski sudah kularang, dia.. terus-menerus mencoba menerobos masuk.. ke kastil untuk menemui anda."

"Ya.. tidak heran kalau dia akan melakukan hal seperti itu."

"Hoamm.."

Dia menguap di sela-sela omongannya.

"Beruntung ada Arliz yang.. pada akhirnya bisa menenangkannya.. dan berhasil membuat tubuhnya beristirahat.. meski hanya sebentar." Jelasnya terus bicara langsung dari mulutnya tanpa telepati

("Tubuhnya??")

Setelah bicara panjang lebar menjelaskan sedikit hal yang terjadi saat aku tak sadarkan diri, ditaruh tangannya di dahiku seperti pertama kali menggunakan telepati.

(("Anda bisa mendengarku, tuan..?"))

("Ya, Sylph.")

("Kau sudah menjalankan tugas yang kuberikan dengan baik, sangat baik.")

("Andai aku bisa menggerakkan tanganku untuk mengelus kepalamu itu Sylph.")

..

"Maaf, tuan." Ucapnya menarik tangannya dari dahiku

*pukk!*

Dengan plasma kecilnya, dia langsung naik ke atas tubuhku dan memeluk membenamkan wajahnya di dadaku.

*!!*

("Bajuku..")

Tanpa dilihat sekalipun aku bisa tahu dari mana asal air yang membasahi baju biru muda tipis khusus pasien yang saat ini sedang kukenakan.

..

"Kalau saja.."

"Kalau saja aku lebih bisa diandalkan.."

"Anda tidak akan…"

("Oi, kenapa kau bicara seolah-olah aku sudah tiada.")

Momen itu berlangsung lama, cukup lama hingga..

*Krruurrkk���*

.. makhluk buas dalam perutku mengaung.

("Aku tahu kau ingin diisi, tapi jangan muncul disaat seperti ini!!")

Suara perutku yang keroncongan sudah pasti terdengar juga oleh Sylph yang sedang berada sangat dekat denganku.

"Aku lupa kalau anda belum.. makan apa-apa beberapa hari ini."

("Berarti aku sudah tak sadarkan diri cukup lama juga, ya..")

"Tapi otot wajah anda belum memungkinkan.. untuk bisa bergerak untuk dapat mengunyah.. makanan, jadi untuk saat.. ini anda akan terus menerima nutrisi dari cairan infus."

Diangkat kepalanya langsung menatapku datar seperti biasanya.

Setelah itu, tangan kirinya langsung naik ke wajahku, mengelus pelan dari bagian bawah pipiku hingga sampai di dahiku lagi.

(("Maaf kalau anda merasa tidak nyaman disentuh terus seperti ini."))

(("Tapi hanya inilah satu-satunya cara kita bisa berkomunikasi untuk saat ini."))

(("Sejak chip yang sudah ditanam di kepala anda rusak saat bertarung melawan golem, kita belum bisa menggunakan telepati seperti biasanya, tuan."))

("Tidak apa-apa, aku tidak mempermasalahkannya sama sekali kok.") balasku memaklumi

..

Dia terus diam menatapku dengan matanya yang berkaca-kaca dan juga pipinya yang masih lembab sambil tetap meletakkan tangannya di dahiku.

("Bolehkah aku keluar sekarang? Sepertinya aku butuh udara segar.")

..

(("Apa boleh buat kalau anda ingin bertemu dengan yang lainnya, tuan."))

Perlahan dia merayap turun dari ranjangku, dan..

"Uhh.."

("SYLPH?!")

『"Anda harus segera beristirahat, nona." 』 Kata AI mengingatkan melihat Sylph yang langsung berpegangan kuat di ranjang menahan dirinya yang hampir kehilangan keseimbangan saat menapakkan kakinya di lantai

"Tidak.. selagi bisa, aku harus mewujudkan.. keinginan tuan sekarang juga."

『"Tapi nona, tubuh anda.." 』

"Aku tidak apa-apa."

"AI, bawa ranjangnya keluar.. beserta peralatan medisnya ke depan.. kastil sekarang." Suruhnya

『"…"』

"AI."

『"Baik, nona." 』

Melihat semua ini tanpa bisa berbuat apa-apa membuatku..

("Arrghh!! Ini semua karena kelemahan dan ketidakmampua—")

"Tuan."

"Tolong jangan bebankan pikiran anda dengan pikiran negatif."

*Nnnggiinggg*

Dia mulai melayang lagi dengan lapisan plasmanya, tapi kali ini ditambah dengan dua plasma kecil di genggaman tangan kecilnya untuknya berpegangan.

"Kota ini bisa selamat.. berkatmu, tuan."

Seolah bisa membaca pikiranku, dia mengingatkanku untuk tidak menyalahkan diriku sendiri.

("Tapi tetap saja..")

Dengan penuh perasaan bersalah dan kesal akan kelemahanku yang tidak bisa kuungkapkan sama sekali dengan keadaanku saat ini, kami mulai berjalan keluar dari kastil untuk menemui Zoker dan Arliz yang mungkin masih terus menunggu kehadiranku disana.