Chapter 33 - Chapter 33: Servant ke-3

Setelah tidur lebih awal, sekarang kami ada di depan gerbang mengantar kepergian Leon beserta pasukannya dan juga untuk menyerahkan suratku untuk walikota Omnius padanya.

"Jam 3 pagi." Gumamku

"Kenapa kalian harus pergi tepat jam 3 pagi?!" protesku kesal sendiri karena Arliz yang sudah repot-repot datang ke kastil membangunkanku dan Zoker disana

"Sudahlah, itu semua sudah terjadi." Kata Arliz menanggapi keluhanku

"Tapi jam 3 pagi! Kenapa harus sepagi ini hanya untuk pergi ke ibukota?!" lanjutku protes masih mengantuk lemas di kursi rodaku

*sigh*

("Kalau tahu akan dibangunkan rubah jam segini, aku akan tidur lebih awal lagi.")

"Dan juga Sylph masih belum bangun?" tanyaku ke Zoker di sebelahku

"Belum, tuan."

..

"Kau sudah bawa 'kan suratnya?" tanya Arliz melihatku

"Ha? Surat apa?"

"Tooonn." Ucapnya lagi merajuk menyebut namaku

"Oh iya, aku lupa membawanya karena KAU membangunkanku terlalu pagi membuatku lupa mengambilnya." Balasku

"Biar aku ambilkan—"

"Tidak usah, kau tetap disini dan biar Arliz yang mengantarku kembali ke kastil agar dia lelah kesana kemari." Kataku memotong perkataan Zoker yang menawarkan diri

"Oh.. baiklah, tuan."

"Kau ini kalau sedang mengantuk jadi seperti anak kecil ya." Kata Arliz

"Hmmph." Responku acuh mengikuti perkataannya

*garagaragaragaragara*

"Baiklah akan kutemani kembali ke kastil mengambil suratnya." Tambahnya menerima mulai mendorong kursi rodaku

"Biarkan saja, ayo cepat."

Dengan begitu, aku dan Arliz kembali ke kastil.

~~~

Di kastil, tepat di depan ruangan yang semalam kugunakan.

*Jek— Ngiit*

"Baiklah karena sudah sampai, cepat ambil suratnya dan kita akan kembali ke—"

"Suratnya tidak ada disini." Potongku

"Hah? Apa maksudmu?"

"Suratnya kuselipkan di sakunya Zoker." Balasku

"Lalu untuk apa kita kembali kesini?"

"Lakukan sekarang." Tegasku

"Lakukan apa?"

"Mau sampai kapan kau pura-pura lupa seperti itu?" tanyaku tegas

..

"Baiklah, kita lakukan sekarang ritual pengikatan kontraknya." Ucapnya menerima

"Nah begitu dong, aku sudah menunggu lama untuk ini." Responku mendengarnya

"Sekarang, bagaimana kau ingin mengeluarkan darahmu?"

"Darah?? Oh iya, ritualnya butuh darah ya."

*!!*

("Eh tunggu.")

("Waktu ritualku dengan Sylph, dia tidak memerlukan darahku untuk bisa terikat.")

..

("Nanti saja deh aku tanya kalau dia sudah bangun.")

"Kau selalu bawa pisau kecil atau senjata tajam lainnya, 'kan?" tanyaku seenaknya

"Kau pikir aku ini penjahat yang selalu membawa senjata tajam kemana-mana."

Karena ritualnya membutuhkan darahku, kami harus mencari sesuatu yang tajam untuk bisa mengeluarkan darahku.

("Senjata tajam atau.. benda tajam..")

("Benda taj—")

*!!*

("Hmm..")

"Arliz." Panggilku

"Apa?"

"Kau ini rubah, 'kan?"

"Setengah.. RUBAH!" bentaknya kesal terasa familiar merespon pertanyaanku

("Sepertinya aku pernah mendengar bantahan seperti ini..")

"Yayaya apapun itu.."

"Rubah itu punya taring, bukan?" lanjutku bertanya lagi

"Ha..??"

..

"HAH?!?!" responnya setelah sadar dengan maksud dari pertanyaanku

"Cepat tunjukkan taring—"

"Tidak-tidak- tidak- tidak- tidak- tidak- tidak- tidak- tidak-TIDAK!!" potongnya menolak melangkah mundur menjauhiku

"Bukannya ada pisau di dapur? Kenapa harus menggunakan taringk—"

"Sudahlah, kita tidak punya waktu lagi." Potongku

"Dan juga kau tahu sendiri kalau dapurnya itu jaaauuuh sekali." Lanjutku membujuk

..

Setelah lumayan lama diam mempertimbangkan sendiri dalam kepalanya, akhirnya dia memutuskan.

"Baiklah apa boleh buat!" tegasnya mendekat kembali

*bruk*

Diturunkan tubuhnya hingga bersimpuh menyesuaikan.

"Aaa…"

"Hwayo cwepat hlakuhwan!" suruhnya sambil membuka lebar mulutnya menunjukkan gigi taring miliknya

"Iya-iya.. aku masukkan ya—"

*!!*

*Deg!*

("Sepertinya..")

"Hwey! Awha hwahi hang hau hunggu?!"

*glek!*

("Ada hal yang tiba-tiba ingin kucoba lakukan dengannya.")

Perlahan kumasukkan telunjukku menyentuh sedikit taringnya yang sepertinya bisa diatur panjang pendeknya semau dia. Tapi bagian dalam mulutnya entah kenapa membuatku penasaran akan teksturnya, khususnya lidahnya yang merah terlihat panjang dan kenyal.

("Aku.. INGIN MENYENTUH LIDAHNYA!!")

*Chep*

*!!*

Matanya langsung terbelalak terkejut begitu jariku malah mendarat di permukaan lidahnya.

("BENAR-BENAR LEMBUT!!")

"Khw-Khwnahwa hau mawrhwrah—"

Kuusap lembut lidahnya dan lanjut memutar mengusap langit-langit mulutnya.

"Ahhnn♥〜…" responnya dari marah-marah berubah jadi desahan kecil

*?!*

("Eks-Ekspresi dan suaranya..?!")

*Fwoofhh〜Fwoofhh〜Fwoofhh〜*

*glek*

Meski terkejut sampai menelan ludah untuk kedua kalinya, tanganku tak bisa berhenti memainkan jari-jariku di dalam mulutnya yang basah. Diikuti ekornya menggibas-gibas dan telinganya yang terus bergerak tidak bisa diam.

("A-A-Apa ini..?")

("Perasaan apa ini..??")

("Pupil mata terguling ke atas..")

("Lidah yang menjulur keluar tersenyum..")

("Dengan ekspresi erotis yang baru pertama kali kulihat..")

Lanjut tangan kiriku mulai ikut beraksi mengelus-elus pipi dan juga bagian bawah dagunya.

("Menyenangkan sekali.. tapi di saat yang sama, hati kecilku merasa begitu bersalah karena melakukan ini padanya.")

("Tapi sepertinya dia menyukainy—")

*!!*

..

Terhentak sendiri, aku tersadar akan kejahatan yang sedang kulakukan padanya.

Sambil gemetar kecil, kutarik tangan kananku dari dalam mulutnya. Dan juga tangan kiri yang kugunakan untuk mengelus-elus dagu memperlakukannya seperti hewan peliharaan.

..

("Apa yang sebenarnya sudah kulakukan..?") pikirku dengan napas berat melihat tangan kananku yang basah berlumuran air liurnya

"Hah.. hah.. hah.."

Arliz dengan wajah merah padam masih terengah-engah sendiri begitu kuhentikan elusannya.

*GRIP!*

*inhale*

Kukepalkan tangan kananku kuat-kuat dan..

*Bugh!!*

"Toon!!" teriak Arliz

.. kupukul wajahku sendiri sekeras mungkin menyadarkan.

*Bruak!*

Kursi rodanya sampai terjatuh terbawa ayunan badanku.

("Dengan ini terbukti sudah, kalau hawa nafsu adalah salah satu musuh terbesar umat manusia.")

"Kau tidak apa-apa, Toon?" tanya Arliz masih bisa khawatir denganku

"Aku tidak mengerti.." kataku bicara sendiri

"Hah?" responnya

"Aku minta maaf, Arliz."

"Kau benar tentangku.. Aku ini makhluk mesum menyedihkan yang bahkan tak bisa menahan..—"

*Bukk!*

"GUH!" pukulku kesal sendiri ke lantai tanpa menyelesaikan kalimat

"Kita tidak perlu meneruskan ritualn—"

"Kau benar." Potongnya

*?!*

"Kau makhluk rendahan yang selalu melampiaskan nafsu bejatmu pada orang yang berada di bawahmu!"

"Manusia yang bertindak sesukanya! Berlagak seperti pemimpin padahal dialah yang paling lemah diantara semuanya!"

*??*

("Eh.. sepertinya dia terbawa suasana dan memanfaatkannya untuk menghinaku.")

"Seenaknya maju paling depan dan bertingkah seolah semuanya bisa dilakukan sendirian!"

"Kau pikir kau akan dianggap sebagai pahlawan hanya karena mengorbankan diri seperti orang bodoh demi kami?!?!"

*inhale*

"TIDAK!! Jawabannya adalah TIDAK!! Aku tidak akan pernah memaafkan orang bodoh seperti itu!" teriaknya sekeras mungkin sampai menggetarkan jiwaku

..

"A-Um.. Arl—"

*!!*

Perkataanku langsung terhenti ketika air mata turun pelan membasahi pipinya.

("Ekspresi apa ini..??") pikirku berhadapan dengan mimik muka yang tidak kumengerti artinya karena baru pertama kali kutemui

Hidungnya yang memerah dengan ekspresi penuh amarah hingga menggertakkan gigi, ditambah gelinang air mata yang turun membasahi sampai membuat pantulan cahaya di pipinya.

"Aku juga.." ucapnya berat melanjutkan

"Aku juga bodoh karena sudah bergantung pada orang sepertimu." Tambahnya perlahan menunduk

"Kau ini terlalu baik.."

("Arliz..")

"..tapi mesum."

("Gwaakh!")

"Kau cerdik.."

("De javu!")

"..tapi licik."

("Heekk!!")

"Pokoknya kau adalah yang TERBURUK!" teriaknya dengan penekanan hebat di akhirnya

("CRITICAL DAMAGE!!")

("Cukup.. hatiku sudah tidak kuat menahannya, nona Arliz")

Dia kembali memuji dan langsung menghinaku tepat setelahnya seperti waktu itu.

"Dan orang itu akan menjadi tuanku.." lanjutnya mengangkat kepalanya

Diangkat kepalanya mendekat membantuku membangunkanku beserta kursi rodanya.

"Mari lanjutkan ritualnya." Ajaknya dengan senyum hangat

..

"Ya.. mari kita lakukan." Balasku mengiyakan dengan perasaan penuh komplikasi karenanya

"Kali ini lakukan dengan benar ya." Ucapnya seraya membuka mulutnya lagi

"Aaa…"

*glek*

("Hiro, kali ini kau harus serius.")

Kumasukkan jariku menempelkan jari telunjukku ke gigi taringnya yang runcing mencuat keluar, dan..

*Tck*

"Ack!—"

*Chep*

Diemut langsung jari telunjukku yang masih di dalam mulutnya.

"Hmpp!!" responnya seperti menelan sesuatu yang tidak enak

("Hueek.. aku tidak bisa bayangkan rasanya menelan darah orang lain.")

Dikeluarkan jariku yang kembali basah dari mulutnya dan langsung menggenggam tanganku mulai menunduk fokus sama persis seperti prosesnya Zoker dulu.

"Dengan ini, aku, Arliz de Clover.." Ucapnya memulai ritual diikuti munculnya lingkaran sihir tepat di bawah kami

*Fwnnnggg*

"Berjanji akan setia melayani tuan.. Toon dengan jiwa dan ragaku selamanya." Lanjutnya sempat terhenti sebentar sebelum menyebut namaku

("Penolakan dari dalam yang hebat.")

*Chup*

Lanjutnya mencium punggung telapak tanganku diikuti hilangnya lingkaran sihir tepat di bawahnya.

"Selesai.. dengan ini kau sudah resmi menjadi tuanku." Katanya mengakhiri

"Hmm, kau memilih mencium punggung telapak tanganku ya.." ucapku memancing

"Ha? Apa maksudmu?"

"Bukankah tingkatan dari yang terendahnya adalah; punggung telapak tangan, pipi, dan yang terakhir.." jelasku menghitung dengan jari

"Bibir." Lanjutku menunjuk tempat terakhirnya

..

"Aku tahu kau ini orang mesum yang menjijikkan, tapi.."

"Kau tidak bisa seenaknya mengubah dan mengarang tata cara ritual ikatan kontrak servant yang sudah ada bertahun-tahun lamanya demi memuaskan nafsu bejatmu." Balasnya dingin melihatku seperti melihat seonggok sampah

"Eh..? Jadi.. tidak ada tingkatan apapun dalam ritualnya..??"

"Tentu saja tidak ada!" responnya cepat

"Lagian darimana kau dapat ide seperti itu?"

Kupegangi kepala tenggelam dalam pikiranku sendiri yang dengan percaya dirinya mengajukan sesuatu padanya tanpa mencari tahu yang sebenarnya.

"Aku telah dibohongi oleh robot kecil." Gumamku mengabaikan pertanyaannya

"Tapi.." ucapnya melepas pegangan tangan dari kepalaku

*tap*

Ditarik tanganku dan disatukan dalam genggamannya membuatku bertanya-tanya menarik perhatianku kembali padanya.

"Sepertinya.. aku tidak membenci hal aneh yang barusan kau lakukan padaku.."

*?!*

"Dan selama hal itu tetap menjadi rahasia kita berdua, aku tidak menolak kalau kau ingin melakukannya lagi.."

"Karena sekarang aku adalah servant-mu〜.."

("Ini gawat..")

"Ehehe♥.." lanjutnya tertawa kecil mengakhiri dengan mengeluarkan sedikit taringnya tersenyum lebar nan nakal seperti sebelumnya

("Kebejatanku telah membangunkan sesuatu yang berbahaya di dalam dirinya.")

Setelah selesai melaksanakan ritualnya dan tidak jadi mengambil surat yang memang dari awal sudah tidak ada di kastil, kami kembali ke tempat dimana Zoker menunggu.

("Pasti dia sudah menyadarinya.")

~~~

*garagaragaragaragara*

Suara khas kursi roda yang sudah mulai terbiasa di telinga saat melewati jalanan kota.

Setelah melaksanakan ritual ikatan kontrak berkedok mengambil surat yang tertinggal di kastil selesai, kami kembali ke depan gerbang tempat Zoker dan Leon beserta pasukannya menunggu.

"Arliz." Panggilku

"Hmm?"

"Jangan ladeni kalau nanti Zoker marah-marah begitu kita tiba ya." Kataku mengingatkan karena sudah hampir sampai

"Ya, aku tahu.. tuan." Balasnya dengan jeda di akhirnya

("Tinggal menunggu waktu saja sampai dia terbiasa memanggilku 'tuan' seperti Zoker dan Sylph, ahahah—")

"Itu dia orang yang dibicarakan sedang berlari menghampiri." Ucapnya memotong lamunanku

*Dap! Dap! Dap! Dap! Dap!!*

"Saa!! Pii!! Ruu!! BAAAHHHH!!!!" teriaknya sambil berlari ke arah kami

("Duh, masih terlalu pagi untuk ribut.")

Saat dia sudah dekat..

"Zoker." Panggilku menghentikannya

*stop!*

"Ya, tuan?" responnya langsung berhenti di depanku menghentikan langkah cepatnya yang terlihat seperti akan menubruk Arliz di belakangku

("Wow.")

"Aku punya satu trik sulap yang hebat, mau lihat?" pancingku

"Sulap? Aku tidak tahu apa itu, tapi aku ingin lihat tuan!" responnya antusias seperti yang kuinginkan

("Bagus, dia mengambil umpannya.")

"Kau tahu 'kan tadi aku dan Arliz kembali ke kastil untuk mengambil surat yang kutulis semalam?"

"Ya, aku tahu tuan."

"Nah, sekarang aku akan memindahkan suratku…—"

"Sebelum itu, aku ingin kau berputar dulu sekali secara perlahan dengan anggun." Pintaku

"Owh.. baik."

*Syuu〜*

Tepat saat dia berputar di tempat..

("Tunggu.. tunggu.. —SEKARANG!")

Kutajamkan mata memperhatikan ceplakan yang ada di sakunya memastikan ada tidaknya suratnya di sana.

"Dan..— Oh, ada."

"Ok.. terima kasih sudah mau berputar untukku, mari kita lanjutkan sulapnya."

"Ano.. tujuannya aku berputar barusan untuk apa, tuan?"

"Sudah jangan pedulikan hal yang tidak penting." Balasku mengalihkan

"E-Ehm, jadi aku akan pindahkan surat yang saat ini ada padaku.."

"Pindah ke saku baju yang sedang kau kenakan itu, tanpa kau sadari." Jelasku

*clap.. clap.. clap..*

"Whoo…" responnya takjub memberi tepuk tangan pelan

"Ayo cepat lakukan tuan!!" lanjutnya tambah semangat meski tidak mengerti

("Untung dia mudah dikelabui seperti anak kecil.")

"Yaaa, sebenarnya aku sudah pindahkan barusan." Terangku

"Ha?" responnya bingung dengan mulut terbuka lebar

"Coba cek saku bajumu." Suruhku

"Saku?.."

"Kanan.. dan kir—Whoa! Benar-benar ada di dalam sini, tuan!!" Teriaknya heboh sampai melompat-lompat kecil menemukannya

("Aaahh!! Tidak peduli bodoh atau polos, aku benar-benar suka tingkahnya yang seperti ini!")

"Bagaimana? Hebat, 'bukan?"

*Clap! Clap! Clap! Clap!*

"Ya! Hebat, tuan! Hebat sekali!" responnya bertepuk tangan lebih heboh dari sebelumnya

"Kemarikan suratnya, dan mendekatlah agar aku bisa beritahu triknya padamu." Kataku mengajaknya mendekat

"Nih tuan." Ucapnya menyerahkan dan mulai bersimpuh di hadapanku dengan mata berbinar-binar saking semangatnya

Kuterima dan langsung kupindahkan suratnya ke tangan kiriku.

*Ctak!*

"Jadi pertama-tama.." kataku menjetikkan jari kanan agar perhatiannya Zoker terfokus ke jari tangan kananku

Saat aku sedang buat penjelasan trik palsu soal sulapnya, kuberikan surat di tangan kiriku ke Arliz tanpa sepatah katapun dan lanjut mengarahkan tangan ke Leon memberi kode agar dia segera meninggalkan kami selagi Zoker sibuk denganku.

"Ohh.." respon Arliz bergumam kecil langsung paham dengan maksud dari tindakanku

Diambil surat olehnya, dan tanpa suara pergi menghampiri Leon.

~~~

Setelah selesai mengelabui Zoker tentang trik sulap yang ternyata benar-benar menarik perhatiannya, kami datangi Leon yang sepertinya sudah siap berangkat.

*sigh*

("Bermain-main dengannya benar-benar asyik sampai membuat rasa kantukku pergi.")

Kepolosannya memudahkanku untuk membuatnya lupa dengannya yang sudah pasti akan marah-marah tentang kontrak servant-ku dengan Arliz yang baru saja kami buat, meski kuyakin cepat atau lambat dia akan ingat kembali.

"Leon." Panggilku saat sudah dekat dengannya

Dia menoleh ke arahku yang sedang mendatanginya.

"Kau yakin dengan ini?" tanyanya menunjukkan surat di tangannya

"Jangan bicarakan itu lagi." Balasku

"Yang lebih penting, aku ada pesan terakhir sebagai pelengkap."

"Katakan saja." Ucapnya mempersilahkan

"Berikan langsung pada walikotanya, jangan sampai ada perantara lagi antara kau dengannya."

"Suruh dia baca langsung isinya dan bilang kalau itu adalah surat dari 'orang yang pernah berjanji akan merenovasi kantor anda'." Ujarku menyebutkan pesan tersiratnya

"Renovasi??"

"Entah apa maksudnya itu, akan kusampaikan nanti." Balasnya menerima

("Tentu saja akan kurenovasi dengan meratakan kantornya dengan tanah! Hahaha!!")

("Meski baru rencana sih.")

"Oh ya, si Cliff Horseman ikut bersamamu?" tanyaku iseng

"Ha? Siapa yang kau bicarakan?"

"Namaku adalah Cliff Horzman!" balas orang yang dibicarakan mendengar dan tiba-tiba masuk ke percakapan dengan kesal seakan lelah dengan topiknya

"Kau dengar sendiri, 'kan? Namanya Horzman, bukan Horseman." Jelas Leon padauk

"Ok-ok, tapi sebenarnya bukan itu pertanyaanku."

"Kau akan ikut ke ibukota, Cliff?" tanyaku langsung

"Tentu saja." Jawabnya percaya diri

"Ya, 'kan tuan Leon?"

"Ha? Sejak kapan kubilang kalau kau akan ikut?" balas Leon menjahilinya

"Eh- tapi 'kan.. kemarin..—"

"Sudah-sudah, cepat bersiap-siap sana." Suruh Arliz memotong

"Dan kau Leon, berikan suratnya ke Cliff agar tidak hilang." Lanjutnya

"Tenang Arliz, kali ini aku tidak akan—"

"Be-ri-kan." Tegasnya mengulang

"Iya-iya." Jawabnya menerima dan memberikan suratnya ke Cliff

("Hmm, sepertinya aku dapat bahan ejekan baru untuknya.")

Setelah semuanya selesai disampaikan, Leon beserta pasukannya berpamitan pergi keluar dari gerbang. Bersama-sama kami melambaikan tangan melepas kepergiannya memenuhi tugas sebagai perwakilan kota.

"Oh ya, Arliz."

"Apa Leon sudah tahu kalau kita akan menyusulnya?" tanyaku

"Hmm, kurasa tidak.. aku juga tidak bilang padanya."

"Bagus, berarti kedatangan kita bisa jadi kejutan."

("Atau hal kecil lainnya.")

Langit masih gelap menyelimuti kota belum menunjukkan tanda-tanda munculnya mentari yang akan menyapu kegelapan dan hawa dingin yang kurasakan saat ini.

("Masih dini hari dan tidak ada lagi yang ingin kulakukan sampai pergi besok.")

"Aku masih ingin bermalas-malasan di hari terakhir kita disini."

"Kita kembali ke kastil, aku mau tidur." Kataku menetapkan

"Baik, tuan."

"Dimengerti, tuan." Balas mereka bersamaan

..

("Ah, dia kelepasan..")

"Apa maksudmu ikut-ikutan memanggil tu— Waahh!! Dasar sapi rubah!!—" teriak Zoker ke Arliz begitu teringat kembali

*puff*

Kutarik tangan Zoker dan mengubahnya agar menjadi boneka kecil dan kunaikkan ke pangkuanku.

"Tuaaann!! Kenapa kau tiba-tiba mengubahku?! Aku harus membuat perhitungan dengan si sapi rubah itu tuan!!" protesnya dalam bentuk mininya masih tetap berisik

*teph!*

Kumasukkan dia ke dalam baju dan mendekapnya pelan agar doll effect-nya tidak terlalu terasa.

"..."

("Sepertinya dia sudah tenang begitu kupeluk seperti ini.")

"Arliz."

*garagaragaragaragara*

Di dorong kursi rodaku kembali menuju ke kastil untuk membayar waktu tidurku yang terbuang.

("Sepertinya dalam waktu dekat kakiku masih belum bisa digerakkan juga.") Pikirku setelah mencoba kembali menggerakkan jari jemari kakiku

*sigh*

("Ya sudahlah, duduk di kursi roda masih jauh lebih baik daripada terbaring seharian di ranjang.")

~~~

Setelah bangun tidur untuk yang kedua kalinya, di ruang tak terpakai yang kujadikan ruang kerjaku.

..

"Sudah jam berapa in—"

*Kretak!*

("Duh pinggangku..")

Karena tidak mau pindah ke ranjang tanpa bantuan Sylph untuk tidur, jadi sudah dua hari ini aku tidur menunduk di kursi roda yang membuat punggungku jadi sakit belakangan ini.

*Jek— Ngiit*

Pintu terbuka menandakan seseorang yang baru saja masuk.

"Oh maaf.. aku tidak tahu kalau anda sudah bangun, tuan." Sapa Zoker begitu masuk melihatku sedang bersandar memijat-mijat sendiri pinggangku sambil melihat ke atas

"Ah.. ya tidak apa-apa, aku juga baru tahu kok." Balasku menoleh sedikit ke arahnya

"Baru tahu??—"

"Baru bangun maksudnya." Responku sadar memperbaiki salah kata

Dia datang membawa sesuatu di tangannya.

*sigh*

*Cekleng*

"Ada apa, tuan?" tanyanya menaruh secangkir kopi dan beberapa kue-kue kecil menemani

"Tidak apa, pinggangku terasa sedikit pegal karena tidur disini." Jelasku lanjut memijat sambil memejamkan mata mencari sumber sakitnya

"Mhoo.. benarkan apa kataku? Tidur seperti itu tidak baik untuk tubuhmu, tuan." Tegasnya tiba-tiba setelah mendengar jawabanku

"Ya, aku tahu.. tapi aku tidak mau kalau harus diangkat hanya untuk pindah ke ranjang olehmu ataupun Arl—"

"Lain kali tidak ada tapi-tapian lagi, tuan." Potongnya tegas menunduk memajukan tubuh mendekatkan wajah seriusnya padaku

("Eh??")

"Demi kebaikanmu, aku tidak akan membiarkanmu tidur seperti tadi lagi, mengerti?" tanyanya semakin mendekat sampai membuatku mengalihkan wajahku ikut menjauh karenanya

..

("Apa yang terjadi dengannya?")

"Mana jawabannya?"

"Y-Ya.. aku mengerti, Zoker." Jawabku entah kenapa tidak bisa membantah omongan kembali melihat ke arahnya

"Baiklah tuan, sekarang makanlah ini dulu sebagai cemilan dan nanti kita akan cari makan di luar ya." Ucapnya tersenyum manis seperti biasa dan kembali ke posisi semulanya

"Aku mau ke kamar kecil dulu." Tambahnya berjalan keluar

"Baikla— Eh tunggu." Kataku menahan kepergiannya

"Hmm?"

"Bagaimana statusnya Sylph?" tanyaku

"Kata AI, pemulihannya akan selesai tengah hari nanti."

"Oh begitu ya." Balasku

*Jek— Ngiit*

..

Setelah membuka pintunya, dia diam menahan gagang pintunya tetap terbuka seperti ada sesuatu yang menganggu pikirannya.

"Ada apa, Zoker?"

"Tu-Tuan mau sekalian ikut aku ke—"

"Tidak, terima kasih." Balasku cepat

"Baiklah tuan, aku permisi."

("Sikapnya yang jadi lebih perhatian memang bagus..")

*Chomp.. chomp.. chomp..*

Kucicipi kue-kue kecil dengan garpu yang sudah disediakan olehnya.

("Tapi aku tidak mau kalau sampai mengganggu waktu privasi-ku.")

*sluurrp*

("Apalagi kalau sampai Crown-nya keluar mengambil alih tubuhnya di saat yang tidak diinginkan.")

Kusanggah kepalaku dengan tinju kiri sambil tetap mengunyah makanan memikirkan sesuatu.

("Sepertinya ada hal penting yang harus kulakukan.")

*Chomp..*

("Tapi..")

*slurrp*

(".. apa ya?") tanyaku sendiri mengingat-ingat

Cukup lama aku termenung sendiri dengan tangan dan mulutku yang otomatis menikmati sajian yang dibawakan Zoker.

..

"Sudahlah."

"Kalau lupa, berarti hal itu tidak penting." Kataku menyerah mengingat-ingat

Saat tanganku mau mengambil kue lainnya di piring..

*Cting*

Malah terdengar suara antar garpu dan piring yang beradu.

*??*

("Sudah habis?")

Saking enaknya makan dan minum sambil melamun, tanpa sadar semua yang disajikan sudah pindah ke dalam perutku.

..

*!!*

"Owh! Aku ingat sekarang!"

Dan hal yang ingin kulakukan adalah..

"Mandi."

..

"Aku mau mandi yang spesial." Kataku sendiri mengulang meyakinkan diri bahwa itulah hal yang kulupakan