Chapter 30 - Chapter 30: Pemulihan Diri

Setelah masa kritisku yang entah bagaimana telah berhasil terlewati dengan bantuan pengobatan Sylph dan AI di dalam kastil. Sekarang aku sudah siuman dan sembuh, semua yang tersisa hanyalah menunggu fungsi kerja tubuhku yang normal kembali seperti semula.

Di depan pintu besar ruang utama kastil. Aku, Sylph dan AI dalam bentuk box-nya berada di sana sebelum keluar membuka pintunya menuju dunia luar.

"Aku buka pintunya, tuan."

"…"

*Krieet*

("Euh..")

Setelah sekian lama terlindungi dari sinar matahari, kelopak mataku yang takut tersilaukan langsung reflek menutup bersiap menghalau pancaran sinarnya dan perlahan membukanya kembali.

Tapi..

*Brrrrrrr!!*

.. ternyata di luar sedang turun hujan.

("Hujan..")

Di tengah lebatnya hujan, terlihat sosok yang terduduk diam di tengah jalan. Air hujan yang terus menerpa membasahi seluruh tubuhnya tanpa terkecuali, sambil memegang sesuatu terus di tangannya dan juga kaki yang bergetar kecil menahan dirinya agar tidak terbawa tarikan rantai bersinar yang membelenggu kedua tangan dan kakinya yang terus mencoba menariknya ke tempat seperti gubuk yang lebih teduh dari terpaan hujan di depan kastil.

Dan saat itulah dia mulai mengangkat kepalanya melihat ke arahku yang baru saja keluar dari dalam kastil.

*!!*

("Zo.. ker..")

Aku yakin kalau ekspresiku saat ini seharusnya terbelalak dengan apa yang ia lakukan di sana.

"Zoker, pindahlah ke tempat yang lebih te—"

"Tuan.." ucapnya memotong omongan Sylph

"Kau 'kah itu, tuan…?"

"…"

("Syukurlah kau tidak apa-apa.")

("Dan sayang sekali saat ini aku tidak bisa menjawab sepatah kata pun darimu, Zoker.")

*tap*

*Srrrachhh!!*

Dengan bangunnya dia dari posisi duduknya di sana, dia sudah membuat cengkraman rantainya semakin kuat hingga melukai tangan serta kakinya.

("Apa Sylph yang sudah melakukan semua ini pada Zoker demi menahannya tetap di luar?")

*Brrrrr*

*Skhrkk*

"Syukurlah kau sudah bangun, tuan" ucapnya bangun melawan cengkraman rantai di kakinya

"Aku selalu menunggumu di sini, tuan."

("Zoker..")

("Jangan bergerak lebih dari itu!")

*Tiit.. tiit.. tiit..*

Sylph yang menyadari perubahan tickling pada alat pendeteksiku langsung turun hujan-hujanan ke dekat gerbang menghadapi Zoker yang masih berada di luar kastil

"Hentikan, Zoker."

"Tuan baru saja sembuh dan.. dia hanya ingin melihat keadaanmu.. dan Arliz sebentar."

"Jangan membuatnya tambah.. khawatir dengan tingkahmu."

"Setelah itu tuan akan.. kembali beristirahat lag—"

"BERISIK!!" teriak Zoker memotong

"Tahu apa kau tentang tuanku?!"

"Setidaknya aku jauh lebih tahu tentang ma—"

"DIAM KUBILANG!!" teriaknya memotong lagi omongan Sylph

"Kau.."

"SEENAKNYA KAU MEMUTUSKAN UNTUK MENJAUHKANKU DARI TUAN TERCINTAKU!!" Teriaknya terus membentak Sylph

*Krrkk.. krrkk..*

Sementara darah terus mengucur dari tangan dan kakinya yang terus-menerus memaksa menariknya mundur menjauh dari kastil.

("Apa ini..? Apa yang sebenarnya sudah terjadi..?")

("Kenapa kedua servant-ku malah saling bertengkar seperti ini..?")

*Dap!*

Dengan berat, Zoker terus melangkahkan kakinya mendekat ke kastil mengabaikan semua luka yang ada di tubuhnya.

"Kemarilah, tuan.." ajaknya terhuyung-huyung melangkahkan kaki beratnya

Poninya yang basah hingga menutupi separuh wajah menyisakan sedikit pancaran sinar dari matanya. Serta air hujan yang mengalir turun membasahi wajahnya, membuat sulit untuk mengetahui adakah air mata yang mengalir di antaranya.

"Kembalilah padaku dan aku akan pastikan kau tidak akan merasakan hal seperti ini lagi.." pintanya menadahkan tangan kirinya dengan senyum yang sungguh menyedihkan untuk dilihat

"Tidak, tubuh tuan belum benar-benar pulih."

"Oleh karena itu, tuan.. harus tetap berada di—"

"DIAM! AKU TIDAK BERBICARA PADAMU BOCAH!!"

*Ctang!*

Dia mengayunkan sabitnya keras-keras mencoba menghancurkan lapisan plasma yang secara transparan berada tepat di depan gerbang tempat Sylph berdiri.

("Aku tidak boleh membiarkan mereka berkelahi seperti ini.")

("Lama kelamaan akan terjadi pertumpahan darah lainnya diantara mereka.")

Kufokuskan tenaga untuk menggunakan Crown seperti biasanya.

("Fokus.. fokus..")

..

*?!*

("Tidak terjadi apa-apa??")

("Apa itu artinya..")

("Aku tidak bisa mengaktifkan Crown-ku?!")

"Sebentar kualihkan pandanganku darinya.."

*Ctang!*

"Dan karena kau yang tidak becus melayani tuan.."

*Ctang!*

"Tuan sampai harus tersiksa seperti ini.."

"SEMUA SALAHMU!!"

*CTANG!!*

("Sial.")

("Kalau saja aku bisa menggunakan Crown-ku, mereka berdua akan dengan mudah kulerai.")

Berulang kali ia coba hancurkan lapisan plasmanya, namun sudah pasti gagal karena terlalu tebal untuk dihancurkan begitu saja dengan sabitnya. Ditambah ayunannya yang lemas seperti tanpa tenaga dan juga pegangan dari rantai yang menarik kedua tangannya.

"Semua tuduhanmu padaku tidak.. berdasar dan tidak masuk akal.. sama sekali."

"Padahal kau sendiri yang bilang.. kalau kau tidak bisa mengalahkan golem raksasa.. seperti itu, sehingga tuan memberikanmu.. tugas yang lebih mudah."

"Ya.."

*!!*

("Perasaan merinding ini..")

*Nnngiinnggg!*

Seketika sabitnya menyala terang merespon kehadirannya.

"Kalau mereka berdua.."

(" 'V' ")

"..sudah pasti mereka tidak bisa mengalahkan mainan seperti itu!"

*Pssshhh….*

Tiba-tiba muncul uap dari tubuhnya yang basah kuyup seolah tubuhnya mendidih dari dalam.

*Tap*

Dipindahkan sabit di tangan kanannya ke tangan kiri, dan..

*Swrachk!*

*!!*

Diputuskan sendiri dengan paksa pergelangan tangannya sehingga terlepas dari rantai yang mencengkramnya.

Dan dalam sekejap, tangannya yang terputus serta darah yang berceceran tadi langsung menyambung kembali seperti semula.

("Zoker maupun Crown-nya tidak mungkin bisa melakukan hal seperti itu, kecuali dia yang tanpa alasan yang jelas ada di dalam tubuhnya.")

Hal yang sama dilakukan juga pada tangan kiri dan juga kedua kakinya sampai tak ada yang membelenggunya lagi.

"Tuan.."

..

"Kenapa kau menangis, tuan..?"

("Beraninya kau..!")

"Aku hanya melepaskan rantai yang mengikat tangan dan kakiku saja, tidak ada yang terluka, kok." Tambahnya tersenyum lebar khasnya

("Beraninya makhluk sialan ini memanggilku 'tuan' dengan menggunakan suara dan wajah servant berhargaku!")

"Sepertinya sudah cukup." Ucap Sylph berbalik badan mengakhiri

"Kita bisa menemui Arliz nanti."

"Ai, masukkan tuan kembali ke ruang perawat—"

"Hei."

*Crang!!*

*!!*

("Plasmanya Sylph bisa dihancurkan dengan mudahnya?!")

Lapisan plasmanya yang tebal dan keras yang dari tadi gagal dipecahkan oleh Zoker meski diserang berkali-kali, berhasil dihancurkan olehnya hanya dengan sekali serang dengan senjata yang sama.

"Kau.. bukan Zoker." Kata Sylph menaiki tangga tanpa berbalik melihatnya

"Ya ya ya, terserah kau saja."

("Kekuatan yang mengerikan.")

"Sekarang bisa kau kembalikan tuan padaku?"

*??*

Sylph terdiam dan sedikit memiringkan kepala bertanya-tanya dengan omongannya barusan.

"Apa pendengaranmu rusak? Aku sudah katakan kalau tuan tidak—"

*Bfwung!*

Dengan sigap Sylph berputar melompat mundur dengan plasma yang dipijakinya menghindari serangan tiba-tiba V.

("Sylph yang sedang tidak fit tidak mungkin bisa mengimbanginya.")

"Heh.. maaf saja, tapi aku tidak menerima jawaban tid—"

*Tep—*

*Bfwuarrgg!!!*

Tiba-tiba ada seseorang yang dengan cepat datang dari belakangnya Zoker dan langsung memegang kepalanya Zoker dan membenturkannya ke tanah selagi dia berbicara tepat di hadapanku.

Dan orang itu adalah..

"Maaf aku terlambat."

("Arliz?")

"Errgghh!!! Rubah sialan! Kenapa kau selalu datang di saat—"

*Heup— skrikrlkrkrlk*

*Bourrghkk!!*

*?!*

("DENGAN ENTENGNYA DIA TANPA RAGU MENGINJAK KEPALA ZOKER!!")

..

"Tenang saja, dia hanya pingsan."

"Hanya ini cara yang ampuh untuk melumpuhkannya kalau sudah seperti ini." Ucapnya dengan santai dan kakinya yang berubah seperti semula

"Kau datang di waktu yang.. tepat." Sambut Sylph melihat kehadirannya

("Sylph juga sudah terbiasa melihat Zoker diperlakukan seperti ini?!")

"Bukankah aku sudah bilang kalau.. ada Arliz yang bisa menenangkannya dan.. berhasil membuatnya beristirahat meski hanya.. sebentar, tuan?"

"…"

Meskipun bisa berbicara, aku tidak akan berkomentar apapun dengan metode mereka menenangkan Zoker yang sangat ekstrim seperti ini.

Dan juga darahnya..

("Arrgghhh!!! Darah segar mengalir dari kepalanya!!")

*Brrrrr*

Dalam hati aku berteriak histeris sendiri melihat kepala Zoker yang terpendam ke dalam tanah seperti itu, meski hanya sebentar karena kemampuan regenerasi dari sabitnya.

"Sylph, tolong ikat lagi dia seperti biasa."

"Umu."

*Sririririringg!*

*Cteng!*

*Srrkkkrrkrkrkrkrk*

Setelah tak sadarkan diri, Sylph menyeretnya lagi ke gubuk yang rupanya sudah disediakan oleh Arliz untuk tempat tinggal sementara Zoker yang tidak mau pergi dari depan kastil sampai aku sadar dan keluar menemuinya.

("Tak kusangka Arliz sadis juga rupanya.")

("Dan juga..")

*glek*

("Dia menginjak kepala Zoker tanpa ragu dengan kakinya yang sedang menjadi kristal.")

"Aku hanya melakukan itu saat dia sudah kelewat batas saja."

"Selama sabitnya tidak menyala, aku tidak akan menertibkannya." Jelasnya memberitahu

"Dan jangan khawatir, Zoker akan kembali normal setelah sadar."

"Dan aku yang akan mengawasinya di sana." Tambahnya menunjuk gubuk kecil di depan kastil

Dia tetap berekspresi seperti biasanya seolah dia sudah terbiasa dengannya.

"Baiklah kalau begitu, tuan harus kembali beristirahat di dalam."

"AI."

『"Baik, nona." 』

"Ya, cepat sembuh Toon." Ucapnya melambai pelan melihat kepergianku

Tanpa menjawab ataupun merespon sedikit pun, ranjang beserta peralatanku dibawa kembali oleh Sylph dan AI ke ruang perawatan.

("Benar-benar deh.")

("Sebenarnya berapa lama aku tertidur sampai Zoker gila dan V berkali-kali muncul seperti itu.")

("Tapi untung saja ada Arliz yang bisa mengatasinya.")

("Karena kalau tidak..")

~~~

..

*Tiit*

Tanpa tahu pukul berapa sekarang, tiba-tiba saja aku terbangun dari tidur merasakan kehangatan yang menggenggam tangan kananku.

("Sylph..?")

Perlahan kubuka mata mencari tahu siapa yang memegang tanganku. Dan ternyata..

("Oh..")

("Telinga rubah ini…")

Tanpa bertanya-tanya lagi aku langsung bisa mengetahui siapa orangnya.

("Aku penasaran apa dia juga sering datang untuk menemaniku seperti ini..?")

("Menemaniku sampai tertidur sambil memegang telapak tanganku di pinggir kasur..")

("Aku tidak mau dia merasa bersalah dengan keadaanku yang seperti ini.")

..

"Hiks.."

*?!*

"Maafkan aku.."

("Mimpi apa dia sampai mengigau menangis seperti ini..??")

"Aku berjanji akan menjadi anak baik.."

("Mimpi masa kecilnya, ya..")

"Aku juga berjanji akan menjaga Leon dengan baik.."

"Jadi.."

"Kumohon bangunlah.. Papa.. Mama.."

"Hiks.. hiks.."

..

("Terkadang aku benci dengan otakku yang dengan mudahnya 'menangkap' sesuatu meski dengan informasi yang sangat sedikit..")

Selagi dia menangis melihat hal yang mungkin seharusnya tidak kuketahui dari mimpinya, aku disini hanya bisa diam melihat dan mendengar semuanya tanpa bisa berbuat apapun untuk menghiburnya.

("Kalau dipikir-pikir, aku belum benar-benar mengenal Arliz.")

Meski aku tidak tahu apa yang sebenarnya telah menimpa dia dan keluarganya, air mata yang mengalir turun membasahi pipinya sudah lebih dari cukup memberitahu betapa dalam rasa sakit yang ia pernah rasakan hingga membentuk dirinya menjadi wanita yang kuat dengan pribadinya sekarang.

("Hari pertama aku bangun dari koma..")

("..benar-benar membingungkan.")

Ingin sekali rasanya kuusap lembut air mata di pipinya dan mengatakan kalau semuanya 'kan baik-baik saja, tapi tubuhku yang sekarang benar-benar menghianatiku.

("Bagaimana ini..")

("Aku baru saja bangun dan tidak mungkin bisa tidur lagi.")

("Ditambah Arliz yang..")

"Hik.. hik.."

*Fyuu〜*

Perlahan terdengar tangisannya mulai berhenti dan kembali tenang.

("Ah.. sepertinya mimpinya sudah seles—")

"Toon." Panggilnya menyebut namaku

("Berganti?!")

("Tapi menarik nih.. soalnya dia tadi menyebut namaku dalam mimpinya.")

"Mesum."

("Gwuaghh!!")

Bagai tertusuk tombak tepat di dada rasanya bagiku mendengar lanjutan darinya.

("Sampai segitunya kau membenciku, 'hah?! Sampai masuk ke dalam mimpimu, 'hah?!")

..

".."

("Itu saja..??")

..

*smile*

"Terima kasih." Tambahnya mengakhiri dengan senyuman hangatnya serta genggamannya yang sedikit menguat memegang tanganku dalam tidurnya

*sigh*

("Dasar rubah apatis kesayangan.")

Setelah itu dia kembali tertidur pulas di sana.

("Seperti kata Sylph, aku tidak perlu mencemaskan apapun dulu untuk saat ini dan hanya harus fokus pada kesembuhanku.")

Sambil terus terjaga dengan berbagai hal yang menghinggapi pikiran, perlahan tapi pasti rasa kantuk kembali datang menghantui untuk membawa kesadaranku ke alam mimpi hingga hari berganti dan mentari muncul kembali menyinari dunia.

~~~

*Tiit..*

..

*Tiit..*

("Suara ini..")

*Tiit..*

("Membuatku bosan karena harus mendengarnya setiap saat..")

*Tiit..*

Kukira hanya suara itu yang akan menyambutku terbangun dari tidur..

*Tiit..*

.. ternyata tidak.

*dap.. dap.. dap..*

Terdengar suara orang dari luar melangkah mendekat ke ruang tempatku berada.

".. pokoknya jangan."

*??*

*Jekessh*

Suara pintu dibuka Arliz.

"Tubuhnya belum sembuh total, jadi kau tidak boleh melakukan sesuatu yang berlebihan dengannya." Tegas Arliz sambil membuka pintu

"Iya-iya-iya-iyaaa!" suara Zoker membalas

Kubuka mata penasaran dengan kehadiran mereka.

("Sepertinya Zoker sudah— Eh..?")

"Mau sampai kapan kau menceramahiku seperti i— Waa tuan sudah bangun!!" teriaknya heboh sendiri melihatku yang melihat kedatangannya

("Apa-apaan itu..")

"Tuan.. tuan.. tuan.. TUAAANN!!" teriaknya lagi heboh sendirian

"Sudah kubilang jangan berisik Zoker."

("Sylph dan Arliz datang membawa Zoker dengan cara yang unik.")

Mereka menggunakan kurungan plasma berbentuk balok yang melayang di udara dengan Zoker beserta sabitnya berada di dalamnya.

("Dia pasti sudah berusaha sebisa mungkin mendapatkan ijin untuk bisa bertemu denganku disini, meski harus berada di dalam kurungan seperti itu.")

("Tapi syukurlah dia benar-benar sembuh seperti yang dikatakan Arliz.")

"Tuuaann!!"

*Dang!! Dang!!*

Dipukul-pukul lapisan plasmanya selaras dengan suara berisiknya yang terus memanggilku.

*sigh*

"Maaf ya mengganggu istirahatmu dengan membawa makhluk ini kesini."

"…"

"Dia ngotot sekali ingin melihatmu sampai memohon-mohon padaku di luar."

"Tu— Ha?! Aku tidak pernah sekalipun memohon padamu, sapi rubah!" bantahnya

"Aku.. memerintahkan.. mu!" tambahnya dengan penekanan

"Ya sudah kalau begitu, waktu kunjungannya sudah ha—"

"Ah tidak-tidak-tidak-tidak kumohon jangan dulu."

"Akui." Suruh Arliz

"Tch." Balas Zoker instan menanggapi omongannya sambil mengalihkan wajah jengkelnya.

"Kau ini jadi pelupa ya kalau di dalam kastil." Kata Arliz

"Jangan-jangan-jangan!! Iya aku mengaku!"

"Aku sudah memohon pada Nona Arliz sampai memeluk-meluk kakinya.."

("Hmm..?")

"..yang gemuk." Tambahnya mengalihkan pandangan

("Oof.")

"Sepertinya kepalamu harus dipendam lagi ke dalam tanah agar sadar dengan situasimu saat ini."

"Eh? Dipendam? Kapan kau memendam kepalaku ke dalam tanah?"

"Aku tidak tahu apa yang kau maksud, tapi tolong jangan lakukan itu." Pintanya ketakutan

"Oohh, kau tidak ingat ya.. kalau begitu akan kubuat kau mengingatnya dengan mudah di luar." Kata Arliz berjalan keluar sambil membawa Zoker

*Jdeng! Jdeng! Jdeng!*

��Hei, jangan bawa aku keluar! Aku masih ingin melihat tuan!!" teriaknya menggedor-gedor plasmanya

*Jekessh*

"Kau disini saja temani Toon, Sylph."

"Umu."

"Tuan! Tolong selamatkan aku dari sapi rubah ini!! Dia pasti ingin memakanku!!"

*Jekessh*

"TUANNNNnnnnnn…—"

Perlahan suaranya menghilang setelah pintunya tertutup.

("Pfft..")

("Apa itu tadi?? Apa mereka datang kesini untuk menghiburku atau semacamnya?")

("Ahahahahahahaha.")

Meski tak terlihat, akhirnya aku bisa tertawa dalam hati melihat mereka yang biasa seperti ini.

("Seperti inilah mereka yang seharusnya.. bukan saling berkelahi seperti kemarin.")

Sekarang di ruangan ini hanya ada aku dan Sylph.

*Nnnginngg*

Dia mendekat ke sisi kananku, tempat peralatan medisnya berada. Dia langsung mengecek semuanya dan menaikkan sedikit kepalanya melihat sesuatu yang tidak bisa kulihat di sana.

Dan saat dia memperhatikan hal itulah, aku bisa melihat jelas wajah lesunya.

("Dia pasti masih kurang tidur karena di jam-jam tertentu harus terus mengecek semuanya.")

"Aneh.." ucapnya tiba-tiba

*??*

"Seharusnya tanganmu sudah bisa.. digerakkan, tuan." Lanjutnya

("Tanganku.. seharusnya sudah bisa bergerak..?")

"Perkiraanku dua hari lagi anda akan.. bisa menggerakkan otot wajahmu dan kembali.. berekspresi serta berbicara, tuan."

"Oh, dan juga makan." tambahnya

..

"Apa ada lagi yang kau inginkan, tuan?" tanyanya mendekatkan diri menaruh tangan kirinya di atas kepalaku

("Aku mau kursi roda.")

..

(("Kursi roda..?"))

("Ah, sepertinya dia tidak tahu apa itu kursi roda.")

(("Kursi seperti apa itu?"))

("Kursi untuk orang yang memiliki masalah mobilitas sepertiku saat ini.")

("Biasanya kursi itu digunakan untuk orang yang sedang sakit sehingga tidak bisa berjalan dengan kedua kakinya.")

("Kursi itu digerakkan dengan cara didorong oleh orang lain atau digerakkan sendiri dengan tangan penggunanya untuk memutar rodanya.")

(("Oh, kursi yang bisa didorong yang.. pernah kau lihat di layar kaca itu ya, tuan."))

("Bukti bahwa dia benar-benar melihat juga semua yang pernah kulihat, meski tanpa tahu apa namanya.")

("Ya, yang itu.")

(("Akan kusuruh AI untuk membuatnya."))

("AI? Apa dia mau kalau harus membuatkan sesuatu untukku?")

("Aku khawatir kalau dia akan memodifikasi kursi roda pesananku menjadi sesuatu yang tidak pernah kubayangkan.")

*glek*

Aku mulai cemas dengan pikiranku sendiri yang seenaknya memperkirakan hanya berdasarkan sikap AI padaku.

Diturunkan pegangan tangan kecilnya dari kepalaku dan berdiri diam dengan tatapan kosong ke depan.

"Sudah kusuruh dan gambarannya.. juga sudah kuberikan padanya, tuan." Ucapnya tetap melihat kedepan

("Oh, dia tadi diam sedang bicara dengan AI rupanya.")

..

("Lalu apa..?")

("Kenapa kau hanya berdiri diam disana? Kenapa dia tidak istirahat saja daripada menungguku berdiri disana seperti itu?")

Begitu banyak pertanyaan yang muncul di kepalaku karena tidak mengerti dengannya.

("Aaarrgghh!! Bagaimana caranya membuatnya sadar kalau ada sesuatu yang ingin kubicarakan lewat telepati tanpa bisa menggerakkan satupun anggota tubuhku?!")

..

*sigh*

("Selanjutnya aku akan pinta dia untuk mengganti chip telepati yang rusak di kepalaku.")

Begitulah hari-hari membosankanku berlangsung selama masa penyembuhanku sejak terakhir bertarung melawan golem raksasa, dan aku masih tidak mengerti apa yang menyebabkan tubuhku sampai seperti ini. Karena seingatku, golem raksasa itu tidak memberikan luka yang parah padaku. Dan juga aku masih tidak mengerti bagaimana itu semua bisa terjadi.

*Tiit*

Suara alat terus bersuara sampai terdengar seperti lantunan lagu pengantar tidur yang perlahan membuat kelopak mataku ingin berhenti melakukan tugasnya.

*tap*

Ditambah tangannya Sylph yang menggenggam tanganku seolah mengantar kepergianku ke alam mimpi.

("Apa yang sebenarnya telah merasukiku pada saat itu sehingga bisa memerintah golem raksasa itu dengan mudahnya, ya..")

*Tiit*

*inhale*

*exhale*

Kutarik dan hembuskan napas panjang dengan tempo yang sangat lambat menenangkan pikiran.

("Tapi apapun itu..")

*Tiit..*

(".. sudah membuatku terbaring lama di ruangan ini.")