Malam sebelum kami pergi menyusul Leon ke ibukota.
Perbaikan Sylph sudah selesai dan saat ini kami berempat sedang berada di depan pintu masuk..
"Pemandian air panas milik Arliz." Sambungku bicara sendiri
..
"Hiyaa!! Setelah sekian lama tidak mandi di tempat seperti ini, akhirnya tersampaikan juga!" teriakku heboh sendiri masih duduk di atas kursi roda
Kulihat yang lainnya tetap diam tidak mengikuti keantusiasanku.
"Hei, ada apa kalian ini?" tanyaku
"Kalian tidak senang bisa mandi spesial seperti ini?"
"Ah.. Emm.. tuan."
"Kenapa kau begitu semangat hanya untuk mandi di tempat seperti ini? Bukankah sama saja dengan mandi air panas biasa?" Balas Zoker bertanya balik tidak mengerti
"Ckckckck, kau ini pasti belum pernah merasakan mandi ekslusif seperti ini, 'kan?"
"Daripada banyak bicara, lebih baik langsung kau coba sendiri saja sana di dalam." Suruhku
"Ayo Sylph." Ajakku masuk ke yang bagian pria
"Baik, tuan." Balasnya mulai mendorong kursi rodaku masuk
"Hmm mm mm—"
"Kau pikir kau mau kemana? Bagian wanita di sebelah sini." Kata Arliz menghentikan Zoker yang bersenandung mengikutiku dan Sylph masuk ke bagian pria
"Biarkan aku masuk, rubah! Sylph saja boleh masuk ke sana! Kenapa aku tidak?!"
"Hei!!—"
..
"Tenang sekali."
"Untung sekarang ada Arliz yang bisa mengontrol kegilaan Zoker."
"Bajunya mau aku gantikan, tuan?" tanya Sylph menawarkan
"Tidak, aku mandi dan berendam pakai baju ini saja." Jawabku menolak agar tetap mengenakan baju pasien yang masih kugunakan
"Baiklah, tuan."
Dan kami masuk ke dalam.
~~~
Setelah selesai membersihkan tubuh dan membilasnya, sekarang waktunya berendam.
"Tolong bantuannya, Sylph." Kataku mempersilahkan sudah siap di depan kolamnya
"UMU"
*Nnnnggg*
Dia mulai mengangkat tubuhku dari kursi roda dengan plasmanya, membawaku masuk perlahan ke kolam air panas.
*Clsshh..*
("Uhh, rasa panas ini..")
*Srrlssshh*
("Ahhh….")
Kupejamkan mata bersandar lemas di sisi kolamnya setelah seluruh tubuhku masuk semua ke dalam kolam air panasnya.
"Sekarang kau bisa pindah ke sisi wanita kalau kau—"
*Ceplak-ceplek*
*Srrlssshh*
"..mau."
Dan dia sudah masuk duluan langsung duduk di sebelahku.
"Ya sudahlah kalau kau mau tetap disini." Kataku bicara sendiri tanpa melihatnya pun sudah tahu dari suara air yang dibuatnya
Kurasakan kehangatan yang menjalar menyelimuti tubuhku, ditambah aroma khas pemandian air panas yang entah sudah berapa lama tidak kunikmati sejak dulu.
..
"Sylph." Panggilku setelah rontoknya pegal-pegal yang hinggap di tubuhku
"Ya, tuan."
"Aku ingin bersantai, jangan lakukan atau biarkan apapun yang sekiranya dapat mengganggu waktu tenangku saat ini." Ucapku masih memejamkan mata menyandarkan kepalaku di sisi kolamnya
"Dan atur waktu kira-kira 5 menit dari sekarang untuk kita keluar dari sini." Lanjutku menyuruhnya
"Baik, tuan."
..
Setelah kuperintahkan, ketenangan yang sempurna pun telah kudapatkan dalam 5 menit yang terasa sangat cepat saat berendam di sana.
"Sudah waktunya, tuan." Kata Sylph
Kubuka mata sayu diikuti peregangan kecil dari otot-otot yang sudah melemas di tubuhku.
*??*
("Kakiku masih belum bisa digerakkan juga.")
"Baiklah, kita keluar sekarang." Kataku mulai melirik ke Sylph
Saat kulihat, Sylph sedang diam dengan tatapan datarnya melihat ke depan seperti memikirkan sesuatu.
"Ada apa, Sylph?" tanyaku melihat sikap anehnya
"Tidak tuan, tidak ada apa-apa." jawabnya datar seperti biasa
*Bwuurr*
*Nnngg*
Dia mulai bangun dan mengangkatku kembali ke kursi roda keluar dari kolam.
("Sedikit lebih sulit untuk membaca ekspresi orang yang memang sedari awal sudah berwajah datar sepertinya.")
"Tuan!!"
"Tuuuuaaaannn!!" panggil Zoker teriak-teriak dari luar terdengar jelas sampai sini
Dan kami pun keluar menghampiri agar suara berisiknya berhenti memenuhi pemandian yang seharusnya penuh suasana tenang ini.
("Yah apapun yang dipikirkannya, sepertinya itu adalah hal yang tidak penting untuk dibicarakan.")
~~~
Kembali ke kastil, di ruang utama.
Setelah kami selesai mandi di pemandian air panas milik Arliz ini, kami berkumpul di ruang utama untuk melihat baju yang sudah Zoker buatkan untukku.
"Hmm.."
"Ba-Bagaimana, tuan?" tanya Zoker gugup tidak sabar mendengar pendapatku
Kulihat-lihat kembali baju buatan Zoker yang saat ini sedang kugunakan menggantikan pakaianku yang dulu sudah rusak parah sampai tidak layak pakai lagi.
("Hmm.")
("Lengan panjang, warna hitam putih seperti milikku yang dulu, tudung besar yang tidak pernah kugunakan.")
("Semuanya hampir sama dengan yang sebelumnya, hanya saja..")
"Zoker." Panggilku
"Ya, tuan..?" balasnya terlihat begitu khawatir dengan pendapatku tentang pakaian buatannya
"…"
("Aku jadi tidak tega mengkritik baju yang sudah susah payah dia buatkan untukku..")
*glek*
("Tapi karena kekurangannya cukup fatal dan menurutku penting, aku harus berani mengungkapkan padanya apa yang kuinginkan!")
Setelah menguatkan tekad, aku akan katakan pendapatku tentang baju buatannya.
"Buatanmu ini bagus sekali, pilihan bahannya juga sama persis dengan milikku yang dulu."
"Whoaa.." responnya dengan wajah yang langsung berseri mendengar jawabanku
"Tapi ada satu hal yang kau lupakan."
"Ha?! A-Apa itu, tuan?" lanjutnya sedikit tersentak bertanya kembali khawatir
"Jubah." Ucapku jelas
"Ju.. bah..?" responnya bertanya-tanya mengikuti
"Ya, kau tahu 'kan kalau punyaku dulu itu memiliki jubah yang mengatung-atung cukup panjang hingga mata kaki? Bagaimana kau bisa melupakan hal sepenting itu?"
"Ka-Karena.. menurutku, hal seperti itu tidak cocok untukmu saat bertarung tuan."
"Jubah panjang seperti itu hanya akan menyulitkan pergerakanmu saat bertarung nantinya." Jelasnya sampai memikirkan cocok tidaknya pakaian yang kugunakan dengan gaya bertarungku
*sigh*
..
"Kau ini benar-benar tidak mengerti ya, Zoker."
"Memang pakaian seperti itu sedikit memperlambat pergerakanku dalam pertarungan.."
"Tapi aku tidak mempermasalahkannya." Balasku memberikan alasan tidak jelasku padanya
("KARENA KEREN!! Kapan lagi kau bisa mengenakan baju berjumbai-jumbai seperti itu dalam kehidupan sehari-hari tanpa terlihat aneh oleh orang lain karena semua itu adalah hal yang lumrah disini!")
"Dan juga, bagian yang menyempit di sekitaran pinggang ini seperti.. apa ya namanya.."
"-Twe.. Tweeter..?" kataku menebak-nebak karena lupa dengan namanya
"Sweater, tuan." Ucap Zoker membenarkan
"Oh ya itu—"
*?!*
("Tunggu, sweater itu 'kan nama salah satu tipe pakaian dari duniaku.. kenapa dia bisa mengetahui nama, terlebih lagi dia tahu bentukannya?")
Setelah menyadari hal kecil tersebut, aku langsung heran memperhatikan Zoker yang bisa mengetahui istilah serta bentuk dari tipe baju yang sudah pasti bukan dari dunia ini.
"Sweeter?" kata Arliz yang dari awal sudah ada di sana mendengar percakapan kami dan bertanya-tanya sendiri mendengar perkataan Zoker
Sedangkan Sylph hanya diam duduk di anak tangga seolah memperhatikan kami dengan tatapan kosongnya, padahal tidak. Tubuh dan pikirannya terpisah jauh memikirkan sesuatu di kepalanya.
"Sudahlah tidak apa, nanti saja kau perbaiki kalau kita sudah selesai melaporkan misinya ke ibukota." Kataku menerima apa yang sudah ada
"Hmm, baik tuan."
…
..
("Sekarang apa??")
Tak tahu apa lagi yang mau dilakukan, sepertinya aku sudah harus mengakhiri hari untuk segera beristirahat.
"Karena sudah selesai acara mandi bersama—"
"Sebenarnya kita tidak benar-benar mandi bersama, tuan."
"Diam kau!" bentakku pada Zoker yang memotong omonganku
"Sekarang kembali istirahat ke tempat masing-masing, karena kita akan berangkat ke ibukota besok pagi." Jelasku mulai mendorong sendiri kursi rodaku mendatangi Sylph
"Baiklah, kalau begitu malam ini Zoker akan tidur di tempatku." Ucap Arliz menentukan
"Hah?! Kenapa aku harus tidur denganmu, sapi rubah?!" protes Zoker menanggapi
*??*
Meski penasaran, aku tidak masuk ke pembicaraan mereka berdua dan tetap perlahan mendekati Sylph yang masih duduk manis di anak tangga.
"Bukankah kita sudah bicarakan ini tadi di pemandian? Sudahlah jangan banyak bicara dan ikut denganku!" tegas Arliz memaksa
"Kita memang membicarakannya, tapi aku tidak pernah bilang setuju untuk ikut dengan—"
"Berisik, selesaikan urusan kalian di luar." Potongku menyuruh mereka untuk keluar
"Maaf To— tuan, tapi ada hal penting yang harus kubicarakan dengan Zoker." Ucap Arliz dengan sopan meski hampir kelepasan memanggil namaku
"Bolehkah aku meminjam dia untuk satu malam sebelum kita berangkat besok?" lanjutnya meminta izin yang tidak diperlukan
"Hei!" protes Zoker tidak terima
"Ya, silahkan dengan senang hati." Jawabku tanpa ragu mempersilahkan
"Tuaann!!" teriaknya sekarang padaku
"Terima kasih, tuan."
"Setelah dapat izin langsung darinya, sekarang kau ikut denganku!" kata Arliz entah kenapa terdengar senang diperbolehkan membawa Zoker bersamanya
"Aku tidak mau!! Pokoknya aku tidak mau!!" suara rengek Zoker yang terdengar semakin menjauh dibawa Arliz keluar
"Aku permisi."
Entah bagaimana caranya, Arliz berhasil membawanya. Dan juga aku sama sekali tidak bisa menebak hal penting apa yang dimaksud Arliz yang sampai sebegitu inginnya dia membawa Zoker agar tidur bersamanya.
"Apapun itu tak masalah, selama mereka tidak tidur larut malam dan kesiangan besoknya." Gumamku bicara sendiri
"Ayo Sylph." Ajakku untuk membawaku beserta kursi rodanya ke lantai dua seperti biasa
..
Dia tidak merespon masih tenggelam dalam lamunan dan juga matanya yang kosong bercahaya kecil seperti terhubung dengan sesuatu.
*Chuub〜*
Kucubit menarik-narik pipinya yang sudah gemuk kembali untuk menyadarkannya.
"Ada apa, tuan?" tanyanya setelah pikirannya kembali
..
*Chuub〜*
*Chuuuub〜*
("Asik juga memainkan pipinya seperti ini.")
"Tidak ada apa-apa." balasku melepas tanganku dari pipinya
"Tolong bawa aku ke atas, aku mau tidur." Pintaku
"Baik, tuan."
Seperti tidak terjadi apa-apa, dia membawaku ke atas seperti biasanya dan mengantarku hingga ke kamar perawatanku.
~~~
Di ruang aku biasa dirawat.
*Nnnngg*
Diletakkan pelan-pelan tubuhku dengan plasmanya di atas ranjang.
"Terima kasih." Ucapku
"Sama-sama dan selamat malam.., tuan." Balasnya mengangguk pelan mulai berbalik pergi menuju pintu keluar ruangan.
"Selamat malam."
("Aahhhh.. rasanya tubuhku sangat ringan setelah mandi.")
Perlahan kutenggelamkan kepala ke bantal yang empuk sambil memejamkan mata membiarkan kesadaranku pergi dengan tenang menuju dunia mimpi.
("Sepertinya aku akan langsung tertidur pulas dan mimpi indah..—")
*!!*
"Tunggu Sylph." Panggilku terbangun kembali teringat hal yang ingin kubicarakan dengannya
Dia berhenti dan berputar balik kembali menghampiriku.
"Ada apa, tuan?" tanyanya setelah dekat denganku
"Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan padamu."
Dia diam menunggu pertanyaan dariku.
..
"Pertama, Bagaimana kelanjutan dari.. maksudku, cara kalian menghabisi sisa monster yang menyerang waktu itu setelah aku tak sadarkan diri dibekukan dalam plasmamu?" tanyaku
"Yang menyapu bersih sisa monsternya adalah.. AI." Jawabnya
"Dengan cara..?" lanjutku bertanya kembali berdasarkan jawabannya
"Dia mengeluarkan senjata anti-monster ke setiap gerbang dan.."
(("Aku lelah, tuan.")) lanjutnya mendadak pindah lewat telepati
"Ya sudah lanjutkan lewat telepati, aku ingin tahu kelanjutannya." Suruhku tetap bicara secara langsung
(("Dan dia membasmi semua monster yang tersisa."))
"Semuanya?"
(("Ya, semuanya."))
"Tanpa sisa?"
(("Tanpa sisa."))
..
"Benarkah?"
(("Benar, tuan.. Sebenarnya aku ada rekaman ulangnya dari sudut pandangku kalau anda mau bukti lebih."))
"Tidak perlu."
…
..
("Waw.")
"Ok pertanyaan kedua."
("Lebih baik kulewati dulu tentang senjata anti-monster yang kedengarannya sangat keren dan berbahaya itu.")
"Saat ritual pengikatan kontrak, kenapa kau tidak mengambil darahku seperti yang Zoker dan Arliz lakukan?" tanyaku lanjut
(("Aku sudah melakukannya, tuan."))
"Lakukan apa?"
(("Mengambil darahmu dan menelannya."))
"Ha?— Ta-Tapi kapan kau mengambilnya?" lanjutku tidak menyadarinya
(("Saat kau tidak sadarkan diri di ruang penelitianku dulu."))
"Dulu?? Setelah aku kelelahan melawan AI?"
(("Iya, tuan."))
(("Saat ritual, aku langsung menelan darahmu yang sudah kusimpan di suatu tempat tubuhku."))
..
("Dia sudah mengambil darahku sejak saat itu? Bukankah itu sama saja seperti melihat masa depan dimana dia tahu kalau dia akan menjadi servant-ku?")
("Dan dia menyimpannya selama itu di tubuhnya?")
Berbagai pertanyaan muncul di kepalaku dari jawaban Sylph yang sulit kuterima begitu saja.
*sigh*
"Kalau terus kucari tahu, kepalaku akan sakit lagi."
"Pertanyaan terakhir."
"Kau bertingkah aneh dan terus-menerus melamun sejak di pemandian hingga tadi di ruang utama."
"Apa ada yang mengganggu pikiranmu, Sylph?" tanyaku
(("Tidak ada, tuan.")) jawabnya
(("Aku benar-benar tidak sedang memikirkan sesuatu sejak di pemandian."))
"Lalu kenapa kau terus melamun dari tadi?"
(("Dengan drone yang kuletakkan di dalam ruang penyimpanan harta professor, aku mencari-cari dan mengumpulkan data dari pusaka yang mungkin dicari oleh si golem raksasa itu, tuan."))
"Pusaka..? Golem..?—"
*!!*
Aku langsung teringat dengan hal yang sangat penting setelah mendengar jawaban dari Sylph.
("Kenapa?!")
*Plak!*
Seperti tamparan yang cukup keras, kupegang erat kepalaku karena selalu melupakan hal yang sangat penting.
("Kenapa aku bisa melupakan hal sepenting itu?!?!")
(("Tuan?"))
*sigh*
"Jadi.. bagaimana hasilnya?" tanyaku kembali setelah menenangkan diri
(("Aku hanya mengumpulkan sesuai fungsi, warna, asal dan bentuk yang sekiranya berhubungan dengan si golem."))
(("Hanya itu yang bisa kulakukan karena aku tidak tahu nama pastinya, begitu juga dengan AI."))
("Nama, 'ya..")
("Sepertinya golem itu memberitahuku sesuatu soal nama pusakanya.. tapi apa ya..?")
"Paton.. Baton.. Mmm.."
Kucoba mengingat-ingat nama pusaka yang dimaksud si golem yang ada di dalam kastil.
"Latona!" seruku begitu teringat namanya
"Itu adalah nama pusakanya, Sylph."
..
Dia diam seolah langsung mengecek keberadaan nama pusaka yang kusebutkan.
"Kau sedang mencarinya?" tanyaku penasaran dengannya yang tiba-tiba diam dengan pandangan yang sama seperti sebelumnya
(("Ya, tuan."))
"Baiklah kalau begitu, bangunkan aku begitu kau menemukan pusakanya." Suruhku
"Aku mau tidur dulu."
(("Baik, tuan."))
("Yaahh, yang terpenting sekarang aku sudah ingat dengan janjiku pada si golem untuk memberikan pusaka yang dicarinya.")
("Sekarang waktunya istirahat.")
~~~
Di depan ruang penyimpanan.
..
"Salahku."
..
"Salahku menyuruhnya untuk membangunkanku saat pusakanya sudah ditemukan." Gerutuku ke diri sendiri
"Anda masih mengantuk, tuan?" tanya Sylph polos sekali
"Jam 2 pagi, Sylph.. tentu saja aku masih mengantuk."
"Ditambah caramu membangunkanku yang sedang tertidur pulas dengan langsung memindahkan tubuhku ke kursi roda benar-benar membuatku terkena serangan jantung sampai ke dalam mimpi." Jelasku mengeluhkan caranya membangunkan manusia dari tidurnya
..
"Jadi anda ingin kembali ke kamar?"
"Tidak perlu, karena sudah terlanjur sampai sini juga." Jawabku ingin lanjut melihat pusakanya
*sigh*
"Buka pintunya." Suruhku
"Mmm."
Dibukalah pintu ruang penyimpanan dengan sistem pengamanan yang ketat sama seperti sebelumnya.
*Nggreeeett*
Sylph mendorong kursi rodaku masuk ke dalam.
..
Kujelajahi seisi ruangan yang selalu terlihat megah dengan segala kilapan benda-benda yang asing bagiku hingga berhasil menghilangkan rasa kantuk dari mataku.
"Mana pusaka Latona-nya?"
Sylph diam tidak membalas seolah sedang mengendalikan sesuatu yang jauh dari sini.
"Rak 9 kode L, no 119." Ucapnya tiba-tiba bicara sendiri
("Rak 9 kode L?? Sebenarnya ada berapa banyak barang yang disimpan disini?")
Tak lama kemudian..
*Nnngiiinngg*
.. datanglah drone miliknya membawa pusakanya, Latona.
"Inikah pusaka yang dimaksud..?" tanyaku bicara sendiri melihat kedatangannya
Begitu sampai, Sylph mengambil dan menyerahkan pusakanya padaku.
"Ini, tuan." Ucapnya memberikan tongkat kayu
"Hmm.."
("Ternyata tongkat ini yang sudah membuatku jadi duduk di kursi roda seperti ini, 'ya..?")
Latona, tongkat kecil berwarna coklat dengan lilitan akar kecil berwarna hijau terang dan permata kecil berwarna biru muda di ujungnya. Kubalik-balik pusakanya melihat seluruh bentukannya, dan terasa tidak ada yang spesial darinya bagiku.
"Baiklah kalau memang ini pusaka yang diinginkan si golem raksasa itu."
"Dengan memberikan ini, sekarang urusan kita dengannya sudah selesai." Ucapku mengangkat tinggi tongkatnya dengan puas
"Ya, tuan."
Meski telah mendapatkan yang kucari, mataku masih tertarik dengan peti di ujung ruangan yang diletakkan terpisah dengan benda-benda lainnya. Ditemani beberapa kantung emas berjajar di sekitarnya membuatnya terlihat seperti harta diantara harta karun.
*glek*
("Peti itu benar-benar membuat rasa penasaranku untuk melihat isinya jadi tak tertahankan.")
"Mari kembali ke kamar agar anda bisa kembali tidur, tuan." Ajak Sylph
"Sylph." Panggilku mengalihkan
"Ya, tuan?"
"Bolehkah aku.."
("Maaf Sylph, tapi rasa ingin tahu ini sudah tak terbendung lagi!")
"Bolehkah aku melihat isi peti ituuuu— kapan-kapan?" tanyaku ragu-ragu
..
"Tentu saja, tuan." Jawabnya setelah sempat terhenti sebentar
("Fyuuhh.")
("Lalu untuk apa jeda barusan?")
"Anda sekarang adalah pemilik kastil ini, dan anda.. memiliki hak penuh atas segala sesuatu yang ada di kastil.. ini, tuan." Tambahnya
Mendengarnya itu darinya membuatku telah memantapkan pilihan.
"Baiklah kalau begitu, sekarang juga aku akan—"
"Tapi tidak sekarang, tuan." Potongnya
"Ha??"
"Anda harus cukup beristirahat untuk.. perjalanan ke ibukota nanti pagi, tuan." Lanjutnya menentukan
"Ya.. tapi..—"
"Mari kita kembali ke kamar." Ucapnya mulai mendorong memutar balik kursi rodaku dan keluar dari ruang penyimpanannya
*??*
("Kenapa sekarang dia mulai mengatur-aturku seperti ini.")
Karena Sylph sudah bersikeras memaksaku agar kembali tidur, aku pun menurutinya tanpa perlawanan lebih lanjut.
Ruangan sudah kembali dikunci, kami pun kembali ke kamar perawatan yang sudah jadi seperti kamarku sendiri.
~~~
Latona kuletakkan di atas meja terdekat sebelum Sylph menaruhku kembali di atas ranjang.
"Eh iya, Sylph." Panggilku teringat
"Ada apa lagi, tuan?"
"Sebelumnya kau bilang kalau seluruh kastil ini sudah jadi milikku, ya 'kan?" tanyaku memastikan
"Ya, tuan."
"Dan bila suatu saat aku ingin ke ruang penyimpanan sendirian, bagaimana caranya aku ke sana?" tanyaku
"Dengan teleport, tuan."
"Ya, bagaimana caranya aku bisa teleport ke sana? Maksudku, aku tidak tahu caranya teleport seperti yang biasa kau lakukan?" tanyaku lagi memperjelas masalahnya
"Mudah saja tuan, yaitu dengan.. —"
"Oh maaf aku lupa, tuan."
"Karena alasan keamanan, professor hanya membuat dua.. chip khusus untuk bisa pindah ke ruang penyimpanan."
"Dan dua-duanya sudah ditanam.. masing-masing padaku dan professor." Jelasnya
("Chip lagi?? Tak bisakah kau membuat sesuatu yang lebih simpel, professor?")
("Dan juga setengah robot sepertinya bisa lupa??")
"Berarti aku hanya bisa ke sana saat ditemani denganmu?"
"Ya, tuan, tidak ada cara lain." Jawabnya
..
"Ya sudah, aku mau tidur lagi."
"Kau juga harus tidur, Sylph." Suruhku
"Ya, tuan."
Kupejamkan mata, memperlambat dan memanjangkan nafas menenangkan diri serta mengosongkan pikiran agar segera terlelap.
~~~
Sekitar jam 5 pagi, di depan gerbang keluar kota Tief.
"Dimana mereka berdua? Bisa-bisanya membuatku menunggu seperti ini." Gumamku bosan menunggu Arliz dan Zoker yang belum muncul juga
Sylph tidak menanggapi keluhanku, sedangkan aku melempar-lempar pusaka Latona ke udara seperti mainan.
*sigh*
("Lebih baik aku kembalikan tongkat ini dulu sambil menunggu mereka.")
"Sylph." Panggilku
"Ya, tuan?"
"Aku ingin mengembalikan pusaka ini dulu ke golemnya untuk menghemat waktu." Jelasku
"Biar aku temani, tuan."
"Tidak perlu, aku bisa sendiri." Balasku mulai mengayuh sendiri
..
"Baiklah, tuan." Balasnya setelah diam sebentar dan akhirnya setuju
"Tapi setidaknya, biarkan.. aku yang dorong kursi rodanya dari jauh untuk anda." Tambahnya lanjut menggerakkan kursi rodaku dengan plasmanya
"Ha?—"
*Slaarklkl.. slaarklkl*
Suara kursi roda yang melintasi jalan berumput.
("Oi, kalau begini bukankah sama saja kau menemaniku?")
"Ah ya, terima kasih."
Kayuhan roda terus berputar, menjauh sedikit masuk ke dalam hutan.
~~~
Setelah terasa cukup jauh, kuberhentikan kursi rodanya dengan tombol rem yang disediakan.
*Cekngiitt*
"Oi golem, kau ada disini 'kan?!" panggilku asal teriak tanpa arah menanyakan keberadaannya
..
("Apa dia sudah per—")
(("Tuan yang agung.")) Balasnya lewat telepati
("Oh, masih ada.")
…
..
("Eh..??")
"A.. umm.. sepertinya aku tidak bisa menggunakan telepati denganmu seperti waktu itu, jadi aku akan bicara langsung."
"Ini pusaka yang kau cari." Ucapku menyodorkan Latona ke depanku meski lawan bicaraku ada di dalam tanah
(("Benar tuan yang agung, inilah pusaka yang saya cari."))
"Bagaimana caranya kau membawa benda ini? Jangan bilang kalau kau akan muncul ke permukaan."
(("Tidak, tuan yang agung."))
(("Cukup lemparkan pusakanya dan saya akan membawanya ke dalam tanah bersama saya kembali ke tempatnya semula.")) Jelasnya
"O-Ooh.."
*Swing〜*
Kuayunkan pelan tangan melempar pusakanya ke tanah seperti yang ia katakan.
*Cfwrlkwrlkfwlk*
Muncullah akar-akar yang lumayan besar dari dalam tanah mulai melilit Latona dan menariknya masuk bersamanya.
..
"Begitu saja?"
"Ya sudah, cepatlah kembali ke tempatmu dan lakukan tugasmu dengan benar."
(("Baiklah, tuan yang agung.")) Balasnya menuruti
"..."
Setelah dia pergi dan aku masih diam sendiri memikirkan sesuatu disana.
"Seharusnya ada hal yang ingin kutanyakan padanya, tapi apa..?—"
*!!*
"Oi golem!" panggilku tanpa arah
…
..
("Tidak ada jawaban.")
"Aku masih penasaran soal alasan kenapa dia terus-menerus memanggilku 'tuan yang agung' ." gumamku baru teringat hal yang ingin kutanyakan padanya
("Sylph.")
("Urusan sudah selesai, bawa aku kembali.")
(("Baik, tuan."))
Setelah transaksinya selesai, aku kembali ke kota.
~~~
*Slaarklkl.. slaarklkl*
Kembali ke depan gerbang, kulihat mereka berdua sudah datang dan menungguku disana.
"Ah itu dia."
"Tuaaann!!" panggil Zoker dengan semangat
("Sudah telat, berisik lagi.")
Setelah sudah sampai.
"Bisa-bisanya kalian berdua membuatku menunggu lam—"
"Dengar-dengar tuan! Semalam itu Arliz tidak membiarkanku tidur dan dia sepanjang malam terus cerita tentangm—"
"Aaaa-Zoker!! Kan sudah kubilang untuk jangan katakan pada orang lain!" teriak Arliz langsung mendekap memotong keantusiasan Zoker yang juga telah memotong omonganku
"Hmm, jadi bagimu aku ini masih orang lain ya..?" responku meledek mendengar perkataannya
"Bu-Bukan begitu.. tapi.. Eeurghh!" ucapnya kesal sendiri dengan pikirannya yang plin-plan
"Pokoknya ayo kita mulai berangkat sekarang! Ya! Sekarang!!" Ucapnya semangat mengalihkan masih mendekap Zoker
*sigh*
"Baiklah semuanya."
"Ayo kita berangkat!" teriakku ikut-ikutan semangat menunjuk ke depan