Chapter 25 - Chapter 25: Pemimpin Dadakan

*Kret.. kret.. Krieet..*

Kututup keran setelah membasuh muka di toilet.

Aku keluar ruang pertemuan berusaha menyegarkan pikiran dan menyiapkan mental. Karena saat kembali kesana, aku harus sudah siap dengan rencana mempertahankan kota ini sebaik mungkin. Meskipun seharusnya sekarang sudah jadi lebih mudah dibanding sebelumnya karena servant-ku sudah bertambah. Dulu saat di kota Omnius, aku hanya berdua dengan Zoker. Sebenarnya tidak jauh berbeda, hanya arah serangnya saja yang sedikit bertambah kali ini.

Setelah merasa siap, aku kembali ke ruang pertemuan dimana semuanya sedang menungguku.

~~~

Di dalam ruang pertemuan.

"Silahkan, tuan." Ucap Zoker tersenyum mempersilahkan menarik kursi untukku

"Terima kasih, tapi sepertinya aku tidak akan duduk." Balasku malah menarik kursinya menjauh dari meja

"O- Baiklah, tuan." Responnya sedikit bingung lanjut menjauhkan kursinya

Kuletakkan tangan diatas meja sambil berpikir melihat map, memastikan tidak ada yang tertinggal untuk mengurangi kemungkinan terburuk yang mungkin muncul tiba-tiba.

*Ceklek*

Ada seseorang yang masuk ke ruangan saat aku masih sibuk memperhatikan map.

"Oh, kau sudah kembali ya." Kata Arliz masuk menghampiri

"Kau sendiri habis darimana?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari map di meja

"Aku mengantar kepergian Leon beserta pasukannya sampai depan gerbang." Jawabnya langsung menuju kursinya

"Langsung mulai saja, kau bilang tadi pergi ke toilet untuk memikirkannya, kan?"

"Kalau kau sudah kembali, berarti sudah dapat caranya."

"Hmm, ya.."

"Ehem."

Kupejamkan mata dan mengambil nafas panjang menenangkan pikiran.

("Fokus.")

Kubuka mata melihat ke semua yang hadir.

"Dalam pertempuran nanti, siapa saja orang disini yang akan maju ke garis depan?" tanyaku ke semuanya

Satu-persatu mereka yang hadir mengangkat tangan, meski beberapa tidak melakukannya.

"Baiklah, bisa kudeng— ehem, jelaskan kenapa ada yang tidak mengangkat tangannya?" tanyaku

"Biar kujelaskan." Jawab Octo berdiri disisi kiri meja

("Oh iya, aku lupa kalau ada dia.")

"Semua yang hadir disini adalah para petinggi kota dari berbagai bidang penunjang kota, ada bagian pangan, perdagangan, keuangan, dan lain-lain."

"Yang dimana para petinggi dibagian tersebut biasanya tidak memiliki kemampuan bertarung, jadi mereka akan mendukung sesuai bidangnya masing-masing." Tambahnya mengakhiri

"Baiklah, berarti siapapun yang mengangkat tangan barusan akan tetap maju ke garis depan meski tidak sesuai dengan bidangnya, bukan?" tanyaku menyimpulkan

"Benar sekali." Balasnya

"Kau boleh duduk kembali." Kataku mempersilahkan

Dia mengangguk lalu duduk ditempatnya.

("Meski begitu kurasa kemampuan mereka tidak akan cukup untuk menghadapi monster kelas atasnya.")

("Satu-satunya yang kemampuannya sudah terbukti kuat diantara mereka hanyalah servant-ku sendiri dan Arliz.")

"Misalkan.."

"Misalkan aku dan masing-masing servant-ku menjaga satu sisi.."

"Apa kalian sanggup menjaga satu sisi yang tersisa?" tanyaku mengajukan pengandaian

"Menjaga setiap sisi seorang diri?!"

"Apa itu mungkin?"

Mereka langsung saling melihat bertanya-tanya sendiri.

("Aku ingin tahu bagaimana mereka akan merespon bila keputusannya seperti ini.")

Kuperhatikan para petinggi yang tadi mengangkat tangan sekarang terdiam tidak bisa menjawab pertanyaanku.

"Kau tidak melupakanku, kan?" Kata Arliz berdiri dari kursinya

"Kau pasti sudah mengetahui kemampuan bertarungku, aku sudah pasti akan bersama dengan mereka." Lanjutnya yakin

"Dan juga, menjaga satu sisi setiap orang.. bukankah itu sedikit berlebihan?" tanyanya meragukan

"Tidak berlebihan sama sekali.." balasku

"Karena sebagai tuannya, aku percaya dengan kemampuan mereka." Tambahku mundur untuk menepuk pundak Sylph dan Zoker

Setelah kukatakan hal itu, semuanya langsung menatap kagum pada mereka berdua.

"Malahan, aku berencana untuk kita saling membantu sisi lain yang sedang kesusahan." Kataku meletakkan kembali tanganku diatas meja

"Hah? Apa maksudmu?" tanya Arliz

Aku mengabaikannya dan mencolek-colek pipi Sylph yang berdiri disebelah kiriku.

"Sylph, apa professor membuat sesuatu seperti pintu yang memendekkan jarak antar ruang?" tanyaku

"Pintu?..."

Dia terdiam mengingat-ingat.

"Ada satu, tapi bukan pintu, tuan." Jawabnya

"Apa itu?" tanyaku

"Gerbang."

"E-Ehm.."

Kualihkan pandangan darinya sambil menutup mulut.

("Perasaan apa ini? Kenapa aku merasa seperti ingin tertawa dan kesal disaat yang sama?")

"Baiklah, jelaskan sistem kerjanya pada Arliz dan juga semuanya."

"Ja.."

Perkataannya terhenti lalu melihat kearahku menarik-narik bajuku.

(("Tuan..")) panggilnya lewat telepati

(("Boleh kugunakan hologram?")) tanya dia

("Tidak, kecuali kau ingin membuat seluruh dunia tahu dan kemudian berperang memperebutkanmu.") Balasku

(("Boleh aku pakai telepati ke mereka?")) tanyanya lagi

("Jangan pakai telepati saat di depan umum, dan jelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti.") balasku

Dia kembali melihat ke depan dan mulai menjelaskan.

"Jadi gerbang adalah sebuah alat yang.. menghubungkan antara 2 pintu atau lebih.."

("Sekarang kau menyebutnya pintu!!")

"Sehingga kita dapat pergi dari ruang ke ruang lainnya yang berjauhan.. lewat pintu yang sudah dihubungkan satu sama lain." Jelasnya mengakhiri

Semuanya terdiam dengan ekspresi tidak mengerti dengan penjelasannya yang sudah dibuat semudah mungkin.

("Hmm… alatnya mirip dengan pintu kemana saja, ya."

("Dan sepertinya banyak dari mereka yang belum paham.")

"E-Ehm, untuk lebih mudahnya." ucapku berjalan ke pintu keluar

*dap dap dap dap*

"Kalian lihat pintu ini.." kataku memegang pintunya

"Alat yang dimaksud, adalah alat sihir yang dapat menghubungkan pintu satu dengan pintu lainnya."

("Kalau tidak diberi bumbu sihir, maka kemungkinan mereka semua tidak akan percaya.")

"Contohnya pintu keluar bar diluar."

"Saat kita buka.." ucapku membukanya

*Kriett…*

"Maka akan terlihat bar-nya dari sini, begitu juga dengan pintunya."

"Saat kita hubungkan dengan alatnya, maka saat kita buka pintu ini kita akan langsung berada diluar bar." Jelasku memperagakannya

"Whoo… Jadi seperti itu ya."

"Hmm alat sihir yang hebat." Respon mereka

Setelah memperagakannya, aku kembali ke tempatku.

"Tapi kenapa kita masih didalam bar saat membuka pintunya?" tanya salah seorang tidak mengerti

"Ya.. KARENA BELUM DIHUBUNGKAN DENGAN ALATNYA!!" balasku spontan menaikkan intonasi karena kesal

"Maksudku alat sihirnya." Tambahku membenarkan

("Ah… Aku tidak terbiasa berhadapan dengan orang bodoh..")

"Ya.. sekalipun kalian mengerti juga kalian tidak akan menggunakannya."

"Kalian hanya perlu fokus dengan bagian kalian, serahkan sisanya pada kami."

("Dengan begini selesai sudah rencana dadakan yang kubuat.")

"Silahkan kembali bersiap karena kita tidak tahu kapan mereka akan tiba."

"Dan pastinya kalian akan kutempatkan di sisi barat yang monsternya hanya kelas menengah, ditambah ada Arliz yang cukup kuat bersama kalian, jadi seharusnya tidak masalah sama sekali." Tambahku mengakhiri

"Baik." Balas mereka serempak meninggalkan ruangan

Setelah mereka semua pergi, rasanya semua tekanan di pundakku terangkat begitu saja.

"Hwaaahhhh…."

*Brukk*

Aku jatuh terduduk lemas dengan tanganku menopang ke belakang di lantai begitu rapatnya selesai.

"Terima kasih atas kerja kerasnya, tuan." Kata Zoker melihatku yang duduk lemas di lantai

"Weyy.." sorak Sylph senang dengan nada datar

Dia langsung memelukku lagi dari depan menambah berat beban yang kutahan dengan tanganku.

"Sepertinya Sylph sangat menyukai tuan, ya..? Ehehe.." ucapnya tertawa kecil dan ikut duduk bersimpuh disebelahku

Begitu Zoker duduk, entah kenapa mataku langsung melirik ke arahnya. Dan saat mataku menjelajah ke kakinya yang terlipat..

("YA TUHANN!! AKU INGIN SEKALI MENARUH KEPALAKU DISANA!! MEMBENAMKAN DAN MENGELUS LEMBUT WAJAHKU DISANA!!!")

Tanpa kusadari cukup lama aku memperhatikan pahanya Zoker yang terlihat sangat nyaman untuk digunakan sebagai bantal, dan sepertinya dia menyadarinya.

"A-Ada apa, tuan..?" tanyanya kembali ke sifat awalnya

Dengan wajah memerah mengalihkan pandangan ke arah lain sambil menaruh kedua tangannya diatas paha seperti berusaha menutupi mereka dengan tangannya.

("Gawat! Tanpa sadar aku melakukan pelecehan padanya lagi!")

("Kalau Arliz melihatnya maka…")

*Dap.. dap.. dap.. dap..*

Aku buat gesture minta maaf tepat sebelum Arliz datang melihat apa yang sebenarnya terjadi.

"Hei, apa yang kalian lakukan disana?" tanya Arliz begitu sampai menghampiri kami

"Tidak ada… tiba-tiba saja aku merasa ingin duduk lesehan seperti ini." Jawabku mencari alasan

"Mmm…??" responnya meragukan omonganku dengan ekspresi sombongnya

"Apa benar begitu Zoker?" tanyanya memastikan

"B-B-Benar kok A.. rliz.." jawab Zoker masih malu-malu

"Tuan tidak.. melakukan.. hal yang me—"

"Menarik sekali.." ucap Sylph memotong

("Wah.. ternyata Sylph mau membantuku men—")

"Begitulah yang tuan pikirkan." Tambahnya

("PENGHIANAT!!")

"Dan apa hal menarik yang tuanmu itu pikirkan, Sylph yang manis?" tanyanya lagi sambil merayu

("Dasar rubah licik.")

("Aku harus membujuk Sylph untuk tidak memberitahu Arliz soal tadi.. bagaimanapun caranya!!")

"Yang menarik bagi tuan itu.. —"

*Deph*

Kudekap Sylph lebih erat sehingga dia tidak bisa berbicara lagi, atau itulah rencananya..

("Dengan begini aku bisa kasih alasan yang lebih—")

"Hal menarik yang tuan tadi pikirkan adalah.." lanjutnya dengan suara tetap keluar dari tubuhnya

("DARIMANA SUARANYA KELUAR?!")

("Aku akan memberikanmu apapun asalkan kau tidak mengatakan kelakuanku tadi ke Arliz.") Bujukku lewat telepati

Perkataannya terhenti tanda dia sudah memakan umpanku.

(("Apapun?")) tanyanya lewat telepati

("Ya, apa.. pun.") Balasku mulai ragu dengan perkataanku sendiri

(("Kalau gitu, aku mau melakukan hal yang sama dengan yang kau lakukan dengan 'V' dengan tubuh Zoker diperjalanan kalian pergi ke kastil.")) pintanya

("Hal yang sama? Maksudm— Eeeh?!") balasku baru sadar maksudnya

("Baiklah, apapun itu nanti kita bicarakan lagi sebelum Arliz curiga.") Kataku mengakhiri

"Tuan sebenarnya ingin mencoba kue krim rasa vanilla yang terbatas di toko kue tadi, dan Zoker merasa… hah… malu karena dia tidak bisa memenuhi keinginan tuan." Lanjutnya menjelaskan ke Arliz dengan helaan napas yang cukup berat ditengah perkataannya

("Segitu melelahkannya 'kah berbicara baginya?")

"Ha?! Om-om sepertimu masih ingin makan manisan seperti itu?!" balasnya meledek

"Buft— Bwahahahahahahaha!!!"

("Ya, tertawalah sepuasnya selagi bisa.")

("Saat sudah jadi servant-ku, akan kuubah kau sampai kau lupa dengan wujud manusiamu.")

("Eh.. Sepertinya ada yang kurang..")

"AI kemana?" tanyaku penasaran tidak melihat bentuk kotaknya yang melayang-layang di udara

"Gwaha.. hah.. Kwatanya dia mau tidur mengisi tenaganya di kastil, jadi dia tidak ikut keluar bersama kami dari sana." Jawab Arliz masih setengah tertawa

"Tidur??"

("Memangnya robot perlu tid— Owh, mungkin maksudnya isi ulang daya.")

"Dan ngomong-ngomong robot yang satu ini sepertinya tidak butuh mengisi tenaganya seperti AI…" ucapku menyindir Sylph

"Aku selalu melakukannya tuan.. setiap saat.. bahkan sekarang aku sedang mengisi tenaga.." balasnya datar terpotong-potong

"Dengan tidur?" tanyaku

"Umu." Balasnya mengangguk menggesekkan kepalanya di dadaku

"Owh.. bisa begitu ya…"

"Pindah ke punggungku Sylph." Suruhku sambil berdiri bangun

"Mmm." Responnya menggeleng

("Ya sudahlah.")

"Sekarang antar aku untuk melihat setiap sudut kota dari atas tembok." Suruhku ke Arliz

"Aku mau memastikan tidak ada celah yang dapat menghambatku nanti." Tambahku

"Baiklah, akan kutunjukkan keindahan kota ini dalam kepemimpinanku." Ucapnya sombong membanggakan dirinya sendiri mulai berjalan memimpin

("Apa dia sadar kalau wajah sombongnya itu membuat siapapun yang melihatnya secara alami ingin memukulnya?")

*sigh*

Kami mengikuti berjalan dibelakangnya.

"Sylph, kalau mau tidur di kamar saja, atau di kastil dengan AI.."

"Kami mau berjalan keliling kota, jadi pasti cukup lama." Kataku menyarankan Sylph

"Tidak." Jawabnya menolak langsung

"Berada langsung didekatmu adalah yang terbaik, tuan." Tambahnya

("Ditambah dia, sekarang aku punya dua magnet yang akan selalu menempel padaku.")

"Baiklah, akan kubangunkan nanti saat sudah selesai keliling." Kataku

"Mmm." Balasnya membenamkan wajahnya

Setelah itu kami naik ke atas dinding tembok pembatas kota dan mengelilinginya sampai hari mulai gelap.

~~~

Angin berhembus kencang sepanjang jalan kami mengelilingi tembok. Matahari yang sudah mulai bersembunyi diantara pepohonan juga terlihat jelas dari sini. Suasana ini jelas sekali menggambarkan ketenangan sebelum datangnya badai.

"Terasa cukup luas juga ya kotanya kalau kita berjalan mengelilinginya seperti ini." Ucapku puas melihat kesana-kemari

"Apalagi sambil menggendong Sylph seperti ini.."

"Kurasa aku akan baik-baik saja meski tanpa latihan rutin seperti dulu." Tambahku bicara sendiri

Karena sudah selesai, aku akan bangunkan Sylph seperti kataku sebelumnya.

"Oi.. bangunlah putri koala.." panggilku menepuk-nepuk kepalanya

Dia bangun melirik melihat sekitarnya.

"Mm..? Sudah selesai, tuan?" tanyanya begitu bangun

"Ya." Balasku

"Kalau begitu selamat mal—"

"Baaanguunn…" kataku menarik-narik pipi gemuknya

Dan setelah kuganggu terus menerus, dia akhirnya mau lepas dan turun dari badanku.

"Semua sudut kota sudah di-cek, dan tidak ada kejanggalan apapun."

"Sekarang segera kau pasang gate-nya." Lanjutku menyuruhnya

"Tidak bisa, tuan." Balasnya

"Kenapa?"

"Karena gate-nya ada di kastil."

"Kalau begitu sana kau ambil dan bawa kesini." Suruhku

"Aku..??"

"Ya."

"Sendirian..?" tanyanya lagi

"Ya, karena akan lebih cepat kalau kau pergi sendiri."

"Heeee…????" responnya dengan ekspresi datar dengan nada seperti tidak terima

"Aku boleh terbang saja, 'kan? Ya, tuan?" pintanya mendesak

"Terserah, yang penting jangan sampai ada yang melihatmu." Balasku mengiyakan bersyarat

"Baaiik…" jawabnya melapisi dirinya jadi transparan lalu pergi

Aku teringat sesuatu saat dia belum pergi terlalu jauh.

"PASTIKAN KAU MEMASANG GATE-NYA JUGA DI KASTIL!!" teriakku agar terdengar olehnya

Karena dia sudah jadi tembus pandang, aku sendiri ragu dia mendengarnya atau tidak.

"Kau yakin membiarkannya pergi sendirian?" tanya Arliz

"Tentu saja, sebagai tuannya aku harus percaya dengan servant-ku." Balasku

*Fwyuuu〜*

"Hmm… percaya.. ya..?" responnya mengalihkan pandangannya seolah memikirkan sesuatu

("Sepertinya dia bicara sesuatu, tapi tidak terdengar karena terlalu pelan dan suaranya terbawa angin.")

Selagi memperhatikan matahari terbenam, aku mendadak penasaran dengan Zoker yang daritadi diam tidak bersuara sedikitpun. Saat aku melihatnya, ternyata dia sedang berdiri agak jauh di sebelah kanan Arliz menatap matahari terbenam juga..

Begitulah yang kukira awalnya.

Setelah melihat ekspresinya dan juga tatapan kosongnya, serta sabitnya yang menyala-nyala samar dan berdetak pelan seolah beresonansi dengan sesuatu yang dilihatnya dikejauhan.

"Hei Arliz." Panggilku

"Hmm?"

"Memangnya ada apa disana?" tanyaku menunjuk sesuatu yang tidak terlihat dari sini

"Tidak ada.. hanya pepohonan biasa." Jawabnya terdengar ragu-ragu

"Maksudku apa ada sesuatu yang besar.. sangat besar dan.. tidak biasa jauh disana?" tanyaku sedikit memaksa

"Disana ada.. tempat tinggalnya Raja Iblis sebelumnya.."

"Death Fall." Jawabnya mengakhiri

Setelah mendengar jawabannya, tiba-tiba saja terlintas cepat ingatan saat aku membicarakan asal-usul sabitnya Zoker dengan Berlin di kahyangan.

("Mungkinkah?!")

Tubuhku bergerak dengan sendirinya secepat mungkin langsung berlari menghampirinya dan..

*Buhk!*

Tanpa pikir lagi, kudekap erat dia dari belakang..

("Aku sendiri tidak tahu apa yang sedang merasukiku, atau ini memang keinginan terdalamku sendiri?")

Bahkan aku sampai mengabaikan keberadaan Arliz. Karena entah kenapa aku merasa..

("..kalau dia akan pergi ke tempat yang jauh jika tidak kucegah.")

Ketakutan..

("Iya..")

Gelisah..

("Iya..")

Terasa jelas tubuh rapuhnya, yang seolah akan hancur jika aku memeluknya lebih erat lagi berusaha menyadarkannya.

"Kumohon.. kumohon berhenti.." pintaku pelan-pelan mengusap-usapkan wajahku ke pundaknya

"BERHENTI MELIHAT KESANA!!"

Aku berteriak keras berusaha memanggil hingga ke bawah alam sadarnya.

"H-H-Hei, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Arliz melihatku tidak mengerti dengan tindakanku

"KEMBALILAH!!! ZOKER!!!" teriakku lebih keras dari sebelumnya

*Zwrwingggggg*

Tiba-tiba muncul lingkaran sihir berwarna ungu terang dibawah kaki kami.

("Hah? Apa ini?")

*Chwiiiiinnnng*

*!!*

*DHWAARR!!*

Lingkaran sihirnya mendadak meledak menghempaskan tubuhku beserta asap ungu kehitaman yang dikeluarkannya.

"TOONNN!!" teriak Arliz melihatku terbawa didalam asap pekatnya

*Fwoosshh*

"Uhukk!! Uhukk!!"

("Darimana munculnya asap pekat in—")

*!!*

"BUNUH!! ....BUNUH!! .....BUNUH!! ....BUNUH!!"

"…BUNUH!! .....BUNUH!! .....BUNUH!!!!!"

Muncul suara dari dalam kepalaku saat berada didalam asap kegelapannya.

("Perasaan apa ini?? Hati serta pikiranku terasa tercampur aduk dengan berbagai sifat negatif..")

("Rasa benci.. putus asa.. dengki..")

("Semua perasaan ini merasuk kedalam kepalaku dan membuatku ingin...")

"Bunuh."

"Aku sangat ingin membunuh saat ini."

"Apa ada yang bisa kubunuh?? HAH?!!! —"

(("Tuan."))

Terdengar suara Sylph memanggilku lewat telepati.

*BOUKGHHH!!!!!!!!!!!*

"GWAKHH!!"

Ada sesuatu yang tumpul tiba-tiba muncul menusuk tepat di ulu hatiku, mengeluarkanku dari asap pekat yang menyelimuti.

"Uhwukk!! Uhukk!! Uhuk.."

("Sesak sekali, aku tidak bisa bernapas karena tusukan tadi!!")

Saat sudah keluar dari sana dan menghirup udara segar, hasrat membunuhku yang tiba-tiba muncul tadipun tiba-tiba menghilang begitu saja.

*Bakk!*

Tubuhku terasa mendarat pada sesuatu yang keras dan rata.

"Kau tidak apa-apa, tuan?" tanya Sylph perlahan memunculkan wujudnya yang tembus pandang

Ternyata aku mendarat di lapisan plasma milik Sylph yang mengambang di udara.

"Hah… hah… entahlah…, aku tidak yakin aku—"

"Uhukk!! Uhuk!!"

("Sepertinya masih ada sisa-sisa asap tadi didalam paru-paruku.")

Aku terus menerus batuk berusaha mengeluarkan sisa asap yang ada, tapi serasa percuma.

("Aku tidak bisa mengeluarkannya kalau seperti ini.")

Pandanganku memudar seperti termakan oleh kegelapannya lagi.

"Uhukk!! Uhukk!! Uh—"

Saat itulah aku merasa Sylph mendekatiku dan..

*Chup*

Dia menghentikan batukku dengan menutup mulutku dengan mulutnya. Dan karena itulah, aku merasa asap yang tersisa dalam tubuhku perlahan dihisap keluar olehnya.

Saat pandanganku sudah normal kembali, mulai terlihat jelas wajahnya tepat didepan wajahku dengan kepalanya yang agak dimiringkan sedang menciumku dengan bibir kecilnya.

"Mmmpp.. Mmmmpppp!!!"

Aku tidak bisa bicara karena mulutku masih dibungkam olehnya, jadi kutepuk-tepuk cepat punggungnya memintanya melepaskan ciumannya.

"Mwasih adwa ywang twersisa, twuan..."

*!!*

"Kwumohon swebentar lwagi." Pintanya memeluk mengalungkan tangannya di leherku

("Jangan gerakkan lidahmu dalam situasi seperti ini!!")

("Aku.. Aku harus segera menyelamatkan Zok.. Eh..?")

Aku bisa melihat mereka dengan jelas dari sini. Zoker sedang duduk bersimpuh menyandarkan kepalanya ke tembok didepannya, sedangkan Arliz sedang mengelus-elus punggungnya.

("Mudah-mudahan dia tidak apa-apa.")

("Aku khawatir kalau 'V' sampai keluar lagi dan lepas kendali disini…")

("Aku tidak boleh membiarkan hal seperti itu terulang kembali.")

*Hah… sudah selesai, tuan." Ucap Sylph melepaskan ciumannya

"Ya, terima kas—"

"Yang barusan itu.. tidak dianggap sebagai balasan dari permintaanku sebelumnya ya.." potongnya mengingatkan

*sigh*

"Iya.. Iya.. kita akan bicarakan soal itu nanti." Balasku

"Sekarang bawa aku ke Zoker dan Arliz disana." Suruhku

"Baik, tuan."

*Syuuu〜*

Sylph membawaku dengan medan plasmanya menghampiri Zoker dan Arliz yang masih diatas tembok kota.

"Omong-omong, apa orang-orang yang dibawah melihat kejadian tadi juga?" tanyaku memastikan

"Tidak tuan, aku sudah memasang.. lapisan lain yang membelokkan cahayanya dibawah kita, sehingga.. yang mereka lihat hanyalah langit seperti biasanya."

"Kecuali suara ledakan tadi, pasti ada.. beberapa orang yang mendengarnya."

"Kau tidak menelan asapnya, kan?" tanyaku penasaran

"Tidak, aku langsung menyaring dan membuangnya.. begitu selesai aku hisap.." jawabnya

"Sama dengan asap yang tadi.. menyelimutimu, tuan.."

"Mereka akan hilang begitu saja di udara." Tambahnya

"Hmm begitu ya.."

("Tapi asap apa itu sebenarnya?? Terhirup sedikit saja sudah membuatku seperti itu..")

("Meski sepertinya setengah robot seperti Sylph tidak terpengaruh olehnya.")

("Tapi Zoker yang berdiri tepat diatasnya, harusnya dialah yang terkena dampak tertinggi.")

Selagi aku asik sendiri memikirkan yang barusan terjadi, tiba-tiba Sylph memanggilku.

"Tuan."

"Mereka sudah dekat.." katanya memberitahuku

"Mereka??" responku bertanya-tanya

("Begitu ya.. Mereka datang disaat yang kurang tepat..")

("Eh tunggu.. Bagaimana dia bisa tahu?")

"Aku akan memasang gate-nya dulu, plasmaku.. akan tetap membawa tuan menuju mereka." Ucapnya kembali tembus pandang lalu pergi

Aku tidak menjawab membiarkannya pergi melakukan tugasnya. Sedangkan aku masih terbang perlahan, malah menurutku terlalu pelan.

Belum sampai disana, Zoker mendadak bangun dan mengambil sabitnya menjauh dengan posisi siaga terhadap Arliz.

"Kau kenapa Zoker..? Ini aku Arliz." Tanyanya khawatir dengannya

Walau masih cukup jauh dari mereka, tapi aku bisa mendengar suara Arliz dengan cukup jelas. Saat kucoba perhatikan tatapan matanya Zoker ke Arliz.

("Mata itu..")

("Mata penuh kebencian.")

("Dia sedang menggunakan Crown!")

Karena merasa berbahaya bagi Arliz berada didepan Zoker yang seperti itu, aku bangun dan menginjak kuat plasmanya bersiap melompat ke mereka agar lebih cepat sampai.

("Pasti ada yang salah dengannya.")

*Bwoosh!*

Selagi aku masih di udara, Zoker melesat ke Arliz sambil mengayunkan sabitnya menyerang dari atas.

("Gawat!!")

"ARLIZ!! ITU BUKAN ZOKER YANG KAU KENAL!! TAHAN SERANGANNYA!!" teriakku memperingatinya sekeras mungkin

"Hah?! Apa maksudmu bukan Zok—"

*Cting!!*

Dengan cepat Arliz merubah tangannya dengan Crown dan reflek menahan serangannya.

"APA MAKSUDMU BUKAN ZOKER YANG KUKENAL!?" teriaknya bertanya masih menahan sabit dengan tangan kristalnya

*Dap!*

Aku berhasil mendarat tepat diantara mereka.

"HEI!! JAWAB PERTANYA —"

("Sebenarnya aku tidak ingin melakukan ini.. TAPI AKU HARUS!!")

Aku pusatkan tenaga dilengan kiriku dan..

*BUKK!!*

*GAHK!!*

*Bhwrughrughrugh!*

Aku terpaksa memukulnya tepat di ulu hati, seperti yang Sylph lakukan sebelumnya. Pukulanku membuatnya terpental terguling cukup jauh ke belakang dan tidak bisa bergerak untuk sementara.

"APA YANG BARU SAJA KAU LAKUKAN!?" tanyanya protes tidak mengerti dengan tindakanku

*puff*

Kuubah Arliz jadi boneka agar tidak mengganggu dengan berbagai pertanyaannya.

"Kau diam dulu disana." Kataku

Aku mengabaikannya dan mendatangi Zoker yang sedang menggeliat di lantai kesulitan bernapas karena pukulanku tepat dititik fatalnya.

"Jawab aku."

*Dang!*

Aku mendekat dan menendang sabit hingga terlepas dari genggamannya.

"Siapa kau?" tanyaku tegas

"A-Aku.. Ha!?" balasnya tersadar bangun dan jungkir balik ke belakang mengambil kembali sabitnya

Setelah dapat sabitnya kembali, dia langsung mengambil sikap siaga seperti sebelumnya padaku.

"Kau yang siap—"

"Ughh!"

Ucapannya terhenti memegangi kepalanya yang terlihat kesakitan.

"Kau.. sia.. —"

*!!*

("Dia kembali.")

"Uhukk!! Uhukk!!*

"Eh?? Apa yang..?" tanyanya dengan ekspresi tidak mengerti dengan yang terjadi

"Bukankah tadi ada musuh didepan.." lanjutnya kebingungan bicara sendiri

"Kau barusan menganggapku sebagai musuh, mengarahkan sabitmu padaku.."

"Dan menatapku penuh kebencian." Tambahku menjelaskan

"Aku.. menganggap tuan sebagai.. musuh?" responnya makin bingung mendengarnya

Dari matanya, terlihat jelas kalau dia syok dengan apa yang dia telah lakukan.

"Maaf.. maafkan aku, tuan." Ucapnya menunduk menyesal

"Tidak apa, aku juga tahu betul rasanya diposisimu."

("Karena aku baru saja merasakannya.")

("Dia pasti terkena efek asapnya juga, bahkan lebih banyak dariku.")

"Aku tidak bisa melayani dengan kondisi seperti ini.." Ucapnya masih menunduk

"Aku meminta waktu untuk merenungi perbuatanku, tuan." Lanjutnya meminta izin

"Mmm, baiklah.." balasku langsung menyetujui

"Tapi, jangan jauh-jauh dan jangan didalam kota." Tambahku

"Baik.. terima kasih, tuan." Ucapnya mengangguk pergi dengan sabit besarnya

Penuh dengan rasa bersalah, dia terus menunduk berjalan pelan ke pintu menuju tangga.

"Kau boleh menyalahkan dirimu sendiri dan menyesalinya sesukamu, tapi satu hal.."

"Kau tidak salah, dan percayalah aku tidak akan marah hanya karena hal seperti ini." Kataku mengingatkan

Dia tidak menjawab dan tetap melangkah pelan pergi menuruni dinding.

Dengan kejadian tidak terduga barusan, sepertinya aku tidak akan mengirim Zoker ke medan perang. Dengan kondisi mentalnya yang tidak stabil seperti ini, kemungkinan dia akan lepas kendali dan tidak bisa membedakan antara kawan dan lawan nantinya dan hanya akan menyerang secara membabi buta.