Masih di atas tembok, setelah Zoker pergi sendiri merenungi perbuatannya, sekarang aku tinggal berduaan dengan Arliz disini.
("Apa keputusanku sudah benar? Membiarkannya sendirian disaat seperti ini..?")
("Tapi aku ingin menghargai keinginannya..")
("Tapi..")
Setelah membiarkan Zoker pergi menenangkan diri, sekarang aku sendiri malah meragukan keputusan yang telah kubuat. Dan karena juga ini adalah pertama kalinya dia mengatakan apa yang diinginkannya, meski entah bagaimana hal ini sedikit membuat dadaku sesak.
"Toon.." panggil Arliz yang berdiri disamping masih menemaniku diatas tembok
"Aku tahu terdengar egois mengatakan hal seperti ini setelah kejadian tadi, tapi.."
"Tolong selesaikan lebih dulu apa yang sudah menjadi tugasmu disini."
…
Aku hanya diam melepas pandangan ke matahari terbenam tanpa membalas perkataannya.
"Haa…"
Dia menghela napas bersandar ke tembok dengan kedua sikunya dan menghadap arah yang berlawanan denganku sambil melihat ke langit.
"Kau tahu.."
"Meski baru sebentar mengenal kalian, tapi waktu yang kita habiskan bersama terasa sangat berharga."
"Dan aku benar-benar khawatir dengan Zoker karena aku mulai menyukainya, karena akhirnya aku.. bertemu dengan orang yang bisa membuatku bebas berekspresi sesuka hati."
"Sesuatu yang sudah lama hilang dariku setelah kepergian'nya'.."
Aku hanya diam tak merespon mendengarkan perkataannya.
"Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan hal yang penting lainnya bagiku."
"Oleh karena itu.."
"Tolong bantu aku mempertahankan kota kesayanganku ini."
"Karena begitu semuanya selesai.. akan tiba giliranku yang akan membantu menyelesaikan masalahmu." Lanjutnya bangun dari posisi bersandarnya
*Pukk*
*!!*
Terasa tubuh hangatnya tiba-tiba memelukku dari belakang.
"Sebagai servant milikmu.." lanjutnya menyandarkan kepalanya dipunggungku
…
"Apakah Zoker memang selemah itu sampai kau begitu mengkhawatirkannya? Bukankah kau bilang kalau kau percaya dengan servant-mu?" tanyanya pelan masih bersandar
("Dia benar..")
("Meski rapuh didalam, Zoker itu gadis yang kuat, aku mengetahui itu lebih dari siapapun.")
("Aku harus lebih tegas membuatnya sadar, kalau apa yang dia lakukan itu tidak salah dan tidak boleh berlarut-larut tenggelam dalam rasa bersalah.")
Aku pegang punggung tangannya yang sedang mengalungkan tangannya memelukku.
"Terima kasih Arliz." Ucapku melepas pelukannya dan berputar menghadapnya
"Aku akan menyelesaikan apa yang sudah menjadi tanggung jawabku sebagai pengganti Leon, dan juga sebagai tuan dari para servant-ku."
Aku tersenyum mengelus-elus pelan kepalanya dan juga telinga rubahnya yang bergoyang-goyang lembut.
"Sepertinya keputusanku membuatmu menjadi servant-ku.."
".. adalah pilihan yang tepat." Tambahku
"Hihihi."
Dia menjawab dengan senyuman lebar mendengar perkataanku.
"Baiklah, karena musuh kita juga sudah dekat." Kataku melepaskan tanganku dari kepalanya
"Kau kembali kumpulkan orang-orang yang akan menjaga sisi barat bersamamu nanti di ruang pertemuan untuk rapat terakhir." Suruhku
"Baik." Jawabnya terlihat semangat
("Ini pertama kalinya bagiku melihat wajah semangatnya seperti it—")
*Fwoosh*
Perkataanku terhenti melihatnya langsung pergi lompat dari atas tembok setinggi ini kembali ke kota.
"Eeeehhh?!?!"
Teriakku berlari ke sisi lain melihat pendaratannya yang mulus tanpa menyebabkan kerusakan sedikitpun dan langsung berlari menghilang diantara bangunan kota.
"Ras setengah hewan memang hebat." Ucapku kagum
(("Tuan, gate-nya sudah kupasang di setiap sisi kota.")) Lapor Sylph tiba-tiba suaranya masuk ke kepalaku
("Kerja bagus, sekarang kau dimana?") tanyaku
(("Dibelakang, tuan."))
*Plukk*
Dia langsung menempel dipunggungku dari belakang tanpa hawa kehadiran sedikitpun.
"Aku sudah memasang gate-nya, tuan." Ucapnya langsung
"Iya, kau kan tadi sudah—"
"Gate-nya cukup berat, tuan."
"Iya-iy—"
"Aku sudah melakukan tugas yang kau berikan dengan baik, tuan." Ucapnya terus-menerus memotong omonganku
…
..
"Mau melakukannya sekarang?" tanyaku ke intinya
"Umm." Balasnya turun dari tubuhku
Aku berputar menghadap ke arahnya dan bersimpuh menyetarakan tinggiku dengannya.
("Wahai Dewa— bukan, bukan dewa di dunia ini.")
("Wahai para Dewa di dunia asalku, tolong maafkan diriku yang akan melakukan hal tidak pantas ini kepada anak dibawah umur demi memenuhi janjiku padanya.")
Sylph menutup matanya seakan memberikanku kesempatan untuk melakukannya.
("Apa sebenarnya yang kulakukan di dunia ini? Melakukan berbagai hal mesum pada servant-ku sendiri?")
Aku lihat ke kiri dan ke kanan memastikan tidak ada orang lain disekitar.
("Aman..—")
Mungkin karena terlalu lama, Sylph akhirnya menggunakan plasma miliknya untuk mendorong kepalaku dari belakang untuk segera menciumnya dan..
*Chup*
Bibir kamipun sepenuhnya menyatu.
("Cara ini.. sama persis dengan 'V'.")
Tak hanya kepalaku, selagi kami masih terhubung, dia juga menggerakkan tanganku agar memeluk erat tubuh kecilnya. Aku hanya pasrah hingga dia merasa puas dan mengakhirinya sendiri.
"Hmpp.. hah.."
Aku menghembuskan napas cukup dalam, karena sudah menahan napas sepanjang acara.
"Terima kasih sudah memberikanku data berharga, tuan." Ucapnya datar seolah tidak merasakan apa-apa
"Iya.. sama-sama."
("Yang barusan hanyalah hadiah, tidak ada yang spesial.")
"Apa kau melihat Zoker disuatu tempat diluar dinding, saat berkeliling memasang gate tadi?" tanyaku
"Aku lihat, dia ada bawah."
"Bawah? Bawah mana?" tanyaku memperjelas
"Dibawah sana.." balasnya menunjuk sisi luar tembok tempat kami berdiri
Aku ikuti arahannya dan melihat kebawah tembok, terlihat ada seseorang sedang duduk diam bersandar pada dindingnya dengan sesuatu yang menyilaukan tergeletak didekatnya.
("Aku memang bilang untuk jangan jauh-jauh, tapi aku tidak menyangka kalau dia berada tepat dibawahku.")
Karena sudah tahu posisinya, sepertinya aku akan pergi ke pertemuan terakhir tanpa Zoker.
"Ya sudah, kita kembali ke penginapan dulu untuk bertemu yang lainnya sebelum monsternya tiba." Ajakku
"Baik, tuan."
Kami berduapun kembali ke kota bertemu dengan Arliz dan para penjaga serta relawan untuk pertemuan terakhir.
~~~
*Ceklek*
Seseorang yang baru masuk itupun langsung menuju kursinya dan duduk.
"Itu adalah orang terakhir, ketua Toon." Kata Octo memberitahuku
"Ya, terima kasih." Balasku
("Ketua Toon?? Kedengarannya keren juga.")
"E-Ehm.."
"Musuh kini sudah hampir tiba ke kota Tief, meski begitu aku tetap mengumpulkan kalian semua terlebih dulu untuk hal penting yang baru bisa kukatakan sekarang, tepat sebelum pertempuran." Kataku bangun dari kursi mulai berpidato
"Pertempuran yang akan kita hadapi saat ini termasuk pertempuran skala besar untuk kota kecil dengan jumlah pasukan yang sangat sedikit, dibandingkan musuh kita yang mungkin mencapai ratusan monster dari dalam Hutan Terlarang."
"Aku hanya ingin mengingatkan kalian untuk tidak ragu dan mengerahkan segalanya demi kota beserta para warga didalamnya, meski mengorbankan nyawa sekalipun."
"Tapi usahakan jangan sampai terbunuh oleh monster-monster sialan itu karena..."
*glek*
"Karena perasaan orang-orang yang kalian ingin lindungi, orang-orang yang kalian tidak ingin kehilangan sosoknya.."
"Mereka juga memiliki perasaan yang SAMA! MEREKA TIDAK INGIN KEHILANGAN KALIAN!"
Perlahan aku naikkan intonasi agar kata-kataku membekas ke dalam diri mereka.
"Jadi.."
"Octo." Panggilku
"Ya, ketua Toon?"
"Tandai ini sebagai perintah mutlak."
Dia mengangguk bersiap mencatat.
"Tetap lakukan yang terbaik untuk mempertahankan kota."
"Kalau kalian merasa sudah tidak sanggup bertempur, mundur."
"Aku dan servant-ku yang akan mengurus sisanya."
*!!*
"Hah?"
"Mundur? Tidak mungkin dalam pertempuran kami—"
"Sekali maju, kami akan tetap maju demi mempertahankan ko—"
Mereka semua serempak memprotes perkataanku dengan segala argumen tidak pentingnya.
"Tapi ketua, rasanya hampir mustahil untuk tidak kehilangan jiwa dalam pertempuran sebesa—"
"Ssshh..!!"
Aku gunakan gesture untuk mendiamkan mereka semua.
…
"Kenapa aku lakukan hal seperti ini?"
"Karena aku tidak mau terkena ocehan Leon saat dia tahu salah satu warganya ada yang mati karena salahku yang kurang becus memimpin pasukan atau semacamnya."
"Dan paling penting aku tidak ingin membuat Arliz bersedih karenanya."
Semuanya terdiam mendengar alasanku memberikan perintah mutlak seperti itu.
"Kalau kalian masih ingin ikut menghabisi beberapa monster di medan perang, ikuti perintahku!!"
*Bakk!!*
Tegasku memukul meja dengan sedikit penekanan diakhir.
��
"Kalau tidak, kalian bisa duduk dengan manis di rumah kalian masing-masing."
"Pilihan ditangan kalian."
("Hanya yang berkeinginan kuat dan patuh perintah yang akan mengikutiku sampai akhir.")
("Aku tidak butuh seorang pembangkang.")
*set*
Seseorang mengangkat tangannya ditengah keheningan.
"Aku akan mengikuti perintahmu, ketua Toon."
("Efek domino.")
"Aku juga." Ucap seorang lagi ikut mengangkat tangannya
"Aku juga."
"Aku!"
"Aku akan mengikutimu, ketua Toon."
Pada akhirnya semua yang hadir tetap pada keputusannya untuk pergi ke medan perang dengan batasan yang kuberikan.
"Baiklah, sesuai rencana."
"Bersiaga ditempat yang sudah ditentukan." Ucapku mengakhiri
"BAIK!" jawab semuanya serempak keluar dari ruangan
…
"Sylph, status." Pintaku ke Sylph tanpa menoleh ke arahnya
"Para monsternya akan sampai dalam 22 menit 10 detik di utara, 26 menit 58 detik di timur, 14 menit 44 detik di selatan, 8 menit 20 detik di barat." Jawabnya menjabarkan
"Yang paling lama sampai adalah sisi yang paling sulit, ya.." gumamku
..
"Kau sudah tidak punya banyak waktu, tapi kenapa kau belum pergi juga?" tanyaku melihat Arliz yang masih duduk manis menunduk disebelahku
"Aku.."
"Hmm..??" responku bertanya-tanya
"Aku seperti melihat sosok'nya' saat melihatmu berpidato tadi.. sungguh keren.."
"Kyaahahahaaaa!!"
Dia sampai menghentak-hentakkan kakinya saking heboh kesenangan dari pikirannya sendiri.
("Ada yang salah dengan kepalanya.")
"Jangan membuat mereka menunggu lebih lama lagi, sudah sana cepat pergi.. Hussh!!" kataku mengusirnya menendang-nendang kursi yang didudukinya
"IYA-IYA AKU PERGI!! BERHENTI MENENDANG KURSIKU!!
Dia bangun pergi sambil marah-marah padaku sepanjang jalan keluar dari ruangan.
"Dasar mesum! Tidak tahu malu! Kriminal! Beraninya kau kurang ajar pada—"
"Selamat jalan, nona Arlizz." Ucapku tersenyum melambaikan tangan seiring kepergiannya
"Hiiihhh!!!" responnya geram padaku
*Ceklek*
"KAU YANG TERBURUK!!"
*DARR!*
..
"Hah… Menyenangkan seperti biasa."
("Dengan responnya yang seperti itu, mana mungkin aku gagal dan melepas rubah imut pemarah seperti dia.")
"Dan juga pelajaran kepemimpinan dari Black akhirnya berguna juga untuk saat seperti ini."
*Stretch*
"Dan terakhir adalah, cara agar kami bisa saling berkomunikasi satu sama lain dari jauh."
"Sylph, aku ingin kau membuatkanku—"
Perkataanku terhenti melihat dia yang entah sejak kapan sudah menggabungkan dua kursi sebagai alasnya tidur.
("Dasar tukang tidur!!")
Melihat kewaspadaannya yang rendah, aku jadi kepikiran untuk mengerjainya.
("Kalau aku tarik yang dikepala terlalu bahaya, aku akan tarik yang satunya.")
Kupegang kursi yang menahan kakinya dan bersiap untuk menarik agar dia terbangun karena kaget. Begitulah rencananya.
"1.. 2.. ti—"
*Ngrett!*
*?!*
Aku sudah menarik kursi yang menahan kakinya, tapi..
"KENAPA POSISI KAKINYA BAHKAN TIDAK BERUBAH?!" teriakku heran
"Hmm..??"
Sylph terbangun dengan teriakkanku.
"Ada apa, tuan—?"
*Woossh*
*Ngrett*
Kutarik kursi satunya yang menahan tubuh bagian atasnya.
("DIA MENGAMBANG!!")
"Untuk apa kau menggabungkan kedua kursi kalau sebenarnya kau ini tidur diatas lapisan plasma?"
"Hmm.. Untuk kamuflase, tuan."
"Kamuf.. lase..?"
"Bukankah tuan sendiri yang bilang kalau.. aku tidak boleh menunjukkan kemampuanku didepan.. umum..?" tanyanya mengingatkan
("Oh iya, dia benar.")
("Dan apa yang sebenarnya kulakukan ditengah situasi seperti ini?!")
("Aku malah terlihat seperti pesulap bodoh yang menunjukkan salah satu trik sulap tanpa satupun penonton yang melihat aksinya.")
"Baiklah lupakan, aku punya permintaan yang hanya bisa dikerjakan olehmu." Ucapku mengalihkan
"Hanya bisa dikerjakan.. olehku?" balasnya langsung bangun dengan mata penuh keantusiasan
"Apa itu tuan? Hal yang hanya aku.. yang bisa mengerjakannya?" lanjutnya semangat
"Tentang telepati, apa kau bisa menambahkan orang lagi ke dalam servernya?" tanyaku
"Berapa orang, tuan?"
"Du—"
"Bisa, tuan."
("Kenapa dia jadi begitu senang dengan diberi tugas seperti ini?")
"Ba-Baguslah kalau begitu."
"Tapi aku harus kembali ke kastil dulu untuk.. mengaturnya, tuan."
"Ah iya, kau sudah tahu untuk siapa, kan?" tanyaku memastikan
"Sudah pasti untuk Zoker dan Arliz, tuan." Jawabnya
"Bagus, kau bisa pergi dan mengerjakannya secepat mungkin, aku akan menemui Zoker dan memberitahu sisanya." Ucapku mempersilahkannya
"Baik, tuan."
…
"Tunggu." panggilku
"Kau tidak memasukkan chip atau apalah itu kedalam kepala mereka seperti yang kau lakukan padaku?" tanyaku heran dengan proses penambahan orang ke servernya
"Aku sudah menyuruh AI menanamkannya didalam kepala mereka, tuan."
"Hah? Sejak kapan?"
"Sejak.. AI mengembalikan tubuh mereka kembali setelah bermain dokter-dokteran dulu."
("Benar juga.. aku tidak menyadarinya karena kukira AI hanya mengembalikan mereka seperti semula..")
"Hmm, baguslah kalau begitu."
"Ayo." Ajakku keluar dari ruang pertemuan
"Baik, tuan."
Kamipun berpisah begitu keluar dari bar. Sylph mengerjakan penambahan slot pengguna telepati yang entah bagaimana dikerjakannya di kastil, sedangkan aku menemui Zoker di gerbang barat untuk mengecek siap atau tidaknya dia untuk ikut dalam pertempuran sesuai rencana yang sudah dibuat.
~~~
Di luar gerbang barat, tempat Arliz dan para petinggi serta relawan yang akan ikut bertempur sedang berjaga.
"Ah, dia masih disana." Ucapku sendiri menghampiri Zoker yang duduk disebelah gate
("Pokoknya aku harus menjaga perasaannya, jangan sampai salah bicara.")
("Beri kata-kata manis, jangan terlalu keras padanya.")
Terlihat beberapa orang yang sudah bersiap sedang menunggu disana, tapi mereka seperti menjaga jarak dari Zoker yang termenung duduk bersandar disana. Meski begitu aku terus meyakinkan diri sambil berjalan mendatanginya.
("Jangan mengacau.. jangan mengacau.. jangan menga—")
"Sudah cukup merenungnya." Ucapku tegas mengeluarkan kata-kata yang berbeda dari yang kupikirkan
"Tuan." Balasnya langsung bangun melihatku
("Arghhhhh!!! Kau bodoh!! Dasar Hiro bodoh!!")
("Karena sudah terlanjur, lebih baik aku improvisasi sisanya.")
"Jangan berlarut-larut, aku tidak merekrutmu untuk melakukan hal menyedihkan seperti ini."
"Para monster sudah hampir tiba, sebaiknya kau ke tempat kau seharusnya berjaga."
"Maaf, tuan."
"Aku..— Argh…"
Perkataannya terhenti seolah tersengat akan sesuatu didalam kepalanya.
("Hah!? Apa yang terjadi!? Kenapa dia terlihat begitu kesakitan!? Apa seharusnya aku membiarkannya beristirahat lebih lama la—")
"Tuan??" ucapnya tiba-tiba melihatku
("Hah?")
"Apa itu tadi suaramu? Aku merasa seperti mendengar suaramu langsung masuk ke kepalaku." Ucapnya terlihat kebingungan
("Heh!?")
"Heh??" responnya seperti meniruku
("Jangan-jangan..")
(("Penambahan pengguna telepatinya telah selesai, dan.. transmisinya sudah terhubung, tuan.")) Kata Sylph lewat telepati
("PERFECT TIMING!!")
"Apa tadi kau menghawatirkanku, tuan?" tanya Zoker langsung
(("Apa ada yang mau diatur lagi, tuan.")) Tanya Sylph lewat telepati
Mereka berdua berbicara padaku secara bersamaan dengan media yang berbeda.
("Tunggu, satu-satu, aku bingung mau membalas yang mana.") Balasku lewat telepati agar semuanya dengar
(("Heh!? Apa ini!? Suara siapa ini!?")) ucap Arliz kebingungan mendengar suara kami dikepalanya
("Bertambah satu lagi hal merepotkannya.")
(("Merepotkan!? Siapa yang kau sebut merepotkan!? Toon!! Ini suaramu ya!? Kenapa suaramu ada didalam kepala—"))
("Sylph, putuskan transmisi dengan Arliz sampai urusanku selesai.") Suruhku
("Ada hal penting yang harus kubicarakan dengan Zoker.")
(("Baik, tuan.")) balasnya
(("Heh? Putus? Apanya yang diputus!? Kau sedang membaca pikiranku, kan!? Jawaaa—"))
("Sekarang sudah lebih tena—")
(("Aku minta maaf tuan… aku minta maaf tuan.. aku minta maaf tuan.. aku minta maaf tuan..")) pikir Zoker terus menerus langsung masuk ke kepalaku juga
("Sekarang malah dia yang spam dikepalaku.")
(("Aku minta maaf tuan.. aku minta ma—"))
("Hentikan.")
("Bukankah sudah kubilang kalau kau tidak salah? Kau tidak percaya padaku?")
"Tapi tuan.. Aku merasa ada yang janggal kalau kau belum.."
"Belum apa?"
"Memberikanku hukuman atas perbuatanku sebelum.. nya.."
"Tidak."
"Aku tidak akan jatuh di lubang yang sama."
*Bruk!*
Zoker jatuh bersimpuh menunduk menutupi wajahnya.
"Kumohon tuan.."
*hiks*
"Tolong hukum aku.." pintanya cukup keras
"Heh.. kau pikir aku akan luluh dengan air mata buaya seperti it—"
"Ketua membuat salah satu servant-nya menangis." bisik salah satu petinggi yang memperhatikan kami dari jauh
"Iya, dia melakukannya." Kata seorang lagi
"Apakah akan baik-baik saja kalau nanti Nona jadi servant-nya juga?" tanya seorang lagi
"Dia pasti akan melakukan hal yang sama."
"Iya, benar."
Para petinggi yang adapun akhirnya mulai salah paham dengan apa yang sedang aku dan Zoker bicarakan. Karena dari sudut pandang mereka, aku terlihat seperti seorang penjahat disini.
("AKU YAKIN KALIAN TIDAK MENDENGAR APA YANG SEBENARNYA SEDANG KAMI BICARAKAN!!")
("Sial.")
("Aku tidak ada pilihan selain mengikuti permainannya.")
"Setelah kuhukum kau tidak akan murung lagi?" tanyaku
*hiks.. hiks..*
*intip*
Masih dalam tangisan palsunya, dia mengintip dari sela-sela jarinya melihat seolah menunggu responku.
("Servant yang satu ini memang benar-benar sesuatu.")
"Benarkah.. tuan..?" balasnya langsung dengan ekspresi menangnya
"Kalau begitu aku ingin dihukum sama seperti waktu itu" lanjutnya langsung semangat menyarankan
"Bukan hukuman namanya kalau kau sendiri yang menentuk—"
"Ah, disana kau rupanya!"
Tiba-tiba terdengar suara Arliz jauh dari belakang.
"Toon!!" panggilnya mendekat
"Jelaskan semua yang tadi kau bicarakan saat didalam pikiran—"
Suara marah-marahnya terdengar semakin lama semakin dekat.
("Rubahnya sudah datang, hubungkan dia kembali Sylph.") Suruhku
*Grab*
"Tuan!?" respon Zoker
Aku genggam tangannya Zoker bersiap mencoba gate-nya.
("Sylph, bagaimana cara untuk menentukan gate mana yang kita mau tuju?") tanyaku
(("Aku mengurutkannya berdasarkan angka, gerbang utara adalah nomor satu.")) Jawabnya
(("Cukup sebut angka sesuai nomor gerbangnya sebelum masuk, tuan.")) lanjutnya
("Begitu ya, berarti ...")
"Toon!!" teriak Arliz lagi masih diperjalanan menghampiriku
"SATU!" kataku
Kristal semacam indikator yang mengambang diatas gerbangnya pun menyala dan menunjukkan angka satu.
"Woah..."
Setelah aktif, aku masukkan kepalaku kedalam memastikan.
Di sisi lain gate..
"Keren!!"
Aku langsung hebohku sendiri melihat alatnya benar-benar bekerja seperti yang kuinginkan. Setelah dicoba, aku menarik kembali kepalaku..
"Ayo Zoker!" ajakku semangat menarik tangannya masuk ke dalam gate
"Ah, sabitku—"
Setelah dia ambil sabitnya, kami berduapun masuk kedalam.
Tapi aku kembali sebentar hanya dengan kepalaku yang muncul untuk memberikan pesan terakhir padanya.
"MONSTERNYA SUDAH TIBA!!" teriak salah seorang anak buahnya Arliz yang berjaga
"Mereka sudah tiba disini, jadi jangan ikuti kami."
"Selamat bertugas ya, rubah." Ucapku tersenyum meledeknya
"Jangan kabur kau, kembali sini agar aku bisa me—"
~~~
Kini aku dan Zoker ada di sisi utara kota.
"Ini adalah gerbang untuk berpindah tempat antar sisi kota, dan alat ini akan memudahkan kita untuk rotasi saling membantu yang membutuhkan."
"Cara pakainya tadi kau sudah lihat sendiri, dan kalau ada yang tidak mengerti kau bisa tanya Sylph." Jelasku
"Mmm." Balasnya mengangguk masih kebingungan
"Tentang hukumanmu."
"Kita bisa bicarakan nanti, kalau kau berhasil menjalankan tugas kali ini dengan sebaik mungkin dan Arliz berhasil masuk dalam kelompok kita."
"Benarkah, tuan?" tanyanya dengan wajah penuh harapan
"Ya.. Iya, jadi pastikan kau menghabisi mereka semua tanpa sisa." Balasku menyemangatinya
(("Monsternya sudah muncul di sisi barat, tuan.")) kata Sylph menginformasikan
("Ya, aku tahu.")
"Aku jadi sangat membara sekarang!!" Ucapnya mulai berganti dengan Crown-nya
"Tuan, tolong tempatkan aku dibagian yang paling sulit."
"Aku ingin melampiaskan semuanya pada monster-monster sialan itu!" lanjutnya semakin semangat
"Paling sulit itu.."
("Aku cuma ingat bagian yang paling mudah, dan itu sudah diberikan ke kelompoknya Arliz.")
("Sylph, bagian tersulit itu yang mana?") tanyaku
(("Bagian timur, tuan.")) Jawabnya
"Kau sudah dengar sendiri, kan?"
"Dua." Ucapku ke gate-nya
"Meluncur〜!!" balasnya berlari masuk seperti anak kecil
…
..
"3.."
"..2.."
"..1." kataku menghitung mundur sendiri
(("TUAN!! KENAPA BELUM ADA SATUPUN MONSTER DISINI!?!?!?!?")) protesnya kesal
"Bwahahahaha."
Aku tertawa puas dengannya yang protes sesuai perkiraan.
("Sylph, berapa lama lagi monster sampai di sisi timur?") tanyaku
(("17 menit 29 detik lagi, tuan.")) jawabnya
(("HAH?! MANA MUNGKIN AKU BISA MENUNGGU SELAMA ITU!")) balas Zoker sudah tidak sabar
("Sambil menunggu, kau bisa membantu bagian Arliz dulu.") balasku
(("BERISIK! Bisakah kalian langsung datang saja membantu?! Bukannya malah mengisi kepalaku dengan obrolan tidak penting?!")) protes Arliz
(("Hah?! Begitukah caramu meminta bantuan pada orang lain?! Aku lebih baik memikirkan semua kebaikan tuanku sampai monsternya datang daripada membantu 'SAPI RUBAH' sepertimu!")) balasnya menanggapi Arliz dengan penekanan kuat diakhir pesannya
(("Apa kau bilang?!"))
(("Bolehkah aku keluarkan saja mereka dari server, tuan?")) tanya Sylph meminta izin
"Pfft.."
Aku sampai tertawa mendengar permintaan Sylph yang tidak terduga.
("Bahkan setengah robot sekalipun tidak tahan dengan ocehan kalian.")
(("Ocehan?!"))
(("Ocehan?!")) respon mereka berdua kompak
("Mute saja transmisi antar mereka berdua sampai semua monsternya tiba.") Suruhku
(("Baik, tuan."))
…
("Sudah damai.")
("Dengan begini berarti kau berjaga di gerbang selatan ya, Sylph.")
(("Baik, tuan."))
(("Aku mencintaimu tuan.. Aku mencintaimu tuan.. Aku mencintaimu tuan.. Aku mencintaimu tuan.. Aku mencintaimu tuan.. Aku mencintaimu tuan.. Aku mencintaimu tuan.. Aku mencintaimu tuan.. Aku mencintai—"))
("Zoker.") panggilku
(("Ya, tuan."))
("Kalau kau terus membanjiri kepalaku seperti itu, aku akan membatalkan janjiku padamu sebelumnya.") Kataku memperingati
(("AAAAAAAAAAAAAA!!!!"))
(("Tidak, kumohon jangan."))
(("Aku minta maaf, aku akan jadi gadis baik hingga mereka tiba, tuan.")) Pintanya sampai membujuk-bujuk
(("Jadi tolong jangan batalkan janji—"))
("Ssst..")
…
Zoker sudah teratasi, sekarang giliran dia.
("Bagaimana keadaan disana, Arliz?") tanyaku basa-basi
(("Terkendali."))
(("Semua yang datang adalah monster kelas menengah kebawah.")) Lanjutnya
("Owh..")
…
(("Itu saja? Kau tahukan situasi kita sekarang? Lebih baik kau membantu disini kalau sedang senggang.")) Katanya mengajakku
("Untuk saat ini belum bisa.. masih ada yang harus kukerjakan dengan Sylph untuk berjaga-jaga.") Balasku menolak
(("Lagi?"))
…
(("Ya.. selama untuk membantu upaya pertahanan kota, aku tidak masalah."))
("Ahahaha…")
(("Maaf.. sudah membuat kalian semua terlibat dalam masalahku.."))
("Pokoknya ingat saja dengan perintah yang telah kuberikan pada kalian.")
("Dan juga tidak perlu minta maaf..")
("Semua ini kulakukan semata-mata demi tujuanku membuatmu sebagai servant-ku.")
…
"Selamat berjuang, Arliz." Kataku bicara sendiri
Setelah itu, untuk sementara dia berhenti berkomunikasi dan fokus dalam tugasnya.
("Semua kejanggalan yang terjadi ini membuatku curiga akan sesuatu yang lebih besar ikut muncul kali ini.")
("Tidak ada waktu lagi, lebih baik aku segera meminta Sylph menyiapkan pertahanan terakhir.")
("Syl—")
Panggilanku terhenti karena tersadar akan sesuatu.
("Sepertinya aku sudah membebaninya terlalu banyak..")
("Nanti dia juga akan kuberikan hadiah.")
("Sylph.")
(("Ada apa, tuan?")) balasnya
("Ada yang ingin kubicarakan.")