Setelah lumayan lama berjalan di dalam kastil yang luas, akhirnya kami sampai di depan pintu menuju ruang utama.
*Dap*
"Huff.. ternyata sulit juga kalau hanya punya satu kaki." Ucap Zoker bersandar di dinding
Dia sudah berdiri sendiri setelah dibawa dan turun dari sesuatu yang tak terlihat milik Sylph.
"Ini pintu ke ruangan awal tadi?" tanyaku ke Sylph
"Iya, tuan."
"Lumayan jauh juga, ya.." ucapku sendiri
"Hebat kau bisa datang secepat itu saat kupanggil, Zoker." Ucapku memujinya
"Hehe.. Itu adalah bukti kesetiaanku padamu, tuan." Balasnya terlihat senang
"Iya, iya.. Kerja bagus."
Kupegang gagang pintu dan membukanya perlahan, dan..
*Jdug*
*Guruguruguruguruguru*
"Ah, sepertinya mengenai sesuatu."
*Kriiett*
Kubuka lagi pintunya lebih lebar, dan melihat apa yang tadi terdorong.
"Apa itu?" tanyaku melihat benda seperti bola bulu yang menggelinding menjauh
Benda itu berhenti berputar dan berbalik ke arah kami.
"Hiks.. Hiks.."
Terdengar pelan suara tangisan seseorang.
"Ohh!! Itu kepalanya Arliz, tuan." Seru Zoker melihatnya
"K-K-Ke-Kepala?" responku tidak percaya
Saat benda itu sudah sepenuhnya mengarah kesini, barulah terlihat jelas bentuknya.
*!!*
*BLAM!!*
Kututup lagi pintunya.
"Yang benar saja…" ucapku lemas menutup wajah
Dan setelah kututup, terdengarlah suara Arliz dari balik pintu.
"Kaukah itu? HEI!! ZOKER SIALAN!!" teriak Arliz marah-marah
*sigh*
"Apa ini ulah salah satu alat aneh buatan professormu?" tanyaku ke Sylph
"Bukan, alat buatan professor tidak mungkin bisa melakukan hal seperti itu." Jawabnya
"Itu adalah—"
"Aku datang!! Arliz!!" Seru Zoker semangat
"Aku pinta kakinya, tuan." Pintanya tersenyum
"Nih."
Kuberikan padanya, dan dia langsung membuka pintunya menghampiri Arliz.
"Itu adalah kemampuan professor itu sendiri." Lanjutnya
("Mungkin inilah apa yang Berlin rasakan saat berhadapan denganku dulu.")
"Yang terpenting, mereka bisa dikembalikan seperti semula, kan?" tanyaku memastikan
"Tentu, tuan."
"Karena kau tiba-tiba pergi meninggalkanku dengan robot gila ini, aku.." suara Arliz sedang marah-marah
Kuhampiri mereka berdua, dalam bentuknya yang sama-sama aneh.
"Kalau aku sudah jadi tuanmu, seharusnya aku sudah bisa memberi perintah ke AI, kan?" tanyaku ke Sylph
"Benar, semua yang kumiliki, adalah milikmu juga, tuan." Balasnya
("Sama seperti yang kukatakan ke Zoker.")
"AI." Panggilku tanpa tahu dia dimana
『"Ya, professor." 』 Jawabnya
("Professor?")
("Ah, terserahlah.")
"Kembalikan tubuh mereka berdua jadi seperti semula, mengerti?" pintaku
『"Kenapa?" 』
("Hah?")
『"Kenapa aku harus menuruti perintahmu?" 』 balasnya sepertinya masih kesal
Aku mendekat ke Sylph.
"Sepertinya dia belum menerimaku, jadi kau saja yang suruh dia mengembalikan mereka." Bisikku
"UMU." Balasnya mengangguk
"AI."
『"Ya, nona?" 』
"Sudah cukup bermainnya, kembalikan mereka ke.. bentuk awal."
"Saat aku kembali kesini, semuanya harus sudah selesai." Lanjutnya menyuruh
『"Baik, nona." 』
Entah dimana keberadaan AI, hanya terdengar suaranya saja menanggapi kami.
"Kembali? Memangnya kau mau kemana?" tanyaku penasaran
"Menyelesaikan tujuan awalmu datang ke tempat ini, tuan." Balasnya
"Tujuanku …?"
..
Setelah berpikir sebentar, akhirnya aku ingat.
"Oh iya, tunjukkan jalannya padaku." Suruhku
"Lewat sini, tuan."
Dia mulai pergi duluan dan aku mengikutinya dari belakang.
"Hei! Kau mau kemana?! Jangan tinggalkan aku bersama dua makhluk ini!!" teriak Arliz memanggil melihatku pergi
~~~
*Dap..Dap..Dap..Dap..*
…
("Jalan berdua, tapi hanya langkah kakiku saja yang bersuara.")
"Hei, kenapa kau tidak gunakan kakimu untuk berjalan?" tanyaku masih mengikutinya di belakang
"Karena.. melelahkan.." balasnya
"Sebenarnya aku lebih suka menggunakan telepati untuk komunikasi.. daripada menggunakan mulut."
"Karena melelahkan juga?"
"Iya." Jawabnya singkat
"Kalau begitu, pakai saja telepati untuk ngobrol denganku." Kataku menyarankan
"Bolehkah, tuan?" tanyanya memastikan
"Iya."
"Tapi, kalau di depan umum kau harus menggerakkan mulutmu." Ucapku memberi syarat
"Dimengerti."
~~~
"Masih jauh?" tanyaku
"Sudah dekat."
Untuk menuju ruang penyimpanannya saja butuh waktu sekitar 10 menit berjalan kaki.
"Disini."
Dia berhenti di depan pintu dengan gambar seperti topi koki.
*Deglek*
*Ngiiett*
Dia masuk duluan ke dalam dan aku di belakangnya.
"Tidak seperti ruang penyimpanan, ya." Ucapku melihat-lihat sekeliling
"Memang bukan ruang penyimpanan, tuan." Balasnya
"Hah?"
"Ini dapur…"
"… dan juga ruang makan."
"Dapur?"
Dia berbalik melihatku yang kebingungan.
"Dapur adalah tempat dimana kau mengolah berbagai bahan sehingga menjadi.. makanan serta minuman yan—"
"Aku tahu apa itu dapur." Potongku
"Maksudku, kenapa kita malah ke dapur?"
"Karena aku mendeteksi kalau kau kekurangan cairan tubuh yang dapat menyebabkan manusia sepertimu mudah terkena dehidrasi." Jelasnya
"Ah, kau benar."
"Aku belum makan dan minum apapun dari kemarin." Balasku
"Tapi saat ini aku hanya perlu minum, makannya nanti saja."
"Kenapa?" tanyanya
"Karena aku ingin kita makan bersama-sama nanti." Jawabku
"Makan.. bersama...?" Ucapnya seperti menggumam sendiri
Kami masuk ke dalam dan aku langsung duduk di kursi putar seperti di bar-bar, dan disana sudah ada robot lain yang sepertinya adalah bartendernya.
Dapur yang juga ruang makan ini terasa sangat luas, dengan desain interior yang terkesan mewah. Selain ada meja makannya yang panjang yang bisa memuat banyak orang, terdapat juga tempat bar-nya sendiri.
"Bartender ini ... —"
*Klek*
*Nnngiiinngg*
Tiba-tiba mata robotnya bersinar dan kepalanya mulai bergerak melihat dan diam ke arahku.
"Aku baru saja mengaktifkannya." Kata Sylph
"Mmm, sekedar memastikan."
"Yang didalamnya bukan AI, kan?"
"Maaf sekali tuan, tapi tidak ada sistem lain selain AI." Jawabnya
『"T-.."』 robotnya mulai membuka mulut
"T..?" ucapku mengikuti
『"TCH." 』
Dan kata pertama yang keluar dari mulutnya adalah suara decisannya padaku.
("Sampai kapan dia masih menganggapku sebagai professornya?")
"AI, tuangkan minuman isotonik pada tuan." Suruh Sylph
『"Dimengerti, nona." 』
("Sebentar, sepertinya dia salah menangkap apa yang diperintahkan.")
"Suruh dia untuk menuangkannya ke gelas, bukan padaku." Suruhku ke Sylph
Dia hanya mengangguk dan diam sebentar. Sementara AI sudah mengeluarkan sebotol penuh minuman di tangannya.
("Sepertinya mereka pakai telepati.")
『"Tapi nona, akan jauh lebih efektif kalau kita menuangkan langsung ke tubuhnya." 』 Ucapnya menyarankan
"Begitu ya." Balas Sylph
"Tentu saja tidak!!" bantahku
Dan setelah minum, kami keluar menuju ruang penyimpanannya.
"Kali ini langsung pergi ke ruang penyimpanan." Ucapku menegaskan
"Kalau begitu.." balasnya menggenggam tanganku
"Apa kita harus berpegangan tangan seperti—"
*zzZZzzZZtTTT*
"Eh?"
Aku bingung melihat-lihat sekitar.
"Apa barusan kita habis berpindah tempat?" tanyaku
"Ya tuan, aku menggunakan teleportasi langsung ke ruang penyimpanan." Jawabnya
"Hmm, teleportasi ya." Ucapku menggumam sendiri
"Kenapa tidak dari awal saja kau gunakan teleportasi biar lebih cepat?"
"Karena kita ke dapur dulu." Balasnya
"Tidak-tidak, maksudku kenapa kita tidak ke dapurnya pakai teleportasi?" tanyaku memperjelas
"Karena teleportasi hanya bisa digunakan khusus ke ruang penyimpanan." Jawabnya mulai mendekat ke pintu
Di sebelah pintunya, ada papan tombol dengan angka-angka. Dan dia memasukkan passwordnya, lalu mendekatkan matanya ke kamera di papan tersebut.
*Ceklek*
*Ting*
Suara penanda pintunya sudah tidak terkunci.
"Ayo tuan." Ajaknya
("Meski menggunakan teleport, masih ada sistem penjagaan yang harus dibuka.")
("Dengan keamanan berlapis seperti itu, berarti apa yang ada di dalamnya memang benar-benar berharga.")
~~~
Di dalam ruang penyimpanan.
"Hmm.."
Tempatnya sungguh luas, langit-langitnya pun tinggi sekali. Banyak sekali bermacam senjata dan berbagai alat-alat yang pertama kali kulihat sejauh mata memandang. Serta banyak kantung-kantung besar yang sedikit terbuka menunjukkan kilauan barang yang ada di dalamnya.
("Itu emas, itu semua pasti emas.")
Kurogoh saku mengeluarkan alat sihir berbentuk bola dari guild untuk menyimpan data questnya. Kutekan tombol kecilnya dan langsung melemparkannya pelan ke udara. Alat sihirnya langsung terbang sendiri menuju tengah ruangan dan mengeluarkan cahaya yang memenuhi seisi ruangan.
Setelah selesai, alat itu turun perlahan dan mendarat dengan selamat.
"Yosh, misinya selesai." Ucapku puas menaruh bola sihirnya kembali ke kantung
Tiba-tiba perhatianku tertarik ke peti kecil yang ada di ujung ruangan.
"Apa isi peti disana itu?" tanyaku
"Itu.. peninggalan milik professor yang paling berharga." Jawabnya
"Peninggalan, ya."
("Nanti saja kulanjutkan mencari tahu isinya.")
"Ayo kembali ke Zoker dan Arliz." Ajakku
"Baik, tuan." Balasnya seperti menyiapkan diri
"Eh tunggu." Kataku menghentikannya
"Ada apa, tuan?"
"Kita mampir ke dapur sebentar."
~~~
Kami kembali ke ruang utama. Dan seperti dugaanku, mereka berdua sudah kembali normal. Tapi sekarang malah terkapar seperti orang sekarat.
"Oi, bangun." Panggilku
"K-Kaukah itu… tuan..?" balas Zoker terlihat sangat lemas
Kuhampiri dia dan melihat matanya memastikan.
("Oh, ini Zoker yang asli.")
Sementara Arliz memegangi perutnya mengabaikan kedatanganku.
"Oi rubah, bangun." panggilku
"Kau mau makan tidak?"
"Makan?!" balasnya bangun semangat begitu mendengar kata makan
"Sebelum itu.."
Aku memberikan minuman botolan dari dapur untuk mereka.
"Minum ini dulu, baru kita makan." Ucapku menyodorkan
"Baik." Jawab mereka serempak tanpa tenaga
Setelah itu kami semua pergi ke ruang makan.
~~~
Sampai disana, mereka semua duduk di kursi masing-masing, sedangkan aku yang memasakkan makanan untuk kami semua. Meski seharusnya Arliz atau Zoker membantuku, mereka sedang tidak mau bergerak sama sekali. Dan AI juga tidak bisa memasak, tapi dia ahli dalam bersih-bersih.
Aku buatkan makanan untuk Zoker dan Arliz lebih dulu.
"Kalian sudah terlihat seperti orang mati, jadi makanlah duluan."
Arliz mulai menyantap makanannya, sedangkan Zoker masih menahan diri.
"T-Teri-Terima kasih dan mohon maaf, tuan." Ucap Zoker
"Sangat memalukan bagi seorang servant, aku malah dilayani oleh pemilikku."
"S-S-Setelah ini.. aku akan mengabulkan apapun permintaanmu tuan." Lanjutnya bicara tidak jelas
"Zoker." Panggilku
"Ya, tuan?"
"Makan." Kataku mengingatkan
"Aku akan menunggu agar bisa makan bersama denganmu, tuan." Balasnya tersenyum lemas
"M-A-K-A-N." Tegasku mengingatkan lagi
"B-Baik." Jawabnya
Dan dia mulai menyantapnya juga.
"Lalu kau Sylph." Panggilku
"Mmm??"
"Kau mau dibuatkan apa?"
"Tidak perlu, tuan." Balasnya sambil makan permen
*Munch.. munch..*
Suara mulutnya mengunyah permen.
"Tidak apa-apa kau cuma makan permen?" tanyaku memastikan
"Mmm." Balasnya mengangguk
"Baiklah, berarti sisanya tinggal kubuat untukku sendiri." Kataku ingin berbalik ke dapur
"Kau.." Ucap Arliz tiba-tiba
"Kenapa lelaki sepertimu bisa membuat masakan seenak ini?!" lanjutnya menunduk protes
Kulihat piringnya yang sudah bersih dari sisa makanan.
("Padahal baru saja disajikan.")
"Kau masih mabuk?" tanyaku balik
"Mana mungkin aku mab— Hik!..."
Dia cegukan menutup mulutnya.
("Ah.. dia mabuk.")
Aku masuk lagi ke dapur dan memastikan sake yang kupakai untuk masak.
("Padahal kadar alkoholnya sangat rendah, bahkan seharusnya tidak terasa sedikitpun setelah diolah.")
Kulihat lagi wajah Arliz yang merah padam kesal melihatku.
("Dia sangat lemah terhadap alkohol.")
Setelah aku selesai memasak bagianku dan juga makanan penutupnya, aku ikut duduk dengan mereka dan makan bersama disana.
~~~
Di ruang utama, setelah makan, kami semua duduk santai di tangga menuju lantai dua. Kecuali Arliz yang tertidur pulas karena mabuk, dan AI yang sedang mengisi ulang dayanya entah dimana.
"Tuan, tuan." Panggil Zoker terdengar antusias
"Hmm?"
"Tadi kita sarapan atau makan malam?" tanyanya
Saat kulihat matanya memastikan.
"Crown."
"Mmm.."
"Apa ya?"
Kulihat keluar dari jendela besarnya, namun jendelanya seperti tertutupi sesuatu yang gelap. Aku tidak ambil pusing dan menanyakannya ke Sylph.
"Sekarang jam berapa Sylph?" tanyaku ke dia yang sedang duduk di pangkuanku
"Sekarang… pukul 2 siang..." Jawabnya masih mengunyah permen
"Berarti kita tadi makan siang." Ucapku ke Zoker
"Hmm.." balasnya mengabaikanku memperhatikan Sylph
"Hei bocah, gantian dong! Aku juga mau dipangku oleh tuan!" celotehnya kesal
*Munch.. munch..*
Dia tetap asik sendiri makan permen mengabaikan Zoker.
"Sylph."
"Ya, tuan?"
"Saat kastil ini muncul, tengah malam nanti.."
"… kami akan kembali ke ibukota kerajaan." Ucapku
"Mmm, aku sudah tahu." Balasnya
"Baguslah,kalau begitu tidak ada yang perlu kujelaskan lagi." Ucapku lega
Kulepas pandangan ke langit-langit kastil.
"Oi rubah! Bangun!" panggil Zoker membangunkan Arliz
"Hmm?? Ada apa?" balasnya terdengar setengah sadar
"Bagaimana ini?! Bocah melayang itu duduk di pangkuan tuanku, dan sebentar lagi dia pasti akan merebut tuanku!" protesnya mengadu ke Arliz
"Berisik! Bukan urusanku! Kepalaku pusing!"
"Hei! Bangun rubah sapi! Hei..!" lanjutnya mengguncang-guncangkan tubuhnya
("Mereka berdua ini sangat aneh..")
("Meski selalu bertengkar, tapi mudah sekali berbaikan dan akrab seperti ini.")
Aku tidak mempedulikan mereka dan berusaha menikmati waktu tenangku yang jarang bisa kudapatkan. Entah bagaimana, aku bisa tidak terganggu mendengar ocehan Zoker dan suasananya terasa sangat tenang. Ditambah perut yang sudah diisi, membuatku mengantuk.
Kurentangkan tangan dan merebahkan badanku ke belakang.
("Ahh… Damai sekali rasanya..")
Perlahan kupejamkan mata yang mulai terasa berat ini.
"Hei, kau mau kemana?! Dengarkan aku!" suara Zoker terdengar semakin lama semakin pelan
("Hari masih panjang, mending tidur..")
*Pukk*
Aku yang sedang mencoba untuk tidur, terbangun karena sesuatu yang menimpa tangan kiriku.
"Apa sih ini..?"
Saat kuintip sedikit, ternyata Arliz yang bangun dan pindah menaruh kepalanya langsung menggunakan tanganku sebagai bantalnya tidur.
("Tidur dengan kaki diduduki Sylph saja sudah tidak nyaman, ditambah tangan kiriku sekarang dijadikan bantal oleh Arliz.")
("Kalau begini, Zoker pasti akan menjadikan tanganku yang satunya sebagai bantal juga.")
"Yahh.. Saat itu terjadi, aku akan bangun dan memindahkan mere—"
Perkataanku terhenti, karena..
*Pukk*
…tiba-tiba, perlahan kepalaku diangkat dan diletakkan diatas sesuatu yang tidak asing.
("Empuk sekali…")
("Ini.. jangan-jangan..")
Saat aku baru mau berucap..
"Sshh.."
Mulutku ditutup Zoker dengan tangannya, dengan wajahnya yang berada tepat diatas wajahku. Kami saling bertatapan dalam posisi ini, dan aku bisa melihat jelas mata indahnya yang masih menggunakan Crown. Dan juga rambut biru gelapnya yang terurai dengan lembut turun mengusap pipiku, ditambah bibir kecilnya yang merah merona, benar-benar menggoda disituasi yang sangat mendukung untuk melakukan hal itu.
"Arliz sudah pulas, dan Sylph juga sudah mulai mengantuk.." bisiknya entah kenapa terdengar nakal
…
*Badump*
("Gawat..")
("Kalau begini terus—")
"Jangan terlalu dipikirkan, tuan…" Ucapnya seolah membaca pikiranku dan memotongnya
"Karena aku benar-benar mencintaimu." Lanjutnya dengan suara lembutnya
"Lakukan saja.. ya.." Ucapnya merayu tersenyum manis
("Senyum itu …")
Kupejamkan mata seolah siap dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
("Mana mungkin bisa aku menolaknya…")
Mulutku yang ditutup tangannya, mulai dibuka olehnya.
Terdengar jelas suara nafas dan udara hangat yang ia hembuskan, tanda dia mendekatkan wajahnya.
("Bagaimanapun juga aku ini laki-laki, dan servant-ku yang ini pun kelakuannya nakal seperti ini..")
Terasa bibir kami mulai bertemu satu sama lain, membuat jarak antara kami menjadi 0.
("Kalau dengan dia ...")
..
*Chuup〜♥*
("... kurasa aku baik-baik saja dengan hal seperti ini.")
Beragam momen langka dalam perjalananku, lebih sering terjadi saat aku bersama dengannya yang selalu ada di sisiku.
("Kupercayakan semuanya padanya.")