Chereads / Ryan & Arumi / Chapter 23 - Pengakuan Dadakan

Chapter 23 - Pengakuan Dadakan

~POV Arumi~

Akhirnya sampai juga di parkiran Walikota, setelah puas bermacet ria setengah jam lebih, ada pekerjaan jalan, tepatnya pengaspalan baru di jalan utama, sehingga kami harus melalui jalan alternatif yang sempit, dan terjadilah kemacetan di sana.

Bang Ryan memutar badannya, mengambil sebuah roda, bagian dari kursi roda yang telah dipisah-pisahnya, yap ini sama seperti yang dilakukan Bang Ken.

Beberapa kali pergi bersama Bang Ryan, aku masih belum paham cara menggabungkan kembali bagian-bagian itu, jadi aku hanya menolong mengambil bagian itu dari kursi belakang, dan Bang Ryan yang menyatukannya kembali.

Selesai mengeluarkan semuanya, aku segera turun, dan berdiri di samping kursi roda Bang Ryan yang telah siap untuk ditempati, berjaga-jaga seandainya dia butuh pertolongan. Tapi ternyata tidak! mobil Bang Ryan ini lebih rendah dari mobilku, jadi pindah dari mobil ke kursi roda tampaknya bukan urusan yang rumit baginya.

"ini kuncinya Bang Ryan," ujarku sambil menyerahkan kunci mobil Bang Ryan.

"jadi ntar pulang aku yang nyetir nih?" canda Bang Ryan sambil nyengir.

Hehehe... ini orang kok makin ke sini, makin sering tersenyum ya? Tapi... malah bagus sih.

"serius nih?" tanyaku pura-pura terkejut.

"hehehe lama kayaknya, aku masih belum lancar bawa mobil dengan settingan tangan, untuk sementara aku nebeng aja dulu ya.." Bang Ryan terkekeh sambil mendorong kursi rodanya, menuju bagian depan kantor Walikota.

Ish... Bang Ryaaaaannn... kok gemesin gini sih???

"Bang Ryan... kok gak sejak awal aja sih begini?" tanyaku seketika sambil tersenyum.

"kayak gini gimana Aru?" Bang Ryan berhenti seketika.

Eh???? Aku ngomong apa barusan??? Aduh....

"gak." Aku membuang muka, pura-pura membaca sesuatu dari ponsel.

Baru berjalan beberapa langkah...

"Ryan!!! Arumi!!!" teriak seseorang di belakang kami.

Aku segera menengok, oh Bang Rendra, wah kebetulan sekali orang yang dicari ada di sini.

"tadi dari jauh liat orang kayak lagi pacaran gitu, eh pas lebih deket ternyata kalian toh, hehehe," ujar Bang Rendra sambil tertawa.

Aku maupun Bang Ryan hanya tersenyum kecil, kami saling menatap sedetik kemudian.

"kalian ke sini buat urusan web kan? Nah jadi gimana gimana? Gak da masalah kan? Kalian gak berantem kan?" Bang Rendra masih saja melihatku dengan tatapan usil.

"gak mungkinlah kami berantem Mas, kami kan tim yang solid," ujar Bang Ryan datar.

"tim apa partner?" goda Bang Rendra. Dia melirik kami berdua bergantian.

"partner!" jawabku dan Bang Ryan serentak. Kami segera menoleh satu sama lain, lalu tersenyum.

"ya ya ya, kalian gak usah terlalu memperjelas gitu... hargai orang yang masih jomblo ini!" Bang Rendra bersedekap sambil menggeleng pelan, sok berwibawa!

Hmmm Bang Rendra ini maksudnya apaan sih? Hehehe.

"ayo kita ke dalam, urusan website gak bisa di sini kan?" ajak Bang Rendra.

Kami pun pergi menemui bagian komunikasi dengan Bang Rendra, yang baru saja sampai setelah menyelesaikan urusan di Dinas Pariwisata.

***

"oke Bang Ryan... aman kan?" tanyaku setelah Bang Ryan memasang safety belt-nya.

"Aru takut ada yang bocor lagi ya?" tanya Bang Ryan sambil tersenyum.

"bukan itu... Aru takut Bang Ryan kenapa-napa, tadi pas lagi nunjukin web Beta sama Bu Melin, Bang Ryan megang-megang kepala gitu? Bang Ryan lagi pusing?" tanyaku agak panik.

"oh itu, gak... itu cuma karena ngeliat monitor, kacamata ketinggalan di kantor, aku punya silindris, makanya gitu," ujarnya santai.

"hmmm beneran gak pa pa kan Bang?" aku masih belum yakin.

"oh... Aru cemasin aku ya?" dia menatapku sambil tersenyum genit.

Kayaknya Bang Ryan ini kalem cuma sama orang yang baru dikenal saja, pas sudah lama kenal ternyata orangnya sok kepedean, sok kegantengan juga, eh tapi... dia emang ganteng sih... hmmm.

"ng... nggak.... siapa juga yang cemas!" aku kemudian meraih ponsel yang tergeletak di dashboard.

Entah mengapa aku selalu melihat ponsel jika sedang gugup dan hilang akal seperti ini. eh??? Ada chat dari Siska.

Aru!!! Film terlalu tampan udah tayang di bioskop hari ini!!!

Apa??? Yang ada di webtoon itu kan?

Wah....!!! asyik nih!!!

Pergi nonton ah...

Ajakin siapa ya???

Siska...

hmmm dia pasti pergi sama Bebebnya yang agak aneh itu, hehehe. Nanti aku cuma jadi tukang tepokin nyamuk dong, mager!

Dita....

kan sekarang lagi di rumah sakit, menemani Bang Ken check up.

Karin....

ah... jangan deh, "kok ngabisin duit buat nonton sih Aru? Mending buat ngeprint proposal, biar cepet seminar", dia selalu mengulang-ulang bahasan tentang proposal dan seminar beberapa hari ini, bosan mendengarnya!

"ada apa Aru? Kok belom jalan? Ada masalah?" suara Bang Ryan mengembalikanku ke alam sadar, hehehe.

"hmmm Bang Ryan... abis ini mau kemana?" tanyaku.

"ke kantor, kan kerjaan kita ada yang perlu direvisi tadi, lagian kan belum selesai juga," jawabnya.

"kalo.... kita nonton ke bioskop gimana?" ajakku penuh harap.

"hmmm???" Bang Ryan mengerutkan keningnya.

"iyaaaa..... hari ini film 'Terlalu Tampan' perdana tayang di bioskop, Aru pengen banget nonton, tapi gak ada temen." Aku tersenyum padanya, berharap dia berkata 'oke!'.

"bioskop? Apa wheelchair user bisa masuk ke sana?" tanyanya bingung.

"biar nanti Aru tanyain, berarti kalo bisa, Bang Ryan mau nemenin Aru nonton kan... kan...?" aku memainkan alis naik turun.

Bang Ryan mengangguk.

"makasih Bang Ryaaannn..." ujarku senang.

Kami segera menuju Mall terdekat dari sana.

***

"ada apa Bang Ryan?" tanyaku heran ketika melihatnya terdiam sesaat setelah kami sampai di parkiran Mall.

Dia menoleh padaku.

"hah... sejak kecelakaan, aku belum pernah pergi ke Mall lagi, tempat ini besar... ramai..." ujarnya dengan senyuman dingin.

"trus?" aku masih tak mengerti.

Dia menarik nafas panjang dan menghembuskannya.

"ya.... aku masih belum PeDe ketemu banyak orang Aru..., aku dulu orang yang normal, tapi... sekarang gak lagi, ini sulit! Sulit untuk pura-pura lupa!" matanya yang tadi menatapku dalam, kini perlahan mulai meredup, ia sekarang menunduk.

"sulit bukan berarti mustahil kan? Kalo pura-pura 'lupa' itu susah, gimana kalo pura-pura 'gak liat' aja, pasti bisa kan? Masa seleb kampus gak bisa, hehehe," candaku tapi mencoba tetap berpikiran positif, aku harus seperti itu, jangan sampai Bang Ryan down lagi.

"kamu ada-ada aja Aru... bukannya Aru juga seleb kampus? Sering pura-pura gak liat juga berarti ya?" tanyanya sambil tersenyum.

Yessss!!! Berhasil!!!

"hmmm gimana ya? Hehehe," jawabku sambil nyengir.

"berarti nanti kita bakal diliatin nih, jadi kita ntar pura-pura gak liat aja, gitu? Hehehe oke deh, asal gak nyasar aja, karna gak liat bioskopnya di mana, karna saking pura-puranya." Bang Ryan juga ikut nyengir.

"Bang Ryan bisa becanda juga ternyata ya?" aku segera melepaskan safety belt.

"hmmm entahlah," jawabnya cuek.

***

"jadi bisa apa gak nih Mbak?" tanyaku pada seorang karyawati yang menjual tiket.

"setahu saya sih gitu Mbak, bisa... jika duduknya di depan," jawabnya sambil ngotot.

"kalo di depan itu kan gak nyaman Mbak, emang gak bisa kursi ke lima atau enam gitu?" aku juga tak kalah ngotot.

"bentar ya Mbak, saya tanya bagian manajer dulu." Ia segera menelepon seseorang.

Beberapa saat kemudian...

"Mbak... kata manajer, bisa! Jadi gimana? Mbak jadi pesan tiket?" ia melirik antrian yang semakin panjang.

"itu kan gak digendong kan ya? Bisa ditempati sama kursi rodanya sekalian kan?" tanyaku belum puas.

"iya Mbak... bisa!" sangat jelas dia sudah muak terus berdebat denganku.

"oke deh Mbak kalo gitu, dua tiket!" kataku agak jutek.

***

Film akan diputar satu jam lagi, tapi kami dipanggil lebih cepat, katanya agar tidak mengganggu pengunjung yang lain saat masuk nanti, hmmm kok alasannya terdengar kasar begitu sih? Jadi kursi roda itu mengganggu orang gitu? Argh!!!! Kenapa aku masih kesal saja sih, ini pasti gara-gara karyawan tadi itu!!!

Sesampai di dalam, seorang security yang diutus untuk menemani kami langsung mengarahkan Bang Ryan pada sebuah tempat kosong di depan, ada bagian yang tidak ditempati kursi penonton di sana.

"gak Mas, kami duduk di bangku enam," ujarku pada security itu.

"oh gitu... biar saya panggil temen saya dulu, susah gendong sendirian ke atas sana." Dia mengangguk padaku.

"eh..... kok digendong sih Mas? Katanya kursi rodanya bisa ditempatin disana, tadi katanya gak perlu digendong..." aku segera mengklarifikasi.

"siapa yang bilang Mbak? Gak ada tempat yang dikosongin selain bagian depan ini Mbak..." jelasnya ramah.

"tadi Mbak itu bilang..." terputus.

Aku segera berlari keluar, mencari karyawati menjengkelkan tadi.

Setelah bertemu...

"Mbak! Katanya tadi bisa kursi rodanya ke atas, ternyata gak ada, gimana sih ini?" aku menahan amarah.

"ng.... maaf ya Mbak... tadi saya salah paham, maksudnya bisa duduk di sana, ntar... ditolongin sama security maksudnya." Dia menjawab sedikit terbata.

"kalo gitu, saya minta refund aja deh, gak jadi nonton!" aku menyerahkan tiket padanya dengan kasar.

"maaf Mbak... kebijakan di sini refund hanya berlaku ketika pembatalan jadwal tayang dari pihak kami, selain dari itu refund gak berlaku," katanya dengan takut.

Aku menatapnya dengan tajam sambil menggeleng-geleng.

Aku kembali ke dalam, menemuni Bang Ryan.

"maaf ya Bang... kita pulang aja yuk..." ajakku.

"bukannya Aru pengen banget nonton ini?" tanyanya bingung.

"iya... tapi..." terputus.

"gak pa pa, aku biar nonton di depan aja, Aru duduk aja di belakang." Dia tersenyum padaku.

"eh... mana bisa gitu dong Bang Ryan.... kita nonton di depan aja kalo gitu, yakin nih mau nonton di depan? Biasanya gak nyaman gitu, bikin sakit leher." Aku menunduk, melihat Bang Ryan lebih dekat.

"iya gak pa pa," jawabnya.

"maaf nih Mbak... Mas... jadi gimana? Jadi mau digendongin ke kursi enam?" tanya security yang ternyata masih berdiri di sana.

"gak usah Mas," jawab Bang Ryan.

Bang Ryan memang paling anti kalau digendong-gendong seperti itu, palingan dia bersedia jika dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengannya, seperti keluarga, security di rumah, atau Zul. Sejauh ini alasannya yang kuketahui adalah karena dia menggunakan kateter dan kolostomi, jadi agak beresiko jika dia sembarangan digendong, bisa-bisa kolostomi bag bocor seperti waktu itu, nah yang itu ternyata cuma kesenggol sedikit saja lho, ribet kan?

Bang Ryan menempati bagian kosong di depan, aku duduk di sampingnya, ini adalah tempat yang paling sering kosong, siapa sih yang mau duduk di sini?

Tak lama berselang, para pengunjung yang lain mulai berdatangan, hampir semua dari mereka melihat pada Bang Ryan, tapi seperti yang sudah kami sepakati tadi, 'pura-pura gak liat aja!'

Iklan dimulai, cahaya dengan warna tajam langsung menyorot padaku, sungguh gak enak! Kekesalanku kembali muncul!

Film dimulai...

Perasaanku tak benar-benar senang saat ini, aku segera menoleh pada Bang Ryan, ia tampak diam saja. hmmm mungkin aku hanya terlalu khawatir.

Setengah jam berlalu...

Sempat hampir terpana dan larut dalam tayangan di depanku, aku pun kembali teringat pada Bang Ryan, aku segera menoleh.

Tampak dia memegang kepalanya.

"ada apa Bang Ryan?" tanyaku mulai cemas.

Dia menoleh padaku sambil menyipitkan mata.

"gak... kok gak lanjut nonton?" dia tersenyum.

"iya." Aku menatapnya sejenak sebelum akhirnya kembali menatap layar lebar itu.

Waktu terus bergulir, aku benar-benar terhanyut dengan film itu, ikut tertawa dengan adegan-adegan kocaknya, menonton adalah hobiku yang paling parah, bahkan aku bisa melakukannya dengan marathon, yep! Ketika menonton Drakor di laptop, hehehe.

Sebuah adegan lucu muncul, secara refleks aku menengok ke samping, ingin membagi momen itu bersama Bang Ryan, tapi...

"Bang Ryan kenapa?" tanyaku panik melihatnya memegang kepala sambil menopang tangannya pada sandaran kursiku, ia tampak memejamkan matanya.

"Aru lanjut nonton aja," jawabnya tanpa melihat padaku.

"Bang..." aku menyentuh tangannya lembut.

Ia kemudian mengangkat wajahnya dan menoleh padaku.

"aku cuma sakit kepala kok Aru." Dia tersenyum tipis.

Astaga!!!!

Aku lupa!!!!

Bang Ryan kan silindris!!

Tuh kan... mending tadi gak usah saja nonton!

Tapi kenapa Bang Ryan tetap ngotot untuk lanjut nonton tadi ya? padahal dia tahu bakal seperti ini.

Apa jangan-jangan karena aku yang terlalu berharap bisa menonton tadi?

Dia tak ingin aku kecewa karena itu?

masa sih?

"kita keluar aja yuk Bang..." ajakku ramah.

"kenapa? Kan filmnya belom selesai?" dia melirikku dengan mata yang masih disipitkan.

"Aru gak ingin nonton, mending kita pulang aja, kan kerjaan kita ada yang perlu direvisi tadi, lagian kan belum selesai juga," jawabku.

"copy paste..." Bang Ryan tertawa kecil.

Yah... lebih baik begini, lagian aku bisa nonton kapan-kapan kok, biasanya film seheboh ini bakalan tayang sampai sebulan kedepan kan...

"gak pa pa dong, kan kita partner," ujarku santai sambil berdiri, bersiap-siap untuk keluar.

Bang Ryan menggeleng-geleng sambil tersenyum tipis.

***

"Ryan!" teriak seseorang entah dari mana.

Aku segera menoleh pada Bang Ryan yang masih saja mendorong kursi rodanya, kami baru saja keluar dari lift, sekarang berada di lantai satu.

"ada yang manggil kayaknya Bang..." ujarku.

"cuekin aja," sahut Bang Ryan.

Aku tak mengerti, siapa sih yang memanggilnya barusan, suara itu terdengar seperti suara laki-laki.

"Ryan!!! Anak SMA tiga kan?" teriak suara itu lagi, sekarang sudah terdengar lebih dekat.

Bang Ryan menghentikan kursi rodanya, wajahnya tampak berubah dingin sekarang.

"nah kan ternyata bener... elo Ryan... tadi gue liat ada orang pake kursi roda, pas gue perhati'in lagi, ternyata elo, jadi bener ya kalo elo dapat kecelakaan dan lumpuh sekarang," cerocos laki-laki yang datang dari samping, dan sekarang berdiri di depan kami, ia sedang membawa beberapa kantong belanjaan, di sampingnya ada seorang perempuan yang tampak 'wow' dengan makeup menornya, siapa sih dia?

Bang Ryan tak menjawab apapun.

"lo gak lupa sama gue kan Ryan? Hehehe," ujarnya sambil nyengir.

"ketua OSIS SMA tiga, mana mungkin ada yang lupa." Bang Ryan menjawab dengan ketus, ia sepertinya tak suka bertemu dengan orang ini.

"hehehe tapi itu dulu, sekarang gue anggota Parpol, lo apa kabar? Gue denger-denger, lo udah resign dari perusahaan ya? Wah sayang banget! Padahal banyak orang yang susah payah supaya bisa kerja di sana lho..." laki-laki itu tampak agak sombong, ish... menyebalkan!

"kalo lo udah tau, kenapa masih nanya!" Bang Ryan menatap laki-laki itu dengan tatapan benci.

"gak... cuma pengen masti'ian aja sih, eh lo juga putus dari Bella ya? Gue kira kalian bakalan langgeng, udah dari SMA dulu pacaran, ternyata putus juga, hehehe." Dia tertawa dengan suara agak nyaringnya.

Ini orang kok ikut campur banget sih?

Bang Ryan tak menjawabnya.

"eh ini pasti sepupunya Ryan ya? Gue Satria, temen SMA nya Ryan." Laki-laki itu melirikku sebentar dan kemudian mengulurkan tangannya.

"Arumi, pacarnya Bang Ryan," jawabku datar sambil menjabat tangannya.

"pacar?" laki-laki itu seketika terbelalak.

Bang Ryan juga segera melirikku penuh kebingungan.

"oh... hmmm... eh sayang... kita mau beli apa lagi nih?" dia segera melirik perempuan di sampingnya dengan canggung.

"kita duluan ya... semoga cepet sembuh Ryan..." laki-laki menyebalkan itu segera pergi sambil melambaikan tangannya dengan kikuk, hmmm syukurlah!

Bang Ryan masih mantapku, dia seakan sedang berbicara dengan tatapannya, menayakan 'apa yang barusan kamu katakan Aru?'

"ada apa Bang?" tanyaku pura-pura tak mengerti.

Hatiku ikutan kacau sekarang, padahal tadi aku begitu percaya diri mengatakannya pada orang itu, aduh!!!! Bagaimana sekarang ini???

"tadi Aru bilang pacar kan?" tanyanya dengan kening yang berkerut.

"hmmm kapan?" aku segera berjalan, meninggalkan Bang Ryan yang menunggu jawabanku.

"tunggu Aru! Kok pergi sih?" Bang Ryan menyusulku, tapi aku tetap diam saja, tak menoleh padanya.

***