~POV Arumi~
Setelah melewati hari yang aneh kemarin, aku pun memilih untuk kalem hari ini menghadapi Bang Ryan.
Tapi tidak seperti perkiraanku, Bang Ryan sama sekali tak menyinggung tentang kejadian Mall itu lagi, hmmm kenapa ya?
"Aru... semalam kamu chat sama Vani ya?" tanya Bang Ryan setelah kita berada dalam keheningan hampir satu jam.
Eh? Ternyata Bang Ryan tahu tentang itu ya?
"iya," jawabku pendek.
"trus dia ngomong apa aja?" tanya Bang Ryan penuh selidik.
Ooooh... cuma tebakan saja toh, tidak benar-benar tahu ya... hehehe.
"hmmm emang Vani-nya gak ngomong?" aku membalikkan pertanyaan.
"gak, cuma dia nge-share foto kamu semalem," jawabnya datar.
Hmmm seperti yang kuduga, ini pasti akan dilakukan oleh Vani.
"oh," jawabku singkat.
"jadi... Vani kemaren ngomong apa aja, Aru?" Bang Ryan tampak sangat penasaran.
"hmmm gak ada." Aku mencoba berlagak sepolos mungkin.
"oh," jawabnya singkat.
Hah? Udah, segitu aja nanya-nya? Ish.... cepet banget nyerahnya!!!
***
Hari ini aku dan ketiga sahabatku yang lain berkumpul di depan prodi, kami mau bimbingan!
Di antara kami, baru Karin yang sudah mendekati tahap Acc proposal, jika sudah selesai, dia akan segera ikut seminar proposal, hmmm bikin iri saja!
Sedangkan Siska baru dalam tahap Acc judul yang kembali diajukan, Aku dan Dita sibuk memperbaiki proposal yang masih dalam tahap revisi ini.
Dita yang biasanya bersemangat, terlihat murung sejak tadi pagi. Setelah kami introgasi, ternyata itu tentang Bang Ken, Dita galau karena Bang Ken sedang sakit, hmmm semoga Bang Ken bisa segera sembuh, kan minggu depan mereka mau tunangan.
Kami terus menunggu antrian yang cukup panjang, aku dan Karin menunggu dosen yang sama, sedangkan Dita dan Siska menunggu dosen yang lain, dosen yang berbeda, namun dosen-dosen itu saat ini sedang berkumpul di Prodi.
Satu jam berlalu, giliranku setelah dua orang ini, sabaaaarrr... sabaaarrr...
"yang cari'in Pak Setyo mana? Tadi kata Bapak, abis yang ini dilanjutinnya ntar siang aja, kira-kira jam dua'an, soalnya Bapak ada kompre di Pasca." Suara seorang mahasiswa senior yang baru saja keluar dari ruangan dosen yang kutuju.
Jam dua? Aduh... gimana sih ini... aku kan harus ke kantor, menyelesaikan proyek bersama Bang Ryan.
Aku harus memberitahu Bang Ryan nih, ponsel mana ponsel? Ini ponsel kenapa pake nyelip segala sih!
***
Ah... akhirnya selesai juga urusan dosen pembimbing pertamaku, kata beliau aku sudah boleh lanjut Bab 3, Alhamdulillah...
Aku melirik jam tangan, hmmm sudah jam empat sore, ya... mau bagaimana lagi, jam dua'an dosenku itu belum datang, baru satu jam kemudian beliau muncul dengan wajah kusut, sepertinya sudah sangat kelelahan, tapi tugas masih menunggu untuk diselesaikan.
"gimana Rin? Lu udah Acc untuk seminar?" tanyaku bersemangat pada Karin yang baru saja keluar dari ruangan dosen.
"puji tuhan, udah Aru." Karin segera memelukku erat.
"selamat ya Rin." Aku ikut bahagia mendengarnya.
"makasih Aru... kamu yang semangat juga ya..." Karin telah melepaskan pelukannya.
"iya," jawabku sambil tersenyum.
Kami masih terus mengobrol hingga di tempat parkir, kami pun berpisah di sana.
Sebelum berangkat, aku selalu mengecek ponsel dulu, memastikan tak ada pesan, chat, notif ataupun telepon yang terlewatkan begitu saja.
Hmmmm chat WA dari Vani, apalagi sekarang ya? Hehehe.
Vani : Assalamu'alaikum Kak Arumi
Aku : Wa'alaikum salam Vani
Vani : Kak Arumi sibuk gak?
Aku : gak, ini Kakak udah mau pulang
Vani : gimana kalo kita main ke lapangan Pramuka Kak, sekarang kan ada pameran Flona
Pameran Flona? Oh iya... itu pameran Flora dan Fauna itu kan?
Aku : hmmm gimana ya Vani... Kakak belum mandi nih
Vani : gak pa pa kok Kak, Vani ngajakin Bang Ryan juga lho...
Hmmm? Hehehe, ada-ada saja nih si Vani.
Aku : oke deh, jam berapa?
Vani : langsung aja berangkat Kak, Vani udah di jalan nih
Aku : oh ya udah kalo gitu
Ternyata Vani adiknya Bang Ryan itu asyik juga ya? Rasanya seperti adik sendiri saja nih.
Lapangan Pramuka ya? Berarti aku harus lewat jalan Veteran dulu, baru nanti belok kanan, oke!
***
Wow!!! Ramai juga pengunjungnya, cari tempat parkir saja susah rasanya.
Eh tapi... ternyata pengunjung hanya menumpuk di bagian tengah, tempat wahana permainan berkumpul, sedangkan stand-stand yang berada di sekelilingnya tak terlalu ramai.
Pertanyaannya sekarang, di mana mereka?
Aku mengedarkan pandangan pada sekitar, dan nihil!
Coba muter-muter dulu deh!
Aku berjalan pelan, melewati stand demi stand, dan berharap segera melihat mereka, atau paling tidak, melihat sosok berkursi roda, kan hal yang seperti itu pasti mudah ditemukan.
Aduh... sudah deh... nyerah!
Langsung tanya saja sama Vani, aku segera membuka layar ponsel.
Baru saja menulis pesan untuk Vani, tiba-tiba...
"Arumi?" suara seseorang mengagetkanku dari belakang.
Aku segera berbalik.
"ng... Bang Ryan," jawabku terkejut dan agak malu.
"Aru suka liat pameran Flona juga?" tanya Bang Ryan setelah mendekatiku, ia kemudian tersenyum.
"hmmm..." aku bingung harus menjawab apa sekarang.
"Kak Arumiiiii... udah lama nyampe Kak?" tanya Vani yang baru saja keluar dari dalam stand di mana aku berdiri tadi.
"baru nyampe Vani," jawabku sambil menebarkan senyuman.
"ooohh... Vani yang ngajak pasti ya?" tebak Bang Ryan seketika.
"Bang Ryan pinter Deh." Vani segera mencubit gemas pipi Bang Ryan.
"eh ini apaan nih..." Bang Ryan segera mengusir tangan Vani sambil cemberut.
Hehehe lucu banget sih mereka!!!
"nah loh... ada apa nih ribut-ribut kalian, eh ada Arumi." Seseorang yang tak kukenali tersenyum padaku, wajahnya cukup mirip dengan Bang Ryan.
"aku Dodi... Abang Ryan yang paling ganteng." Bang Dodi mengulurkan tangannya.
"gak ada saingan makanya ngomong gitu," celetuk Bang Ryan sambil terkekeh.
Aku juga ikut tersenyum mendengar itu.
"Arumi," ujarku.
"emmm jadi kita mau ke mana lagi ini Nyonya besar?" tanya Bang Dodi pada Vani yang sedang menenteng sebuah bibit tanaman.
"keliling aja dulu, ke sana!" Vani menunjuk lurus ke depan.
"ah sini Bang Dodi bawaain." Bang Dodi segera mengambil tentengan Vani.
"nah, kalian ngapain bengong? Ayo jalan." Bang Dodi menoleh padaku dan Bang Ryan kemudian.
Aku menaikkan alis, menunjukkan kebingunganku.
"iya... Kak Arumi jalan barengan sama Bang Ryan di depan, kami jalan di belakang, biar kita gak jalan rame-rame, kan jalanannya kecil" ujar Vani tampak meyakinkan.
"trus kenapa gak kamu aja yang jalan bareng Aru? Kan kamu yang ngajakin ke sini." Bang Ryan menoleh pada adiknya yang terlihat polos itu.
"eh gak bisa dong Bang Ryan, aku harus jagain Baby aku ini, ntar dijatuhin Bang Dodi gimana?" Vani mengelus-elus bibit tanamannya. Alasan yang terdengar terlalu dibuat-buat menurutku, hehehe.
"ah iya... Bang Dodi kan sering jatohin barang," ujar Bang Dodi sambil mengangguk-angguk.
"kapan?" tanya Bang Ryan sambil tersenyum miring.
"hmmm kita jalan aja yuk Bang Ryan..." aku mencoba menghentikan pertengkaran tak penting itu, harusnya aku segera memanfaatkan kesempatan ini untuk mengobrol dengan Bang Ryan, apalagi dua orang saudara Bang Ryan sendiri kok yang ingin ini terjadi, kurang apalagi coba?
Bang Ryan mengangguk, lalu mendorong kursi rodanya, berjalan bersamaku.
Aku kemudian menengok ke belakang sebentar, melihat dua orang yang tampak memberikan sedikit jarak untuk kami, Vani dan Bang Dodi yang terkejut segera pura-pura sibuk, mereka mengobrol dadakan, hehehe lucu ya...
"hmmm gimana tadi bimbingannya?" tanya Bang Ryan. Ia segera mendongak padaku.
"lancar, kata dosen Aru, udah boleh lanjut Bab tiga," jawabku sambil menoleh pada Bang Ryan.
"baguslah," komentarnya singkat.
Sesaat kemudian kami diam.
Aduh... ini kenapa sih?
Seperti baru pertama kenal saja, kok malah kaku begini ya?
"hmmm Bang Ryan..." aku mencoba mencairkan suasana ini.
Bang Ryan mendongak.
"Bang Ryan suka tanaman ya? Makanya ke sini?" tanyaku asal.
"hehehe gak juga sih, ini Vani yang kepengen ke sini, kita cuma dipaksa'in tadi." Bang Ryan tersenyum simpul.
"Oooh." Dan pembicaraan kembali berhenti. Apa tak ada tema yang menarik nih? Ayo Arumi! Pikir... pikir...pikir....
"eh Bang Ryan! Kak Arumi! Kita ke sana dulu yuk," teriak Vani dari belakang.
Aku segera membalik badan, melihat arah tangannya.
Sebuah stand busana muslimah, berada di sudut.
Aku segera mengangguk, kami pun menuju stand itu.
"ya ampun... lucu banget...." Vani berteriak histeris sambil memegang sebuah jilbab segi empat yang dihiasi motif bunga timbul.
Aku hanya tersenyum melihatnya.
"Kak Arumi... kita beli samaan yuk... ntar kita pake bareng-bareng." Wajah Vani terlihat sangat bersemangat.
Heh? Jilbab?
Tapi kan....
Aku tak memakai jilbab selama ini.
"kayaknya warna itu emang cocok untuk kalian deh," ujar Bang Dodi setelah mengamati jilbab kopi susu itu.
"kenapa diliatin aja? Aru pasti cantik kok pake ini, lebih cantik malah," ujar Bang Ryan seketika.
Hatiku seketika terasa begitu hangat, seperti taman bunga di musim semi, berwarna-warni, mengalun lembut dalam sapaan angin semilir.
"kami ambil dua, berapa harganya Mbak?" tanya Bang Ryan sambil mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam kantong jaketnya.
***
"nah loh, tumben bener lo beli jilbab, Aru?" tanya Vega yang baru saja melihat isi tentenganku.
"ini dibeli'in tadi," jawabku datar.
"siapa?" Vega terlihat mulai curiga.
"temen," jawabku singkat, mencoba untuk menyelesaikan pembicaraan ini secepatnya.
"cewek apa cowok?" selidik Vega.
Aku menatapnya, kemudian bersedekap.
"aaahhh cowok pasti nih.... hehehe siapa nih Aru? Ngasih jilbab segala, cowok alim ya? Kenalin dong," cerocos Vega. Ini anak kok lama-lama malah mirip Siska ya?
"eh Ve... kalo cowok ngasih jilbab, itu tanda apa ya?" tanyaku tanpa menjawab pertanyaan Vega tadi.
"jadi bener ya? Cie cie... hmmmm itu tandanya dia peduli sama elo, dia pengen elo masuk sorga!" terang Vega sambil mengangguk-angguk.
"serius?" tanyaku agak ragu.
"serius dong... ah... pacar gue kapan ya ngasih gue jilbab juga? Kayaknya dia seneng gue masuk neraka nih." Vega terkekeh.
"ya elah, kalo mau pake jilbab ya pake aja Ve... ngapain nunggu dikasih cowok lu segala sih." Aku juga ikut terkekeh dengannya.
"nah elo sendiri gimana? Kenapa gak pake aja itu jilbab? Kan udah dibeli'in tuh, hehehe." Vega mengambil ponselnya dan segera sibuk dengan itu.
Pakai jilbab?
Apa aku sudah yakin dengan ini?
***