Chereads / Ryan & Arumi / Chapter 30 - Mobil

Chapter 30 - Mobil

~POV Dodi~

"ya udah, coba aja jadi begok dulu! Siapa tau berhasil, yang penting gak sebegok orang yang suka sesama jenis kan?" ucapku sambil tersenyum.

Aku melirik adik laki-lakiku itu, berharap dia ikut tersenyum dengan lelucon itu, tapi aku salah! Dia hanya terdiam.

Hmmm sudah berapa lama aku melihatnya harus duduk di kursi roda itu, rasanya hingga saat ini aku masih belum percaya bahwa Ryan tak seperti dulu lagi.

Bukan hanya kakinya saja yang terenggut, tapi bagiku... juga ada banyak kebahagiaan yang telah sirna dari matanya. Terlalu banyak! Bahkan dia juga telah kehilangan cintanya.

Namun... melihatnya masih bisa berpikir jernih, melakukan pekerjaannya, bahkan membahagiakan seorang gadis yang kesepian, aku yakin... sangat yakin... bahwa Ryan, laki-laki yang duduk membisu itu, adalah pria yang tangguh! Dia masih sama seperti yang kukenal, tidak takut dengan tantangan, berani menghadapi resiko, seseorang yang percaya diri untuk mengambil langkah lain, ketika masa depan telah dipersiapkan untuknya.

Dia bukanlah pengekor sepertiku, mengikuti keinginan Papa untuk melanjutkan bisnisnya, Ryan mencari jalannya sendiri!

"apa liat-liat?" tanya Ryan ketus dengan tatapan tajam khasnya, hmmm bahkan tatapannya itu sudah menunjukkan seperti apa dirinya.

"apa? GR banget sih!" aku nyengir.

***

"Dek..." sapaku pelan pada Vani yang baru saja menutup pintu kamar Ryan.

Vani segera melirikku.

Aku memberinya kode dengan telunjukku untuk diam.

Vani mengangguk.

Aku melambaikan tangan, menunjuk kamarku di lantai dua.

"ada apa Bang Dodi?" tanya Vani yang telah berada di kamarku.

"gimana tadi Van? Gak ada apa-apa kan? Kamu udah cek semua kan?" tanyaku.

"baik-baik aja kok Bang Dodi... aman!" Vani mengacungkan jempolnya.

Pesan dokter pada kami adalah untuk selalu memantau keadaan kaki Ryan, melihat apakah ada luka atau reaksi kulit lainnya, itu harus dilakukan karena secara umum Ryan tak merasakan kakinya lagi, meskipun ada beberapa area yang masih bisa dirasakan olehnya, tapi itu tak berarti banyak.

"Dek... kamu suka gak ama Kak Arumi?" tanyaku kemudian.

"nah lho... Bang Dodi kok nanya itu sih? Bang Dodi suka Kak Arumi ya? Gak boleh Bang Dodi! Kan udah ada Kak Resti! Kak Arumi itu untuk Bang Ryan!!!" bentak Vani seketika.

"iya Dek... itu maksud Abang... makanya Abang nanya tadi!" aku terkekeh.

"oh... hehehe... suka... Kak Arumi kan baik orangnya, cantik juga, cocok sama Bang Ryan..." Vani tersenyum cerah.

"nah... gimana kalo kita....." aku menceritakan ideku pada Vani, partner terbaikku!

***

~POV Ryan~

"Yan... Abang pinjam mobil kamu ya... mobil Abang mogok nih!" teriak Bang Dodi yang baru saja membuka pintu kamarku.

"mogok? Kemaren baik-baik aja kan?" tanyaku heran.

"nah iya... aneh kan? Pagi ini mogok! Hmmm mana Papa masih di luar kota juga! Gak bisa nebeng jadinya," katanya dengan wajah serius.

"trus aku pake apa ke kantor Bang?" tanyaku bingung.

"bareng Mama aja ya... aduh... ini udah telat juga lagi! Abang pinjem ya..." Bang Dodi segera meraih kunci mobil yang tergeletak di meja dekat laptop, tanpa persetujuanku!

Dia segera berlari keluar, sialan!

***

"Ma... nanti bisa anterin aku ke kantor?" tanyaku pada Mama di ujung telepon.

"maaf Nak, Mama masih di sekolah Vani ini, dia tadi tiba-tiba pingsan, lagi diperiksa dokter sekarang, Mama bener-bener khawatir nih Yan..." suara Mama terdengar cemas.

"iya gak pa pa Ma... semoga Vani gak pa pa... nanti kabari aku lagi ya Ma..." ujarku sebelum menutup telepon.

***

"maaf Mas Ryan... Zul lagi ngantri ngirimin barang buat adek di POS, orang pensiunan lagi rame sekarang, mungkin sejam lagi kelarnya Mas, maaf ya Mas..." ujar Zul di telepon.

Hmmm hari apa sih sekarang? Aneh banget!

Mobil yang tersisa sekarang hanya Jeep dan Fortuner, sial!

Aku kan susah naik mobil itu, hmmm baiklah!

Suka, tidak suka, minta digendong sama security sajalah!

***

"Mas Alip lagi di luar? Kenapa Mbak Asih?" tanyaku heran pada Asisten Rumah Tangga kami.

"iya Mas... tadi disuruh Mas Dodi, nganter mobilnya Mas Dodi ke bengkel, belum balik dari tadi..." ujarnya.

Jadi tinggal Pak Bejo saja? mana mungkin dia bisa mengantarku, dia kan tak bisa mengendarai mobil.

Hmmm kebetulan yang sangat aneh!!!

Benar-benar aneh!!!

Padahal mau pergi ke depan, satu kilo meter dari sini, bisa susah seperti ini! Argh.....!!!!

Ponsel mana ponsel!

Oke... kalau semua TIBA-TIBA tak bisa mengantarku, aku masih punya cara lain, masih ada Go Car atau Grab!

Semenit kemudian...

"Mas Ryan... ada tamu..." ujar Mbak Asih padaku yang masih melihat ponsel di ruang tengah.

"siapa....." suaraku terputus setelah melihat seseorang yang berjalan di belakang Mbak Asih.

"Arumi!" sontak aku terkejut.

"Bang Ryan... yuk kita ke kantor..." ajaknya sambil tersenyum.

Hmmmm jadi ini ternyata alasan semuanya!!!!

Pasti ulah Bang Dodi dan Vani ini!!!!!

Awas kalian nanti sore!!!!

"kenapa bisa ke sini Aru? Bang Dodi atau Vani nih yang nyuruh?" aku membalas senyumannya.

"hehehe maaf Bang Ryan... Aru udah janji, gak boleh bocorin." Arumi tampak sedikit kikuk.

Apakah keluargaku berharap lebih dengan Arumi ya?

Apakah Arumi tidak keberatan dengan ini?

***

"Aru... " aku menatap Arumi yang baru saja menghidupkan mobil.

"ya..." dia menoleh padaku.

"ada apa Bang..." dia tersenyum kecil.

Tuhan....

Apakah hal yang akan kulakukan ini adalah sesuatu yang benar?

Aku takut jika ini hanya kebodohan!

Aku takut salah mengartikan kebaikannya.

Aku takut....

Ah....

Mengapa aku takut?

Setelah kehilangan kaki, aku menjadi pengecut?

Gak!!!

Itu bodoh!!!

***

~POV Arumi~

Bang Ryan masih menatapku, tajam.... tapi.... manis.... dan sejuk....

Jantungku tiba-tiba memompa darah dengan keras.

Berdesir-desir

Menjalar ke penjuru tubuhku

Hangat....

Mengapa terasa hangat di sini?

"Aru.... aku tau ini terdengar gila..." ucap Bang Ryan tenang.

Dia kemudian menggenggam tangan kiriku.

Tangannya dingin.

Terasa menusuk pori-poriku.

Menyeruak, menggetarkan kesadaranku.

"tapi... aku hanya ingin Aru tau..." dia menarik nafas dalam.

"aku cinta sama kamu, Aru...." tatapannya tak berkedip sama sekali.

"aku sayang sama kamu..." jemarinya mengelus tanganku yang berada digenggamannya.

"bisakah kita punya hubungan yang lebih? Lebih dari partner kerja?" wajahnya sangat serius, tapi tetap tenang, setenang embun pagi.

"lebih dari teman.... lebih dari saudara...." lanjutnya sambil melengkungkan senyuman indah, mengukir wajahnya dengan lesung pipit yang terlihat bahagia mencuat di pipi itu.

Seketika sukmaku bergetar, semakin kuat!

Mataku terasa tak sanggup lagi menatapnya

Aku pun menyerah!

Kulihat genggaman tangannya yang sekarang terasa hangat itu.

Jemari kananku datang mendekatinya, menyentuh punggung tangannya.

Aku menarik nafas dalam, dan menghembuskannya.

Memejamkan mata untuk beberapa detik.

Mengumpulkan keberanianku.

Aku mendongak.

Melihat wajahnya yang begitu cerah.

Aku tersenyum kemudian.

"Aru juga mencintai Bang Ryan..." aku mengangguk pelan.

"lalu... apa hubungan kita sekarang?" aku menaikkan sebelah alis sembari tersenyum.

Dia terkekeh kecil dan membuang muka sebentar, sebelum kembali menatapku.

"pacar?" Bang Ryan menaikkan alisnya juga.

Aku hanya tersenyum, lalu menunduk.

Tersipu, dan bahagia.

"maukah Aru jadi pacar aku?" tanya Bang Ryan dengan suara sedikit bergetar.

Aku kembali menatap matanya.

Detak jantungku terasa semakin tak karuan!

Aku segera menunduk.

Aku pun mengangguk.

"makasih Aru.... makasih..." Bang Ryan segera mengecup tanganku.

Aku kembali menoleh padanya.

Melihat senyuman bahagianya.

Dan memberikan senyuman bahagiaku.