~POV Arumi~
Langit sore tampak mulai kelabu dari balik jendela kantor ini, baru saja gemuruh berbunyi mengerikan, tampaknya langit tak kuasa lagi menahan beban berat itu, hujan akan segera turun, aku yakin itu!
Bang Ryan menatap jendela beberapa detik, wajahnya tenang, tapi tampak berpikir keras.
"kayaknya mau ujan lebat," ujarnya sambil menoleh padaku.
"hmmm." Aku mengangguk pelan.
"trus nge-date kita gimana?" tanyanya agak ragu.
Bagaimana?
Hmmm sepertinya akan batal ini...
Sayang sekali!
Aku tak menjawabnya, mataku kembali menatap jendela.
"kalo kita ganti rencana, tapi tetap nge-date, gimana?" tanyanya sambil tersenyum.
"emang rencananya apa tadi?" tanyaku penasaran.
"hmmm ada deh," jawabnya cuek.
"trus rencana sekarang apa?" tanyaku lebih penasaran.
"hmmm liat aja ntar," dia nyengir.
Wah... ini lagi rahasia-rahasiaan ya?
Gak cocok tau!
Wajah sedingin itu, mau bikin kejutan segala!
Palingan juga main ke Mall, atau ke taman kota, ngikutin gaya Bang Ken, hehehe.
"gimana? Gak pa pa kan?" tanyanya lagi sambil mengangguk.
"iya, gak pa pa," jawabku singkat.
"kita berangkat sekarang aja yuk..." ajak Bang Ryan.
"ayuk..." aku segera bangkit.
Kantor sepi, karena Bang Abid sedang di luar, membawa keponakannya muter-muter kota, sedangkan Zul masih di tempat Bimbel, belum pulang.
Tinggallah security yang berdiri ramah di luar kantor.
Hujan telah turun beberapa menit yang lalu, aku dan Bang Ryan sekarang berada di depan kantor.
"hmmm kayaknya kita perlu tambahin canopy di depan sini, basah juga kalo ujan gini ya," ujar Bang Ryan sambil bersungut-sungut.
Aku mengangguk-angguk sambil menunggu security mengambil mobilku, Bang Ryan yang menyuruhnya melakukan itu, tadi dia bilang "biar Mas Tono aja! Ntar kamu sakit karna keujanan!" hehehe, baiknya pacar aku ini.
Selesai membawa mobilku mendekat, security itu segera berlari ke arah kami, mengambil payung yang berada di dekat meja kerjanya, di samping pintu luar.
Ia segera memayungi kami berdua.
"Bang Ryan aja yang dipayungi, Mas Tono... Aru ada bawa payung sendiri kok." Aku segera mengeluarkan payung dari dalam tas, dan segera berlari menuju pintu depan mobil.
Ah.... kami pun telah berada di dalam mobil dengan sedikit basah kuyup.
"jadi kita mau ke mana Bang Ryan?" tanyaku sambil menoleh padanya yang sedang mengelap wajah dengan tissue.
"Mall," jawabnya singkat.
Nah, kan! Apa aku bilang tadi!
Kemana lagi kami akan nge-date? Pastinya ya tempat-tempat yang mudah diakses seperti itu saja!
Hmmm tapi tak apa-apa, yang penting kan nge-date, hehehe.
"semua aman kan? Kita berangkat sekarang?" tanyaku sambil tersenyum.
"ah... iya... bentar aku cek dulu, Aru!" Bang Ryan segera menyibak sedikit baju kaos putihnya, untuk melihat kolostomi bag-nya yang terpasang di sana.
Saat itu juga adalah pengalaman pertamaku melihat kolostomi bag sedekat ini, sedikit terkejut? Jelas iya!
"eh! Kamu ngapain liat juga? Hehehe," ujar Bang Ryan seketika, dia agak terkejut malah.
"oh... hehehe sorry Bang Ryan... gak sengaja," jawabku kikuk.
"kalo Aru gak jijik sih gak pa pa, lagian ntar cepet atau lambat, bakalan keliatan juga." Bang Ryan kembali menurunkan kaosnya, hingga tak terlihat apapun lagi.
"kayaknya aman sih, kalo yang satu lagi biasanya jarang ada masalah, kita berangkat sekarang?" tanyanya.
"oh oke!" aku mengangguk kemudian.
***
Hujan masih saja turun, bahkan setelah kami sampai di sebuah Mall yang paling dekat dengan kantor Bang Ryan.
Parkiran khusus wheelchair user memang berada paling dekat dengan pintu masuk, tapi tetap saja kami harus meladeni derasnya hujan ini, untuk sampai di depan Mall.
Selesai mematikan mesin mobil, aku segera keluar dengan payung lipatku, lalu mengambil payung yang lebih besar, yang berada di pintu belakang, aku punya payung khusus yang berada di mobil.
Bang Ryan sudah membuka pintu mobil, aku segera berdiri di samping mobil, memayunginya dengan payung besar, sementara aku bernaung di payung kecil, terus menunggu hingga dia keluar.
Selesai pindah ke kursi roda, Bang Ryan mulai mendorong kursi rodanya, dan aku berjalan di samping dengan dua payung, astaga! Ini benar-benar merepotkan!
Hujan terus mengguyur, guntur bersahutan dengan petir yang menyambar, angin kencang juga ikut menyapa kedua payungku, sebagian tubuhku sudah terasa dingin, bagian depan Mall tinggal sedikit lagi, kami terus menuju ke sana.
Ah... akhirnya!
"kamu basah Aru?" tanya Bang Ryan setelah dua payung itu kukuncupkan.
"sedikit Bang," jawabku sambil meliriknya yang juga sudah basah kuyup, lebih basah dariku.
"sepertinya nge-date kita gak berjalan lancar." Dia tersenyum miring.
"siapa bilang? cuma basah doang kok, kan yang penting tetep nyampe sini..." aku membalas senyumannya sambil menaikkan alis.
Bang Ryan tersenyum sambil menggeleng-geleng.
"hmmm jadi kita mau kemana?" tanyaku setelah kami masuk ke dalam.
"lantai dua, kita ke supermarketnya," jawab Bang Ryan tanpa menoleh padaku sambil mendorong kursi roda.
Lagi ngomong tapi gak noleh?
Hmmm ya.. ya...
Aku harus terbiasa dengan gayanya yang sering mencuekkan aku seperti ini, harus terbiasa! Ish...
***
"Aru hobi masak gak?" tanyanya seketika, ketika kami sedang melihat-lihat barisan pertama dari bagian supermarket itu.
"hmmmm." Aku tersenyum padanya.
Aduh! Harus jawab apa ini?
Aku sama sekali tak hobi memasak!
Dulu, ketika masih tinggal bersama Tante dan Om, aku benar-benar dimanja di sana, Tante yang Ibu Rumah Tangga tulen, tak pernah membiarkan anak-anaknya, termasuk aku, untuk ikut repot-repot menolongnya di dapur, meskipun terkadang aku ikut juga menolong beliau.
Kebiasaan itulah yang membuatku menjadi malas hingga sekarang!
aku lebih memilih membeli makanan siap saji, ketimbang memasaknya di kos.
Peralatan memasak yang ada di kamarku itu, hampir semuanya adalah milik Vega, hehehe parah juga aku ya.
"ah... gak hobi ya... hmmm mau aku ajarin gak?" tanya Bang Ryan sambil menaikkan sebelah alisnya.
Hah!!! Mau mengajarkanku memasak?
Emang Bang Ryan bisa masak?
Orang yang hampir sepanjang waktu menatap monitor itu bisa masak?
Ah... aku tak percaya deh!
"Bang Ryan bisa aja kalo becanda," ujarku sambil terkekeh kecil.
"siapa yang becanda? Aku mau kok ngajarin Aru..." dia melirikku dengan wajah serius.
"Bang Ryan bisa masak?" tanyaku heran.
"hehehe, pasti Aru mikir kalo aku gak bisa masak ya?" dia terkekeh manis.
"ih.... Bang Ryan serius bisa masak?" aku masih belum percaya.
"coba kita liat ntar ya... hmmm jadi Aru mau makan malam apa nih?" tanyanya sambil nyengir.
"jadi Bang Ryan yang masakin ntar? Serius Bang Ryan???" sepertinya suaraku sedikit heboh barusan.
"iya.... kok gak percayaan gitu sih? Hehehe, jadi kita mau masak apa nih?" Bang Ryan kemudian mendorong kursi rodanya, menuju barisan ketiga dari supermarket itu.
Ini beneran kan?
Bang Ryan bisa masak, dan dia juga mau memasak makanan untukku?
Aw... ah... Bang Ryan...!
***
"tolong ambilin daun bawang sama seledri itu, Aru," pinta Bang Ryan sambil menunjuk rak tingkat dua.
Aku segera mengambilnya dan memasukkan ke dalam troli.
"sorry ya Aru, aku emang bisa nyuruh-nyuruh aja nih, gak nyampe soalnya." Bang Ryan tersenyum tipis.
"gak pa pa kok Bang Ryan," jawabku sambil menoleh padanya.
"pasti baru sama aku aja Aru harus kerepotan gini ya... apa-apa pasti repot bawaannya," lanjutnya.
"gak kok, siapa bilang? Aru seneng malah, kita pergi berdua," jawabku jujur.
"tapi Aru..." terputus.
"Ssst..." aku segera berlutut dan memegang tangan kanannya.
"gak usah ngomongin itu lagi Bang Ryan.... hati Aru udah seneng sekarang, jangan buat Aru sedih karna itu... Bang Ryan pacar Aru, Aru pacar Bang Ryan, gak ada gunanya ngomongin tentang itu lagi! Kalo Bang Ryan gak bisa ngelakuin itu, Aru kan bisa! Udah... jangan dibahas lagi! Kita kan gak lagi ikut kompetisi, siapa sih yang paling jago? Gak kan? Kita bersama karna kita saling cinta kan?" cerocosku dengan wajah serius.
"maafin aku Aru... aku hanya ngerasa gak akan bisa ngebahagia'in kamu dengan kondisi seperti ini." dia menatapku lekat-lekat.
"Aru Bahagia kok... Bang Ryan jangan mikir gitu dong... please..." aku menggoncang-goncangkan tangannya yang berada dalam genggamanku.
Harus bagaimana lagi caranya untuk menyakinkannya?
Aku benar-benar kehilangan akal sekarang!
Bang Ryan tak memberi jawaban apapun, dia masih menatapku, tapi aku yakin dia sebenarnya sedang berpikir, entah apa itu, mungkin sesuatu hal yang ada di masa depan, aku tak tahu!
***
Kami berdua telah sampai di kosanku.
Hujan? Ya... masih turun, masih lebat, masih ada halilintar, hmmm kapan hujan ini akan reda?
Aku dan Bang Ryan kembali basah kuyup hingga berada di teras kosan yang harusnya kusebut sebagai konter hp itu.
Kosan bagian bawah ini terdiri dari pintu utama yang langsung menuju lorong, di sisi kiri dan kanannya ada pintu-pintu kamar.
Kamar baruku adalah pintu nomor dua sebelah kiri.
"kayaknya Vega gak ada di kamar deh, mungkin dia masih di luar," ujarku pada Bang Ryan yang berada di belakang.
"gak usah khawatir Aru... orang lumpuh kayak aku gak mungkin perkosa kamu kok, hehehe." Bang Ryan terkekeh seketika.
Entah bagaimana aku harusnya memberikan tanggapan, itu mungkin terdengar seperti lelucon, tapi... itu lelucon yang membuatku sedih!
Aku memilih untuk diam, lebih baik tak menanggapi itu, dari pada nanti kami berdebat kembali, dan nge-date hari ini jadi rusak.
"sorry nih, agak berantakan, hehehe, Bang Ryan mau minum apa?" tanyaku setelah kita memasuki bagian depan, yang biasanya digunakan untuk menerima teman-teman kuliah atau tamu lainnya, tempat yang cukup sempit sih sebenarnya.
"gak usah Aru, kita langsung ke dapur aja, ini udah hampir magrib," sahut Bang Ryan sambil melirik jam tangannya.
"ah iya... ayuk," ajakku.
***
"jadi ini belanjaan dapur aja ya? Hehehe banyak juga," ujarku melihat kantong belanjaan yang baru saja kutaruh di meja.
"yang ini juga Aru..." Bang Ryan terkekeh sambil melirik kantong dan beberapa perlengkapan memasak yang berada di pangkuannya.
"ah iya... lupa tadi!" aku segera mengambilnya.
"enak juga nitip sama Bang Ryan, gak capek bawa jadinya," ujarku sambil terkekeh.
"akhirnya... ada juga gunanya pacar Aru yang lumpuh ini," balas Bang Ryan sambil terkekeh juga.
Hmmm... Baper lagi, baper lagi!
Ini orang kenapa sih?
Ah ya... aku ada ide!
"seneng amat itu panci, duduk manis di pangkuannya pacar gua... sini gantian!" aku segera duduk di pangkuan Bang Ryan sambil nyengir.
Bang Ryan tampak sangat kaget, dia tak berkata apapun untuk beberapa saat.
"kenapa diam? Berat ya?" tanyaku sambil melihat wajahnya yang berada cukup dekat dari mataku itu.
"gak kok, hmmm kita jadi masak gak nih?" Bang Ryan tersenyum padaku.
"hmmm kok rasanya mager ya... enakan duduk di sini aja deh..." jawabku sedikit cuek.
"hehehe kamu gak malu kalo temen sekos kamu pulang ntar?" tanyanya.
"gak! kan sama pacar sendiri gini kok..." aku mengendikkan bahu.
"kita masak aja yuk... " bujuk Bang Ryan.
"oke! Tapi jangan bahas yang aneh-aneh lagi ya! Janji!" ancamku.
"iya... iya... Ibu Negara..." jawab Bang Ryan sambil mengangguk-angguk.
Aku pun kemudian berdiri dan tersenyum padanya.
Bang Ryan membalas senyumanku.
"Aru suka soto Padang gak?" tanyanya.
"suka! Bang Ryan mau masak itu?" tanyaku tidak percaya.
"iya," jawabnya singkat.
"emang bisa?" tanyaku lagi.
"bisa dong Aru, Mama kan orang Padang, kami sering masak ini di rumah kok," jawabnya santai.
"Bang Ryan sering nolongin Mama masak ya?" tebakku seketika.
"iya... dulu waktu masih sekolah, sering nemenin Mama belanja dan masak juga, kasihan beliau sendirian aja," katanya.
"hmmm emang gak ada ART yang nolongin?" tanyaku sambil membongkar isi kantong belanjaan.
"hehehe waktu itu keluarga kami lagi di titik nadir, usaha Papa lagi kena masalah, hampir aja gulung tikar, gak ada duit bayar ART, tambah juga Vani juga butuh biaya buat masuk sekolah, hampir tiga tahun kami ngerasa'in hidup pas-pasan," tutur Bang Ryan.
Aku mengangguk-angguk mendengarnya.
"ah... ini kayaknya kompor Aru tinggi juga ya... gak pa pa kalo aku ngasih tutorialnya aja ya? Tapi Aru yang masaknya, hehehe." Bang Ryan mengambil beberapa siung bawang merah dan menjangkau pisau yang tersusun di samping kompor gas.
"jadi kita partner masak ceritanya nih? Hehehe oke kalo gitu!" ujarku bersemangat.
Daging dan tulang sedang direbus. Sambil menunggu, kami berdua mengupas bumbu yang nantinya akan dihaluskan.
"Aru pernah telat makan?" tanya Bang Ryan yang sedang mengupas bawang putih.
"hmmm." Aku tersenyum.
"lain kali jangan telat makan, Aru... kamu bisa sakit ntar..." lanjut Bang Ryan dengan tatapan serius.
Aku mengangguk-angguk sambil tersenyum, senang mendengar Bang Ryan mengkhawatirkanku seperti itu, hehehe.
***
Aku menggoreng daging yang telah dipotong tipis-tipis dan dimemarkan itu, sedangkan Bang Ryan baru saja merendam soun dengan air.
"seperti ini kira-kira udah mateng apa belom Bang?" tanyaku sambil memperlihatkan daging yang sedang kugoreng dengan spatula pada Bang Ryan.
"hmmm dikit lagi Aru, sampe kering gorengnya," ujar Bang Ryan yang sekarang sedang membuka kulit telur rebus.
"Aru... kamu sama David itu sebenarnya punya hubungan apa?" tanya Bang Ryan seketika.
Aduh! Ini orang kok suka sekali bertanya tiba-tiba begini?
Mana pertanyaannya aneh-aneh juga lagi!
Bikin kaget saja tau!
"temen kok," jawabku cuek.
"tapi kok kalian keliatan akrab gitu?" selidik Bang Ryan.
"hmmm karna kita sering ketemu dulu mungkin, kami tetanggaan juga, satu sekolah juga, sama-sama ikut organisasi pemuda di kompleks juga sih," jelasku.
"oh gitu... hmmm Aru suka sama dia?" tanya Bang Ryan dengan tatapan tajamnya.
"gak! Aru gak pernah suka sama dia, Aru cuma suka sama satu cowok sekarang, cowok yang lagi nge-date di kosan Aru ini." aku membalas tatapannya dengan lirikan nakal.
"ah hahaha." Bang Ryan terkekeh seketika.
"hmmm kita makan sekarang yuk..." dia mengangguk padaku.
"yuk..." aku segera mengambil mangkok di rak-rak.
Makan malamku sepertinya lebih cepat dari jadwal biasa, tapi itu tak masalah bukan? Hehehe.
***
Meski hujan terus mengguyur, tapi itu sama sekali tak membekukan kebersamaanku dan Bang Ryan.
Kami makan di kamarku, maklumlah, tak ada meja makan di kosan seperti ini.
Di kamar, kami pun makan di meja belajarku, yang sebelumnya telah kukosongkan dari buku-buku dan laptop.
"gimana rasanya?" tanya Bang Ryan ketika aku baru saja menyerumput soto itu.
"hmmm enak! Seenak memandang cowok di samping Aru ini," ujarku seketika.
Astaga! Kok aku jujur banget tadi ya?
Mana menggombal pula lagi! Hehehe bikin malu saja!
"hmmm... tapi lebih enakkan ngeliat cewek manis yang ini." Bang Ryan menatapku sambil tersenyum cerah.
OMG!!! Bang Ryan!!!
***