~POV Arumi~
Wajah lama yang baru kulihat lagi, David. Seorang teman sekaligus sahabat yang menemaniku beberapa tahun yang lalu.
"Arumi! wah... apa kabar nih?" David segera berdiri dan mendekatiku dengan wajah tirusnya yang tersenyum cerah.
"baik...baik... lu apa kabar Vid?" tanyaku yang berada dalam pelukan David.
"gua baik juga, eh lu pake jilbab sekarang ya? Tambah cantik aja." David memegang kedua lenganku sambil menatap tajam.
"iya, ini baru mulai, serius gua tambah cantik? Tumben banget lu mau muji gua, hehehe." Aku terkekeh.
"eh jadi lu kerja di sini juga Aru?" tanya David sambil mengusap rambut gondrongnya yang dikuncir itu.
"ah iya, nah lu kenapa di sini? Gak kuliah?" tanyaku heran.
"gua udah tamat kali.... lu pasti belom kan? Hehehe," cengir David usil.
"hah? Lu tamat tiga setengah tahun berarti dong ya? Selamat deh kalo gitu..." aku menatapnya heran.
"hehehe, iya... makasih," jawabnya agak malu.
"berarti lu yang anggota baru itu ya? Lu yang diajakin Bang Abid itu berarti ya?" tebakku.
"betuuuulll...! gua dipromosi'in Abang di kosan gua dulu, temennya lagi nyari anggota tim gitu, butuh komposer, abis ngobrol-ngobrol ama Bang Abid, gua tertarik, kayaknya asik juga bikin game, kan biasanya gua cuma ngisi channel youtube sama main di cafe doang," ujar David.
"oh trus kok lu bisa ada di sini? Kos?" tanyaku heran.
"hehehe Emak ama Bapak gua pindah ke sini, makanya gua yang dipromosi'in Abang kos gua itu, karna deket juga kan." David terkekeh sambil menatap mataku.
"Emak? Bapak? Hehehe sejak kapan lu manggil gitu? Biasanya juga Mom... Dad... hehehe." Ini anak masih saja aneh ya?
"hehehe barusan lah, eh Aru udah lama kerja di sini?" David bersedekap.
"hmmm gak sih Aru..." terputus.
"ehm! Udah pada kenalan ya?" suara Bang Ryan tiba-tiba saja mengejutkanku, suaranya terdengar agak keras dari biasanya, aku segera menoleh.
"Bang Ryan," ujarku sambil tersenyum padanya.
Dia tak melirik padaku, dia juga tak membalas sapaanku, bahkan dia juga tak membalas senyumanku! hmmm ini orang kenapa sih?
"ng... David, ini Ryan... ng... yang megang proyek game itu." Bang Abid yang berdiri di samping Bang Ryan tampak agak gugup.
"siang Bang..." David mengulurkan tangannya sambil tersenyum ramah.
"siang," jawab Bang Ryan dingin sambil menjabat tangannya.
Nah lho... kok Bang Ryan jadi dingin lagi seperti dulu?
"ah Bang Ryan... ini temen SMA Aru dulu, kita tetanggaan juga, ya kan Vid?" aku menoleh pada David segera.
"iya... kita udah lama kenal Bang," sahut David sambil tersenyum padaku.
"oh hmmm tapi ini kantor, kita harus profesional kalo lagi kerja!" ujarnya ketus.
Hah? Profesional?
Hehehe
Lalu yang pelit ngejelasin kemaren-kemaren itu apa?
Hmmm ini dia lagi sensi kenapa sih?
"ah iya... maaf Bang..." David pun berhenti tersenyum padaku, wajahnya agak kaku sekarang.
Bang Ryan mendorong kursi rodanya, mendekat pada dua anggota yang lain, ia menyapa mereka dengan ramah, eh?
Selesai perkenalan, kami pun berkumpul di ruangan sebelah, tempat yang tertutup dengan meja panjang yang dikelilingi kursi-kursi, ada proyektor juga di sana, hmmm sepertinya ini adalah ruangan rapat.
Bang Ryan membuka pembicaraan dengan wajah kalem meskipun terkadang ia memancarkan senyuman tenang khasnya itu.
"jadi konsep proyek game kita ini adalah RPG (Role Playing Game) 3D, karna itu nanti akan ada tambahan anggota lagi untuk 3D modeler dan koreografer, tapi sementara menunggu itu, kita akan menentukan jenis RPG kita, Game Designer kita, Vino, udah buat sebuah konsep dasar game nya, sekaligus isi, dan level-level yang mungkin akan diaplikasikan, oke Vin, kayaknya kita gak usah lama-lama, tolong kamu jelasin konsep game nya," tutup Bang Ryan mantap.
Oh... pantas saja Bang Ryan yang pegang proyek ini ya... dari cara bicara dan berpikirnya, jelas saja dia terlihat lebih matang dari Bang Abid, hehehe.
Tapi... sekarang aku bingung, kenapa aku juga ikut rapat ini? aku kan bukan bagian dari anggota tim kerja.
Hmmm harusnya aku tadi bertanya pada Bang Ryan atau Bang Abid dulu, cuma... setelah melihat Bang Ryan jutek barusan, aku pun menjadi takut melakukannya.
Vino yang juga seumuran denganku itu barusaja menjelaskan konsep game nya, hmmm sepertinya menarik juga, game yang melintasi beberapa dunia dan berperang melawan monster-monster, tapi aku tak begitu mengerti dengan peningkatan level dan cara mainnya, ah... sudahlah, mungkin game bukan passionku.
"konsep ini nanti akan dibagikan untuk semua, agar bisa dipahami lagi, lalu pembagian kerja kita sebenarnya sederhana aja, kita di sini saling terintegrasi satu sama lain, jadi Vino nanti akan memantau semua bagian, baik itu program, desain hingga backsound, sound effect, dan dubbing," ujar Bang Ryan setelah Vino menyelesaikan presentasinya.
"maaf Bang... jadi kita semua harus ngerjainnya di sini, gitu ya?" tanya David.
"untuk yang program dan desain grafis, itu wajib di tempat yang sama, ya, harus di sini! Tapi kalo untuk composition music sepertinya bisa menyesuaikan aja nanti," jawab Bang Ryan.
"ah ya... untunglah, karna kalo harus di sini juga, kayaknya repot dan malah nanti bikin bising juga hehehe." David terkekeh kecil pada Bang Ryan, tapi tak ditanggapi oleh Bang Ryan, hehehe, aduh David... kamu yang sabar ya... dia memang kadang-kadang begitu.
"untuk desain grafisnya, 2D Artist itu Genny, dan Aru... ah iya, maaf... " terputus.
Bang Ryan berhenti berbicara, dia menatapku dan kemudian mendorong kursi rodanya untuk mendekatiku.
"aku lupa nanya sebelumnya, Aru mau ikutan proyek ini juga?" tanya Bang Ryan lembut.
Nah lho... kesambet apa sih Bang Ryan ini? tadi jutek, sekarang.... hmmm
"tapi kan kita masih ngerjain website Bang Ryan?" tanyaku agak bingung.
"hmmm iya... cuma kan semingguan ini websitenya udah selesai," kata Bang Ryan.
"iya sih, tapi kan Aru lagi ngerjain skripsi Bang Ryan ntar..." terputus.
"kita bicara di luar yuk..." Bang Ryan mengangguk padaku dan segera mendorong kursi rodanya ke luar.
Belum sempat aku membalas anggukan itu, Bang Ryan telah berada di dekat gagang pintu, aku tak punya pilihan lain, akupun keluar bersamanya.
Kami berhenti di ruang kerja yang terdiri dari meja-meja dan multimonitor, Bang Ryan mendongak padaku, aku pun mengambil salah satu kursi kerja itu dan duduk berhadapan dengan Bang Ryan, aku ingat Dita pernah berpesan agar aku menjaga kesetaraan jika mengobrol dengan wheelchair user, jangan biarkan dia mendongak pada kita, dan itulah yang sedang kulakukan sekarang.
"Aru cantik hari ini," ujarnya sambil tersenyum manis.
"ah... hari ini aja?" tanyaku sedikit usil.
"hehehe biasanya juga cantik, tapi hari ini beda, lebih manis." Ia menatapku dalam senyumannya.
Ah... Bang Ryan ini paling bisa bikin aku ke-GR-an begini.
Ya Tuhan...
Wajahku terasa panas....
Aku tak menjawab apapun.
Palingan dia lagi menggombal nih, hehehe.
"Aru... kamu beneran gak ingin ikut proyek ini?" tanya Bang Ryan kemudkan dengan wajah serius.
Kalau ingin jujur sih, aku jelas ingin bisa berlama-lama dengan Bang Ryan, ikut proyek bersamanya, tentu alasan yang tepat untuk tetap berada di sini.
Tapi... aku juga punya target kuliah, aku ingin tamat dalam empat tahun!
Ikut proyek berarti aku akan kehilangan waktu untuk menyelesaikan proposal, bimbingan, penelitian, dan perbaikanku kelak.
Hanya saja... aku tak punya alasan untuk menemui Bang Ryan lagi.
Mengapa aku harus datang ke sini?
Kita bukan lagi partner kerja kan?
"Aru ingin nyelesai'in kuliah dulu Bang Ryan..." kataku sedikit lesu.
"hmmm gitu ya..." Bang Ryan mengangguk-angguk pelan.
"berarti nanti Aru gak main ke sini lagi." Dia tersenyum tipis.
Hmmm harusnya Bang Ryan nembak aku!
"kamu ngomong apa barusan Aru?" tanya Bang Ryan seketika.
HEH!!!
Barusan aku kan ngomong dalam hati!!!!
Atau jangan-jangan....
Jantungku berdebar keras!
OMG!!!!
Bagaimana ini???
Rahangku terasa kaku untuk menjawab pertanyaannya.
Bang Ryan masih menatapku.
Aku takut!
Aku malu!
"ng... gak ada kok!" elakku sambil membuang muka.
"gak... tadi Aru bilang sesuatu rasanya." Bang Ryan bersikukuh.
"ah... eh... ini... eh... itu orang-orang yang di dalam udah nungguin dari tadi tuh Bang..." aku benar-benar linglung rasanya sekarang.
Bang Ryan tak berkata apapun hingga beberapa detik berlalu.
"berarti Aru gak ikut ya? Hmmm ya udah, aku ke dalam dulu," ujar Bang Ryan sembari mendorong kursi rodanya dan meninggalkanku sendirian.
Aduh!!!!
Apa yang tadi kulakukan????
Malu-malu'in aja!!!!
***
~POV Ryan~
"coba baca ini Yan! Seru! Nambah pengetahuan juga!" Bang Dodi menyerahkan buku 'Petunjuk Perawatan Anggrek' padaku, ia kemudian menaruhnya di pangkuanku.
"gayanya nyuruh orang baca! Dia sendiri belum baca tuh!" aku terkekeh pada Bang Dodi yang sibuk mengamati bunga yang baru saja dibersihkan Vani.
"eh itu jangan disentuh-sentuh Bang Dodi!!!" teriak Vani yang sedang memisahkan rumpun-rumpun anggrek Dendro... hmmm tadi Vani bilang namanya apa ya? Ah iya... Dendrobium, dia hafal semua nama tanaman yang ada di taman belakang rumah kami ini.
"pelit amat sih nih bocah!" Bang Dodi kemudian melirikku heran.
"cuma yang punya tangan dingin aja yang boleh megang-megang tanaman di sini! Bang Dodi ama Bang Ryan duduk aja di sana! biar Vani sama Mama yang urus ini, ya kan Ma!" teriak Vani pada Mama yang sedang mencabuti rumput di dalam pot bunga Adenium, hehehe aku bahkan mulai menghafal nama bunga-bunga di sini sekarang.
"ye... ye... BOS!!!" gerutu Bang Dodi sebelum duduk di sampingku.
"giliran ngangketin karung pupuk sama tanah disuruhin, nah mau ngeliat-liat doang diceramahin, hmmm adek kamu itu Yan!" kesal Bang Dodi sambil nyengir.
"hehehe adek Bang Dodi juga tuh, eh tapi aku udah bebas tugas sekarang, gak perlu ngangkut karung lagi." Aku terkekeh.
"eh enak aja... ntar Bang taroh di pahanya baru tau rasa!" Bang Dodi tertawa.
"tega amat sih sama orang yang pake kursi roda..." wajahku pura-pura memelas.
"tega dong!" Dia menaikkan alisnya.
"ah... kok tiba-tiba jadi kangen calon adek ipar nih." Bang Dodi melirik usil padaku.
"Arumi? Hehehe ngasal aja nih Bang Dodi." Aku terkekeh.
"ya siapa lagi, eh kok gak diajakin main ke sini lagi?" tanyan Bang Dodi bersemangat.
Tiba-tiba aku teringat kejadian tadi siang.
"eh Bang... kalo ada cewek minta ditembak, itu kita harusnya gimana ya?" tanyaku seketika.
"ya udah, tembak aja, itu aja kok repot!" dia terkekeh cuek.
"ish... serius dong jawabnya Bang!" aku melirik Bang Dodi tanpa berkedip.
"ah... yang minta ditembak siapa dulu nih? Kalo kamu suka dia juga, ya udah, tembak aja, Resti juga dulu minta ditembak, dua hari dia ngode-ngode, ya udah, Bang tembak aja, gampangkan?" Bang Dodi menaikkan sebelah alis sambil tersenyum miring.
"iya gampang kalo cowoknya normal, gak cacat seperti ini!" kataku.
"kamu ngomong apa sih Yan! Emang apa yang salah sih? Emang haram gitu, orang berkursi roda nembak cewek? Kelamaan di depan monitor nih anak kayaknya, jadi menyusut otaknya." Bang Dodi menggeleng-geleng padaku.
"tapi cewek yang mau ditembak itu terlalu sempurna Bang, gak masuk akal! cuma orang begok yang mau bermimpi kayak gitu!" ujarku.
"ya udah, coba aja jadi begok dulu! Siapa tau berhasil, yang penting gak sebegok orang yang suka sesama jenis kan?" Bang Dodi tersenyum lebar.
Aku hanya terdiam mendengar ucapan Bang Dodi itu, jelas dia hanya ingin aku tetap melakukannya, dia tak peduli alasan yang kuutarakan, menyebalkan!
***
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
Visualisasi:
~ David Chandra
(Omar Daniel Assegaf)