Cyra selama 4 hari sedikit menjaga jarak dengan Afraz. Bukan apa-apa setiap dekat Suaminya pasti darah haid terasa deras. Dia hanya ingin menetralkan diri dan degup jantung. Cyra tidak akan sanggup berdekatan dengan Afraz terlalu lama.
Untuk pria es tidak terganggu malah terkesan lempeng. Afraz tidak peduli Cyra menghindar asal ada di jangkauan mata tidak masalah. Walau sedikit aneh saat Istrinya menghindar. Namun, Afraz tidak peduli akan perubahan Cyra.
"Mas."
"Hn."
"Saya ... boleh minta bantuan, Mas?"
"Hn, Duduklah."
Cyra menyerahkan kitab nahwu sorof khusus Imriti pada Afraz. Dia belum terlalu paham soal nahwu sorof makanya ingin belajar lebih giat lagi pada ahlinya. Cyra menunduk dalam menyembunyikan semu merah.
Afraz tersenyum melihat Cyra duduk cukup jauh. Lucu sekali melihat tampang Istrinya begitu menggemaskan. Dia tidak pernah tahu kenapa begitu ingin mengusap pipi itu. Afraz berdehem pelan untuk menetralkan suasana canggung.
Pemuda tampan itu menerangkan dengan rinci bab yang di tunjuk Istrinya. Sesekali Afraz akan tanya apa Cyra paham? Cukup lama dia menjelaskan dan merinci semua pengertian dari pertanyaan Istrinya.
Cyra tersenyum lebar lalu bertepuk tangan. Dia tersenyum penuh kebahagiaan pasalnya Afraz begitu detail menjelaskan nahwu sorof di bab yang sulit. Cyra begitu bahagia akan penerangan Afraz begitu memukau. Sungguh walau datar nan dingin ternyata Suaminya sangat ahli soal membalah apa lagi menerangkan secara rinci.
Afraz tersenyum tipis melihat senyum lebar Cyra. Ternyata sangat menyenangkan bisa berbagi ilmu agama pada Istrinya. Sungguh dia tidak menyangka Istrinya begitu ekspresif dengan tingkah lucu. Kalau begini Afraz ingin mencubit gemas pipi gembul Cyra.
Cyra membereskan buku dan kitab. Dia berdiri lalu menghampiri Afraz. Dengan lembut Ia menarik pelan dagu Suaminya untuk menatapnya. Dengan berani Cyra kecup rahang tegas Afraz sembari tersenyum manis.
"Itu hadiah untuk, Mas. Terima kasih sudah mengajari, Adek."
Setelah mengatakan itu Cyra berlari karena sangat malu. Wajahnya panas mengingat betapa berani tingkahnya mengecup Afraz. Apa yang di pikirkan sang Suami tentangnya? Ya Allah, semoga Suaminya tidak marah.
Mata jelaga Afraz membulat sempurna merasa bibir tipis menyentuhnya. Perlahan tangannya terulur untuk menyentuh rahang kirinya. Jantung berdegup keras dengan rasa campur aduk. Afraz menunduk untuk memperlihatkan senyuman akibat Cyra.
"Apa tadi? Berani sekali membuat aku begini," lirih Afraz dengan senyum sedikit lebar.
Afraz tidak tahu kenapa Istrinya mendekat dan mengangkat dagu. Sedetik kemudian ia terpaku saat Cyra mengecup manis rahangnya. Semua ingatan itu membuat Afraz tidak kuasa menahan senyum manis.
Cyra langsung tengkurap di ranjang alhasil bau maskulin khas Afraz tercium di bantal dan seprai. Dia hirup dalam bantal itu lalu mendekap erat. Sungguh wajahnya sangat marah akan situasi ini.
Afraz berusaha konsentrasi saat mengetik. Namun, bayangan Cyra tersenyum lalu mengecup rahangnya membuyarkan konsentrasi. Dia mengacak rambut hitam arangnya frustrasi. Afraz merapalkan segala doa untuk menghilangkan pikiran tentang Cyra.
"Ya Allah, kenapa dengan ku?"
Afraz melangkah menuju kamar mandi untuk membasuh wajah kemudian wudhu. Kemudian dia ingin menjernihkan pikiran dengan merenung diri di ruang Shalat. Afraz ingin membaca Al-Qur'an seraya menunggu waktu Shalat Isya.
Cyra melangkah hati-hati untuk melihat apa Afraz masih di tempat. Suara merdu mengalun indah tatkala mendengar suara mengaji Afraz. Dia melangkah lebih dekat guna mendengar Suaminya mengaji Al-Qur'an. Jika nanti sudah suci Cyra ingin mengaji bersama Afraz.
***❤❤❤***
1 Minggu Kemudian ....!!!
Cyra mandi wajib setelah haid. Tubuh mungilnya terasa menggigil karena malam ini mungkin tugasnya benar-benar di mulai. Nanti malam Insya Allah Cyra akan melaksanakan tugas sebagai Istri sungguhan.
"Aku sudah berjanji akan memperlihatkan lekuk tubuhku pada, Mas Zaviyar setelah suci. Aku malu sekali, apa Mas akan berekspresi datar atau bagaimana? Mungkin malam nanti adalah Kyaa, pipiku panas sekali," racau Cyra di dalam kamar mandi.
Cyra memang sengaja tidak membawa ganti dan handuk. Niatnya ingin tahu bagaimana tanggapan Afraz ketika dia hanya menggunakan handuk? Semoga saja Suaminya tidak berpikir macam-macam tentangnya.
"Mas ....!" seru Cyra dari dalam kamar mandi.
Afraz masih betah duduk di sofa seraya membaca buku hadits. Mendengar panggilan Cyra ia langsung menengok sumber suara. Ada gerangan apa Istrinya memanggil dirinya?
"Ada apa?"
"Bisakah ambilkan saya handuk dan bathrobe?!" seru Cyra kembali.
Afraz melangkah menuju lemari dan mengambil apa yang di butuh kan Cyra. Dia melangkah menuju depan pintu kamar mandi lalu mengetuk. Saat tangan mungil terulur Afraz taruh semua kebutuhan Cyra di lengan.
Tangan Cyra terulur untuk menerima handuk. Dan benar Suaminya memberikan keinginannya. Ia langsung memakai bathrobe tanpa dalaman. Cyra membungkus rambutnya menggunakan handuk untuk menghalau tetesan.
Usai memberikan kebutuhan Cyra pemuda tampan berwajah dingin kembali duduk. Afraz membaca buku hadits dengan khusyuk. Sesekali ia akan hafalan untuk menambah wawasan.
Di dalam kamar mandi Cyra melihat dirinya sendiri. Dia memakai bathrobe tanpa dalaman dan handuk untuk mengeringkan rambutnya. Panjang bathrobe warna merah muda itu sebatas lutut. Apa sekarang Cyra seperti gadis perayu?
Dengan gemetar Cyra membuka pintu kamar mandi. Kaki jenjang itu perlahan melangkah keluar. Dia begitu gugup menerima respons Suaminya. Semoga saja Afraz tidak mencap dirinya sebagai gadis penggoda.
Afraz menengok ke arah sumber suara. Nyaris buku tebal itu jatuh jika tidak cepat dia raih. Dia langsung berpaling menyembunyikan wajah yang bersemu. Bagaimana tidak gugup pasalnya ini kali pertama Cyra berpenampilan terbuka begitu. Afraz berusaha netral kembali walau degup jantung terasa menggila.
"Maaf, tadi lupa membawa baju ganti," ujar Cyra.
"Hn."
Cyra jadi malu sendiri mendapat respons Afraz. Mungkin saja Suaminya tidak tertarik dengan keadaannya sekarang. Atau malah berpikir dia seperti gadis ingin itu. Memikirkan itu semua membuat Cyra frustrasi perihal tanggapan Afraz.
Cyra melangkah seraya mengeratkan handuk. Dia mencari baju ganti yang pas untuk di pakai. Dengan gugup ia memilih pakaian mana yang pas. Cyra tambah bergetar meraskan hawa dari Afraz.
Afraz melirik kaki mulus Cyra dengan pandangan sulit di artikan. Sedikit naik melihat pantat Istrinya cukup lama dan beralih ke tubuh atas. Sesuatu di diri Afraz meronta ingin menyentuh, ya Allah sadarkan dari fantasi gila tentang Cyra.
Cyra tersenyum tipis lalu kembali ke kamar mandi untuk ganti pakaian sederhana. Di dalam ia menekan dadanya yang berdetak keras. Apa tanggapan Afraz tentang dia? Malu sekali jika Afraz memikirkan sesuatu di luar dugaan.
Afraz menutup wajahnya dengan tangan. Darahnya mendidih ingin sesuatu untuk menyentuh. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Afraz merapalkan doa untuk menghilangkan pikiran aneh tentang Cyra.
Cyra keluar menggunakan rok bahan panjang warna hitam dan kaus lengan pendek warna senada. Rambut panjangnya tergerai sempurna memperlihatkan keindahan. Cyra memilih menyisir rambut di kamar bertujuan ingin tahu respons Suaminya.
Afraz jadi kalang kabut melihat Cyra begitu memesona dengan warna hitam. Lekuk tubuh Istrinya tercetak jelas memperlihatkan betapa indah tubuh mungil itu. Walau kecil proporsi tubuh Cyra begitu menggoda iman Zaviyar.
"Mas, bukannya saya sudah berjanji setelah suci akan memperlihatkan lekuk tubuhku. Maaf membuat Mas kurang nyaman dan berpikir saya terkesan gila. Saya akan ganti baju lebih tertutup," sesal Cyra.
Mendengar perkataan Istrinya yang bergetar tidak nyaman sontak membuatnya menengok. Afraz melangkah menuju Cyra saat sedang menyisir rambut panjangnya. Tanpa babibu dia rengkuh Cyra dari belakang. Tubuhnya begitu pas melingkupi tubuh mungil Istrinya.
Cyra tegang merasakan pelukan Afraz. Dia merasa begitu nyaman dalam dekapan Suaminya. Ia hanya bisa menunduk menyembunyikan wajah meronanya. Cyra tidak pernah tahu ternyata Afraz bisa romantis juga.
"Adek tidak perlu ganti, maaf memaksa Adek melakukan sesuatu di luar pikiran."
"Mas, saya ... saya sangat ingin membuat Mas senang. Saya akui tubuhku datar, tetapi ...."
"Jangan di teruskan, Dek. Siapa bilang tubuh Adek datar? Mas bisa melihat semua."
"Mas," lirih Cyra tidak mampu membalas perkataan Afraz. Perlahan dia membalik badan dan merengkuh Afraz erat. Dia sembunyikan wajah bak kepiting rebus pada dada bidang Suaminya. Cyra tersenyum mendengar detak jantung Afraz sama gilanya dengan dirinya.
"Mau Mas bantu menyisir rambut?" tanya Afraz seraya menghirup aroma menenangkan dari Cyra. Dia rengkuh tubuh mungil Istrinya sesekali mengecup puncak kepala sang Istri. Afraz tidak percaya bisa memiliki Istri sekecil Cyra. Tinggi mereka begitu signifikan membuat jarak begitu jauh. Namun, apa daya mereka sudah di takdirkan bersama.
"Boleh, apa tidak apa, Mas?"
"Tidak apa."
Cyra duduk di kursi sementara Afraz menyisir rambutnya. Dia memejamkan mata tidak sanggup menatap bayangan Suaminya di belakang. Degup jantung Cyra begitu cepat akan Afraz begitu perhatian.
Afraz masih memasang tampang datar, tetapi siapa sangka dalam tubuhnya sangat panas. Sungguh wajah dan proporsi Cyra sangat menakjubkan. Dia pria dewasa yang memiliki birahi membuncah. Namun, Afraz akan tetap diam sebelum Cyra benar-benar bersedia menjadi wanitanya seutuhnya.
Rambut panjangnya tergerai sempurna tanpa tertutup. Cyra mendongak menatap Afraz penuh arti. Tubuhnya yang mungil berasa kecil berhadapan dengan Suaminya yang tinggi bak tiang listrik. Cyra heran kenapa orang pribumi memiliki tinggi badan seperti Afraz. Kalau di pandang lebih rinci Suaminya memiliki wajah khas timur tengah. Cyra terpesona akan keindahan memukau Suaminya. Baginya Afraz begitu luar biasa walau dingin seperti es batu.
Afraz menyelipkan anak rambut di belakang telinga Cyra. Dia sangat terpesona akan keanggunan Istrinya. Sangat cantik dan manis, sesuai bentuk tubuh yang mungil. Afraz menunduk dalam untuk mengecup pipi gembil Cyra.
"Adek sangat manis," puji Afraz sukses membuat Cyra tersenyum lebar.
"Terima kasih banyak, Mas!" riang Cyra.
Cyra rengkuh tubuh kekar Afraz sembari menyandarkan kepala di dada bidang sang Suami. Dia merasa nyaman serta berdegup akan situasi manis ini. Ia berharap kedepannya Suaminya tambah romantis lagi. Walau sangat tahu Afraz adalah kutub utara di padang tandus. Cyra akan berusaha keras mencairkan Suaminya yang pahit nan dingin kayak kulkas.
Afraz tersenyum sembari merengkuh erat Cyra. Dia rasa sangat bahagia bisa menjadi Suami sang Istri tersayang. Ia akan berusaha keras membahagiakan Istrinya walau dengan cara sendiri. Afraz berdoa semoga rumah tangga bersama Cyra selalu di ridhoi oleh-Nya, Amin.