Zaviyar merebahkan Adiba di ranjang dengan hati-hati. Dia seka keringat di wajah Istrinya, lalu memberikan ciuman sayang di kening. Zaviyar menatap sendu Adiba terlihat begitu pucat.
"Dek."
Panggil Zaviyar lembut, tetapi tidak ada sahutan karena Adiba sudah terlelap. Dia lepas jilbab Istrinya dan menaruh pada tempatnya. Dia tatap Istrinya dengan pandangan sedih. Wajah pucat Adiba sangat mengganggu untuk di lihat. Zaviyar merasa menyesal memberikan makanan pedas itu.
Adiba terbangun karena merasa usapan di wajahnya. Hal pertama yang dilihat adalah Zaviyar. Suaminya terlihat datar menatap dirinya. Mengingat kembali apa yang terjadi sehingga menyebabkan dirinya tumbang. Adiba hanya temenung tanpa suara saat Zaviyar tampak kaku seperti biasa.
"Mas, haus," lirih Adiba.
Zaviyar mengambilkan air minum untuk Adiba. Dia dengan sigap membantu Istrinya duduk nyaman. Dengan sayang ia mengusap rambut panjang Istrinya penuh haru. Zaviyar sangat bahagia Adiba sudah bangun.
"Kenapa makanan Mas pedas sekali? Mas niat ngga mengasih makan, Adek? Apa Mas sengaja ingin buat Adek begini? Adek memang minta pedas, tapi sedikit saja ngga terlalu seperti tadi. Mas tahu rasanya sangat sakit sampai Adek frustrasi. Mas benar-benar tega, sudah Adek mau mandi."
Omel Adiba panjang kali lebar seraya menangis sesenggukan. Dia menunjuk wajah Zaviyar dengan kekesalan penuh. Suaminya ini benar-benar tega memberikan makanan super pedas. Bagaimana jika dia kenapa-napa? Adiba merengut kesal akan tindakan Zaviyar super menjengkelkan.
Zaviyar terdiam menerima omelan Adiba. Sedetik kemudian dia rengkuh tubuh ringkih Istrinya cukup erat. Dia ciumi puncak kepala sang Istri supaya wanita kecil ini diam. Zaviyar merasa bersalah akan tindakan cerobohnya membuat Adiba begini.
"Maaf ... Mas mengaku salah. Apa sangat sakit sampai Adek begini? Tolong maafkan, Mas."
Zaviyar mengeratkan pelukan agar Adiba hangat. Dia melirik arah dinding tepat jam berada. Sekarang jam setengah 4 sore dan belum Shalat Ashar. Ia berusaha menenangkan Istrinya dulu baru mandi. Zaviyar semakin menekan tubuh mungil Adiba dalam dekapannya guna memberikan kehangatan.
"Akh, Mas jangan tekan perut Adek. Sakit sekali, Mas."
Adiba meringis ngilu saat Zaviyar tanpa sengaja menekan perutnya. Dia heran kenapa sensitif sekali. Bahkan perutnya terasa sangat sakit makan satu sendok makanan pedas. Lalu sekarang saat tertekan erat perutnya sakit kembali. Entah Adiba tidak tahu yang pasti sangat menyiksa.
Zaviyar langsung melepas pelukannya mendengar rintihan Adiba. Dia balik Istrinya untuk menghadap dirinya. Dia kembali melihat hal menyesakkan yaitu sang Istri begitu mengenaskan. Zaviyar seka air mata Adiba penuh kelembutan. .
Adiba mengusap perutnya agar meringankan sakit. Dia sampai menitikkan air mata merasa kram. Ia sangat heran kenapa bisa sensitif sekali menerima ini semua. Adiba jadi ingin menangis keras dalam dekapan Zaviyar.
"Dek, maafkan Mas."
"Mas, ini sakit sekali. Mas mau menyakiti, Adek? Bilang saja kalau tidak suka, hiks," tangis Adiba.
Zaviyar membawa Adiba dalam dekapannya. Dia elus rambut Adiba sesekali dia kecup kepala Istrinya. Ia jadi serba salah menghadapi Istrinya. Sebenarnya ada apa? Zaviyar sampai pusing 7 keliling mendengar Adiba menangis seraya mengeluh sakit.
"Dek, ayo ke rumah sakit periksa keadaan, Adek. Mas takut terjadi sesuatu dengan, Adek."
"Mas ingin Adek sakit makanya di suruh periksa? Adek sehat dan tidak mau periksa ke Dokter."
Zaviyar memijat pelipisnya karena terasa berdenyut mendengar jawaban Adiba. Istrinya kenapa jadi pemarah begini? Dia harus sabar menghadapi Istrinya mode mengambek. Zaviyar harus pelan-pelan menghadapi Adiba-nya ketika merajuk manja.
"Adek, kalau begitu ayo Shalat dulu keburu habis waktunya. Mas mandi dulu lalu Mas tunggu untuk ber jama'ah."
Adiba mendongak menatap Zaviyar penuh arti. Dia langsung mengalungkan tangan di leher kokoh Suaminya. Dengan manja dia duduk di pangkuan Suami tercinta. Adiba tersenyum cerah saat Zaviyar tidak merespons.
Zaviyar mengerjap beberapa kali mendapat perlakuan Adiba. Istrinya tadi marah lah sekarang sepeti kucing manja sekali. Ia senang Istri kecilnya sangat manja menggemaskan. Zaviyar senang Adiba-nya manja dari pada kesakitan.
"Gendong, mau mandi juga," cicit Adiba malu-malu.
Zaviyar tersenyum tipis mendengar permintaan Istrinya. Manis sekali sampai dia ingin mengecup bibir mungil Istrinya. Dia angkat dagu Istrinya kemudian mencium mesra. Zaviyar lumat bibir Adiba perlahan, tetapi memabukkan.
"Serius mau mandi bareng? Mas sangat mau tetapi, Adek terlihat sakit," bisik Zaviyar seductive.
"Memang kenapa, Mas? Hanya mandi, ayo mandi gerah," rengek Adiba.
"Lebih dari mandi, Dek. Mas ingin menyentuh, Adek," sahut Zaviyar dengan aksen menggoda.
Adiba langsung menepuk kepala belakang Zaviyar pelan. Lalu menangkup rahang tegas Suaminya. Dia dekatkan bibirnya ke bibir tipis Suaminya dan meniup pelan. Adiba jadi ingin menggoda iman Zaviyar lebih lanjut.
"Mas, Adek masih sakit nanti tambah sakit loh, bahaya," pungkas Adiba sembari menjilat bibir Zaviyar menggoda.
Ya Allah, Adiba merasa nakal telah menggoda iman Zaviyar. Biarkan saja sang Suami berhasrat sendiri tanpa pelampiasan. Masnya biar tersiksa, hihihihi kalau begini ia bahagia. Karena lelah Adiba menyandarkan kepalanya di bahu lebar Zaviyar. Perlahan matanya tertutup ingin istirahat walau sebentar saja.
"Astaghfirullahaladzim, hamba kuat menghadapi cobaan ini. Jika tidak ingat Adek sakit Mas pasti ... lupakan." Zaviyar menyengit mendengar deru napas Adiba yang teratur. Cepat sekali Istrinya tidur, apa sangat mengantuk?
Sebenarnya tidak tega membangunkan Adiba-nya. Namun, apa daya Zaviyar nanti kehabisan waktu Shalat Ashar. Dia ingin Adiba-nya ikut Shalat walau keadaan lemah.
"Dek, bangun kita mandi dan Shalat dulu. Nanti habis Isya tidur kembali, jangan begini Dek."
Zaviyar menepuk pipi Adiba beberapa kali. Dan benar saja Istrinya terbangun dengan menggerutu kecil. Bibir mungil maju beberapa senti hingga membuat Zaviyar ingin mengecup.
"Gendong," pinta Adiba.
Adiba tersenyum saja ketika Suaminya menggendong menuju kamar mandi. Tubuhnya masih lemah makanya malas bergerak untuk jalan. Adiba tersenyum saat Zaviyar mengecup pipinya. Tahu saja ia sedang lelah jadi sang Suami begitu perhatian.
Zaviyar menurunkan Adiba hati-hati. Kemudian dia meraih pinggul Istrinya lalu menyalakan sower. Tanpa melepas pakaian keduanya basah. air sower terus mengguyur tubuh Zaviyar dan Adiba tanpa lelah.
Mata saling menatap penuh arti dan entah siapa yang memulai kini bibir mereka menyatu penuh gairah. Zaviyar mengangkat Adiba agar ciuman mereka semakin intim. Dia begitu ingin membelai setiap jengkal tubuh mungil Istrinya.
Adiba melenguh di kala Zaviyar mengeksplorasi mulutnya. Dia tidak tahan untuk meremas rambut lepek Suaminya akibat guyuran air. Adiba mengalungkan tangan erat di leher kokoh Zaviyar saat ciuman semakin panas.
***❤❤❤***
Adiba masih pucat bahkan tidak mau makan apa pun. Setiap makan pasti semua makanannya keluar dari mulutnya. Dia sampai pusing menghadapi sakit yang di derita. Sebenarnya ia kenapa?
Zaviyar jadi pusing memikirkan Adiba tidak kunjung makan. Dia mengusap pipi gembil Istrinya sesekali dia cubit gemas. Ya Allah jika bisa ia ingin menggantikan sakit sang Istri. Zaviyar merasa kelam jika Adiba-nya terus begini.
"Mas, tolong pijat perut Adek, tapi pelan-pelan saja."
Zaviyar menyingkap pakaian Adiba untuk memijat perut Istrinya. Dia dengan lembut mengusap dan memijat pelan perut rata Adiba. Hal paling di benci adalah melihat Istrinya sakit. Zaviyar lebih suka Adiba-nya manja atau merengek asalkan sehat tidak sakit.
"Mas, nah begitu. Terima kasih banyak, Mas."
Adiba memilih duduk setelah menerima pijatan Suaminya. Tangan mungil ia tautkan ke tangan besar Zaviyar. Entah kenapa dia ingin makan bebek goreng di pengkolan sana.
"Mas, ayo kita beli makanan. Adek lapar ingin bebek goreng," riang Adiba dengan mata berbinar.
Zaviyar mengusap rambut Adiba untuk mengiyakan ajakan makan. Dia ganti baju memakai pakaian serba biru gelap, sedangkan Adiba memakai pakaian serba mencolok mata seperti : jilbab syar'i warna pink, baju warna hijau dan rok warna kuning.
"Adek mau jadi jemuran berjalan?" tanya Zaviyar tidak percaya.
"Memang kenapa, Mas? Ini warnanya cerah, Adek suka."
Zaviyar menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Dia ingin mengatakan kalimat tajam, tetapi takut Adiba tidak mood. Rasanya ingin berkata begini, "Apa tidak ada warna ngejreng lainnya? Apa tidak malu memakai pakaian seperti jemuran berjalan?" Demi Allah, Zaviyar begitu pening melihat warna mencolok itu.
"Mas, ayo beli bebek goreng. Adek lapar sekali," rengek Adiba seraya mengapit lengan kekar Zaviyar.
"Dek, itu bisa ganti rok warna pink?"
"Mas malu ya jalan sama, Adek? Tega kamu Mas begini in Adek. Pulangkan saja Adek pada Ibuku, biar Mas bahagia."
Adiba menepis tangan Zaviyar ketika sang Suami hendak menyentuh pipinya. Dia langsung merana sambil menangis keras. Ia beringsut menjauh ketika sang Suami semakin dekat. Adiba marah pada Zaviyar selalu saja membuatnya begini.
Zaviyar mengerjap bingung melihat kelakuan ajaib Istrinya. Dia tidak maksud kenapa bisa Adiba bertingkah konyol? Memang Istrinya itu ceria, periang dan suka mencairkan suasana. Tetapi, sekarang tambah parah.
"Dek, Mas ngga malu hanya sakit melihat warna mencolok Adek. Sudah dramanya nanti di rekrut jadi artis susah. Gih ayo pergi beli bebek goreng."
Zaviyar berusaha menghibur dengan kata datar dan ekspresi dingin. Memang kata terucap panjang tetapi datar sekali tidak ada makna. Apa lagi kata penghibur terdengar tajam, sungguh prestasi membanggakan.
Adiba melempar bantal tepat di wajah datar Zaviyar. Dia merasa terhina mendengar perkataan Suaminya. Dasar es gurun tidak bisa romantis.
"Kejam, Adek tidak mau Mas sentuh. Jangan sentuh atau Adek tidak mau bertemu, Mas. Mas jahat, Adek sebel!"
Adiba langsung masuk kamar dan mengunci pintu. Tetapi, 10 menit kemudian keluar kembali menggunakan pakaian serba gelap.
Zaviyar masih betah minta maaf dari, luar kamar. Tetapi, Adiba menolak keras permintaan maaf darinya. 10 menit kemudian Istrinya kembali keluar dengan penampilan beda. Loh, Istrinya ganti mau ke mana?
"Ayo beli bebek goreng, Mas."
"Ok, Adek tidak jadi marah?"
"Nanti lagi marahnya, Adek lapar. Ayo Mas kita makan Adek sangat lapar. Usai makan Adek marah lagi sama, Mas."
Zaviyar hanya mengaguk saja dari pada permasalahan semakin rumit. Istrinya benar-benar menguji kesabaran untuk melumat habis bibir mungilnya. Demi Allah, Zaviyar harus sabar menghadapi tingkah Adiba mulai dari sekarang.
Adiba merangkul pinggan Zaviyar dengan manja. Dia akan makan sepuasnya malam ini. Ye, bebek goreng beberapa porsi. Es Marjan dan sate kambing, enak sekali. Akhirnya makan banyak dan selamat dompet Suaminya akan menangis.