Adiba menggeliat pelan di dalam dekapan Zaviyar. Perlahan mata besar berpupil cokelat terbuka. Hal pertama yang dilihat adalah Suaminya. Dia menelisik wajah rupawan Suaminya dengan kagum. Bibir sedikit tebal dengan pahatan sempurna. Hidung mancung bak pahatan terindah. Bulu mata panjang melengkung lentik. Alis tebal membentuk tajam.
Satu kata untuk Zaviyar sempurna akan fisik. Adiba bersemu melihat betapa sempurna bentuk wajah Suaminya. Sangat tampan elegan tentunya memiliki karisma memikat. Rahang kuat apa lagi bentuk mata setajam elang. Adiba begitu kagum aka ketampanan Zaviyar.
"Sentuhlah jangan sungkan," ujar Zaviyar tambah mengeratkan pelukannya.
Adiba tersentak mendengar perkataan Zaviyar. Dia merasa malu karena dipergoki menatap Suaminya intens. Dia juga merasa berdegup keras karena tubuhnya menempel erat di tubuh kekar Zaviyar.
Zaviyar tersenyum tipis merasakan Adiba-nya bergerak gelisah. Demi apa tubuh mereka masih bersatu erat. Dia bisa merasakan betapa lembut lekuk tubuh Istrinya. Zaviyar ingin lagi menjamah Adiba seperti tadi malam.
"Mas, Adek mau mandi. Ini sudah mau subuh, tolong lepaskan," pinta Adiba.
Zaviyar melepas pelukannya dan memilih duduk memperlihatkan tubuh atas tanpa busana. Dia tersenyum tipis melihat Adiba berpaling tidak berani menatapnya.
Adiba mengeratkan selimut agar menyelimuti tubuh polosnya. Dia ikut duduk tetapi rasanya begitu ngilu di area privasi.
"Akh," ringis Adiba.
Zaviyar sontak menatap Adiba khawatir. Dia langsung menyentuh pundak Istrinya dengan perasaan kalut. Sungguh dia sangat khawatir mendengar rintihan Adiba.
Adiba menyentuh tangan Suaminya yang ada di pundaknya. Dia genggaman tangan Zaviyar lalu meremas pelan. Ia tersipu malu akan keromantisan Suaminya walau sederhana.
"Tidak apa, Mas jangan khawatir."
"Adek yakin? Mari mandi bersama dan maaf membuat Adek kesakitan."
"Yakin, Mas. Ini wajar jika terasa ngilu karena itu pertama kali untuk, Adek. Ma-mandi ber-berdua? Itu anu ...."
Cyra tidak mampu menyelesaikan perkataannya karena sangat gugup dan malu. Dia berpaling menyembunyikan wajah merona parah. Ia menunduk dalam menyembunyikan semu wajahnya.
Zaviyar menangkup pipi gembil Adiba lalu membawa berhadapan dengannya. Dengan manis ia kecup kening Istrinya agar semua jadi tenang.
"Selamat pagi, Dek Adiba."
Zaviyar ingin merubah sedikit tabiatnya menjadi manis. Walau masih kaku dengan nada dingin.
"Selamat pagi, Mas Zaviyar."
Adiba merona akan situasi manis. Jika begini mana bisa dia berpaling menatap lain. Hanya bisa fokus pada bola mata jelaga Zaviyar tanpa berkedip. Hingga tubuhnya melayang di udara dengan selimuti melilit tubuh.
"Apa mata Mas sangat indah sampai Adek tidak berkedip?"
Adiba spontan mengaguk menyetujui pernyataan Zaviyar. Dia langsung sadar dan menyembunyikan wajah di bahu lebar Suaminya.
Zaviyar tersenyum tipis melihat Adiba begitu manis. Dia kecup pelipis Istrinya lalu merengkuh erat. Ia sangat senang Istrinya berada di dalam kedua tangannya.
"Mau mandi atau tetap dalam gendongan, Mas?"
"Mandi, tolong turunkan, Adek."
"Tapi, Mas masih betah menggendong Adek, bagaimana?"
Zaviyar duduk di kloset dengan Adiba berada di pangkuannya. Dia juga senang melihat Istrinya begitu cantik saat malu-malu.
Adiba turun dari pangkuan Zaviyar hati-hati. Namun, dia langsung oleng nyaris jatuh jika tidak ada Suaminya menyanggah tubuhnya.
"Akh, sakit," lirih Adiba.
Zaviyar merasa bersalah akan kesakitan yang di alamu Adiba. Dia tidak suka Istrinya sakit apa lagi menangis.
"Mas, aku baik-baik saja. Ini wajar, Mas sangat jelek jika sedang khawatir," goda Adiba.
Zaviyar menyentil kening Adiba lalu mengecup pipi. Dengan iseng dia buka lilitan selimut alhasil Istrinya memekik.
"Mas Zaviyar ....!"
Adiba meringkuk dengan selimut mencengkeram tubuh. Suaminya nakal sekali menggodanya di pagi buta.
Zaviyar menunduk dalam untuk mengecup rahang Istrinya. Mungkin menggoda iman Adiba di pagi hari tidak masalah.
"Mau melakukan hubungan intim lagi, Dek?" bisik Zaviyar seductive.
"Masih pagi, Mas ngga baik," lirih Adiba.
"Itu malah baik, karena akan sangat menguntungkan."
"Eh? Menguntungkan bagaimana, Mas?"
Zaviyar langsung meraup bibir tipis Adiba. Melumat pelan dengan irama sensual. Sekali dia remas pinggul Istrinya lembut.
"Mas, mandi wajib dulu!"
Adiba mendorong pelan dada Zaviyar. Setelah lepas ciuman dia menunduk dalam menyembunyikan wajah bak buah dilema.
"Maaf, Dek Adiba ... Mas kebablasan. Entah kenapa rasanya candu," aku Zaviyar.
Adiba tidak kuasa menahan debaran jantung keras. Dia sangat bahagia sekaligus malu akan pernyataan Zaviyar. Sungguh itu sangat manis mendengar kejujuran Suaminya.
Zaviyar menggaruk pipinya yang tidak gatal. Kenapa dia terlalu frontal pada Adiba. Bagaimana tanggapan Istrinya tentang pernyataan itu?
***
Zaviyar menonton TV sembari bersandar di sofa, sedangkan Adiba bersandar di bahu lebar Zaviyar. Mereka saling bungkam tanpa kata, namun lihat tangan saling menaut.
Adiba mendongak menatap Zaviyar penuh arti. Apa TV itu sangat bagus? Acaranya tentang bisnis lalu pindah ke Sholawat. Sebal juga di diamkan tanpa kata. Dia kembali menyandarkan kepalanya seraya menatap depan.
Zaviyar masih asyik melihat layar TV hingga terdengar suara napas teratur. Eh, apa dia terlalu serius pada acara TV sehingga lupa Adiba?
"Dek," panggil Zaviyar. Dia membenarkan letak sandaran Adiba. Perlahan dia angkat tubuh mungil Istrinya untuk di pangku.
Zaviyar tersenyum tipis melihat Istrinya sudah pulas. Dia ingat mereka sudah selesai Shalat isya usai itu makan dan berakhir non ton TV. Alhasil merasa tenang mau melakukan apa pun. Zaviyar usap pipi bulat Adiba seraya mencubit gemas hidung bangir Istrinya.
Adiba terganggu karena seseorang mengerjai saat tidur. Perlahan matanya terbuka lalu menutup kembali. Dia menyamankan diri dalam dekapan Zaviyar seraya mencubit gemas paha sang Suami.
"Mas," rengek Adiba.
"Hm."
"Mas, jangan ganggu."
"Jangan tidur, temani Mas."
"Mas saja mengabaikan, Adek. Sudah ini sudah malam, mengantuk."
"Maaf."
Adiba menatap mata hitam Zaviyar lalu mencubit gemas hidung mancung Suaminya. Dia mengusap pipi tirus Suaminya penuh sayang. Entah dia luluh mendengar kata maaf, Zaviyar.
"Mas, mengantuk," rengek Adiba.
"Temani, atau mau bermain hal menantang?"
Adiba mencebikkan bibir mendengar perkataan Zaviyar. Dia duduk tegap lalu menatap sebal Suaminya. Adiba gemas juga pada Zaviyar kembali mengacuhkan dirinya.
Zaviyar kembali fokus melihat TV. Dia tersenyum dalam hati melihat Adiba-nya menggerutu lucu. Dia ingin mengecup bibir mungil Istrinya penuh arti.
"Mas, Adek sangat mengantuk!"
"Ayolah, Dek Adiba temani Mas sebentar saja."
"Baiklah," lirih Adiba.
30 kemudian suara bel pintu berbunyi. Zaviyar menurunkan Adiba hati-hati lalu membuka pintu. Zaviyar mengucap terima kasih pada orang yang mengirim paket. Setelah itu mengunci pintu dan kembali menuju Adiba.
Adiba menyengit melihat Zaviyar membawa paper bag. Sebenarnya apa yang isinya? Karena penasaran pada akhirnya ia bertanya, "paket apa itu, Mas?" Dia menatap intens Zaviyar berniat meminta penjelasan.
Zaviyar menyerahkan paket pada Adiba. Dia ingin melihat reaksi Istrinya Ketika menerima paket darinya.
Adiba terdiam menerima hadiah Zaviyar. Dengan semangat dia ambil sebuah kotak beludru ukiran persegi.
Jantungnya berdegup kencang memegang kotak beludru. Ya Allah apa isi dalam kota beludru ini?
"Mas, ini apa?"
"Buka saja."
Adiba membuka kotak itu perlahan dan alangkah terkejut melihat kalung liontin emas. Matanya berkaca haru menerima hadiah Zaviyar.
Zaviyar tersenyum melihat Adiba terharu melihat hadiah itu. Dia sangat bahagia menerima respons manis Istrinya. Walau sederhana, tetapi mampu menggetarkan hatinya. Zaviyar begitu bahagia akan kebahagiaan Adiba-nya.
"Mas, ini terlalu mahal dan sangat mewah."
"Anggap saja itu sebagai kalung pengikat Adek dan Mas. Sebenarnya Mas mau membeli cincin tetapi tidak jadi karena melihat kalung itu."
"Allahu Akbar, Mas tidak perlu repot. Mas dapat uang dari mana membeli kalung semewah ini? Mas, Adek tidak butuh apa-apa, asal kita bersama itu cukup. Jangan belikan Adek hal seperti ini lagi."

Zaviyar mengambil kalung cantik itu lalu memakainya pada Adiba. Dia kecup punggung Istrinya dengan lembut. Sesekali dia elus leher Adiba dan mencium mesra.
"Jangan khawatir, Mas bekerja di kantor, Dek. Mas juga nabung jadi tidak perlu khawatir. Dek Adiba, sangat manis memakai kalung ini."
Adiba menitikkan air mata haru melihat kalung liontin emas melingkar indah di lehernya. Dia berbalik menghadap Zaviyar lalu menciumi pipi Suaminya.
"Terima kasih banyak, Mas. Masyaallah, ini sangat bagus Adek suka dan sangat terharu. Terima kasih banyak, Mas."
"Hm."
Zaviyar merengkuh Adiba erat sembari menciumi puncak kepala Istrinya. Ternyata manis juga jadi romantis. Walau masih bertampang datar dan nada tanpa makna, tetapi Zaviyar senang bisa merubah sedikit sikap dingin.
Adiba merengkuh erat Zaviyar sembari menangis sesegukan. Dia begitu bahagia Suaminya begitu manis di balik sikap dinginnya. Ia sangat terharu bisa mendapatkan sang Suami. Walau terkesan dingin Adiba begitu mencintai Zaviyar sepenuh hati.