Setelah 1 bulan tidak masuk kampus, akhirnya Zaviyar dan Adiba akan kembali. Mereka terkhusus Adiba begitu semangat ingin menyambut hari baru di sana, sedangkan Zaviyar acuh seperti biasa. Keduanya masih sibuk pada kegiatan masing-masing.
Adiba masih betah menyisir rambut panjangnya. Sesekali dia akan tersenyum memperlihatkan lesung pipi. Dia tidak sabar bertemu teman-temannya di fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Sudah 1 bulan berlalu kini saatnya Adiba bertamu teman-teman kesayangan.
Zaviyar membaca materi yang akan di ajarkan nanti. Dia menyengit melihat Adiba tampak bahagia. Ia berjalan ke arah Istrinya lalu merengkuh erat dari belakang. Zaviyar menumpuk dagu di atas kepala Adiba, sementara tangannya sibuk mencari posisi yang pas.
"Mas," protes Adiba ketika Zaviyar menggigit tengkuknya. Dia menggeliat pelan merasa sesak akibat pelukan erat Suaminya.
Zaviyar tetap diam, tetapi tangan nakalnya menyelip masuk menuju buah kesukaannya. Dia telusupkan satu tangan ke dalam dada kiri Adiba. Ia meremas dada padat Istrinya sesekali mencubit manja nipple sang Istri. Zaviyar tersenyum saat Adiba bereaksi menggiurkan.
Adiba mendongak merasa sensasi panas dan geli. Dia genggam tangan besar Zaviyar agar berhenti. Dia berbalik menghadap Suaminya lalu mengeluarkan tangan nakal itu dari balik pakaiannya. Setelah bebas ia mundur beberapa langkah agar sedikit jauh dari Suaminya. Adiba berkacak pinggang sambil menunjuk wajah. Zaviyar.
"Jangan mesum, Mas!" peringat Adiba.
Zaviyar tersenyum tipis mendengar peringatan Adiba. Dia tarik pinggul Istrinya dan melekatkan tubuh. Ia menunduk dalam guna mengecup seluruh leher dan bahu Istrinya. Zaviyar tidak peduli akan rengekkan manja Adiba meminta berhenti.
Bahkan tangan besarnya sudah bertengger manis di bokong Adiba-nya. Ia remas sesuai bokong Istrinya lalu mendekatkan tubuh lebih intim. Zaviyar tersenyum manis tatkala Adiba protes dengan lenguhan nikmat.
"Ah, Mas ugh," lenguh Adiba seraya mencengkeram lengan kekar Zaviyar.
"Ada apa, Hm?"
"Geli, ah Mas," racau Adiba.
Zaviyar menyudahi aksinya dan memilih membawa Adiba dalam dekapan. Ia merasa candu akan tubuh mungil Istrinya. Dari aroma meneduhkan, kulit mulus tanpa cela dan semua lekuk tubuh Adiba membuat Zaviyar gila.
Tangan besar Zaviyar terasa gatal ingin menjamah setiap jengkal tubuh Adiba. Itu wajar karena Istrinya adalah sebagian hidupnya. Semua ada pada Adiba membuat Zaviyar begitu terpesona. Walau Istrinya banyak kekurangan tidak menyudutkan ia untuk berhenti bersama.
Zaviyar menerima apa pun tentang, Adiba. Tidak peduli seberapa menyedihkan Istrinya saat masak. Tidak peduli jarak usia yang sangat jauh, asal bersama ia ikhlas.
"Maaf, sini Mas sisir rambut, Adek."
"Tidak usah Mas nanti merepotkan."
Zaviyar menyeringai penuh misteri mendengar jawaban Adiba. Dia meraih pinggul Istrinya kemudian menggigit leher jenjang sang Istri. Bahkan tangan nakalnya semakin aktif meremas dada Istrinya. Zaviyar akan berhenti jika keinginannya terkabul.
Adiba paham bagaimana cara menghentikan aksi mesum Zaviyar. Demi apa ia juga ingin sentuhan ini, tetapi kampus menanti. Dia lebih baik memohon berhenti dari pada berakhir di ranjang. Adiba ingat saat tidak mengiyakan keinginan Zaviyar beberapa hari lalu. Dengan gila Suaminya bertindak mesum berakhir di ranjang sampai tabunya lelah.
"Akh, Mas berhenti, baiklah tolong sisir rambut Adek."
Adiba menyerah menerima serangan Zaviyar. Entah kenapa Suaminya begitu mesum? Walau mesum masih jadi es tetap saja datar tanpa ekspresi. Kadang Adiba heran saat berhasrat wajah Zaviyar tetap kaku tanpa ekspresi.
Zaviyar tersenyum penuh kemenangan akhirnya menang. Dia menyisir rambut Istrinya hati-hati. Usai menyisir rambut Adiba dia mengepang satu lalu menjepit menjadi rapi. Zaviyar tersenyum tipis melihat Adiba-nya sudah siap ke kampus.
Adiba bersemu melihat Zaviyar begitu manis. Walau datar Suaminya sangat perhatian dengan segala sikapnya. Suaminya begitu multitalenta di segala bidang. Adiba berjinjit untuk mengecup rahang tegas Zaviyar.
"Mas, kenapa bisa mengepang rambut? Mas juga bisa menjepit rambut dengan sempurna."
"Itu karena Mas punya Adik perempuan. Dulu saat SMP, Adik Mas yang terakhir merengek minta di kepang. Dari situ Mas minta ajari kepang dari, Ummi. Biar bisa merias rambut Adik dengan mudah. Mas punya 3 Adik perempuan dan manjanya keterlaluan. Mereka selalu merengek pada, Mas."
Zaviyar tersenyum cukup lebar memperlihatkan lesung pipi. Dia sangat rindu masa di mana saat SMP. Mulai SMA hubungan Kakak Adik cukup renggang dan lulus SMA, Zaviyar ke Kairo. Jadi semua terlihat dingin apa lagi dia pulang 5 tahun sekali.
Adiba tertegun melihat senyum dan pancaran rindu di mata jelaga Suaminya. Sepertinya dia tahu rasa sayang Zaviyar pada 3 Ning begitu besar. Dia langsung menyuruh Masnya duduk di kursi.
Zaviyar duduk lalu sebuah pelukan dia dapatkan. Bahkan dia akan bereaksi biasa saja saat mendapat pelukan tubuh dan kini Kepalnya terbenam di belahan dada Adiba. Jiwanya meronta ingin menjamah. Hilangkan pikiran mesummu Zaviyar ini darurat.
"Mas, mau kepang rambut Adek kapan pun boleh. Jangan sedih, Mas ... jika rindu Mas temui Adek bungsu Mas lalu kepang rambutnya. Mas, tersenyum tipis karena senyum Mas sangat indah."
"Tidak bisa, ayo cepat pakai hijab kita nanti terlambat."
Adiba melepas pelukannya lalu menangkup pipi tirus Suaminya. Dia daratkan ciuman sayang di kening Zaviyar penuh arti. Ia hanya ingin menjadi tempat bersandar serta berkeluh kesah. Adiba ingin Zaviyar terbuka padanya.
"Mas, semua bisa karena Ning juga merindukan Mas yang hangat. Walau dari awal Mas sangat dingin tetapi rasa rindu menyeruak di hati mereka. Jangan sungkan mengutarakan isi hati pada mereka. Jika rindu katakan, jika sayang katakan dan jika butuh pelukan maka peluklah dengan gamblang."
"Hn, terima kasih, Dek."
"Sama-sama, Mas."
Chup
Adiba mencium kilat bibir Zaviyar dengan berani. Dia langsung melangkah menjauh membenarkan penampilan dan memakai hijab. Adiba menggigit bibir bawahnya Karena gugup. Itu kali pertama berani mencium Zaviyar terlebih dahulu.
Zaviyar meraba bibirnya penuh dengan senyum. Dia pandang Adiba penuh arti saat sibuk mengenakan hijab. Ya Allah kenapa lucu sekali sampai membuat gemas. Zaviyar jadi ingin merengkuh Adiba dari belakang atau memberikan ciuman bertubi.
"Masku, bisa ambilkan buku di rak yang paling atas. Mas pasti sangat tahu seberapa tinggi tubuh, Adek. Mas, tolong ambilkan Adek tidak sampai!"
Zaviyar berdiri dan langsung menurut mengambil buku yang diinginkan Adiba. Semua terasa mudah tetapi untuk Adiba begitu kesulitan. Dia bersyukur memiliki tubuh di atas rata-rata. Walau kadang sebal memiliki tubuh bak tiang listrik jalan. Zaviyar sangat bahagia Adiba bisa menggunakan jasanya meminta bantuan meraih hal tinggi.
Adiba bertepuk tangan setelah buku di tangannya. Saat mau beranjak ia tertarik dalam dekapan Suaminya. Matanya membulat sempurna ketika bibir Zaviyar melumat bibirnya. Adiba hanya bisa pasrah dalam kuasa Suaminya yang mesum.
*** ❤❤***
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo!
Mahasiswa dan Mahasiswi heboh melihat Zaviyar dan Adiba berangkat bersama. Memang wajar karena mereka sudah Suami Istri walau menikah secara terpaksa.
Adiba menggaruk pipinya yang tidak gatal melihat tatapan para Mahasiswi. Dia melirik Zaviyar minta bantuan, tetapi Suaminya malah menyelong pergi menuju gedung barat. Adiba memejamkan mata rapat menahan kesal akan sikap Zaviyar.
"Dasar es keterlaluan, aku di tinggal sendiri. Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Rasanya tidak sanggup menatap mereka. Mas Zaviyar, argh kamu membuat pening, " dumel Adiba dalam hati.
"Cyra, SubhanAllah ... aku tidak menyangka kamu sepicik ini. Kamu jadi orang ketiga di hubungan Gus Afraz dan Ning Akifah. Puas sekali ya merebut calon Suami orang!" sengit Diana sukses membuat Adiba di pandang sinis.
Adiba menunduk merasa tersiksa juga bersalah karena benar adanya. Dia merebut Zaviyar dari Akifah itu nyata. Ia buru-buru melangkah menuju kelas tanpa peduli cemooh mereka. Adiba memikirkan perkataan Diana yang menyudutkan dirinya.
"Ya Allah, kuatkan hamba menerima hinaan mereka, Amin," lirih Adiba.
Sesampainya di kelas Adiba langsung di kerubung teman sefakultas. Dia jadi pusing dan mual sendiri berhadapan dengan mereka. Ia membekap mulutnya erat menahan sesuatu yang hendak keluar.
Adiba tersenyum tipis lalu berlari meninggalkan kelas. Dia kenapa sangat mual menghirup parfum para pria di kelas. Sampai di toilet dia memuntahkan isi perutnya.
"Ugh, hoek."
Adiba duduk di kloset seraya memijat pelipisnya. Sangat tersiksa sampai dia pusing. Saat menghirup parfum Zaviyar, ia malah ketagihan. Aneh sekali sampai Adiba ingin muntah kembali. Wanita kecil ini kembali muntah cukup banyak. Pada akhirnya Adiba sudah merasa baikkan dan memilih kembali ke kelas.
Adiba berjalan di koridor kampus menuju kelas. Sebelum sampai kelas ia melihat Zaviyar sedang berjalan menuju kelas fakultas Syariah. Dia ingin memanggil, tetapi tidak enak. Rasanya ia ingin sekali menghirup aroma tubuh Suaminya agar mual dan pusingnya hilang.
"Pak Afraz ....!" seru Adiba pada akhirnya.
Zaviyar menyengit melihat Adiba begitu pun para Mahasiswi yang kebetulan lewat. Kenapa Istrinya memanggil? Ia menaikkan alisnya berharap Istrinya paham maksudnya. Zaviyar heran Adiba malah berbalik tanpa mengutarakan keinginan.
Adiba jadi ciut dan memilih berbalik menuruni tangga. Mungkin ia akan meminta balsam Kiki yang tidak pernah absen membawa itu. Ia akan istirahat sebentar demi menghalau mual. Adiba akan berusaha sehat supaya tenang di hari pertama ke kampus.
Zaviyar mengedikkan bahu acuh dan memilih melangkah menuju kelas. Walau semua tidak lagi sama, tetapi ia bertekad akan mengembalikan nama baik dirinya dan Adiba. Tujuannya hanya satu mengembalikan semua pada tempatnya. Serta menjaga, melindungi dan membuat Adiba-nya bahagia.
Adiba menyengir polos pada mereka saat menerima interogasi. Dengan semangat dia menceritakan semua detail kenapa bisa menikah dengan Zaviyar. Dia akhirnya bisa menceritakan semuanya pada teman-teman. Adiba berharap mereka mengerti keadaannya.
"Kamu di jebak, Cyra . Tega sekali, ah jangan-jangan tujuan orang yang menjebak itu agar kamu di ehem sama Pak Hendra. Lalu kamu akan hidup menderita selamanya, tetapi Pak Afraz yang kena getahnya!" cetus Marisa dengan semangat mengutarakan argumennya.
"Aku berpikir begitu, makanya siapa yang tega menjebak aku," sahut Adiba.
"Siapa ya? Kita akan mencari tahu kebenaran itu. He, lalu bagaimana sikap, Pak Afraz?" tanya Bela.
"Seperti biasa datar, cuek, dingin, kutub, tripleks dan menyebalkan. Gus Afraz tidak ada manis-manisnya," jawab Adiba nelangsa.
"Huwae, kasihan sekali kamu, Cyra harus hidup dengan kutub utara. Sabar ya dan ikhlaskan masa depan bersama Pak Afraz!" seru teman-teman sekelas.
Adiba tersenyum saja dan meminta balsam pada Kiki. Dia telusupkan tangan ke leher dan perutnya. Semoga saja semua kembali pulih, Amin.
"Cyra, apa kamu pernah tidur dengan Pak Afraz?" tanya Ririn seraya berbisik.
Wajah cantik Adiba merona parah mendengar pertanyaan frontal Ririn. Dia hanya mengaguk singkat dan sukses membuat pekikan heboh.
"Ya Allah ....!!!"
Mereka para wanita langsung duduk seraya menatap Cyra intimidasi. Wajah Cyra agak berubah lebih terlihat bersinar dan anggun. Seperti sedang mengandung bayi perempuan.
"Kamu sudah periksa?" bisik Ririn lagi.
"Periksa apa?" Adiba balik bertanya.
"Ya melihat kamu mengisi belum? Ish, kok ngga paham."
"Oo, aku sudah mengisi kok. Tadi aku makan nasi dan sayur, lauknya ikan," jawab Adiba polos sukses membuat mereka terjengkang.
Loh kok? Adiba masih sangat polos kenapa bisa sudah menikah? Tidak dapat di percaya. Mereka langsung berdiri tegak sekaligus mengucap istighfar.
"Iya, kami juga sudah mengisi. Baiklah selamat belajar, Cyra!" kor mereka.
"Selamat belajar semua!"
Wanita cantik itu tidak paham kenapa mereka aneh sekali. Dari pada pusing memikirkan mereka ia lebih baik belajar. Cyra meminjam buku catatan pada mereka dan meminta penjelasan agar paham. Dia belajar dengan khusyuk agar cepat mengerti.