Hello semuanya.
Happy reading!
_________
8 tahun yang lalu.
Kakak pertama Axton menatap Axton dengan tatapan penuh kebencian dan kesal sedangkan Axton menatap semua anggota keluarganya yang menunjukkan reaksi yang berbeda-beda. Ibunya hanya menatapnya dengan tatapan khawatir, kakak keduanya yang memilih untuk tidak ikut campur dan memilih untuk tetap makan dalam diamnya sedangkan kakak ketiganya menatapnya dengan cengiran lebarnya.
Axton hanya memasang wajah datarnya tanpa ekspresi sama sekali. Dia tahu kalau hal seperti ini akan datang suatu saat nanti dan sekarang adalah waktunya dia menerima takdir itu. Dulu saat mereka masih kecil, kakak pertamanya sangat sayang padanya. Mereka sering bermain bersama dan saling menyayangi satu sama lain hingga pada suatu hari saat Axton mulai masuk sekolah dan semua hal langsung berubah.
Ayahnya lebih sering membanggakan dirinya di depan orang lain dan terkadang membandingkan dirinya dengan kakak pertamanya yang memiliki kepintaran yang jauh dibawahnya. Sejak saat itu Axton selalu sendiri. Hanya ada pengasuh dan orang-orang yang bekerja didalam rumah besar ini yang selalu menemani hari-harinya dan saat dia pergi ke sebuah pesta dan disanalah dia bertemu dengan Aiden yang menjadi satu-satunya teman yang dia miliki sampai saat ini.
"Aku ingin kuliah." Ucap Axton dengan singkat.
"Kau bisa berkuliah sambil bekerja, son." Ucap ayahnya Axton.
"Aku juga berpikir kalau lebih baik Axton kuliah terlebih dahulu baru bekerja, sayang." Ucap ibunya Axton.
"Biarkan dia menikmati masa mudanya lebih lama lagi, dad." Ucap kakak kedua Axton.
"Iya, benar. Kasihan sekali adik kecilku." Ucap kakak ketiga Axton.
"Kalau begitu Axton akan bekerja setelah tahun pertama kuliahnya. Dia akan langsung menjabat menjadi kepala team." Ucap ayah Axton dengan keputusannya yang sudah bulat.
"Ini tidak adil, dad." Ucap kakak pertama Axton.
"Kenapa tidak adil? Ini sudah keputusanku berdasarkan pertimbangan yang sangat matang. Kalau kau ingin di posisi Axton maka bekerjalah lebih keras lagi. Didunia ini tidak ada hal yang bisa kau dapatkan dengan instan. Harus ada sesuatu yang harus kau berikan agar kau bisa mendapatkan sesuatu yang kau inginkan." Ucap ayah Axton.
Kakak pertama Axton hanya terdiam sambil menundukkan kepalanya ke bawah sedangkan Axton hanya menatap kakaknya dengan tatapan bersalah. Sampai sekarang dia tidak mengerti kenapa kakaknya itu sangat membenci dirinya. Padahal dia tidak pernah melakukan apapun ataupun menginginkan sesuatu. Jujur saja bukan ini yang dia mau. Jabatan, kekuasaan, kekayaan apalagi perselisihan seperti ini.
Dia hanya ingin sebuah kehidupan yang damai dan tenang di sebuah keluarga yang hangat dan ceria bukan keluarga yang penuh tekanan dan kepalsuan seperti ini. Bukan karena dia tidak menyayangi orang tua dan saudaranya, hanya saja jika dia bisa memilih ingin dilahirkan di sebuah keluarga yang seperti apa maka dia akan memilih untuk lahir di sebuah keluarga yang sederhana namun hangat dan penuh cinta.
"Maafkan aku anak-anak karena daddy harus kembali ke kantor sekarang." Ucap ayah Axton.
"Biar aku siapkan baju ganti untukmu." Ucap ibu Axton sambil berdiri.
Ibunya Axton berjalan meninggalkan mereka berlima di ruangan itu. Oh ya, Axton belum menceritakan tentang kedua orang tuanya. Ayahnya adalah pewaris tunggal keluarga Mckenzie karena dia adalah anak tunggal dan orang tuanya sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu dan ibunya adalah orang biasa yang bernasib baik bisa menikahi seorang pria tampan yang kaya. Ibunya itu dulunya seorang desainer yang memutuskan untuk pensiun demi mengurus keluarga.
Mereka bertemu beberapa kali di sebuah acara lalu jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah satu bulan kemudian. Mereka tidak pacaran dan tidak dijodohkan. Murni karena keinginan mereka berdua atas dasar kata cinta dan untungnya cinta mereka dapat bertahan sampai sekarang meskipun pernah diterjang badai berkali-kali. Axton tidak tahu mereka bertahan karena cinta atau karena dia dan saudaranya. Entahlah, dia tidak tahu.
"Aku juga harus ke bandara untuk pergi Paris malam ini." Ucap kakak kedua Axton.
"Good luck untuk proyek baru mu, anakku." Ucap ayah Axton dengan bangga.
"Terima kasih, dad." Jawab kakak kedua Axton sambil tersenyum.
"Aku juga harus kembali ke kantor." Ucap kakak pertama Axton sambil menatap jam tangannya.
"Berangkat bersamaku saja, son." Ucap ayah Axton.
"Baiklah, dad." Jawab kakak pertama Axton.
"Aku juga harus pergi ke kampus sekarang. Masih banyak tugas yang harus aku selesaikan." Ucap kakak ketiga Axton sambil berdiri.
"Hati-hati di jalan, nak." Ucap ayah Axton dengan khawatir.
"Don't worry, dad." Jawab kakak ketiga Axton sebelum pergi.
"Aku akan kembali ke kamarku sekarang." Ucap kakak kedua Axton.
"Aku juga akan kembali ke kamarku." Ucap Kakak pertama Axton sambil berdiri lalu pergi begitu saja.
Wanita cantik itu berdiri lalu berjalan menghampiri Axton setelah itu dia mendaratkan sebuah ciuman di puncak kepala Axton dengan sayang sedangkan Axton hanya terdiam dan tetap memasang wajah datarnya. Kebiasaan kakaknya yang satu ini memang selalu dia lakukan dari dulu dan masih dia lakukan sampai sekarang walaupun Axton sudah menginjak usia dewasa sekarang. Memalukan sih tapi Axton tidak bisa menolak keinginan kakaknya yang satu itu.
Waktu berjalan dengan cepat dan setelah itu mereka semua pergi meninggalkan meja makan dengan kesibukan mereka masing-masing. Axton yang dari tadi hanya terdiam dan memperhatikan keluarganya pergi satu per satu hanya bisa duduk dan menatap semua hidangan makanan yang sudah mulai dibersihkan kembali oleh para pelayan. Beberapa pelayan yang lewat didepan Axton hanya bisa menatap tuan mudanya dengan tatapan khawatir dan kasihan.
Memang ini bukan kali pertama Axton merasakan hal ini namun tetap saja mereka bisa merasakan perasaan Axton yang terluka setiap kali dia ditinggal sendirian di ruangan ini. Terkadang para pelayan merasa tidak tega dan kasihan melihat Axton yang selalu murung sendirian di dalam kamarnya namun disisi lain mereka tidak bisa melakukan apa-apa untuk membuat tuan mudanya tersenyum kembali.
"Tuan muda."
"Jangan khawatirkan aku." Jawab Axton setelah terdiam beberapa saat.
"Baik, Tuan muda."
Axton berdiri lalu berjalan meninggalkan ruangan itu dengan tenang. Rumah besar itu kembali terasa sepi meskipun banyak pelayan ataupun pengawal yang dari tadi berjalan melewatinya. Rumah ini terasa sangat hampa dan kosong sekali. Tidak ada cinta ataupun kehangatan yang menyelimuti rumah ini. Semua orang hanya sibuk dengan semua kegiatan dan urusan mereka masing-masing dan hanya pulang disaat-saat tertentu saja.
Inilah kehidupan sebenarnya di balik kesempurnaan yang orang lain lihat dari keluarganya. Sebenarnya keluarganya penuh kekurangan dan jauh dari kata sempurna karena didunia ini memang tidak ada yang sempurna. Semua yang diberitakan oleh media memang benar namun tidak benar juga secara bersamaan. Keluarga Mckenzie memang kaya dan hidup dalam kemewahan namun mereka tidak hidup dalam kehangatan keluarga yang normal.
Inilah kenyataan yang sebenarnya.
Memang terdengar sangat menyedihkan dan menyakitkan namun dia harus tetap bertahan didalam neraka buatan ini untuk selamanya. Tidak, mungkin sampai dia bisa berdiri sendiri diatas kedua kakinya dan hidup dalam keputusannya sendiri. Kapan saat itu akan tiba? Entahlah, dia belum tahu kapan saat itu akan tiba dalam hidupnya. Mungkin esok atau satu tahun lagi? Atau lima tahun lagi? Atau tidak sama sekali?
____________
To be continuous.