Hello semuanya.
Happy reading!
__________
8 tahun yang lalu.
Axton sedang membaca sebuah buku tebal yang berjudul Human physiology. Sejak dulu dia memang tertarik sekali dengan ilmu kesehatan dan medicine. Tanpa sepengetahuan orang tua dan kakaknya, dia selalu menyempatkan diri untuk membaca buku-buku seputar kesehatan yang dia beli sepulang sekolah. Tidak ada satupun yang tahu cita-citanya kecuali Aiden yang dengan tidak sengaja melihatnya sedang membaca buku ini di rooftop ini.
Aiden berjalan perlahan ke arah Axton yang masih terhanyut di dalam buku yang dia baca. Dengan langkah yang perlahan dan penuh hati-hati, Aiden melangkahkan kedua kakinya yang jenjang lalu duduk di sebelah Axton. Pertemanan mereka memang sudah terjalin sangat lama tapi entah kenapa rasanya seperti ada tembok tak kasat mata yang membatasi mereka berdua. Ada semacam penghalang besar yang membuat mereka merahasiakan rahasia mereka masing-masing dengan sangat rapat.
Axton membalikkan lembaran buku yang warnanya sudah berubah menjadi kekuningan itu dengan gerakan yang terlihat sangat elegan dan berkelas sedangkan Aiden kini sedang mendongakkan kepalanya ke atas sambil menatap langit biru yang dipenuhi awan putih dengan tatapan penuh arti. Mereka berdua memang tidak banyak berbicara satu sama lain tapi mereka saling mengerti satu sama lain.
Baik Axton maupun Aiden sama-sama beranggapan kalau rasa peduli dan rasa sayang terhadap teman tidak harus selalu diungkapkan menggunakan kata-kata. Mereka berdua sama-sama setuju jika sebuah perasaan itu lebih baik ditunjukkan menggunakan perlakuan daripada perkataan. Perkataan mungkin bisa berbohong tapi tidak dengan apa yang kita lakukan.
"Aku penasaran.. Dia sedang melakukan apa sekarang." Ucap Aiden sambil menatap langit cerah diatasnya.
Axton berhenti membaca dan berhenti membalikkan lembar halaman buku yang dia pegang. Dia menatap Aiden sambil menutup buku yang dia pegang. Terkadang dia merasa sangat kasihan pada Aiden yang harus selalu merasakan perasaan yang sangat menyiksa. Perjalanan Aiden sangat lah berat dan dapat bertahan selama ini adalah hal yang sangat luar biasa bagi Axton.
Mungkin jika dia yang berada di posisi Aiden untuk waktu yang lama, mungkin dia tidak akan pernah bisa bertahan seperti apa yang telah Aiden lakukan. Dia memang tidak tahu apa itu cinta. Cinta pertama, cinta sejati dan semua jenisnya. Dia benar-benar tidak bisa mengerti kenapa orang-orang selalu terjebak di dalamnya. Baginya cinta itu tidak berlogika. Tidak dapat dijelaskan dengan ilmu sains maupun dengan akal sehat dan dia adalah orang-orang yang sulit mempercayai hal-hal yang berada diluar logika dan akal sehat.
Sampai sekarang dia juga tidak bisa menemukan jawaban dari beberapa pertanyaannya seputar cinta. Dari mana cinta datang? Kapan cinta akan datang? Kenapa cinta ada? Dimana dia bisa menemukan cinta? Bagaimana bisa cinta membuat akal sehat dan kewarasan seseorang hilang? Apa yang spesial dari cinta? Coba jelaskan padanya sekarang karena dia sama sekali tidak mengerti apapun tentang cinta.
"I miss her." Ucap Aiden dengan tatapan sedih.
Axton ikut menatap langit yang berada jauh diatas mereka dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia juga penasaran bagaimana rasa rindu itu datang? Selama dia hidup dia tidak pernah merindukan siapapun dan apapun. Saat orang tuanya pergi untuk urusan bisnis dalam waktu yang sangat lama saja, dia tidak pernah merasa rindu apalagi menangis karena menurutnya hal-hal seperti itu sama sekali tidak merubah apapun.
Orang tuanya akan tetap pergi dan dia akan tetap sendirian. Lagian juga dia tidak mau menjadi penghalang dalam urusan orang tuanya. Begitupun juga dengan kakak-kakaknya yang umurnya terpaut lumayan jauh dari dirinya. Tidak ada satupun dari keluarganya yang bisa ditemui untuk waktu yang lama bahkan mereka hanya makan bersama satu bulan sekali atau saat ada acara tertentu yang mengharuskan mereka semua berkumpul di dalam satu ruangan.
Ironis sekali memang.
Kalau ditanya apakah dia tidak merasa kesepian sama sekali karena selalu ditinggal. Jawabannya adalah tentu saja dia merasa sangat kesepian namun dengan seiring berjalannya waktu dia menjadi terbiasa. Dia juga sudah berhenti mengharapkan sesuatu yang mungkin tidak akan pernah terjadi. Dia juga tidak pernah menuntut apapun pada orang tuanya maupun para kakaknya sehingga tidak ada yang menyadari keanehan yang ada didalam diri Axton.
Hanya Aiden dan Sarah yang baru menyadari keanehan pada Axton. Kenapa baru mereka berdua saja? Jawabannya adalah hanya mereka berdua saja yang melihat Axton dari sudut pandang yang berbeda. Kalau orang lain melihat Axton sebagai anak idaman semua orang tua, sosok yang sempurna, laki-laki kaya yang tampan dan pintar, ice prince, pria idaman semua wanita dan julukan lain yang sudah tak terhitung jumlahnya.
Sedangkan Aiden dan Sarah melihat Axton sebagai dirinya sendiri. Pria tanpa emosi dan ekspresi yang tidak memiliki gairah untuk hidup. Bagaimana ya mengatakannya, kalian pasti tahu zombie kan. Nah, Axton itu seperti zombie. Mayat hidup yang tidak memiliki emosi maupun jiwa. Menurut Sarah, Axton itu hanyalah sebuah wadah bagus yang mahal namun tidak memiliki isi apapun alias kosong.
Bahkan Aiden sempat merasa khawatir karena Axton tidak dapat merasakan ataupun menunjukkan emosi apapun. Axton benar-benar seperti robot dulu. Pokoknya Aiden merasa kasihan dan terus mencoba untuk membuat Axton menjadi normal lagi. Namun sepertinya sejak kehadiran Sarah di kehidupan Axton, pria dingin itu mulai menunjukkan beberapa emosi yang tidak pernah dia tunjukkan selama bertahun-tahun lamanya.
Aiden merasa lega sekaligus bersyukur karena ada seseorang yang bisa menarik Axton dari dalam kegelapan. Memang belum bisa dikatakan berhasil tapi setidaknya Axton sudah mulai menunjukkan kemajuan yang signifikan. Jika dibandingkan dengan diri Axton yang dulu, Aiden dapat mengatakan kalau Axton yang sekarang telah berubah walau hanya sedikit. Oleh karena itu dia mencoba untuk membuat mereka berdua menjadi lebih dekat lagi.
"Apa kau punya cinta pertama, bro?." Tanya Aiden tanpa menatap Axton.
"Aku tidak punya." Jawab Axton dengan tenang dan santai.
"Apa kau tidak pernah mencoba untuk jatuh cinta pada seseorang?." Tanya Aiden lagi sambil tersenyum tipis.
"Aku tidak pernah memikirkannya." Jawab Axton dengan wajah datarnya.
"Kau harus mencobanya mulai dari sekarang." Ucap Aiden sambil melirik Axton.
"Mungkin tidak." Jawab Axton dengan serius.
"Kau mungkin akan menemukan sesuatu yang selama ini tidak pernah kau temukan dimana pun." Ucap Aiden sambil tersenyum lebar.
Axton mengedipkan kedua kelopak matanya dengan perlahan sambil terus menatap langit biru yang berada sangat jauh sekali dari dirinya sama halnya dengan cinta. Baginya hal tersebut berada sangat jauh dari dirinya hingga tidak dapat dia raih atau gapai dengan kedua tangannya dan dia juga tidak pernah mengetahui cara untuk mendapatkannya. Dia cukup sadar diri dan berhenti mengharapkan sesuatu yang sudah pasti tidak akan pernah dia dapatkan.
"Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan kan, bro. Mungkin suatu hari nanti ada seorang perempuan yang akan membuatmu merubah sudut pandangmu terhadap cinta." Ucap Aiden lagi.
Axton menghela nafasnya dengan lelah. Sangat mustahil untuk orang seperti dirinya merasakan hal-hal seperti itu. Dia memang tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada dirinya di masa depan namun apa yang terjadi pada dirinya sekarang sudah dapat menggambarkan dirinya di masa depan. Axton menutup kedua matanya sambil merasakan angin sepoi-sepoi yang menyapu permukaan kulit wajahnya yang bersih dan mulus. Dia bahkan tidak bisa membedakan emosi yang dia rasakan.
"Aku tidak pernah berpikir kalau aku akan merasakan hal-hal semacam itu di masa depan." Ucap Axton dengan suaranya yang dalam dan berat.
"Tidak ada yang tidak mungkin, bro." Ucap Aiden sambil menatap wajah Axton.
"Awalnya aku juga memikirkan hal yang sama dan bersikap sama seperti yang kau lakukan sekarang. Kalau dipikirkan lagi aku adalah pria yang sangat jahat sekali. Saat itu aku sangat egois dan tak terkendali. Aku juga tidak tahu cara mendekati seorang gadis dengan benar dan hanya mengikuti semua kata hati dan apa yang otakku perintahkan." Ucap Aiden lagi.
"Aku benar-benar buruk." Ucap Aiden sambil tertawa.
Axton membuka kedua matanya dengan perlahan lalu menatap Aiden dengan tatapan sendu yang selalu ditunjukkan saat suasana hatinya sedang tidak baik. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya Axton merasa iri pada Aiden. Bukan karena ketampanan ataupun kekayaan yang Aiden miliki melainkan pada semua perasaan yang Aiden miliki. Dia iri karena Aiden masih bisa tertawa dan merasa bahagia akan suatu hal.
Dia jadi penasaran kapan dia akan merasakan apa yang Aiden rasakan selama ini dan bagaimana rasanya merasakan sesuatu hal yang dapat membuat kamu tertawa dan menangis disaat yang bersamaan? Axton kembali menatap lurus dengan tatapan kosong. Dia jadi benci pada dirinya sendiri karena selalu mengharapkan sesuatu yang mustahil untuk didapatkan. Dia sangat munafik karena selalu mengatakan tidak membutuhkan hal semacam itu padahal jauh didalam lubuk hatinya paling terdalam, dia juga ingin merasakan hal-hal seperti itu walau hanya satu kali.
Axton menundukkan kepalanya ke bawah lalu menatap sepatu mahal yang baru dipakai satu kali. Dia jadi bertanya-tanya kenapa orang-orang bisa mengatakan kalau mereka lebih bahagia bersama orang yang mereka cintai daripada memiliki banyak harta dan uang. Mereka sangat naif begitu juga dengan dirinya.
Bahkan sekarang dia jadi ingin merasakan bagaimana rasanya mencintai dan dicintai seseorang. Merindukan dan dirindukan oleh seseorang. Tertawa dan menangis karena seseorang. Ataupun melakukan hal-hal yang tak pernah dia lakukan sebelumnya bersama seseorang yang dia cintai. Kira-kira bagaimana rasanya?
"Sepertinya kita harus kembali ke kelas sekarang, bro." Ucap Aiden sambil menatap jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Baiklah." Jawab Axton sambil berdiri.
___________
To be continuous.