Anjeli ketakutan, tubuhnya gemetar sepanjang jalan. Dia tahu jalan itu tidak jauh dari kampusnya. Dia tidak bisa lagi berfikir jernih. Tas dan seisinya masih tertinggal di ruang rapat tadi.
"Pak, bolehkah saya pinjam ponsel bapak? Saya ingin menelpon teman saya." Ucap Anjeli saat motor tukang ojek itu melintas di dekat Kampus.
"Oh iya mbak. Kita berhenti dulu ya." Tukang ojek inipun menghentikan motornya di tepi jalan, lalu mengeluarkan ponselnya dan menyerahkan pada Anjeli.
"Terimakasih Pak." Ada untungnya juga Anjeli yang hafal nomor telepon orang-orang terdekatnya. Jadi dia bisa dengan mudah menghubungi Riana.
"Halo... Assalamualaikum Jeli. Kamu ada di mana? ini temen-temen pada nyariin kamu semua."
"Waalaikumsalam Ri, bisa kamu jemput aku di jalan dekat kampus? Aku saat ini sedang berada di dekat warnet ABC." Ucap Anjeli dengan suara lirih dan terbata bata. Dia masih trauma dengan kejadian yang tadi menimpanya.
"Oke-oke aku ke sana sekarang. Kamu jangan kemana-mana ya." Mendengar suara Jeli yang terdengar lirih dan terbata-bata, Riana tahu sahabatnya ini sedang tidak dalam keadaan baik.
"Iy..ya.. a..ku tung..gu ya." Anjeli menutup sambungan teleponnya, dan menyerahkan ponsel itu kepada tukang ojek yang menolongnya.
"Bagaimana mbak? Saya antar langsung ke rumah? atau mbak mau lapor polisi?"
Mendengar kata polisi, Anjeli ingin sekali melaporkan kejadian percobaan perkosaan yang dilakukan lelaki tadi padanya. Tapi dia takut, masalahnya akan bertambah besar nantinya.
"Tidak Pak. Saya menunggu teman saya saja." Ucap Anjeli sambil mengusap airmatanya.
Tukang ojek itu prihatin dengan keadaan Anjeli. Walau dia sebenarnya juga tidak tahu kejadian apa yang menimpa gadis di hadapannya ini. Dia menemani Anjeli sampai Riana datang.
Lampu motor Riana yang terang membuat Anjeli memejamkan matanya saat Riana datang.
"Jel, kamu tidak apa-apa?" Ucap Riana sambil memegang kedua bahu sahabatnya ini.
"Ri, tasku mana?" Riana menyerahkan tas milik Anjeli. Lalu mengambil sejumlah uang.
"Pak, terimakasih ya. Ini buat bapak. Terimakasih sudah menolong saya."
"Tidak perlu mbak. Saya ikhlas nolongin mbak. Kalau begitu saya permisi dulu ya. Karena sudah ada teman mbak yang menjemput."
"Tapi Pak.."
"Sudah mbak tidak apa-apa. Saya sarankan mbak untuk segera lapor polisi biar penjahatnya segera ditangkap."
"Sekali lagi terimakasih banyak ya, Pak." Anjeli kasihan pada bapak yang mengenakan jaket ojek online itu. Harusnya mungkin beliau bisa mendapatkan penghasilan tadi. Anjeli merasa bersalah karena telah menyita waktu bapak itu.
"Jel, kamu cerita. Sebenarnya ada apa?"
"Aku takut Ri."
"Sudah-sudah ayo aku antar ke Rumahmu saja ya."
"Enggak Ri. Mas Mirza sedang tidak di rumah. Aku takut sendirian di sana." Anjeli memelintir ujung jilbabnya karena saking takutnya pada lelaki yang tadi berusaha mengambil kehormatannya. Dia tidak mungkin membawa Riana ke rumah Mirza. Kalau Mirza tahu ada orang lain yang masuk ke dalam rumahnya, Mirza pasti akan marah.
"Ya sudah ayo ikut aku ke kost. Kamu bisa ceritakan di sana." Anjeli mengangguk. Riana pun memboncengkan Anjeli menuju ke kost yang ditinggalinya.
Tak lama, motor Riana sampai di depan kos dengan cat warna hijau muda, yang bagian depannya ada papan kecil bertuliskan TAMU PRIA DILARANG MASUK. Jadi Anjeli akan merasa aman tinggal sementara di kos Riana ini.
"Kamu cuci muka dan bersihkan dulu dirimu ya, Jel. Nanti kamu baru cerita." Anjeli mengangguk. Riana khawatir dengan keadaan Anjeli. Karena baju dan khimar yang dikenakan Anjeli nampak kusut. Entah apa yang sebenarnya terjadi.
"Ayo kamu coba ceritakan pelan-pelan, Jel. Ada apa sebenarnya sama kamu." Tanya Riana saat mereka berdua kini berada di dalam kamar kos milik Riana.
"Aku takut Ri." Anjeli terisak. Berat rasanya harus menceritakan kembali kejadian menakutkan tadi.
"Minum dulu, Jel biar kamu tenang." Riana mengambil airputih untuk Anjeli. Karena hanya itu yang dia punya saat ini.
"Dia mau memperkosaku tadi, Ri." Riana terbelalak mendengar ucapan Anjeli. Dia tahu Anjeli selalu mengenakan busana tertutup dan longgar. Tidak pernah memperlihatkan lekuk tubuhnya. Tapu bagaimana bisa ada orang yang tega melakukan itu pada Anjeli. Riana memeluk sahabatnya yang sedang menangis itu.
"Siapa yang melakukan itu, Jel? Taoi dia belum sempat melakukannya kan? Ayo kita laporkan pada polisi. Kamu tidak boleh diam saja."
"Aku tidak tahu, Ri. Karena tadi aku pingsan. Sepertinya dia memberi aku obat bius waktu di kamar mandi tadi. Alhamdulillah aku cepat sadar. Dan bajuku juga masih lengkap. Aku sama sekali tidak tahu apa yang dia lakukan waktu aku tidak sadar. Aku sangat takut Ri."
"Siapa dia Jel?"
"Romi, Ri."
"Brengsek itu orang!! Kurang ajar. Ayo Jel, kita harus laporkan dia ke polisi."
"Tidak Ri. Aku tidak mau masalahnya jadi panjang. Kalau Mas Mirza tahu, dia akan marah besar. Lagi pula Mas Mirza sedang berada di luar kota. Aku takut jika dia tahu tentang hal ini, Dia nanti akan khawatir." Entah dimana Mirza sekarang, Anjeli juga tidak tahu. Dia juga takut pulang ke rumah Mirza. Karena Romi tahu dimana rumah Mirza. Dia takut Romi akan mendatanginya ke sana.
"Tapi dia akan bebas berkeliaran nantinya, Jel. Itu akan membahayakanmu. Mungkin tadi kamu bisa lolos dari dia. Tapi bagaimana kalau besok-besok dia melakukannya lagi?"
"Tolong Ri. Tidak usah. Dan tolong jangan bilang sama siapa-siapa. Aku malu Ri. Orang akan memandangku rendah nantinya. Padahal kamu tahu aku begitu melindungi diriku dengan pakaian yang longgar agar tidak menarik lawan jenis. Tapi kenapa Romi bisa berfikir nekat seperti itu?"
"Dasar psikopat itu Romi!!! Sudah sudah. Tidak apa-apa kalau kamu tidak mau melaporkan kasus ini. Aku tidak akan memaksa. Romi tahu di mana rumah suamimu?"
"Dia tahu. Karena dia mengenal mas Mirza."
"Dasar gila itu anak. Mau cari mati dia?"
****
"Sialan!!!" Romi meninju tembok kamarnya. Hampir saja dia menodai Anjeli tadi. Tapi tad tiba-tiba dia seperti melihat dua orang berjubah putih di dekat Anjeli.
"Tapi ingat An, Aku akan membuat rumah tanggamu hancur. Aku akan mengambilmu dari Mirza." Romi tersenyum sinis.
Dia mengambil kunci motornya lalu bergegas pergi ke klub malam tempat dia bekerja. Ada satu hal yang sedang direncakan oleh Romi. Dia memang mencintai Anjeli sejak masuk kuliah. Anjeli yang cantik dan sopan, membuat hatinya bergetar. Tapi dia waktu itu tidak berani mendekati karena pekerjaan yang dia jalani berbanding terbalik dengan Anjeli yang alim. Tapi setelah Romi tahu Anjeli mendapat suami seperti Mirza yang suka minum dan seorang pemakai, Romi menjadi tak terima.
"Kalau Mirza saja bisa dapetin kamu. Akupun juga bisa dapetin kamu Anjeli. Ternyata kamu tidak sealim yang aku pikirkan. Lihat saja apa yang akan aku lakukan nanti " Gumam Romi saat mengendarai motornya ke arah klub malam tempat dia bekerja.
*******