Chereads / SINCERITY OF LOVE (END) (SUDAH TERBIT) / Chapter 21 - MENCARI KEBENARAN

Chapter 21 - MENCARI KEBENARAN

Mirza harus mendapatkan penjelasan dari semua yang sudah terjadi hari ini. Mulai dari penyitaan rumah hingga penjualan perusahaan, membuat Mirza harus meminta penjelasan dari Miftah dan Miqdam. Yang tak lain adalah kedua kakak kandungnya. Pertama Mirza akan pergi ke rumah Miftah yang lebih dekat jaraknya. Dia tinggal di perumahan elit yang sengaja dibeli Mirza untuk Miftah dan juga Miqdam yang istrinya minta rumah di perumahan yang berbeda dengan Miftah.

Mirza mengacak rambutnya frustasi: tidak tahu kenapa Kakaknya bisa melakukan hal sejauh itu terhadapnya. Padahal selama ini dia selalu mencukupi kebutuhan mereka meskipun kedua Kakaknya itu tidak pernah mau membantu bekerja di perusahaan.

Setiap bulannya Mirza selalu mengirim uang kepada mereka untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Belum lagi setiap kakaknya meminta ini dan itu Mirza selalu berusaha untuk memenuhi. Tetapi kenapa begitu teganya kedua kakaknya itu menjual perusahaan yang selama ini menjadi sumber pendapatan bagi mereka.

Mirza sekarang berada di depan rumah Miftah yang terlihat sangat sepi. Hanya ada security yang terjaga di depan rumah.

"Permisi Pak, apa Pak Miftah ada di rumah?" Ucap Mirza saat dia keluar dari mobil dan menghampiri security itu. Mirza merasa heran karena security yang ia temui berbeda dari security yang dipekerjakan oleh kakaknya dulu.

"Maaf Pak di sini tidak ada yang bernama Miftah. Pemilik Rumah ini bernama James. Ia adalah orang berkewarganegaraan Amerika."

"Tidak mungkin, Pak. Ini rumah kakak saya. Memangnya yang bernama James itu sudah lama tinggal di sini?"

"Saya bekerja di sini kira-kira Baru dua minggu Pak. Dan sepertinya memang Tuan James baru saja pindah ke rumah ini." Mirza merasa lemas saat mendengar penjelasan dari security. Entah lelucon macam apalagi yang sedang diciptakan oleh kakaknya. Memaksapun security masuk ke dalam tidak akan ada gunanya.

"Ya sudah Pak kalau begitu saya permisi dulu. Terima kasih." Mirza pun akhirnya pergi dan segera menuju ke rumah kakaknya yang kedua yaitu Miqdam. Sepanjang perjalanan dia sama sekali tidak bisa fokus. Begitu banyak pertanyaan di dalam kepalanya yang belum terpecahkan semuanya. Apakah ini ada hubungannya dengan menghilangnya Beni? Atau ini adalah rekayasa Romi? atau kakaknya? Mirza sama sekali tidak bisa menjawabnya. Hanya menduga-duga saja.

Lima Belas menit kemudian Mirza telah sampai di rumah milik Miqdam. Rumah mewah yang ada di kawasan perumahan yang berbeda dengan Miftah.

Mirza melihat ada seorang perempuan yang sedang membuang sampah di depan rumah miqdam. Mungkin itu adalah asisten rumah tangga Miqdam yang baru pindah karena sebelumnya dia belum pernah melihat asisten rumah tangga yang satu itu.

"Permisi Bu, apa Pak miqdam ada di rumah?"

"Miqdam? Maaf mas mungkin mas salah rumah. Di sini tidak ada yang bernama Miqdam."

"Saya tidak mungkin salah, Bu. Karena saya beberapa kali ke rumah ini. "

"Oh mungkin pemilik yang sebelumnya mas. Karena rumah ini baru saja dibeli oleh Nyonya Revalina? "

"Revalina? "Mirza semakin kalut. Entah kemana kedua kakaknya itu. Sepertinya mereka memang sudah merencanakan dengan matang tentang semua ini.

"Iya Mas, pemilik Rumah ini namanya Nyonya Revalina. Dia baru pindah ke sini mungkin sekitar 2 mingguan. "

" Oh ya sudah kalau begitu Bu. Saya permisi dulu. Terima kasih banyak atas informasinya. "

"Sama-sama mas. "

Mirza memukul setir mobilnya saat dia berada di dalam mobil. Dia tidak tahu lagi harus mencari ke mana. Sedari tadi dia mencoba untuk menghubungi Miftah dan Miqdam tak ada satupun yang tersambung. Mereka seperti hilang ditelan bumi. Harapan dia yang terakhir adalah Beni. Hanya Beni yang tahu tentang masalah ini. Tapi di mana dia mencari Beni? Bahkan alamat rumahnya ini pun dia tidak tahu. Memang kesalahan Mirza Jika dia tidak pernah peduli dengan hal pribadi bawahannya, termasuk dimana rumah Beni.

Mirza mengingat sesuatu. Bukankah dulu yang menjodohkan dia dengan Anjeli adalah Beni dan tantenya? Berarti ia pasti tahu gimana Beni sekarang. Mirza akan pergi ke toko pakaian anak milik tantenya Beni. Tanpa pikir panjang dia segera menginjak gas dan melaju dengan kecepatan tinggi.

"Semoga saja setelah menemui tantenya Beni, nanti ada titik terang tentang keberadaan laki-laki itu."

Mirza memarkirkan mobilnya tepat di depan toko pakaian anak milik tantenya Beni. Sejenak dia mengingat Bagaimana pertemuannya dengan Anjeli waktu pertama kali. Jika mengingat hal itu Mirza rasanya bahagia sekali. Dia seperti menemukan bidadari dalam hidupnya. Tak ingin berlarut-larut melamun masa pertemuannya dengan Anjeli, Mirza segera turun dari mobil dan masuk ke toko pakaian tersebut. Mirza belum pernah melihat tantenya Beni sebelumnya.

"Maaf Mbak, saya ingin bertemu dengan pemilik toko ini. Beliau ada di dalam? "

"Oh Bu Siska? "

"Iya Bu Siska. Saya ada perlu dengan beliau."

"Ada Pak. Mari ikut saya. Mirza menunggu di kursi depan kasir. Sedangkan pegawai tadi memanggil kan bu Siska untuknya.

Sesaat kemudian Bu siska keluar bersama Pegawai toko tadi. Siska tampak mengernyitkan dahinya, Sepertinya dia memang tidak mengenal Mirza sebelumnya.

"Maaf anda siapa ya?"

"Maaf, saya Mirza. Saya atasannya Beni di kantor." Saat Mirza menyebutkan nama Beni. Mendadak Bu Siska wajahnya berubah menjadi gelap.

"Maumu apa kamu mencarinya?"

"Saya hanya ingin menanyakan sesuatu kepadanya. Karena perusahaan saya sedang ada masalah dan saksi kuncinya hanya Beni."

"Saya tidak tahu dimana Beni. Asal kamu tahu, setelah mengantarkan kamu waktu itu, Beni hilang. Sedangkan mobil yang dikendarai terbakar. Namun sampai sekarang mayatnya Beni belum diketemukan. kami tahu saat ini keluarganya sedang berduka. Mereka berusaha untuk mencarimu setelah Beni hilang, tetapi kamu juga hilang Tidak ada kabar. Sedangkan rumahmu juga sepi. Apa mungkin hilangnya Beni dalam keadaan hidup ataupun mati ada hubungannya dengan mu? "Bu siska mulai terlihat emosi saat bercerita di depan Mirza.

"Maaf Bu selama 1 bulan ini saya memang mempercayakan perusahaan pada Beni. Karena dia adalah orang kepercayaan saya dan selama itu saya sedang berada di pondok pesantren."

"Lucu sekali. Padahal kamu bosnya tapi kamu seperti tidak peduli dengannya. Hingga baru sekarang kamu mencari Beni"

"Maaf Bu, Beni sendiri yang mengantarkan saya waktu itu. Dan setelah saya pulang dari Pondok Pesantren, Beni tidak bisa dihubungi. Dan yang lebih parahnya lagi tiba-tiba saya mendapatkan surat penyitaan atas rumah saya dan penjualan perusahaan saya. Bagaimana saya tidak syok mendengar berita seperti ini, Setelah saya pulang. Sedangkan yang tahu apa yang terjadi di perusahaan hanya Beni. Saya hanya ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tolong maafkan saya, Bu. Saya benar-benar tidak tahu dimana Beni sekarang. Oleh sebab itu saya mencarinya ke sini."

Siska mendengarkan Mirza dan akhirnya dia merasa Iba. Sama dengan Mirza, Siska pun otaknya dipenuhi dengan banyak pertanyaan tentang keberadaan Beni. Dia masih berharap keponakannya itu masih hidup.