Anjeli merasa sedikit ragu, dia ingat bahwa Ibunya dan adik-adiknya menunggu dirumah. Dia meminta agar Mirza mengantarkannya pulang ke rumah terlebih dahulu. Mirza pun mengizinkan Anjeli untuk pulang terlebih dahulu, dia juga ingin tahu bagaimana kondisi Anjeli sebenarnya. Agar dia juga lebih yakin tentang pilihannya. Anjeli dengan ragu masuk ke dalam mobil milik Mirza dia duduk disebelah Mirza.
Sekilas dia melihat Mirza adalah laki-laki yang tampan, gagah,memiliki raut wajah yang tidak menunjukkan bahwa dia adalah orang jahat. Suasana di dalam mobil menjadi hening tanpa suara. Mirza dan Anjeli sama-sama Diam tidak bersuara.
Ketika masuk di daerah tempat tinggal Anjeli, Mirza melajukan mobilnya dengan pelan sebelum berangkat tadi, Anjeli sudah memberi tahu alamat rumah Anjeli. Mereka tiba di di depan sebuah rumah sederhana bahkan terkesan kecil untuk ukuran Mirza rumah yang sederhana namun terlihat bersih dari luar menunjukkan pemiliknya yang memperhatikan kondisi rumahnya.
"Kita sudah sampai, Mari turun akan aku ajak kau bertemu dengan ibuku." Hujan sudah mulai reda, Anjeli dan Mirza sama-sama turun dari mobil. Anjeli membuka pagar dengan hati-hati dia takut akan membangunkan ibunya yang pasti Sudah terlelap saat ini. Meskipun terkadang ibunya tidak bisa tidur semalaman akibat perut yang mulai membesar dan rasa panas yang menjalari tubuhnya. Adiknya yang masih SMA yang membantu menjaga ibunya di rumah jika tidak ada Anjeli.
Anjeli mengetuk pintu rumahnya dan mengucapkan salam. Beberapa saat kemudian adiknya Rendi, membukakan pintu untuk Anjeli. Rendi heran karena kakaknya yang selama ini tidak pernah mengenal laki-laki dengan dekat tiba-tiba pulang bersama dengan seorang laki-laki.
" Kak, Siapa dia? Kenapa Kakak bisa bersama dengan laki-laki asing? "
"Nanti akan kakak jelaskan di dalam. Sekarang apa Ibu sudah tidur, Ren? "
"Belum kak, Ibu menanyakan Kakak dari tadi. Beliau belum bisa tidur jika Kakak belum pulang. Ibu khawatir karena di luar hujan sangat deras. beberapa kali Ibu menangis kak. Memikirkan kakak yang harus banting tulang sendiri sekarang. "
Mirza seketika merasa nasib Anjeli sama dengannya. Dia masuk ke dalam rumah Anjeli dan melihat kondisi rumah yang begitu kecil namun bersih. Anjeli mengajaknya bertemu dengan ibu dan adiknya."
" Anjeli, Kau sudah pulang nak? Apa kau kehujanan? Maaf ya karena ibu sakit, kamu jadi banting tulang sekarang." Ibu Anjeli terlihat menitikkan air mata tak kuasa menahan rasa sedih melihat putrinya harus pulang larut malam hanya untuk bekerja mencari uang untuk biaya hidup mereka.
"Ibu, Tolong jangan bicara seperti itu. Sudah kewajiban Anjeli untuk membantu ibu. Saat ini yang terpenting ibu harus sembuh dulu ya. Jangan terlalu khawatir dengan keadaan Anjeli."
"Dia siapa Nak? " ucap Ibu Anjeli sambil jarinya menunjuk ke arah Mirza.
Anjeli menoleh kearah Mirza, Mirza akhirnya angkat suara. Dia ingin meminta Restu untuk menikahi Anjeli malam ini juga.
"Ibu, saya datang ke sini untuk meminta izin dan restu untuk menikahi Anjeli malam ini juga. Karena Ibu saya dalam keadaan kritis saat ini. Beliau ingin melihat saya menikah dengan wanita yang baik. Ketika melihat Anjeli, Saya yakin bahwa Anjeli bisa menjadi istri yang baik untuk saya. Apakah ibu mau mengizinkan Anjeli menikah dengan saya? "
Ibu Anjeli nampak memperhatikan Mirza. Dia melihat adanya kejujuran di mata Mirza. Entah kenapa dia begitu yakin bahwa Mirza adalah laki-laki yang baik dan sungguh-sungguh untuk mencintai Anjeli. Dengan kondisinya yang stadium 4. Dokter memperkirakan usia Ibu Anjeli tidak akan lama lagi. Ibu Anjeli juga ingin melihat Anjeli menikah dengan laki-laki yang baik. Jika sekarang ada laki-laki yang ingin meminangnya, tentu saja dia sangat bahagia. Setidaknya Jika dirinya nanti sudah tiada, akan ada laki-laki yang akan menjaga Anjeli dan adik-adiknya.
"Ibu akan merestui kalian, tapi ijinkan Ibu ikut bersama kalian. Ibu juga ingin melihat ibumu yang sedang sakit dan menyaksikan pernikahan kalian."
"Baiklah Bu, mari saya bantu untuk masuk ke dalam mobil. Kita akan sama-sama pergi ke rumah sakit karena dokter sudah menelpon saya agar saya bisa cepat sampai di rumah sakit sekarang."
Mirza membantu ibu Anjeli untuk berjalan kemudian dia menggendong beliau ke dalam mobilnya diikuti Anjeli dan dan kedua adiknya Rendy dan Amel. Sepanjang perjalanan , Mirza merasa sangat khawatir akan kondisi ibunya di rumah sakit. Mirza takut dia terlambat untuk menemui ibunya. Sambil merapalkan doa dalam hati, Mirza masih tetap fokus dengan jalanan. Sesaat kemudian mobil telah sampai di parkiran Rumah Sakit. Mirza segera memanggil perawat untuk mengambilkan kursi roda untuk ibu Anjeli.
Mirza diikuti Anjeli dan adik-adiknya setengah berlari menuju ke ruangan tempat ibunya Mirza dirawat. Di sana sudah kakak, Adik Mirza dan saudara-saudaranya. Sudah ada penghulu yang juga menantinya di sana. Ya tadi Mirza memang sudah mempersiapkan semuanya, setelah Dia mendapat kepastian dari Anjeli dia bergegas untuk menghubungi penghulu agar segera ke rumah sakit.
"Mirza, mana calon istrimu? Ibu sudah menunggu di dalam. Beliau ingin melihatmu menikah. Kondisi beliau sangat lemah. Cepatlah temui beliau!" Ucap Kakak Mirza yang sudah menikah. Mirza ditemani Anjeli masuk ke dalam ruangan menemui Ibunya Mirza.
"Ibu, Mirza sudah membawa calon istri Mirza. Kenalkan ini Anjeli dia yang akan Mirza nikahi, Bu."
Ibunya Mirza melihat kearah Mirza dan Anjeli. Titik pandangannya ke arah Anjeli sangat lama kemudian beliau tersenyum.
"Kamu pintar memilih istri, Mirza. "
" Iya Bu, sebentar lagi penghulu akan menikahkan kami. Ibu bisa melihat kami menikah. Tolong ibu sembuh ya setelah kami menikah. Agar ibu bisa melihat anak-anak kami tumbuh besar. " Mirza berharap bahwa ada keajaiban untuk ibunya supaya bisa sembuh dari penyakitnya. Meskipun kemungkinan itu sangat kecil. Mirza keluar ruangan memanggil penghulu, Rendy dan juga saudara-saudaranya untuk masuk ke dalam ruangan menyaksikan pernikahannya dengan Anjeli. Rendy di luar ruangan tadi sudah mempersiapkan diri untuk menjadi wali nikahnya Anjeli.
Setelah semuanya sudah siap Rendy dan penghulu duduk berhadapan dengan Mirza ,mereka duduk di samping tempat tidur ibunya Mirza. Ibunya Mirza menitikkan air mata, terharu karena bisa melihat pernikahan anaknya di detik-detik terakhir dirinya hidup di dunia.
"Saya terima nikah dan kawinnya Anjeli Rahmatika binti Muhammad Aswan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Setelah semuanya mengucapkan kata sah, ibunya Mirza terlihat nafasnya sudah mulai berat. Mirza yang berada di sebelahnya, menuntun ibunya mengucapkan kalimat syahadat.
Dengan nafas yang berat ibunya Mirza sedikit demi sedikit melafalkan syahadat dan beberapa saat kemudian ibunya telah pergi untuk selamanya. Cita-cita Mirza untuk bisa membahagiakan ibunya di detik terakhir hidupnya telah terlaksana. Walaupun dalam hatinya dia berharap ibunya dapat sembuh tapi rupanya takdir berkata lain. Ibunya kini telah diambil oleh pemiliknya. Tepat pukul dua belas malam di hari itu.