Selamat datang di chapter 7
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo (biasanya suka gentayangan)
Thanks
Happy reading everyone
Hope you like it
❤❤❤
________________________________________
I wish I could explain your eyes, and how your voice gives me a butterflies , how your smile makes my heart skip a beat and everytime I'm with you, I feel so complete
••The Love Bits••
________________________________________
Jakarta, 29 Desember
At the Mask Party
21.35 p.m.
Dari sinilah semuanya akan di mulai.
Aku membulatkan tekatku untuk menyatakan perasaan pada kak Jordan ketika keluar dari toilet untuk mencari sosoknya di antara lautan manusia dalam pesta topeng ini.
Celingukan ke sana ke mari, pandanganku menyapu ke seluruh penjuru tempat ini. Ketika pandanganku menyusuri bar, barulah aku melihat kak Jordan. Ia sedang duduk di kursi bar tinggi sendirian. Punggung gagahnya sudah pasti dapat kukenali.
Secara perlahan aku mendekatinya yang masih duduk memunggungiku. Menggerakkan kaki selangkah sangatlah susah, seperti menyeret beban seberat satu ton. Setelah berhasil, dengan berdebar aku mulai menyapanya.
"Gue mau ngomong sama kakak," kataku sedikit bergetar, suaraku juga sedikit keras karena alunan musik sedikit mendominasi. Ia baru akan berbalik tapi aku dengan cepat menghentikannya.
"Stop, jangan liat sini, kakak cukup dengerin aja sampe gue kelar ngomong!" seruku. Lalu ia diam, menungguku berbicara.
"Se-sebenernya, g-gue uda lama suka sama kakak, ma-mau nggak kakak pacaran sama gue?" ucapku terbata - bata karena saking gugupnya.
"Oke," katanya.
Tunggu, ada yang aneh, ini bukan suara kak Jordan. Suara kak Jordan tidak seberat ini. Sedangkan suara laki - laki yang di depanku mirip seperti penyanyi George Ezra. Lalu perlahan ia menoleh ke kiri dan menyeriangai. Lampu temaran membentuk siluet hidungnya yang mancung sempurna. Di tangan kanannya juga memegang seputung rokok yang asapnya masih mengepul. Padahal jelas kak Jordan tidak merokok!
Aku semakin takut ketika ia melepas topengnya dengan tangan kiri lalu smirk smile. Jantungku berdebar kencang, keringat dingin bercucuran, badanku hanya bisa mematung seperti kanebo kering dan berdo'a. God! Kill me righ here right now!
He's Jayden Wilder! How stupid I'm. Bagaimana aku bisa salah orang? Dan bagaimana juga ia bisa ada di pesta topeng ini? Mengenakan tuxedo hitam seperti yang lainnya?
He's putting his mask on the table carelessly. Ia juga mematikan rokoknya. Lalu berdiri dan berjalan ke arahku yang masih mematung, berdebar, serta ketakutan melihatnya. Perlahan ia melepas topengku dan menyebut nama lengkapku dengan suara berat itu. Membuatku merinding.
"Berlian Melody," panggilnya sekali lagi sambil menyentuh pipiku yang dingin. Seketika itu juga aku merasakan kehangatan tangannya yang menjalar di seluruh tubuh kakuku.
"How cute you are. My Melody."
~~~
Jakarta, 29 Desember
22.45 p.m.
Aku tidak tahu harus berterima kasih kepada daddy karena telah memaksaku ikut dalam ke acara pesta topeng penggalangan dana akhir tahun untuk bisa menyatakan perasaan pada kak Jordan, atau harus ngambek karena pada akhirnya semua rencana yang kususun tidak berjalan dengan lancar.
Saat kemarin Karina menyemangatiku untuk menyatakan perasaan pada kak Jordan, kami sudah memiliki dua perkiraan tentang jawabannya. Bisa saja aku di terima atau di tolak—yang sudah kupersiapkan hatiku, dan mungkin akan tertolong dengan bantuan masquerede mask yang kukenakan yang tidak akan membuatku di kenali dan dapat menutupi rasa sedih sekaligus malu.
Namun kali ini? Sama sekali tidak ada dalam prediksiku ketika orang yang kuajak berpacaran adalah orang yang salah, terlebih itu adalah Jayden Wilder. Mungkin seribu di banding satu dari semua kemungkinan yang ada dalam situasi ini, apa lagi ia menerimaku. Itu sangat tidak masuk akal.
Malam harinya aku tidak bisa tidur sama sekali. Aku masih memikirkan Jayden Wilder. Tatapan matanya, suara beratnya, sentuhan tangan hangatnya, dan pujiannya yang membuat hatiku berbunga - bunga.
Aku juga tidak tahu kenapa harus ada kata berbunga - bunga dalam kamusku untuk sebuah pujiannya. Apa karena selama ini aku belum pernah di puji laki - laki? Lalu laki - laki dingin irit bicara itu memujiku?
Dan apa katanya? My Melody? Ya Tuhan wajahku panas.
Aku menepuk - nepuk pipiku dan menyuntikkan kalimat - kalimat kenyataan. Sadar Mel lo salah nembak, batiku berusaha menyadarkan diri sendiri.
Sebenarnya aku ingin menceritakannya ke kak Brian tapi kakakku itu sedang tidak ada di rumah—mungkin kencan—atau menceritakannya pada daddy, tapi beliau juga masih belum pulang. Aku tidak pulang bersama beliau karena Jayden mengantarku. Kau tahu? Ia juga pamit pada daddy sebelum pergi.
Untuk itu siapa lagi saat ini yang bisa kutumpahi keluhan selain my best friend Karina Nasution?
Aku yang sudah memakai baju tidur gambar kucing - kucing lucu pun berguling ke kasur untuk mengambil ponsel di atas nakas dan segera menelpon Karina. Aku tahu ini sudah hampir jam sebelas malam, tapi aku tidak dapat mencegah diriku sendiri untuk menelponnya karena benar - benar membutuhkan Karina. Semoga ia belum tidur.
"Belom tidur lo?" sapaku ketika Karina menangkat telpon.
"Baru mau tidur, tumben nelpon malem - malem, kangen gue?"
Aku menghiraukan gurauannya dan langsung berteriak, "Kaaarrr, gue salah nembak cowok..."
Sahabatku itu juga ikut berteriak, "hah? Sumpah lo Mel?"
"Uda gitu di terima pula... Gimana nih Kar?"
Aku mendengar Karina mendecih."Kenapa oon lo nggak sembuh - sembuh sih? Ya uda tinggal bilang salah tembak gitu aja apa susahnya?"
Astaga! Jika semudah itu, tentu aku akan langsung mengatakannya.
"Nggak segampang omongan lo Kaaarrr... Lo nggak tau sih siapa cowok yang salah gue tembak. Gue takut Kar."
"Emang siapa? Takut kenapa?" tanya Karina beruntuk karena tidak sabar menunggu jawaban dari ceritaku yang menyedihkan ini.
"Jayden Wilder."
"Siapa dia Mel? Kok gue baru denger?"
Aku akhirnya baru menceritakan semua tentang Jayden Wilder yang dulunya tidak kuanggap penting pada Karina. Ia tercengang, lalu tetap berusaha menenangkan dan menyemangatiku agar berani mengatakan pada Jayden jika aku salah menyatakan perasaan.
"Ya udah lo buruan tidur gih biar lebih tenang, terus besok refresing kemana gitu mumpung liburan panjang," ucap Karina mencoba mengusulkan sesuatu.
"Ya uda deh. Lo sendiri mau liburan ke mana?"
"Gue mau ngedate aja sama kak Rico."
"Eh uda jadian lo?" tanyaku penasaran.
"Hehehehe rahasia."
"Ih pelit banget, kalo uda jadian, traktir gue kek."
"Iya kapan - kapan kalo masuk sekolah lagi, ya uda gue uda ngantuk, tidur dulu ya."
"Oke thank you Kar."
"Iya, sama - sama Mel."
~~~
Jakarta, 30 Desember
08.50 a.m.
Hari ini merupakan hari pertama liburan panjang sekolah di mulai. Jadi rencananya aku akan sleeping beauty karena butuh ketenangan. Tapi sepertinya semua orang tidak akan membiarkanku tenang sedikit pun.
Pertama, jam weker sialan yang berdering nyaring pukul enam pagi di atas nakas karena aku lupa menyetelnya ulang. Dengan sebal aku membantingnya, kedua suara ketukan pintu kamarku.
Tok tok
"Sweety, bangun."
Ketukan pertama aku abaikan, mungkin daddy hanya iseng atau ingin menjahiliku.
Tok tok tok
"Sweety, ada pacarmu di bawah, lagi nungguin tuh."
Kedua aku ingin mengabaikannya lagi tapi begitu mendengar kata 'pacar' otakku langsung menyambung ke nama Jayden Wilder, membuatku otomatis langsung membelalakkan mata dan bangun serta membuka pintu kamar. Aku dapat melihat raut wajah daddy yang bingung, beliau lalu masuk ke dalam kamarku.
"Jayden nungguin tuh, dad kira semalem itu Jordan."
"Pppsssttt dad, jangan keras - keras, aku tuh sebenernya—" Aku menggantung kalimat untuk menggaruk kepalaku yang tidak gatal. "Salah nembak dad," lanjutku dengan suara paling menyedihkan yang pernah kukeluarkan dari mulutku, di tambah dengan suara serak khas orang bangun tidur.
"Kok bisa sih sweety?" Daddy juga sama herannya denganku.
"Tolong bantuin aku dong dad," pintaku sambil menarik - narik lengannya manja.
"Sweety, daddy nggak akan ikut campur urusan anak muda, kalian kelarin sendiri aja."
Lalu daddy berjalan keluar kamar tanpa bicara apa - apa lagi. Sedangkan aku bingung harus berbuat apa, kemudian akhirnya turun menemui Jayden tanpa melihat cermin dahulu.
"Dek, pacar lo tuh nungguin," seru kak Brian yang mengagetkanku ketika aku beberapa langkah menuruni tangga dan ia menunjuk ke arah Jayden yang sedang duduk di sofa ruang TV dengan tangan memegang stick game.
Aku menarik tangan kak Brian persis seperti yang kulakukan pada daddy. Namun kali ini aku berbisik sangat pelan, "kak tolongin gue dong."
"Tolong apa?" tanya kak Brian bingung karena aku bisik - bisik.
"Gue sebenernya salah nembak cowok semalem dan itu Jayden, tolong bilangin ke temen preman kakak itu ya kalo aku salah nembak dia?" pintaku menunjuk ke arah Jayden yang masih asyik bermain PES.
Tapi apa yang dilakukan kak Brian? Mestinya aku menyadari jika buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Ia angkat tangan dan menjawab, "itu urusan kalian, lagian daddy ngajarin kita harus tanggung jawab sama apa yang kita perbuat sendiri." Lalu kak Brian melipir ke dapur untuk mengambil minuman dingin dalam kulkas.
Lagi - lagi aku bergeming. Dengan perlahan berjalan ke ruang TV menemui Jayden yang sedang bermain game. Ketika ia melihatku, stick gamenya di letakkan di atas meja.
"Belom mandi?" tanyanya ketika melihatku duduk di sebelahnya. "Mata lo belekan," tambahnya lalu dengan cekatan ia mengusap belekku.
Astaga! Astaga! Astaga! Kok gue jadi deg degan? Padahal ketika duduk di sebelahnya tadi debaran jantungku masih normal - normal saja ritmenya.
Aku reflek meneguk ludah dengan susah payah, dan memerintah otakku untuk memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi apa yang kulakukan saat Jayden memerintahkan untuk segera mandi dan memakai baju kasual untuk pergi kencan dengannya hari ini? Tubuhku seperti di sihir untuk melaksanakan perintah tersebut!
~~~
Jakarta, 30 Desember
10.30 a.m.
Poet mini dress-nya Lisa Marie Fernandes warna putih kombinasi biru muda, Chanel light blue & torquois sequin flap bag dan rockstud balerina flat shoes Valentino Gavarani warna cream, rambut juga kucemol asal serta polesan lip tint etude house warna cherry menjadi pilihanku untuk kencan bersama Jayden hari inj. Ia bilang kasual kan? Ya sudah aku memakai baju sederhana ini saja.
"Om Baldwin, kami pergi dulu," pamitnya pada daddy yang raut mukanya tersenyum geli menatapku. Pasti daddy ingin julid. "Bro, pinjem adek lo bentar," lanjutnya juga ijin ke kak Brian. Dan aku juga tidak paham kenapa mereka dengan mudah mengijinkanku pergi dengan Jayden yang penampilannya mirip preman ini. Apa mereka tidak khawatir?
"Ati - ati, jangan pulang malem - malem," tukas daddy sedangkan kak Brian, "jangan sampe adek gue lecet! Ini pertama kalinya dia nggak jomblo."
Demi neptunus! Wajah kak Brian ingin kulepar sepatu Valentinoku yang berduri ini.
Selepas pamit, Jayden menggandeng tanganku. Apa aku perlu menjelaskan secara detail bagaimana rasanya jantungku? Dan aku yakin pasti karena takut padanya. Padahal penampilannya kali ini tidak sepreman biasanya. Ia hanya memakai jaket denim biru muda serta kaos warna dark grey bergambar dewa kematian. Ripped jeans as always, dan sepatu kets hitam minus topi.
Menghiraukan gandengan dan penampilan Jayden ada lagi yang membuatku tidak kalah terkejut. Ia membukaan pintu mobil Hummer hitam.
Kau tau apa yang kupikirkan saat ini? Aku mirip anak kecil yang di culik seperti di film - film. Karena biasanya di film selalu menggunakan mobil besar, hummer adalah salah satunya. Tidak sampai di situ saja, ketika ia duduk di kursi kemudi, suara musik underground ia setel dengan volume sedang. Kali ini aku tidak tahan untuk protes.
"Lagu apaan sih ini? Ngomongnya g'jelas, nggak bisa di dengerin."
"Ini namanya skills tau. Lagunya Megadeath nih, aliran trash metal."
"Nggak ada lagu yang lain apa?" Aku mulai mengganti lagunya dan lagi - lagi lagu seperti tadi.
"Yang ini lagunya Metallica."
"Astaga!" Aku menggantinya lagi dan semua lagu - lagu underground.
"Ini Heavy metal atau extreme metal."
"Kenapa lagunya metal semua sih?" protesku karena telingaku sudah pusing mendengarkan lagu - lagu ini, lalu mulai mematikannya. "Kakak aja deh yang nyanyi," ucapku asal tapi ia benar - benar bernyanyi.
Coba tebak apa yang Jayden nyanyikan untukku? Lagunya Elvis Presley yang judulnya Can't Help Falling in Love Wih You, sangat cocok dengan suaranya.
"Take my hand." Jayden mulai bernyanyi sambil mengambil tanganku. "Take my whole life too, For I can't help falling in love with you," lanjutnya, menatapku sekilas kemudian fokus ke jalan lagi. Membuat lidahku semakin kelu.
Mungkin Jayden Wilder tidak semenakutkan bayanganku.
________________________________________
Thanks for reading this chapter
Terima kasih juga yang uda sempetin baca, komen dan vote
See you next chapter teman temin
With Love
Chacha Nobili
👻👻👻
Post : 23 Juli 2019
Revisi : 24 Maret 2020