Selamat datang di chapter 8
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo (biasanya suka gentayangan)
Thanks
Happy reading everyone
Hope you like it
❤❤❤
________________________________________
You fall in love with the little things about someone, like the sound of their laughter and the way their smile forms
••Anonim••
________________________________________
Jakarta, 30 Desember
12.31 p.m.
Sebenarnya apa yang sedang kulakukan sekarang? Demi neptunus! Aku seharusnya mengatakan dengan jelas maksudku seperti apa yang semestinya harus kukatakan tentang kesalahan ini. Bukan malah mebiarkan Jayden menggandeng tanganku dengan posesive sepanjang perjalanan-yang tidak kuketahui tujuannya-hingga mobil hummernya terparkir di Mall Neo Soho daerah Tanjung Duren.
Anehnya aku sama sekali tidak protes. Bukan karena takut padanya-walau pun awalnya aku sempat merasa seperti itu sampai beberapa menit yang lalu ia menyanyikan lagu untukku dengan suara berat itu-tapi rasanya, bergandengan tangan dengan Jayden seperti ini terasa benar.
Dari parkiran lantai atas kami turun ke lantai LG menggunakan elevator kemudian ia mengajakku masuk ke restaurant itu-restaurant yang ingin kukunjungi beberapa waktu lalu namun belum terwujud-membuatku terkejut!
Bagaimana ia tahu aku sudah lama ingin ke sini? Apa ia membaca pikiranku?
Aku memekik dalam keheningan, ada rasa takjub juga bahagia ketika sudah melangkahkan kaki tepat satu meter di depan restaurant ini namun segera menyadari sesuatu. Sekarang akhir tahun, pasti akan sangat ramai pengunjung, di lihat dari luar saja sudah kelihatan jika meja - meja yang ada di dalam penuh dengan pengujung. Berpikir tentang situasi sekarang. Bisakah kami mendapat meja?
Pikiran itulah yang membuat langkahku terhenti tepat setengah meter dari depan restaurant. Jayden yang masih dengan posessive menggandeng tanganku juga turut berhenti mengikutiku.
Menilik ke arahku, Jayden pun bertanya, "kenapa?" Wajahnya datar namun aku bisa merasakan jika ia sedang bingung karena sikapku yang berhenti secara mendadak.
Aku ikut menoleh ke arah Jayden untuk menjawab, "ini kan harus reserve dulu, akhir tahun gini pasti penuh, pasti kita nggak bakalan dapet meja," ucapku implusif.
"Cari aja nama lo di meja deket pinguin situ," jawab Jayden, mempertegas jawabannya dengan menoleh ke arah restaurant itu tanpa memutus pandangnnya dariku.
"Really?" Entah kenapa rasanya aku kembali exited.
"Ya."
Aku tidak bisa menahan senyumku yang terus melebar. Dengan penuh semangat melangkah masuk namun ketika merasakan tangan Jayden masih menggandengku, aku tidak berusaha melepasnya. Malah menarik tangannya untuk berlari kecil mencari namaku di meja dekat aquarium tempat banyak pinguin berenang. Ia hanya menurut.
Sorry, tapi aku tidak tahan untuk tidak bahagia karena ini adalah Pingoo Restaurant yang selalu ingin kukunjungi, tapi kak Brian selalu mengatakan, "childish lo dek! Bau amis kali makan deket pinguin," Daddy juga berkomentar, "makan sea food bikin kolesterol sweety, daddy kan uda tua." Karina pun mengutarakan pendapatnya. "Apa menariknya sih Mel? Mau liat pinguin ya ke Antartica sanalah." Dan bla bla bla bla.
Aku sangat ingin merasakan sensasi makan sambil melihat pinguin dari dekat. Mereka-keluarga dan sahabatku yang berkomentar-hanya belum tahu sensasinya. And now, Jayden is taking me here. I'm so excited!
Celingukan mencari namaku di meja dekat pinguin, aku kembali melebarkan senyum ketika menemukannya. Kami pun duduk dan memanggil pramusaji."
"Silahkan kakak ini menunya," suguh pramusaji laki - laki itu dengan ramah.
Aku membaca dan memilih appetizer pingoo roll, main course tiger prawn cocktail, serta dessert varlhona chocolate cake dan segelas peach virgin mojito. Lalu Jayden protes, "banyak banget pesennya, awas kalo nggak habis."
"Habis kok, pasti habis. Emang kakak nggak pesen?"
"Nggak, liat lo aja uda kenyang, gue pesen minum green monster aja," jawabnya acuh tak acuh.
Aku melirik pramusaji sekilas yang sedang mencatat pesanan kami. Ia tampaknya sedikit ketakutan melihat Jayden tapi masih tetap berusaha profesional dengan senyum yang di paksakan. Aku tidak kaget, siapa sih yang tidak takut padanya ketika first impression? Dulu rasanya aku juga begitu, aura Jayden memang dingin seperti tidak bisa di dekati. Tapi hari ini mendengarnya bernyanyi dengam suara berat itu, aku merasa ia juga manusia, bukan hantu yang harus di takuti seperti paranoid karena efek setelah menonton film horor.
Beberapa menit kemudian semua pesanan kami sudah tersaji di meja. Aku berbinar - binar, tidak sabar mulai menyendok salmon caviar sambil melihat pinguin - pinguin yang sedang berenang. Sedangkan Jayden hanya mengamatiku sambil menyeruput green monsternya.
"Ngapain sih ngeliatin kayak gitu? Kalo pengen ambil aja, nggak usah sungkan kak," kataku sambil menyodorkan pingoo roll kepadanya.
"Nggak laper," katanya tapi suara perut yang keroncongan keras terdengar, seketika aku langsung menertawakannya.
Btw he's blushing! Dapat kulihat dari telinganya yang memerah. Tapi masih tidak ada niatan sama sekali meminta makananku. Lalu aku mengambil soft shell crabs dan menyodorkan padanya.
"Ini, makan aja, dari pada ntar pingsan lho," titahku. Memang siapa yang akan berani menggendongnya jika pingsan? Itu tidak lucu sama sekali.
Beberapa detik tanganku masih menyodorkan itu, ia juga masih enggan, aku yang sedikit jengkel lalu berdiri menyodorkan soft shell crab lebih dekat ke maulutnya.
"Hei, ngapain?" Jayden memundurkan wajah, mengendarkan pandangan di sekitar-mungkin memastikan tidak ada yang memeperhatikan kekonyolanku-kemudian mulai memakannya.
"Enak kan?" tanyaku. Jayden hanya mengangguk sambil melihat ke arah lain.
Ya Tuhan, orang macam apa Jayden ini. Ternyata ia pemalu. Mungkin karena itu ia hanya diam saja setiap saat. This is something new about him.
Sekitar setengah jam kemudian makanan yang aku pesan sudah habis tidak tersisa. Jangan kaget, aku tidak makan sendirian, Jayden juga makan, tapi tentu saja aku yang memaksanya.
Setelah pramusaji membersihkan meja kami, aku berjalan ke aquarium yang terbuka, mengambil satu ikan mentah dan mulai menyuapi pinguin kecil yang ada di aquarium itu. Rasanya sangat luar biasa.
Aku menoleh ke arah Jayden yqng hanya menatapku dengan wajah datarnya kemudian meminta bantuan. "Tolong photoin dong kak, gue mau pamerin ke kak Brian."
"Mana hpnya?"
"Ups lupa di dalem tas gue, tapi tangan gue lagi kotor dan bau amis, tolong ambilin," pintaku sambil menunjuk tas yang kuselempang. Namun Jayden tidak melakukan seperti apa yang kuinstruksikan. Ia berdecak sambil merogoh saku ripped jeansnya dan mengambil ponsel miliknya untuk mulai memotretku.
Ok, kayaknya lebih praktis gini, ntar gue minta kirimin photonya.
Setelah cukup lama dan puas bermain dengan pinguin, aku mencuci tangan di washtafel dan keluar restaurant mencari rest room terdekat untuk buang air kecil tapi sebuah kesialan terjadi padaku.
I'm on my period! Dan itu tembus!
Bisa - bisanya aku lupa sudah tanggalnya pms dan pintarnya lagi aku tidak membawa pembalut. Dress yang kupakai juga berwarna putih. Double shit!
Duh gimana dong? Giman dong?
Aku mulai panik dan menggigiti kukuku-kebiasaan jika sedang panik, takut, dan penasaran akan sesautu.
Kuputuskan menelpon kak Brian untuk meminta nomor Jayden tapi tidak di angkat. Sambil terus menggigiti kuku aku berdiam diri di toilet. Mungkin karena terlalu lama di toilet dan kami tidak tahu nomor ponsel masing - masing jadi Jayden memutuskan untuk memanggilku."Mel?"
"Kak Jayden?" tanyaku untuk memastikan itu benar - benar dirinya.
"Lama banget? Sembelit?"
"Bukan bukan bukan!" jawabku cepat mirip kuis di salah satu stasiun TV.
"Ya udah buruan keluar!"
Aku bingung harus bagaimana.
"Is everything all right?" tanya Jayden.
"Nooo," rengekku seperti ingin menangis karena Jayden ternyata peka terhadap sesuatu.
Tok tok
Jayden mengetuk pintu toilet satu persatu untuk mencari keberadaanku.
"Mel?" bisiknya, takut ada yang mendengar suaranya di toilet wanita.
"I'm here," jawabku lemah.
"Kenapa lo?"
Bagaimana cara menjelaskannya? Aku malu sekali tapi ia sudah di sini sekarang.
"Gue, tembus kak," kataku akhirnya dengan suara nyaris berbisik.
"Tembus? Maksudnya?"
"Itu lhooo, pms, tapi nggak ada persiapan," cicitku sangat malu.
Aku mendengarnya berdecak. Apa ia marah?
Ya pastilah, lo ngerepotin!
"Oon! Tunggu sini!" perintahnya dengan suara datar. Tapi kenapa rasanya seperti memekik?
Duh, sedih, kenapa sih Mel, lo oon banget?
Aku menunggu lumayan lama. Kira - kira hampir setengah jam Jayden tidak kunjung datang. Sambil menggigiti kuku dan berdiam diri di salah satu bilik toilet, terdengar suara tawa dan bayangan beberapa wanita yang sedang memakai toilet serta washtafle ketika tiba - tiba ada yang mengetuk pintu toiletku. Kupikir orang itu ingin buang air kecil atau sejenisnya, maka dari itu aku hanya mengatakan, "maaf masih ada orang."
Namun bukannya pergi, orang tersebut malah bertanya, "Kak Melody ya?"
Kok dia tau nama gue?
"I...ya?" tukasku setengah bertanya dan memastikan jika pendengaranku memang tidak salah tangkap.
"Ada titipan dari cowoknya."
Aku reflek membuka pintu dan mengintip, mendapati seorang janitor wanita sedang mengulurkan paper bag Victoria's Secret dan Zara.
Ha! Kenapa tadi janitornya nggak ada pas gue lagi butuh?!
Tidak lupa mengucapkan terima kasih, aku pun menutup kembali pintu toilet untuk melihat paper bag itu.
Paper bag Victoria's Secret kubuka terlebih dahulu. Isinya celana dalam. Aku langsung nyengir kuda.
Bagaimana bisa ia membelikanku celana dalam bercorak macan warna abu - abu? Beruntungnya ia cukup pintar tidak membelikanku g string! Ya sudahlah tidak penting, selain itu di dalamnya juga ada kantong plastik centro berisi beberapa pembalut. Ada yang menggunakan wing, ada juga yang tidak, dari ukuran dua puluh tiga senti sampai empat puluh dua senti.
Oh my gosh! He's crazy! Aku tidak bisa membayangkan wajah Jayden yang seram akan membeli barang - barang pribadi milik wanita seperti ini di centro, kemudian orang - orang akan mengamatinya.
Astaga, what kind of person you are? Jayden?
Aku beralih ke paper bag zara, dan mengambil flower dress hitam bermotif bunga daisy lengan pendek selutut yang ia belikan juga.
Tanpa menunda lagi aku segera memakai itu semua dan keluar dari rest room membawa paper bag tadi yang kuisi baju kotor. Saat sudah benar - benar keluar dari area tersebut, aku cukup kaget karena Jayden berdiri bersedekap tangan, menungguku.
"Buang aja itu." perintahnya sambil menunjuk paper bag yang kubawa menggunakan dagunya lalu menggandengku lagi. Sedangkan aku? Hanya ciut, sangat malu padanya, sampai lupa mengucapkan terima kasih.
Jangankan terima kasih. Menatap wajahnya saja aku tidak berani saking malunya.
~~~
Jakarta, 30 Desember
2
0.05 p.m.
"Ngapain diem mulu dari tadi?" tanya Jayden di tengah suara lagu - lagu metal yang ia putar ketika dalam perjalan pulang.
"Nggak papa kok."
"Yakin?"
"Iya."
"Kok diem?"
"Nah ini kan ngomong kak."
"Baguslah."
Lalu kami diam lagi sampai di depan rumah.
"Thank for today kak," kataku sambil melepas savety belt hendak turun.
"Sini hp lo," pintanya sambil menengadahkan tangan kiri.
"Buat apa?" tanyaku sambil menyodorkan ponsel. Ia tidak menjawab, melainkan mengetik sesuatu lalu memberikannya lagi sambil mengatakan, "kalo ada apa - apa, telpon gue, yuk turun."
"Kakak ikut turun?"
"Iya."
"Nggak usah ngapain?"
"Ketemu Brian ama om Baldwin."
"Ngapain nyari daddy juga?"
"Urusan cowok."
"Ya udah ayok," ucapku masih malu karena kejadian tadi.
Kami berjalan masuk rumah dan mencari daddy yang sedang bermain PES dengan kak Brian di ruang TV. Kedatangan kami tidak membuat mereka berhenti malah semakin seru memainkannya.
"Dad, aku pulang, kok di cuekin sih?" tanyaku bersamaan dengan Jayden yang mengambil duduk di sebelah kakak.
"Hai sweety, bentar dad lagi seru nih."
Ya Tuhan, ini bapak - bapak apa anak SD sih? Kak Brian juga malah asyik sendiri. Sedangkan Jayden sendiri sedang menyalakan rokok.
"Aku ke atas ya semuanya."
"Jangan lupa besok dek," teriak kak Brian saat aku naik tangga.
"Besok ngapain?"
"Ke Parislah, kan taun baru, berangkat pagi lho."
"Kok pacarnya ditinggal sih sweety?"
Aku bisa melihat Jayden terbatuk - batuk, entah karena ucapan daddy atau karena rokoknya.
"Maklumi ya Jay, dia kan baru pacaran," kata daddy lagi, sama sekali tidak beralih dari gamenya. Kak Brian juga tertawa, sedangkan Jayden hanya manggut - manggut.
"Aku bisa denger daddd!" teriakku sambil berjalan menuju kamar dan segera merebahkan tubuh di atas kasur sambil mengamati baju yang kupakai kala ada sebuah pesan masuk.
From Wilder 😈 :
Nggak usah malu, see you soon
Astaga ternyata Jayden tahu aku malu. Tidak hanya itu, ia juga mengirim photo-ku yang tadi di Pingo Restaurant. Lalu sebuah pesan lain masuk.
From J ❤ :
Besok taun baruan rame - rame di rumah Henry. Ikut yuk?
God, aku harus mengatakan pada Jayden jika salah menyatakan perasaan.
________________________________________
Thanks for reading this chapter
Terima kasih juga yang uda sempetin baca, komen dan vote
See you next chapter teman temin
With Love
Chacha Nobili
👻👻👻
Post : 24 Juli 2019
Revisi : 24 Maret 2020