Chereads / Bad Boy in the Mask / Chapter 11 - Chapter 10

Chapter 11 - Chapter 10

Selamat datang di chapter 10

Buat diri teman teman senyaman mungkin saat membacanya

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

________________________________________

Event thought we never said it to each other

We knew

••Anonim••

________________________________________

Paris, 1 Januari

11.5 p.m.

"May I kiss you?"

Mana mungkin aku dapat menjawab pertanyaan sulit itu jika tatapan mata Jayden seintens ini? Aku baru sadar warna matanya coklat. Cahaya lampu balkon membuatnya jadi lebih terang. Ia menunduk karena tinggiku hanya selehernya, ia perlahan memajukan wajahnya, berusaha menepis jarak di antara kami—masih dengan kedua tangan yang mengatub kedua pipiku. Aku hanya bisa diam berdebar sambil menggenggam tanganku sendiri erat - erat. Aku yakin jika tidak punya tulang rusuk, jantungku pasti sudah keluar.

Tanpa sadar aku menutup mata ketika hidungnya yang mancung sudah menempel di hidungku. Lalu...

Duaaarrrrrr ddoooorrrr tttteeeeeeeeettttt tttteeeeetttt

Suara keras kembang api dan terompet tahun baru membuatku menoleh. Dan Jayden berhenti di tempat, tepat setengah inchi dari jarak tubuhku. Detik berikutnya ia menarik diri dan ikut melihat ke arah kembang api yang sedang mewarnai langit malam kota Paris.

"U-udah taun baru ternyata haha," ucapku gelagapan, kikuk dan awkward.

Jayden melepas katuban tangannya dan tertawa. Ya, ia tertawa. Hal yang selama ini tidak pernah kulihat. Tawanya bahkan terdengar renyah di tengah bisingnya suara terompet dan kembang api tahun baru.

"Wajah lo lucu," ucapnya di tengah tawanya.

Lucu? Apa maksudnya?

"Kakak jahilin gue?" tanyaku dengan lancar, sudah tidak gugup seperti tadi karena merasa tersinggung atas kalimatnya.

Apa maksudnya menertawakanku seperti itu? Aku tidak terima, apa hanya aku saja yang berdebar karena ia baru saja berusaha menciumku?! Ciuman pertamaku?!

Jayden masih tertawa lalu melihat wajahku yang serius membuatnya berhenti. "Enggak," jawabnya. Wajahnya ikut berubah serius.

"Well, happy new year, gue keluar dulu," ucapku sambil berjalan keluar kamar dengan perasaan campur aduk. Berusaha mengabaikannya yang terlihat bingung namun tidak mencegahku hingga aku mendapati diriku sendiri sudah masuk ke kamarku lalu bersingkut di balik pintu sambil berguman, "apa itu tadi? Kenapa dia ketawa? Curang!"

Bagaimana aku bisa mengatakan hal yang aku pikirkan di Pont Des Arts tadi sore jika Jayden seperti itu? Maksudku, gandengan tangannya, pelukan hangatnya, suara beratnya, perlakuan manisnya dan sekarang tawanya? Sepertinya aku sudah... Ah tapi itu tidak mungkin, mana bisa dalam waktu singkat aku sudah berpindah hati? Ya kan?

Mencoba mengabaikan pikiran ngawur yang baru saja terlintas di benakku, tangaku mengambil ponsel yang tadi kuletakkan di atas nakas samping kasur untuk membuka pesan dari Karina.

From My Best Karina :

Selamat taun baru my best, kita lagi seru - seruan di rumah kak Henry lho.

Karina mengirimkan pesan itu lima jam yang lalu—karena perbedaan waktu antara Indonesia dan Paris selisihnya lima jam. Jadi sudah lima jam yang lalu Indonesia berganti tahun.

Btw berbicara tentang tahun baru di rumah kak Henry, aku jadi ingat kak Jordan yang kemarin mengirim pesan untuk mengajakku, tapi aku menolaknya karena ke sini dengan alasan liburan keluarga. Itu sebelum tahu Jayden akan ikut. Dan kak Jordan juga tidak membalas pesan apa - apa lagi setelahnya sampai sekarang.

To My Best Karina :

Selamat tahun baru juga. Have fun Kar.

From My Best Karina :

Lo sih g'ikutan, ke Paris terus tiap taun g'bosen apa?

Tahun - tahun lalu mungkin sedikit membosankan. Hanya jalan - jalan ke tempat - tempat terkenal lalu makan di restaurant dekat - dekat tempat itu bersama daddy dan kak Brian, tapi kali ini rasanya sudah tidak. Mungkin karena ada kak Bella, atau mungkin sesuatu yang lebih spesific dari itu—karena ada Jayden. Karena gandengan tangannya yang hangat dalam kantung coat-nya, makan malam di kapal boat—hal pertama kali yang baru pernah kulakukan di Paris. Kemudian nyaris berciuman dengannya?

Astaga! Aku cepat - cepat menghapus gagasan terakhir karena Jayden hanya berniat menjahiliku. Namun tetap saja, jantungku kembali berdetak apabila mengingat hal tersebut. Untuk mengabaikannya, aku beralih ke layar ponsel lagi untuk membalas pesan dari Karina, tapi suara ketukan pintu menginterupsi kegiatanku.

Pasti Jayden. Bagaimana ini? Aku belum siap melihat wajahnya lagi. Tapi ketukan pintunya semakin lama semakin keras.

Tok tok tok

"Mel?" panggilnya.

Aku masih belum ingin membukakan pintu. Masih malu.

"Meel?" teriaknya lagi.

Tok tok tok

Akhirnya dengan malas aku membukanya. Tepat sedetik pintu terbuka ia pun bertanya, "ngapain?" dengan wajah datar seperti biasanya.

Btw kemana tadi wajah terawanya yang sangat tamp—Ya pokoknya itulah.

"Sorry nggak denger, suara kembang apinya kenceng banget udah gitu saut - sautan," bohongku sambil melirik ke arah lain karena masih enggan menatap matanya.

Jayden masuk dalam kamar, menutup pintu lalu menatapku. Kedua tangannya di letakkan di pundak - pundakku—tanda keseriusannya.

"Denger, gue nggak jahilin lo, jadi jangan marah dan jangan hindarin gue," ucapnya tegas, penuh penekanan dan dengan suara itu. Suara yang mampu menghipnotis semua orang agar menuruti perintahnya.

Lalu bagaimana caranya aku menghindarinya? Bahkan kepalaku otomatis menggangguk sendiri. Aku sudah sinting!

Berada di dekatnya selalu membuatku sinting. Aku bahkan tidak yakin jika masuk rumah sakit jiwa, di tangani oleh dokter - dokter ahli dapat menyembuhkanku karenanya.

"Sekarang, mau di sini aja apa keluar? Jalan?" tanyanya membuyarkan lamunanku.

"Percuma juga keluar, udah mau abis kembang apinya," jawabku realistis. Jayden pun mengangguk setuju.

"Kalo gitu mau ke rooftop atau liat dari balkon aja?" Ia menunjuk balkon kamarku yang pintunya terbuka. Memperlihatkan kelap - kelip kembang api, juga menara Eiffel sebagai latar belakangnya.

"Ide bagus," kataku sedikit masih canggung, beruntungnya tidak salah tingkah.

Akhirnya kami menikmati malam tahun baru di balkon kamar hotel di kota Paris ini, tempat paling romantis di dunia ini bersama Jayden. Meski sedikit awkward, tapi aku berusaha menikamti kembang api ketika Jayden menyalakan rokoknya.

"Kenapa sih ngerokok terus?" tanyaku penasaran. Sebenarnya sedikit terganggu dengan asapnya. Melalui artikel yang pernah kubaca, asap rokok akan sangat berbahaya bagi perokok pasif. Apa ia tidak menyadari hal itu?

"Nggak suka?" tanya Jayden. Tangannya yang memegang seputung rokok sudah terarah ke bawah, berniat mematikan putung rokok yang sudah menyala tersebut tapi tidak jadi.

"Mana bisa gue ciuman kalo bau rokok?"

What just I say?

Aku segera menutup mulut tanpa sadar telah berkata implusif.

Duh Mel, kenapa sih ketotolan lo nggak kelar - kelar?

Semoga Jayden tidak mendengarnya, semoga suara kembang api di luar lebih keras dari pada suaraku.

"Wanna try?"

Holly cow! Jayden dengar!

Ia menghembuskan napas, mengeluarkan seluruh asap rokok dari mulut dan hidung.

Aku melotot deg - degan. Bisa - bisanya ia menanyakan hal seperti itu dengan wajah datar.

"Trust me, bad boy—" Jayden menunjuk dirinya sendiri sebelum melanjutkan kalimatnya. "Does it better." Setelah mengatakan itu ia menyeringai. Kontan saja membuatku melotot lebih lebar lalu reflek mundur sambil memasang sikap kuda - kuda. Dan lagi - lagi ia malah tertawa.

Jayden menjahilku! Sejak kapan ia jadi seperti dou jahilun?! Baiklah lain kali jika ia seperti itu lagi aku tidak akan bereaksi apa - apa.

Dan Jayden Wilder! Jangan tertawa! Kau tahu efek dari tawanya itu bisa membuat hatiku campur aduk? I feel like I'm not Berlian Melody anymore!

~~~

Paris, 2 Januari

07.03 a.m.

Hari berikutnya aku tidur seharian di hotel karena badanku rasanya remuk. Dari mendarat di sini sampai malam tahun baru belum tidur sama sekali, jadi aku sedikit balas dendam. Di tambah lagi cuacanya yang ekstrim membuatku malas beranjak dari kasur. Jika saja tidak waktunya makan, aku juga tidak akan bangun. Aku bahkan malas mandi.

"Mel, bangun kek, tidur terus." Kak Bella mengguncang tubuhku yang masih bergelut dengan selimut tebal."Jayden tuh nyariin dari kemaren kali. Kalian berantem apa?"

Kak Bella terus saja mengoceh tapi tidak kudengarkan sama sekali.

"Nggak nyangka lho kamu sukanya sama Jayden."

Barulah aku membuka selimut dan duduk. Memutar kepala ke arah kak Bella yang duduk di meja rias dekat kasur sedang berdandan. Dari penampilannya yang sudah rapi dan wangi, kelihatannya seperti hendak pergi.

"Terus gimana sama mantannya yang waktu kamu cerita di La Vue at the Hermitage itu?"

Sebentar, otakku masih loading. Lalu mulai mengerti maksud kak Bella. Ternyata ia salah paham, mengira dari dulu aku menyukai Jayden. Wajar sih, nama kontak kak Jordan kunamai dengan huruf J plus emotion love. J yang kak Bella maksud adalah Jayden.

Well, ingatkan aku untuk menggantinya nanti.

"Oh, uda beres kok," jawabku tidak ingin jujur, tidak ingin basa - basi, dan juga masih mengantuk.

"Nggak yangka aja kamu sukanya sama bad boy."

Wanna try?

Trust me, bad boy

Does it better

Malah suara Jayden yang seakan menggema di telingaku. Aku reflek memejamkan mata lama.

"Kak Bel?"

"Hhm?" jawabnya sambil memakai lip cream Nars warna pink magenta.

"Kak Bella pernah ciuman nggak?"

Seketika lip cream yang ia pakai tercoret ke dagu. Cepat - cepat kak Bella mengelapnya dengan cleansing oil.

"Aduh maaf kak pertanyaanku absurd ya?"

"Mel, aku pengen ketawa tapi liat muka polosmu jadi nggak tega, dan ya pertanyaanmu agak absurd," ungkap kak Bella yang sekarang sudah melihatku.

"Hehe," tawaku terpaksa karena malu.

"Btw, penasaran banget ya?" godanya yang membuatku semakin malu.

Sembari menggigiti kuku, aku pun lanjut bertanya, "dikit sih kak, emang gimana rasanya?"

"Rasanya itu kayak..." Kak Bella berhenti untuk melihat ekspresi wajahku yang masih aktif menggigiti kuku. "Coba kamu tanya sendiri ke Jayden!" lanjutnya semangat. Kak Bella bahkan tertawa terpingkal pingkal melihat wajah oon-ku yang hanya nyengir kuda.

Tok tok tok

"Yank, ayok," teriak kak Brian dari luar. Kak Bella pun segera mengambil tas kecilnya dan membuka pintu. Terlihatlah kak Brian dengan coat abu - abu tua dan ada juga Jayden di belakang kakakku.

Sebelum pergi kak Bella berteriak, "Jay, Melody mau nanya sesuatu tuh!"

What? Aku ternganga. Kenapa semua orang jadi jahil sih? Sedangkan mulut kak Brian berguman penasaran dengan jenis pertanyaan yang akan aku ajukan pada Jayden tapi kak Bella sudah lebih dulu menggeretnya keluar. Menyisakan Jayden.

So, laki - laki yang memakai pakaian hangat serba hitam itu pun masuk ke dalam kamarku, berjalan ke kasurku dan duduk di sini. Kontan saja aku  pura - pura tidur.

"Jangan pura - pura tidur. Gue liat lo uda bangun."

Mampus! Aku membuka mata perlahan melihat wajahnya yang seram seperti biasanya.

"Mau nanya apa?"

"I-itu da-ddy di mana?" Good job Mel, batinku.

"Lagi jalan ama cewek."

"Apa?" Otomatis aku bangun dan melotot. "Gimana bisa?" tanyaku heran.

"Lu sih download thinder buat om Baldwin."

Seketika aku memegang kepala, merasa sedikit menyesal karena telah melakukannya. "Gue harus ke daddy."

Sementara aku menyibak selimut tebal yang hangat, Jayden berkata, "lo kayak emak - emak yang anaknya nakal tau nggak? Biarinlah urusan orang dewasa."

"Whaaat? Emak - emak?" Aku memekik tidak terima. Jadi kulempar kepala Jayden dengan bantal yang kupakai! Enak aja gue di bilang emak - emak!

"Hei!" Ganti Jayden yang memekik. Ia menatap wajahku dengan tatapan mata yang dalam dan sangar. Seketika menyadarkan jika aku salah tindakan.

Mampus lo Mel, yang lo lempar itu Jayden Wilder, kalo kak Brian mungkin lo cuma di kempit di keteknya doang, nah ini?

"Sorry kak, gue nggak sengaja, reflek, hehe," ungkapku dengan memaksakan senyum.

Dan tentu saja Jayden menghiraukan ucapanku, ia hanya terus naik ke kasurku, menjulang tepat di atasku, membuatku tidak bisa kabur ke mana pun karena Jayden berhasil mengunci seluruh napas dan tubuhku dengan wajahnya yang serius. Seperti marah.

Aku yang takut hanya mampu menutup mata rapat - rapat sambil meremas selimut sampai buku - buku jariku memucat.

Mati gue mati gue, mungkin dia bakalan nyekik gue.

Namun di luar dugaanku. Aku merasakan napas Jayden di dekat telingaku. Kemudian ia berbisik, "gue belum ngerokok pagi ini." Sontak saja bulu kudukku langsung merinding, jantungku berdebar keras tidak karuan, tanganku semakin erat menggenggam sprey, karena aku tahu, detik itu juga, ia mencium bibirku.

________________________________________

Thanks for reading this chapter

Terima kasih juga yang uda sempetin baca, komen dan vote

See you next chapter teman temin

With Love

Chacha Nobili

👻👻👻

Post : 26 Juli 2019

Revisi : 30 Maret 2020