Selamat datang di chapter 13
Buat diri kalian nyaman saat membacanya
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo (biasanya suka gentayangan)
Thanks
Happy reading everyone
Hope you like It
❤❤❤
_____________________________________________
You're mine, only mine, all right reserved
•The Love Bits•
_____________________________________________
Jakarta, 8 Januari
06.50 a.m
Tet tet tet
Masih liburan sekolah. Suara alarm pagi seharusnya membuatku jengkel karena mengganggu. Sebab biasanya selama liburan, aku pasti jadi putri tidur dadakan dan tidak menyetel alarm sampai kak Brian jadi alarm-ku. Tapi kali ini tidak. Begitu mendengar suara alarm, aku membentangkan senyum, duduk dengan mata masih terpejam. Tanpa memindahkan tubuh sedikitpun, satu tanganku terulur meraih dan mematikan weker. Sebelum dengan semangat merentangkan kedua tangan dan berteriak, "still aliveee..." Mirip karakter nenek tua di film The Crood.
Kau tahu kenapa aku bisa sesemangat ini di pagi hari? Karena hari ini rencananya Jayden akan mengajakku ke kampusnya. Memintaku untuk menemaninya latihan futsal. So, I'm very exited today.
Setelah tadi malam berhasil masuk kamar dengan selamat tanpa omelan duo jahilun, aku mulai membersihakan badan dan kaget setengah mati ketika mendapati ruam merah keunguan di leherku banyak sekali. Aku panik dan menelpon Jayden.
"Kak, kayaknya besok gue nggak jadi ikutan ke kampus deh," kataku lemah. Aku yakin Jayden pasti kecewa.
"Kenapa?" tanyanya.
"Leherku merah - merah, kayaknya alergi, besok mau periksa ke dokter aja," jawabku yang masih berdiri di depan cermin kamar dan mengusap - ngusap ruam merah keunguan itu, sesekali juga menggaruknya.
"Aktifin video call-nya," titah Jayden dan aku menurutinya.
Sesaat ketika sudah melihatnya sedang merokok di balkon-masih mengenakan kaos hitamnya tadi-aku menunjukkan ruam itu pada Jayden.
"Tuh kan? Banyak banget ruamnya, kayaknya alergi deh, tapi perasaan kita tadi nggak makan aneh - aneh," ucapku sambil menggiring rambut panjangku yang kembali menjuntai ke sisi kanan kemudian mengusap ruam - ruam itu lagi.
Kau tahu bagaimana reaksi Jayden?
"Dasar polos!" hardiknya dengan nada datar.
"Ha?" Aku sama sekali tidak mengerti apa yang di omongkan Jayden.
"Nggak usah ke dokter. Itu tanda gue," katanya bangga sambil senyum - senyum tidak jelas. Sesekali menyedot rokok kemudian menghembuskannya ke udara malam.
"Tanda apaan?"
"Itu bukan alergi. Namanya hickey," lanjutnya lagi.
"Hickey?" Aku mengulang kata - katanya mirip orang tolol. "Jenis penyakit?"
"Seraching aja di internet sekarang," jawab Jayden santai, lagi - lagi menghisap rokok dan menghembuskannya ke udara.
"Tapi bisa ilang kan?" tanyaku khawatir.
"Ntar kalo ilang gue bikin lagi," katanya enteng.
Aku malah semakin tidak mengerti, masih sambil mengusap ruam - ruam tersebut alisku mengernyit. "Emangnya kakak yang bikin leher gue jadi kayak gini?"
"Menurut lo? Nggak inget tadi di rest room abis gue apain itu leher?" tanyanya. Lagi - lagi dengan nada enteng.
Kau tahu efek kalimat entengnya itu? Aku langsung terkesiap dan melotot. Pipiku rasanya panas. Mengingat ciuman dan gigitan - gigitannya di leherku, rasanya kupu - kupu dalam perutku berterbangan lagi. Lalu ia akan melakukan itu lagi jika tanda yang di sebut hickey ini hilang?
Aku bisa gila.
"K-kalau di tanyain daddy sama kakak mesti jawab gimana?" tanyaku gelagapan. Aku bisa melihat dari cermin mau pun layar ponsel jika wajahku sudah bersemu merah sekarang.
"Nggak usah bilang juga mereka udah tau kalo itu tanda dari gue."
~~~
Jakarata, 8 Januari
21.30 p.m.
Jadi, begitu menutup video call dari Jayden, aku segera mencari tahu segala seluk - beluk tentang hickey di internet. Membaca dari situs satu ke situs lain lengkap dengan cara menghilangkannya. Kemudian menyimpulkan dari apa yang kubaca, tubuhku reflek bergindik ngeri. Membayangkan jika seandainya duo jahilun tahu hickey ini hasil ciuman dan gigitan Jayden.
Duh! Bisa - bisa gue di depak dari kartu keluarga.
Tapi rasanya aku tidak ingin menghapus tanda ini. Karena ini tanda dari Jayden.
Jadi untuk pergi ke kampusnya, aku memutuskan untuk memakai turtle neck tanpa lengan warna kuning H&M untuk menutupi hickey maha karya Jayden yang banyak sekali. Plus outer mini crop YSL warna hitam, ripped jeans hitam, serta sendal dr. Marten's blaire leather warna cherry dan ransel mini LV yang aku pakai kemarin.
Oh ya aku juga mencoba mengurai rambut ala ala messy hair ajaran Karina, ingin tahu reaksi Jayden. Hehe.
Menuruni tangga menuju dapur dengan senyum cerah, aku berjumpa dengan kak Brian yang baru bangun tidur. Ia menggaruk rambut berantakannya sambil menguap. Berjalan seiring denganku menuju meja makan dan bertanya, "pagi bener udah rapi, mau kemana lo dek?"
"Ke kampus kakaklah. Ih bau tau, sana mandi dulu jorok deh!" jawabku sambil menutup hidung dengan tangan ketika kak Brian menyomot nasi goreng buatan mak Rami yang sudah tersedia di atas meja. Padahal masih panas. Asapnya juga masih kelihatan mengepul. Tapi kak Brian tidak peduli walau sedikit kepanasan.
Menghiraukan kata - kataku, sekarang kakak kandungku itu malah duduk. Ia tidak lagi asal menyomot nasi goreng, tapi sudah mengambil sendok dan memasukkanya ke dalam mulut baunya. Setelah berhasil menelan, kak Brian kembali bertanya, "ngapain ke kampus gue? Cari refrensi kampus? Kan lo masih kelas sepuluh."
Sementara aku sendiri juga sudah meletakkan ransel LV mini-ku di kursi sebelah, lalu mengambil duduk di meja makan sambil berpikir jika senadainya kak Bella tahu kelakuan kakak, ilfeel tidak ya?
"Mau nemenin kak Jayden main futsal," jawabku pada akhirnya sambil tersenyum malu - malu.
"Pacaran terus lo, gimana soal salah nembak?"
Kalimat kak Brian kontan membuat bibirku yang semula bergaris cekung, kini berubah menjadi garis lurus.
Sebenarnya aku sudah melupakan soal ini, entah sejak kapan aku mulai menyukai Jayden dan berpikir tidak akan memberitahukan hal tersebut padanya.
Tidak akan pernah. Karena aku hanya ingin bersama Jayden. Aku tidak ingin membayangkan seandainya Jayden tahu dan akan meninggalkanku. Aku belum siap. Dan mungkin sampai kapan pun tak akan pernah siap.
"Dari gelagat lo aja uda ketauan kalau lagi kasmaran dek," lanjut kak Brian setelah bembaca getsture-ku.
Sedangkan aku hanya nyengir kuda saja sambil mulai sarapan. Aku juga mengubah topik pembicaraan. "Daddy mana? Dari semalem nggak keliatan?"
Dari sepiring nasi goreng, tatapan kak Brian berpindah padaku. "Gue lupa bilang, daddy lagi ke Texas."
"Ngapain?" tanyaku. Sebenanya itu pertanyaan konyol yang sering kutanyakan. Padahal helas - jelas aku sudah tahu jawabannya. Jika daddy keluar kota atau ke luar negeri, pasti sedang berurusan dengan bisnis.
"Biasa, bisnis."
Nah kan...
Aku hanya ber-oh ria menanggapi kakak kemudian mengganti topik lagi. "Lo nggak kencan kak? Kan masih liburan kuliah."
Dengan enteng, kak Brian menjawab, "ntar ketemu Bella di kampus."
Alisku mengernyit selaras dengan tertelannya nasi gorengku ke tenggorokan. "Oh berarti ntar kita ketemu dong?"
"Heleh bosen gue ketemu lo terus."
Aku langsung mencibir.
"Tapi nggak papa deh, ntar makan siang bareng aja."
Belum sempat menjawab kak Brian, mak Rami datang memberitakan jika Jayden sudah menunggu di depan.
Dengan semangat empat lima, aku segera menyelesaikan sarapan. Tidak lupa minum susu tinggi protein agar lebih cepat tinggi, aku mengelap mulutku dengan tisyu kering, menyambar ransel, mengaca sebentar untuk memastikan penampilanku sudah oke serta merapikan anak rambut yang menjuntai di dahiku sebelum akhirnya menemui Jayden.
Dengan gembira, aku menghampirinya yang sedang duduk di undakan depan pintu utama.
"Uda siap?" tanya Jayden. Dan anggukan di sertai senyuman manis yang menjadi jawabanku.
Saat menunggu Jayden berdiri, kak Brian datang dan memekik, "Jay, ntar makan siang bareng."
"Oke, gue pinjem adek lo dulu," pamitnya. Kemudian meraih tanganku untuk di gandeng.
Duh! Deg degan!
"Jangan sampek lecet!" balas kak Brian sedikit berteriak karena kami sudah berjalan menuju mobil hummer Jayden yang di parkir sebelah kolam ikan.
"Paling gue tandain doang," jawab Jayden yang sukses membutku melotot dan memukul lengannya pelan karena paham tanda apa yang ia maksud. Tapi beruntunglah kak Brian sudah masuk rumah dan tidak mendengar omongannya itu.
Aku baru akan protes tapi dengan cepat ia mengkode dengan tangan agar masuk ke mobil hummernya.
"Ngapain pake turtle neck?" tanya Jayden ketika melirikku sekilas sambil memasang seatbelt.
"Malu, takut ketauan kak Brian juga," jawabku jujur tapi ia malah tersenyum. Jenis senyum yang mampu membuat jantungku berdetak lebih cepat. Jika seandainya ia mengubah senyum itu menjadi tawa yang lepas seperti kemarin, aku takut organ tersebut akan bekerja lebih keras dan meledak.
Jayden menyalakan mobil, AC dan mulai melajukan kendaraanya. "Gue malah seneng lo ngeliatin itu," katanya masih membahas hickey maha karyanya. "Biar semua orang tau, you're mine. Only mine. Jadi nggak ada yang berani macem - macem," lanjutnya yang membuatku blushing.
"Jangan blushing kayak gitu, gue jadi laper pengen makan lo," tambah Jayden lagi yang membuatku semakin melting. Sampai - sampai, aku menggigiti kuku.
Astaga, demi neptunus! Jantung gue! Tolongin jantung gue!
Do'aku seperti terjawab ketik Jayden mulai menyalakan pemutar musik. Dan lagu metal yang pertama kali terdengar.
Aku tidak mengomentari lagu tersebut. Malah ikutan asyik mendengarkan. Bertanya tentang musik - musik ini pada Jayden sepanjang jalan, berusaha membuatnya berbicara terus, berusaha keras menyembunyikan debaran keras jantungku.
~~~
Jakarta, 8 Januari
07.30 a.m.
"Tunggu di sini," titahnya ketika kami sampai di GOR kampus. Ia menyuruhku duduk di tribun. Aku pun mengangguk, mengamati punggung laki - laki itu menuruni tribun.
Namu baru beberapa langkah, ia memutar badannya menghadapku "btw your massy hair is beautiful," ucapnya sambil lalu ketika menuruni tribun menuju ruang ganti untuk mengganti pakaiannya dengan jersey team dan langsung ke lapangan.
Astaga Jayden! Lo tuh hobi banget bikin gue melting!
Fyi, aku tidak duduk di tribun ini sendirian. Ada beberapa mahasiswi yang baru saja datang dan duduk di kursi sederet denganku. Melihat dari ekor mataku, mereka kelihatan heboh sendiri. Namun berusaha kuhiraukan karena ingin fokus melihat ke arah lapangan untuk melihat Jayden.
Ketika laki - laki yang sedang fokus kutatap itu sudah mulai pemanasan, mahasiswi - mahasiswi mulai ricuh.
Awalnya aku tidak ingin menggubris, tapi mendengar salah satu mahasiswi menyebut nama Jayden Wilder, aku mulai menajamkan telinga dan sedikit mencuri pandang ke arah mereka.
"Eh liat tuh, kak Jayden Wilder!" seru salah satu mahasiswi berambut sebahu.
"Ya ampun gila! Ganteng banget, bad boy, tipe gue tuh," sahut mahawiswi yang lain.
"Gue mau dong di jahatin sama dia! Literally my crush! Emang ya pesona bad boy itu uuuhhh so fucking damn hot!" tukas mahasiswi yang lain.
Aku yang mendengarnya secara tidak langsung mengembangkan senyum.
Benar katanya. Aku juga baru sadar jika Jayden itu ekhm, a hot guy. Apa lagi punggung dan suara beratnya.
"Gue rela di sini sampe jamuran liat kak Jayden. Di percikin keringetnya doang aja uda bersyukur tujuh turunan," ucap mahasiswi pertama tadi.
Kali ini aku ingin tertawa tapi kutahan. Takut di hujat.
Tidak kusangka ternyata Jayden sepopuler ini di kampusnya. Saat sedang asyik melihat laki - laki yang menjadi bahan gibah mahasiswi - mahasiswi tersebut, fokusku pecah karena merasakan ponselku bergetar. Saat kucek, sebuah pesan masuk dari kak Bella.
From Peri Bella :
Mel, kata Brian kamu di kampus ya?
To Peri Bella :
Iya lagi nemenin Jayden futsal di GOR.
From Peri Bella :
Meet up yuk, aku juga uda kelar ketemu dosen, tapi nunggu Brian dulu ya.
To Peri Bella :
Oke kak Bel👌
Andai saja kak Bella liat wajah kakak bangun tidur tadi, aku yakin, ia pasti muntah, batinku lalu memasukkan ponsel ke dalam ransel. Selaras dengan mahasiswi - mahasiswi yang duduk sederet denganku tiba - tiba berteriak. Ramai lagi. Bahkan sampai ada yang ke pagar pembatas untuk menyemangati Jayden.
Lalu aku melihat Jayden yang sedang melihat kesini-tentu saja menatapku. Jadi kuberi ia senyuman termanisku.
"Aarrrggghhhh kak Jayden liatin gueeee."
"Jangan ge er lo, doi liatin gue tauuu."
"Bukaaaaaan, itu doi liatin gue, kan gue nyemangatinnya yang paling kenceng."
Aku masih menahan tawa karena mahasiswi - mahasiswi itu. Baku hantam saja batinku, karena, Jayden, tentu saja melihatku. He's mine, you know. Seperti yang ia katakan tadi saat perjalanan kesini, you're mine, only mine.
Sejenak ada perasaan bangga tersendiri karena bisa berpacaran dengannya.
Dan lagi - lagi mahasiswi - mahasiswi tersebut kembali ribut. "Kak Jayden ke tribun sinii... kyaaaa doi pasti mau nyamperin gueee." Lagi - lagi teriakan mahasiswi tadi membuyarkan lamunanku.
"Itu dia itu diaaaa," teriak mahasiswi lain sambil menunjuk ke arah Jayden. Otomatis pandanganku mengikuti petunjuk mahasiswi tersebut.
Mereka tertawa kegirangan melihat Jayden sudah naik ke tribun. Terlebih lagi berjalan ke deretan kursi kami lalu berhenti di depanku. Membuat mereka diam seketika karena melihat kami.
"Hei, bosen?" tanya Jayden yang sudah mengambil duduk di sebelahku dengan kaki di selonjorkan.
Di detik itu juga sayup - sayup terdengar ada yang beribisik, "siapa tuh? kayakanya masih bocah."
"Kali ini enggak," jawabku—menghiraukan celotehan para mahasiswi-sambil tersenyum pada Jayden sembari memberikan sebotol air mineral yang sudah kusiapkan tadi pagi untuknya.
Tanpa sadar aku terpaku pada Jayden yang sesang meminum air mineral itu. Aku gagal fokus kala memperhatikan jakunnya yang naik turun saat minum, di tambah keringat di seluruh badannya, aromanya bertimpang tindih dengan aroma mint tubuhnya.
Kenapa sih makin lama Jayden makin keliatan eeemmmm so hot?
Aku mengerjab beberapa saat untuk mengusir pikiran ngawurku.
Astaga! Sejak kapan gue jadi omes? Inget umur Mel. Rapalku dalam hati agar tidak ngelantur kemana - mana.
Selewat beberapa saat, ekor mataku mengankap Jayden sudah selesai minum dan menyerahkan botol itu padaku lagi. Tidak lupa mengucapkan terima kasih, ia pun beranjak berdiri dan menggandeng tanganku untuk keluar dari GOR.
Sekilas, aku melirik gerombolan mahasiswi yang memperhatikan kami. Tidsk lupa menampilkan tersenyum penuh kemenengan kepada mereka, menyampaikan pesan tersirat, 'Hei look! He's mine.'
______________________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang udah nyempetin vote dan komen
See you next chapter teman temin
With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻
1 Mei 2020