"Perlindungan saksi? Bagiku ini lebih mirip penjara Profesor Surya"
Sian benar, siapapun akan sadar dirinya tidak dalam perlindungan. Ia dikurung, dikurung dalam sebuah rumah besar terpencil di atas gunung. Sebuah villa yang bahkan keberadaannya tidak akan mudah ditemukan oleh peta digital.
Keaneh sebenarnya sudah diraskan sejak Hendra Situmorang datang menggeledah bersama para polisi. Mereka memang membawa surat asli. Tapi kasus yang mereka sampaikan tidak jelas. Jika ini bukan akal-akalan seseorang untuk membawa Sian keluar dari rumah itu, apa lagi?
Lagi-lagi, cinta membuatmu menggunakan kekuasan penuh untuk menindas orang lain.
"Adik salah sangka. Mas hanya ingin Adik selamat dan tidak terlibat dalam masalah apapun"
Sian terbengong dengan ucapan indah yang Profsor Surya terus gumamkan. Ini, itu dan blab la bla. Semuanya terdengar begitu mulus keluar. Biasanya memang seorang buaya darat, sudah pandai merayu sejak lahir. Itu adalah salah satu bakat yang mereka miliki. Kalian para wanita, adalah mangsa empuk yang lemah di telinga.
"Robert John Alinson, apa semua ini ada hubungannya dengan dia Profesor?"
Deg, pertanyaan Sian tidak salah sama sekali. Keringat dingin diam-diam mengucur dari kepala keleher belakang pujangga cinta ini. Ia tidak menyangka, wanita di depannya cukup cerdas untuk membaca sekenario yang ia, bukan lebih tepatnya anaknya buat.
"Ini memang berhubungan dengan beliau Nona Sian" potong Hendra Situmorang.
"Tapi tidak secara personal. Ini lebih ke masalah hukum pidana. Kami melakukan prosedur penangkapan dan penggeledahan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di negara ini. Tidak ada satu pun yang tidak berdasar pada prosedur"
Profesor Surya bernafas lega. Orang sekelas Hendra Situmorang, membantunya. Anaknya yang seorang gubernur itu memang benar. Tidak ada yang tidak bisa Hendra Situmorang selesaikan. Ia sangat berbangga hati terhadap kecerdasan putranya itu. tak salah jika kecerdasan itu menurun dari sang ayah, yang adalah professor.
"Tuan Robert John Alison, telah melakukan tindak pidana penyuapan. Pengelapan dan pengoperasian pabrik baterai mobil listrik secara illegal. Beliau menyuap penduduk sekitar dan perangkat desa agar pabriknya bisa beroperasi di daerah silicon valley. Ia juga telah melakukan tindak penyuapan kepada bebrapa orang di kementrian lingkungan hidup.
Beliau telah menyuap mereka, agar analisis damapak kerusakan pabrik yang ditimbulkan bernilai kecil. Tapi, tidak ada kebohongan yang bisa kita tutupi. Bangkai pun akan membusuk pula. Krisis lingkungan terjadi di dua daerah pabrik. Ada warga yang terdampak radiasi. Tanah menjadi tidak subur, dan air yang mengalir mengandung racun.
Tidak hanya itu…"
"Cukup" potong Sian.
"Ini masih panjang Nona" balas Hendra Situmorang.
Sian yang sudah tahu akan sepanjang apa tuntutan dan dawaan, meminta Hendra Situmorang menghentikan pembacaan semua hal-hal tak berguna itu. Jika memang demikian adanya, mengapa mereka tidak menuntut dari awal. Mengapa setelah lima tahun, barulah mereka menuntut. Semua ini terlalu dipaksakan.
"Sudahlah, sepertinya Adik Sian kurang istrihat. Bagaimana jika kita memberi ruang agar Adik bisa istrirahat. Saya melihat kantung mata adik. Adik pasti tidak bisa tidur semalam bukan?"
Hendra Situmorang mengangguk. Ia segera berdiri dan meninggalkan Sian serta Prof. Surya. Ia pergi dari villa besar yang ada di negeri antah berantah.
"Adik saya akan ada di lantai…"
Sian tersenyum dan pergi meninggalkan professor Surya. Ia tahu, makin lama ia meladeninya, ia akan semakin gila dan semakin ingin membunuhnya.
Di masa lampau, membunuh orang tidaklah sulit seperti saat ini. Jika ia masih seorang Ratu, apapun tindakannya akan dinilai benar di mata hukum. Zaman telah berubah, meski pun Kau sendirian, tapi mata lain terus memandangimu. Bukan Tuhan tentunya, tapi CCTV. Selamat datang di dunia tanpa privasi. Dunia modern yang kita kenal dengan sebutan era digital.
Sian menutup pintu kamar tempatnya di sekap. Ia muntup tirai yang menghadap keluar. sebanernya ini tak ada gunanya. CCTV dengan infra merah ada di tiap sudut kamar itu. Bahkan juga kamar mandi. Setiap gerakannya akan dipantau dengan jelas.
Ia mematikan lampu, kegelapan kamar terasa begitu menyakitkan. Ia mencoba berfikir di bawah selimut tebalnya.
~Aku harus menemukan cara untuk keluar dari sini dan menghubungi Ming~
Di rumah Sian, dua orang polisi berjaga. Mereka memasang tanda polisi sehingga siapapun tak akan bisa melewatinya. Ming yang bersembunyi, mengamati keadaan dari CCTV. Ini akan sangat merepotkan baginya. Ia tak bisa keluar masuk secara leluasa. Beruntung, ada pintu rahasia yang hanya dia dan Sian yang tahu.
"Behenti, kalian tidak bisa mendekat" kata polisi yang berjaga.
"Tidak? Mengapa tidak? Kami ingin bertemu dengan professor kami. Professor Sian" kata seorang anak perempuan dengan lantang.
"Tapi untuk sementara, rumah ini kami segel. Tidak ada yang diperbolehkan mendekat. Selain itu, kami telah memindahkan penghuni rumah"
"Apa? Kemana kalian memindahkannya?"
Ming yang melihat adegan itu dari kejauhan.
~Keras kepala, sama seperti ayahnya.~
"Maaf, kami tidak bisa memberi informasi apapun pada kalian. Pergilah!"
Mendengar jawaban itu, Lintang menggila. Ia mencoba memaki polisi dan membuat mereka mengatakan keberadaan Sian. Beruntung, Ken selalu ada untuk menahan emosinya. Ken menariknya menjauh.
"Tidak ada gunanya bertengkar dengan mereka. Mereka hanya bawahan, Lintang"
"Tapi kita harus tahu, ke mana professor pergi? Dan mengapa ayahku juga ditangkap?"
Ming mendekat.
"Sudahlah, aku yakin Professor Sian baik-baik saja. Kalian pergilah dan jangan kembali sementara waktu"
Lintah menoleh. Ia mencoba mengingat di mana pernah melihat pria yang menegurnya.
"Kau? Kau orang yang di rumah sakit itu bukan?" Kata Lintang sambil menunjuk ke Ming.
Ming tidak mengelak.
"Aku keponakannya. Dan lihat mereka menyegel rumah tante. Bahkan Aku pun tak bisa masuk"
"Kau tinggal di situ?"tanya Ken. "Artinya Kau tahu apa yang terjadi bukan?
Ming tertawa canggung. Ia sendiri pun tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Aku sedang keluar saat kejadian. Dan kembali, mereka sudah seperti itu. Katakan, apa kalian memiliki clue atau semacamnya?"
Merasa satu tujuan, Lintang membawa Ming ke tempat Ken. Mereka berdiskusi di sana. Lintang memanggil Zack. Namuan, Zack hanya menyampaikan pesan bahwa Lintang tak boleh pulang sementara waktu demi keamanan. Ia tak bisa menjelasakan duduk perkara yang sebenarnya.
Akses informasi ke Bob untuk sementara waktu dibekukan. Ayah lintang, sangat berhati-hati sekarang. Tampaknya, ia tak ingin ada kebocoran informasi sama sekali ke pihak lawan. Sang ayah dalam mode bertahan.
Pesan lain adalah dari sang ayah adalah untuk memperingatkan Sian. Tapi kejadian hari ini membuat Zacak sadar, ini sudah terlambat. Sian telah menghilang.
"Ayahmu, bukan dalang di balik semua ini kan?"