Apakah jaminan orang percaya memiliki hati seperti Bapa? Apakah ada jaminan mereka yang mengerti aturan tidak melanggarnya? Dan apakah benar, ada jaminan mereka yang dicintai akan mencintai? Hidup, mati, jodoh, rezeki adalah rahasia Tuhan. Tapi hati kita, adalah rahasia terbesar yang kemungkinan tak akan pernah diselami oleh orang lain.
Kita hanya menampilkan sisi baik yang ingin orang lain lihat. Tapi berjalan seiringnya waktu, semua akan tahu kita orang macam apa sebenarnya.
"Biaya ini, lebih besar dari biaya pernikahan ayah dengan ibumu dulu"
Ardian memeluk sang ayah yang telah mengenakan pakaian pengantin. Dipeluknya erat pria itu, pria hebat yang menjadikannya tangguh dan sukses.
"Tidak ada yang terlalu mahal jika itu mengenai ayahku. Ayah telah banyak berjuang. Karena ayah, aku sukses dan bisa meraih semua mimpiku. Aku bahkan menjadi kandidat calon presiden dalam waktu dekat. Ayah, semua ini berkat dirimu"
Sian keluar dengan mengenakan pakaian tradisional berwarna putih. Penata rias membuatnya makin bersinr. Lima puluh tahun? Ia bahkan jauh lebih muda dari penata rias yang masih berusia dua puluh-an itu. Orang yang tak tahu akan keabadian Sian, akan mengira penata rias telah sukses membuatnya cantik. Tangan ajaibnya menyulap wanita yang mengaku lima puluh tahun menjadi belasan tahun.
Orang-orang tak henti-hentinya memuji penata rias dan penata busana dalam acara tersebut. Sian, bahkan lebih cantik dari seorang ratu catwalk sekalipun. Satu-satunya penghalang kecantikannya hanyalah jam tangan unik yang dipasang di tangan kiri. Alih-alih memasang gelang emas, Ardian memilih memasang gelang yang akan meledak jika ia melarikan diri.
Di belakang iringan pegantin, Ardian berjalan dengan di damping Rahmawati dan Sila. Mereka adalah dua orang kembar yang dinikahi Ardian bersamaan. Dari empat istrinya, dua orang itu adalah sisa yang belum ia cerikan.
"Mereka sangat menganggu" keluh Ardian pada ajudannya. "Bisakah Kau urus mereka berdua?"
"Tapi, mereka istri Anda"bantah sang ajudan mendengar perintah sang gubernur.
"Bukankah aku hanya menikahi mereka secara agama saja? Akan sangat merepotkan jika media tahu aku memiliki mereka berdua"
Ajudan itu pergi dan menghentikan dua orang yang berjalan dibelakang Ardian.
"Maaf, Nyonya berdua tidak bisa ikut berjalan di belakan Tuan."
"Tapi kami adalah istrinya" bantah Rahmawati.
Ajudan itu menjelaskan situasinya. Dengan berat hati ia terpaksa menceritakan kondisi jika sampai kedua wanita itu ketahuan media keberadaan.
Sila merasa itu bagus. Jika media mengendus hubungan mereka cepat atau lambat Ardian akan menikahi mereka secara hukum. Maka status istri sah akan jadi milik mereka.
"Saya sudah mencoba sebisa yang saya bisa Tuan"
Ardian menghela nafas. Ia menoleh kebelakang. Dua orang wanita itu berebut duduk di sebelah Ardian demi menunjukkan siapa mereka pada dunia.
"Katakan pada mereka, aku mencerikan mereka"
Ajudan Ardian mematung. Ia tak mengerti, apakah pendengarannya memang salah atau memang Tuannya ingin mengusir dua wanita itu?
"Mengapa Kau diam, pergi dan katakan pada mereka. Aku serius. Jika mereka menolak, panggil petugas keamanan untuk menyeret mereka."
Tuan pasti sudah gila. Pikir sang ajudan. Minggu lalu ia ceraikan Laras dan Winda istri sahnya. Hari ini, tepat di pernikahan sang ayah ia cerikan kembar Rahmawati dan Sila. Dua wanita blasteran Rusia yang masih belia dan cantik.
"Kau..kau pasti berbohong!" gumam Sila pelan. "Itu tidak mungkin. Tidak mungkin ia mencerikan kami. Aku akan bicara padanya"
Ajudan Ardian menahan Sila yang mendekat.
"Nyonya, mohon jangan membuat masalah. Tuan akan semakin marah. Saya mohon, pergilah dulu. Tuan sedang tidak ingin diganggu."
Rahmawati meneteskan air mata.
"Bagaimana, bagaimana mungkin ini bisa terjad?. Bahkan sampai tadi malam kami masih…." Kalimat itu berhenti di tenggorokannya.
"Aku akan mengumunkan pada media, bahawa kami adalah istrinya. Ia tidak bisa se-enaknya mencerikan kami secar sepihak!"
"Nyonya, saya mohon tenang. Tuan hanya ingin nyonya berdua menghilang sementara waktu. Jika nyonya berdua melakukan hal-hal konyol seperti itu, terpaksa saya akan menyeret nyonya berdua"
Sila dan Rahmawati kehilangan kata-kata. Ajudan sepertinya akan menyeret mereka? Tidak pernah sebelumnya hal seperti ini terjadi. Ardian benar-benar berubah. Ia menjadi dingin dan tidak berperasaan.
Rahwati dan Sila tahu, Ardian adalah pria yang suka mencintai banyak wanita. Tapi semuanya ia perlakukan dengan baik. Bahkan jika masalah datang, Ardian tak segan-segan membela mereka. Semua berubah dalam seketika. Bahkan ia mencerikan dua wanita itu sekaligus melalui sang ajudan.
"Pria macam apa Kau Ardian!" teriak Sila.
Sontak, itu membuat Ardian geram. Beruntung bunyi musik di pernikahan itu sangat keras. Tak banyak yang mendengar teriakan Sila. Ajudan Ardian segera memanggil petugas keamaan untuk menyeret dua wanita itu keluar.
Sungguh menyedihkan. Mengapa dua wanita cantik itu harus mengalami hal seperti ini? Mereka mengenakan pakain buatan desainer ternama, perhiasan mahal, tas dan sepatu edisi terbatas. Sayangnya kisah cinta mereka harus kandas seperti ini juga.
Ming yang melihat kejadian itu hanya menggeleng. Ia tak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Tapi dari cara dua wanita itu mengumpat, ia bisa menebak. Ardian adalah suami mereka berdua.
"Tuan, undangannya tidak bisa di scan" kata penerima tamu.
Ming mengambil ponsel dari penerima tamu itu. Ia mecoba membuka dan menutak atik.
"Padahal aku menerimanya langsung dari Tanteku" gumamnya.
"Tanpa undangan yang asli, Tuan tidak bisa masuk" jelas penerima tamu dengan sopan.
"Bolehkah saya tau, siapa yang memberi Tuan undangan ini? Mungkin kami bisa membantu mengkonfirmasi"
Ming mengehla nafas. Ia tahu, undangan itu memang palsu. Ia mencoba membuatnya bersama dua bocah itu. Ia juga sadar, undangan itu pasti tidak akan bisa dipakai. Tapi, siapa sangka akan jadi seperti ini.
"Ya sudahlah. Aku akan pulang saja. Nanti, jika Tante mencariku, aku akan katakan padanya apa yang terjadi."
Penerima tamu tersenyum dan mengucapkan maaf sekali lagi.
"Tunggu, pakai ini!"
Lintang datang dengan gaun indah bersama Ken. Ming yang melihat dua orang itu terkejut. pasalnya, rencana awal mereka tak ingin datang. Selain undangan, ayah Lintang juga pernah berpesan untuk menjauhi Professor Surya.
"Tolong, pakai undangan kami saja" kata Ken. Menyerahkan undangan pada penerima tamu.
Wanita itu mengangguk dan benar-benar ter-scan dengan baik.
"Bagaimana mungkin, undangan itu palsu bukan?"
Lintang menyangkal.
"Kami mendapatkannya langsung dari Professor Surya. Bagaimana itu palsu?" bantahnya.
"Tapi bagimana?"
Ken menarik tangan Ming dan memintanya untuk diam. Tak penting, bagiamana mereka mendapatkannya. Jika orang lain mendengar pembicaraan mereka akan sedikit gawat.
"Lihat, mereka sudah memulai acaranya" kata Lintang menunjuk layar. "Kita harus mencari cara untuk mendekati kedua mempelai dan menanyakan langsung apa yang sebenarnya terjadi"