Chereads / Aku jadi Antagonis?! / Chapter 7 - VI

Chapter 7 - VI

"Kamu pasti bisa, kan?"

"Iya, iya, pasti lah bisa. Clea kan pintar!"

"Ya ampun, pasti bisa lah. Apa sih yang si juara tidak bisa haha…"

"Kamu… bisa, kan?"

Hentikan!

Kalian pikir enak apa menjadi orang yang kalian anggap sempurna?

Tidak!

Pernahkah kalian punya sedikit saja pemikiran bahwa orang yang selama ini kalian pandang sempurna itu mungkin saja butuh bantuan? Ataukah kalian hanya terus menerus mengatakan bahwa ia pasti bisa mengatasi apapun badai yang menerpanya?

"Wah, aku sungguh tak habis pikir. Ternyata kamu bodoh juga, ya, Clea…" Gadis itu tersenyum miring.

"Ka-kamu… kenapa…? Kenapa? Aku sudah membantumu, tapi… tapi kenapa kamu…!"

"Shh…" Gadis itu menempelkan jari telunjuk kanannya ke bibir Clea. "Tidak ada yang menyuruhmu membantuku, sayang~ kamu sendiri yang menyeret kaki ke dalam sarang ular." Gadis itu tertawa seolah ia baru saja melihat sesuatu yang sangat lucu (funny).

Air mata menetes, "Bagaimana bisa… kamu… aku menganggapmu sebagai sahabat! Kenapa!? Kenapa kamu melakukan semua ini!" Clea tak habis pikir. Gadis yang ia anggap sebagai sahabat, bahkan saudari, ternyata mengkhianatinya, menjebaknya.

"Aku salah apa…?"

Gadis itu memandang Clea sambil tersenyum tipis. Ia berbalik meninggalkan Clea yang berlutut, menangis di lantai koridor. "Kesalahan terbesarmu adalah terlahir sebagai Clea. Kalau tidak, aku takkan membencimu. Jadi… mati saja, pencuri kecil."

"!"

"Nona?"

Violetta menoleh mendapati Emilia di sisi kanannya. Violetta merasakan keringat dingin dalam kepalan tangannya. Tadi itu, sungguh mimpi yang tak menyenangkan. Kalau bisa, ia sangat ingin melenyapkan peristiwa itu dari benaknya. Peristiwa terkait sahabat, ralat, mantan sahabatnya yang… ah, sudahlah, tak perlu memikirkan orang jahat seperti itu.

"Nona? Ada apa? Apa Nona merasa tidak nyaman?"

"Tidak apa, Emily. Kamu tidak beristirahat?"

"T-tidak, Nona… saya… em… saya ingin bersama Nona…" Ujung telinga Emilia memerah selagi ia berbicara.

Yah, ternyata mati tak buruk juga. Violetta akui, kematian terkadang terasa tak buruk (not bad) juga…

"Nona, kereta telah sampai di Tambang Kleton." Johannes mengumumkan.

Violetta melirik ke luar jendela. Pintu masuk goa dengan 'dekorasi' kayu yang seolah bisa runtuh kapan saja, menyambut mata Violetta. Tambang yang (mungkin) sudah kosong itu masih saja mempekerjakan penambang. Entah apa yang ditambang. Bahaya di tambang lebih besar daripada di pabrik kain tekstil dan tak ada yang peduli akan fakta itu?

Violetta sangat yakin pekerja pabrik kain masih diberi biaya khusus untuk pemeliharaan kesehatan karena terikat oleh hukum, tapi ia ragu untuk para penambang.

Tambang secara alami bukan urusan pemerintah. Tak ada hukum khusus yang mengatur upah bagi penambang, bahkan tak ada prajurit yang dikirim ke tambang atas alasan keamanan pekerja. Meski upah yang didapat penambang memiliki jumlah yang lebih banyak daripada pekerja pabrik, upah tersebut jelas tak bisa menutupi biaya bila mereka jatuh sakit. Ayolah, dunia ini tak memiliki asuransi dan tak peduli akan HAM.

"Sujudlah di hadapanku!"

Oh, wah…

Kini hadir bangsawan yang sok berkuasa.

Violetta menghela napas, tak tahu bagaimana bisa negara itu masih bertahan dengan segunung bangsawan yang punya harga diri yang terlampau tinggi (oh-so-high pride). Alih-alih harga diri, seharusnya, rasa kemanusiaan dan keahlian dalam pengelolaan keuangan mereka yang perlu ditingkatkan. Menakjubkan.

"Anda yang di sana," Pria berpakaian mewah dengan rambut yang tampak seperti dipoles dengan minyak itu menoleh dengan tatapan risih. "ada keperluan apa Anda kemari?"

Pria itu tertawa sarkas, "Hah! Apa yang tuan putri kecil (little princess) seperti Anda lakukan di tempat 'rendah dan kotor' seperti ini? Bukankah itu pertanyaan yang lebih tepat (appropriate) sekarang?"

Oh, wah, berani juga dia.

Violetta melirik Johannes di belakangnya yang tampak sangat tak suka dengan pria sok berkuasa di hadapannya itu. Baiklah, jangan sekarang. Kita masih bisa menggunakannya. Violetta berpikir untuk memanfaatkan pria itu, itu pun bila memang dia berguna. Bila tidak, ya… (sreg!) penggal saja (just cut it).

Violetta memasang senyum sopan, "Oho ho… saya hanya sedang tertarik dengan tambang. Kebetulan pula, saya mendengar rumor tentang tambang ini. Menarik, bukan? Mencapai keabadian, kekayaan, dan kekuasaan hanya dengan berkunjung ke tambang ini!"

Anda sudah boleh menjadi aktris panggung bila selihai ini lakon Anda. Itu yang tertulis jelas pada wajah Johannes yang menatap Violetta dengan senyum yang tertahan. Di sisi lain, Emilia tampak kagum dan sepenuhnya tenggelam dalam pesona Violetta yang sedang tersenyum puas.

Bertahanlah, Emilia, jangan tergoda oleh pesona Iblis.

Oi! Violetta jelas bisa merasakan adanya aura yang menghinanya.

"Omong-omong," Violetta membuka kipas tangannya dan menutupi bagian mulutnya. "apa yang mungkin seorang bangsawan yang biasanya berkutat dengan administrasi dan politik lakukan di tambang yang 'rendah dan kotor' ini?" Violetta mengembalikan perkataan pria itu, bermaksud mencari informasi dan menekannya.

"Terlebih (Furthermore)…" Clea menyipitkan matanya seolah ia tersenyum nakal di balik kipasnya. "Saya tidak yakin mengapa Anda membuat pria di sana berlutut, tapi yang pasti, Anda tidak memiliki hak untuk diberi hormat sampai bersujud seperti itu. Apakah bisa saya artikan ini sebagai maksud pemberontakan (in means of treason) terhadap keluarga kerajaan?"

Skakmat.

Hanya keluarga kerajaan, gereja, dan dewa yang bisa menerima hormat berupa sujud atau berlutut dengan kedua lutut menyentuh tanah dan wajah ditundukkan sampai menyentuh tanah. Selain tiga figur itu, rakyat tak diperkenankan untuk berlutut. Baiklah, terlihat ada sedikit HAM di sini. Rakyat tidak seluruhnya dipaksa untuk menghormati bangsawan tak berguna yang sok berkuasa.

"I-itu… ah, dia menginjak jubah saya dan kini jubah saya kotor padahal saya sedang terburu-buru menuju ke suatu tempat…" Pria itu menjelaskan.

Violetta melirik ujung jubah pria itu yang memang tampak sedikit kotor.

Oh, ya ampun, itu bahkan nyaris (barely) tak tampak. Lagipula, tinggal ditepuk-tepuk atau lepas saja jubah itu kan beres masalah. Mengapa pula sampai marah tak jelas seperti ini? Seolah punya kuasa (authority) saja.

Tapi, omong-omong, 'terburu-buru', apa yang tokoh figuran (cameo) sepertinya lakukan di tambang ketika latar tempat yang satu ini seharusnya (should be) tak memiliki event khusus (special event) hingga waktu si tokoh wanita protagonis datang?

"Oh, ya ampun. Anda terburu-buru, ya…" Violetta berlakon layaknya ia bersimpati.

"Tapi… mengapa Anda malah menyibukkan pakaian Anda ketika Anda sedang terburu-buru dan bisa dengan mudahnya mencari (find) penyihir air untuk memurnikan noda yang ada? Anda pun bisa melepas jubah itu dan langsung bergegas menghadiri hal penting yang ada. Apakah Anda bermaksud untuk berbohong?"

Pria itu bergetar, "I-itu, saya, tidak… T-tapi! Me-memangnya siapa Anda sampai beraninya seperti ini? Saya ini Count Mega dan kakak ipar saya adalah Marquess Larga! S-Sepupu saya juga adalah pengasuh Pangeran Mahkota!"

Uwah, sok sekali. Bukan hartanya saja berlagak seolah itu adalah miliknya. Seberapa jauh sebenarnya kesombongannya itu akan pergi?

Dan! Demi apapun!

Mengapa Marquess Larga yang adalah rekan bisnis ayah Violetta yang sangat cerdas, kompeten, dan sangat berguna itu bisa menjadi saudara ipar dari orang yang tampak tak berguna sama sekali ini? Perlukah disiasati?

"Ah~ begitu~ lalu? Ada apa dengan itu, Tuan (Milord)?" Violetta tersenyum di balik kipasnya.

"Kau, kau! Beraninya! Pengawal! Tangkap gadis yang tak punya tata krama itu! Akan aku tunjukkan apa yang akan terjadi bila kau berurusan dengan keluarga Mega." Pengawal dari pria itu, yang terdiri atas 3 pria bertubuh besar dan berwajah garang, mendekat.

"Ah, sungguh." Violetta menutup kipas tangannya. "Maukah para tuan pengawal menghentikan kegiatan tanpa faedah (worthless thing) ini? Saya jamin tuan sekalian tidak akan mau berakhir di tiang gantung karena menyerang putri (daughter) dari seorang 'duke' atas perintah dari seorang 'count'."

He he he… kekuasaan selalu berguna di setiap situasi dan kondisi.

Para pengawal itu bergerak mundur, tampak enggan melakukan perintah dari Count Mega.

"Apa yang kalian lakukan, hah?! Melawan perintah! Apa kalian ingin dicambuk dan dibuang ke laut?!" Count Mega yang tampaknya tak mendengar ucapan Violetta dengan kesal mengancam. Ia bahkan mengeluarkan cambuk dari balik jubahnya dan bersiap untuk mencambuk.

Ya ampun, barbar sekali. Ternyata, ke-barbar-an itu keturunan. Clea mengingat bagian yang mana anak-anak dari keluarga Mega mengganggu (bully) Sang Protagonis. Yah, meski akhir (ending) mereka jelas tak sebagus langit di sore hari.

Kalau tak salah ingat, para pria dari keluarga Mega dieksekusi dengan cara tangan, kaki, dan kepala mereka diikatkan ke 5 ekor kuda yang nantinya akan berlari ke arah yang saling berlawanan. Bisa dibilang, mereka perlahan mati dengan terus-terusan berteriak kesakitan sampai seluruh tubuh mereka putus dan terpencar. Sedangkan, para wanitanya yang hanya terdiri atas putri tunggal dan isteri kedua Count Mega dieksekusi sehari setelah dipertontonkan acara eksekusi para pria dari keluarga mereka. Mereka mendapatkan hukuman penggal tanpa dipertontonkan kepada rakyat karena setelah diselidiki, mereka tak ambil andil terhadap satu pun kejadian yang menimpa Sang Protagonis.

[°Public Execution: Eksekusi yang dipertontonkan ke hadapan publik. Ini sudah dihentikan sekitar pada akhir abad 19 karena beberapa alasan yang bisa dicari di internet. Meski sudah dihentikan, bukan berarti tidak ada yang masih melakukannya.

°Private Execution: Eksekusi yang tidak dilakukan di hadapan publik. Tidak ada sebutan khusus untuk jenis eksekusi ini, jadi saya anggap 'private' saja. Eksekusi jenis ini yang lebih banyak digunakan di masa modern.

Informasi ini kurang valid, jadi mohon bisa mengakses internet untuk informasi lebih lengkap ( ̄▽ ̄)/]

Pfft… lihatlah, Protagonis. Kau hidup saja banyak yang mati karenamu, bagaimana kalau kau mati? Jangan-jangan satu negara ini akan lenyap karena itu.

Omong-omong, sepertinya, Violetta butuh menyelamatkan para pengawal itu. Masih berani Count Mega itu mencambuk seseorang di hadapan Violetta yang berasal dari keluarga duke.

Mari kita bermain sedikit (play a bit)~

Violetta berjalan ke belakang Johannes, ia tampak gemetar ketakutan (trembling in fear). Tangannya yang gemetar meraih mantel Johannes dan memegangnya kuat. Violetta tampak pucat dan hal itu membuat Johannes yang awalnya benci serta merasa tak nyaman pun agak tergoyahkan.