Chereads / Aku jadi Antagonis?! / Chapter 9 - VIII

Chapter 9 - VIII

Johannes tahu ini bukan urusannya. Ah, sejak kapan ia menjadi sosok yang suka ikut campur ke dalam masalah orang lain…

"Sir Yebu. Selamat pagi."

"Selamat pagi, Madam Bleu."

Madam Bleu merupakan wanita bangsawan yang menjadi pengasuh Violetta sejak lama. Siapapun tahu untuk tak membuat masalah (mess) dengannya. Meski begitu, ada perasaan mengganjal setiap kali Johannes melihat Madam Bleu. Johannes tak tahu apa kata yang tepat untuk mendeskripsikannya, namun yang ia tahu jelas, ini bukan perasaan yang menyenangkan.

"Saya dengar Sir Yebu membawa seorang anak kemari dan akan dijadikan pekerja magang (apprentice)."

"Benar, Madam. Bila tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, saya mohon pamit undur diri."

"Ah, silakan. Selamat bertugas."

Dengan begitu, Johannes melangkah pergi. Menjauh dari sumber ketidaknyamanannya. Bahkan saat Johannes sudah jauh, ia masih bisa merasakan tatapan yang menusuk di punggungnya. Kesalahan apa yang mungkin sudah ia perbuat pada Madam Bleu?

Johannes berbalik, mendapati Madam Bleu yang tersenyum, kemudian melambai padanya ketika bertemu pandang dengan Johannes. Lihat saja matanya yang tak tersenyum! Mengerikan. Johannes harus segera pergi dari sana.

.

.

.

Sudah bukan rahasia Josephine Esteban merupakan cinta pertama setiap pria yang mungkin ada di kerajaan. Meski hanyalah seorang penjahit dan pelukis jalanan yang berasal dari golongan rakyat jelata (commoner), tak dapat dipungkiri bahwa Josephine adalah wanita yang sangat cantik (a great beauty). Ia bahkan mematahkan hati banyak pria ketika ia memilih untuk menikahi Williams Heather Bleu. Ia bahkan mengejutkan dan membuat banyak wanita iri ketika keluarga suaminya mengizinkan pemberian nama baptis 'Maria' padanya.

Nama baptis dianggap sebagai pemberian dari dewa atau tuhan. Hanya keluarga bangsawan kelas atas (high-ranking noble family) yang diizinkan untuk menampilkan nama baptis mereka bersama dengan nama lahir mereka. Josephine yang diberikan hak tersebut menandakan bahwa keluarga Bleu benar-benar menganggapnya sebagai bagian dari mereka, 'bangsawan kelas atas'.

Sebuah fakta yang tak bisa dipungkiri bahwa Madam Bleu 'semacam' terobsesi untuk memiliki putri kecil (little daughter). Perilakunya terlihat lebih 'agresif' setelah putrinya lahir. Seolah memiliki anak perempuan merupakan makna hidupnya, ia bersikap tak peduli ataupun dingin pada ketiga putranya, mengabaikan mereka semua. Ia memanjakan anak keempatnya, yaitu putri tunggalnya, Lady Vicetia, meski lady itu meninggal di usia tak lebih dari 4 tahun.

Madam Bleu dikirim sebagai pengasuh oleh keluarga tetua (elder) Juan untuk mengasuh Violetta dengan pertimbangan tertentu dan rasa iba karena wanita itu baru saja kehilangan anaknya. Violetta baru menginjak usia 2 tahun saat Madam Bleu pertama kali bekerja mengasuhnya, namun siapapun bisa langsung tahu bahwa Violetta bukanlah orang biasa. Kecerdasannya, didukung dengan harta keluarganya yang mengalir bak air terjun, senyum manis dan sikap sopannya, membuat siapapun tak bisa menolak keinginan untuk mendekat (can't help but want to be close).

Hari itu, ketiga putra Madam Bleu datang mengunjungi kediaman Juan. Madam Bleu tampak lebih perhatian pada Violetta, putri Duke Juan, daripada anak-anaknya sendiri. Meski bisa dikatakan itu semua ia lakukan karena Violetta yang pada saat itu berusia tak lebih dari 3 tahun, membutuhkan lebih banyak perhatian. Tapi, ini seolah-olah hanyalah alasan 'basi' karena putra termudanya hanya berusia lebih tua 2 tahun dari Violetta.

Violetta di lain pihak, tampak tak begitu peduli—lebih tepatnya, berpura-pura bersikap acuh— dengan hubungan yang kurang harmonis antara 3 anak itu dengan ibu mereka. Bagi Violetta, orang dewasa memiliki lebih dari 1000 alasan untuk melakukan segala sesuatu, dan nyaris nihil di antaranya yang benar. Alasan mengapa Violetta memilih mengabaikan masalah di hadapannya ialah karena hubungan mereka takkan membaik bila Violetta sendiri yang menengahi. Ada hal internal yang hanya bisa diselesaikan oleh pihak internal itu sendiri.

Saat hubungan mereka sedang panas-panasnya, Violetta mengalami sesuatu yang di luar akal. Tidak, maksudnya, di luar dugaan. Ya, penculikan. Sebuah hal yang nyaris di luar dugaan bisa berhasil dengan pengawasan keamanan yang sangat ketat di kediaman keluarga Juan.

Seolah penculikan tak cukup, 'mereka' mencekoki Violetta dengan obat-obatan. Pada faktanya, obat bisa menjadi racun tergantung pada kadar pemakaiannya. Seolah itu semua tak cukup, orang-orang itu menyiksa Violetta dengan cambuk, meneriakinya siang dan malam, membuatnya terjaga dengan segala 'aktivitas malam' mereka, dan banyak lagi hal yang tak sepatutnya diumbar. Orang 'normal' bisa gila dalam sekejap.

Violetta yang ditemukan setelah 1 minggu itu hanyalah cangkang kosong yang tak mengingat apapun. Jangankan mengingat hal buruk yang terjadi padanya, namanya saja ia tak ingat. Yang ia ingat hanyalah ketakutan, bunyi sekecil apapun bisa membuatnya terjaga, panik, dan gemetar. Ia menjadi takut pada semua orang, benar-benar (literally) semua orang. Dokter sekalipun dilemparinya dan dikuncinya di luar karena ketakutan ekstremnya. Bahkan ibunya tak ia izinkan mendekatinya, semua orang di sekitarnya seolah sudah dianggap sama dengan para penculik yang menyiksanya itu.

Terlalu cerdas (brain) membunuhmu. Terlalu cantik (physical) mengancammu. Terlalu sempurna (all the things) membinasakanmu. Apapun yang dimulai dengan kata 'terlalu' atau dalam konteks yang berlebihan, dianggap di luar hal umum yang ada, akan menjadi pedang bermata dua, menyelamatkanmu atau melenyapkanmu.

Hidup memang tak pernah aman dan damai (T▽T).

Tak ada bekas luka apapun di tubuh Violetta. Itu semua berkat usaha Sang Pendeta Agung (High Priest) yang bukan hanya menggunakan sihir cahayanya untuk menenangkan Violetta, namun turut menghilangkan bekas luka yang ada. Sang Pendeta Agung, yang akrab dipanggil Pio oleh Violetta, memiliki potensi sihir cahaya yang di luar akal manusia, sampai dianggap menyerupai perwujudan dewa atau tuhan.

Hanya Pio yang bisa dan diizinkan berada bersama Violetta selama masa kelam itu.

Ini sebuah hal yang tak semua orang tahu. Pio bukan hanya mengobati (heal) tubuh, namun juga mental Violetta yang sudah layaknya lapisan es tipis yang kapan saja bisa retak dan hancur. Menggunakan sihir cahaya untuk mengikat aliran Potensi Sihir Violetta yang sudah dikacaukan oleh insiden mengerikan itu. Seiring dengan memori yang perlahan pudar atau masuk ke dalam alam bawah sadar, kemampuan sihir Violetta juga turut tenggelam, demi ketenangan hidupnya. Tak ada yang tahu apakah memori mengenai insiden itu bisa kembali, kemudian mengacau lagi, atau mungkin juga menghabisi nyawa Violetta.

il||li(つд-。)il||li

[°Maana = energi (anggapan seperti bahan pembuat benang atau isi dari benang itu sendiri).

°Potensi Sihir = kebolehan atau kemampuan dalam menggunakan maana (anggapan seperti benang).

Berkaitan satu sama lain. Tanpa potensi sihir, maana takkan berguna. Tanpa maana, asal ada potensi sihir, para roh atau spiritus bisa meminjamkan maana pada pengguna.]

"Nona, Bapa Pioneer Ali datang menemui Anda. Beliau sedang menunggu di ruang teh."

"Pio?"

Mendengar kedatangan salah satu karakter penting dalam novel itu menakjubkan. Bila diingat-ingat dari deskripsi tentang Pio dalam novel, Pio memiliki tubuh yang menggugah selera—ehem, maaf.

"Antarkan aku (Guide me)."

"Saya akan datang kembali dengan teh dan kudapan, Nona."

Sekarang waktunya (it's show time)!

Violetta membuka daun pintu ganda menuju ruang teh, mendapati seseorang yang berambut perak, sedang berdiri memunggunginya, memandang ke arah jendela. Terlihat tinggi, tapi bukan semacam tiang maupun tulang.

Baru punggungnya saja sudah terlihat menakjubkan ( ̄¬ ̄).

Sang pemilik rambut perak itu berbalik, "Oh? Kamu di sini (you're here). Selamat pagi, Ebel." (^ᴗ^)

Gahh! Jangan, jangan tebar pesona! Senyuman itu! Senyuman itu mampu membunuh seseorang!

"Ebel? Ada apa (is something the matter)?"

"… tidak ada (nothing). Ebel hanya terlalu rindu dengan Pio sampai-sampai Ebel terdiam dan berpikir ini hanya mimpi."

"Begitukah? Bapa ini (this Father) mendengar tentang insiden yang menimpa Ebel, apakah Ebel sudah tidak apa? Maafkan Bapa yang baru bisa datang sekarang. Ada… hal yang perlu Bapa selesaikan."

Ho, tahu kok.

Sebagai pembaca setia, Violetta tahu jelas apa yang dilakukan Pio. Pio memang pendeta agung super baik yang bahkan dipuja oleh para rakyat jelata (commoner) serta bangsawan kelas atas dari kerajaan lain. Tapi orang baik tidak mungkin 100% baik, bukan?

Pio sebenarnya merupakan pemimpin kelompok pemberontakan. Ya, itu salah satu sebab mengapa Pio menjadi tokoh pria yang cukup penting meski bukan tokoh utama pria (ML). Ah, bukan tokoh utama saja sudah punya aura menakjubkan.

Hal ini diceritakan dalam novel jilid kedua, Pio merupakan salah satu tokoh penting (lagi) dalam membentuk kepribadian (personality) tokoh utama wanita (FL). Pio yang berhasil membantu pemberontakan diizinkan untuk melepas gelar pendetanya dan diizinkan untuk keluar serta masuk ke kerajaan manapun dengan bebas. Sebagai sosok yang sangat menyayangi Violetta dari keluarga Juan, Pio memilih untuk tinggal dekat dengan Violetta yang sudah 'diusir' ke kerajaan lain.

Selama nyaris 7 tahun lamanya, Pio melihat Violetta yang dingin dan murung perlahan kembali tersenyum. Ada hal yang membuat mata dingin yang tak lagi bisa percaya pada manusia manapun (no longer can trust any human) itu kembali bersinar hangat, Violetta sudah menemukan ksatrianya (her knight). Tak lama kemudian, Violetta terpaksa dilepaskan dari 'segel' yang sudah lama mengikat potensi sihirnya, untuk menyelamatkan orang yang disayanginya. Namun, Violetta tak tampak menyesal. Seolah sudah tahu apa yang ada di masa depan, wanita yang Pio masih anggap layaknya gadis kecil itu pergi dengan senyuman dan kata-kata yang membuat Pio terdiam.

"Aku telah menemukan akhir bahagiaku (I've found my happy ending)". Jadi, jangan merasa bersalah lagi.

Kalimat terakhir yang tak terucap, namun tampak jelas dari mata Violetta yang menatap lurus ke dalam mata Pio. 'Aku sudah bahagia', itu inti yang Pio dapatkan. Sebuah kelegaan, gadis kecil yang selalu memanggilnya Pio dengan manis, kini sudah tumbuh menjadi wanita cantik yang kuat dan berani dengan banyak orang yang mencintainya. Tapi, hatinya bergetar bersama dengan seluruh tubuhnya. Pio tak bisa menahan rasa sesak dan kesepian yang datang ketika malaikat ini akhirnya pergi.

Dilihat-lihat, ekspresi Pio dalam ilustrasi novel yang entah mengapa sudah diperjelas menjadi wajah yang identik (bukan diwarnai hitam penuh lagi), terlihat seolah menahan emosi sambil memeluk tubuh Violetta yang perlahan kehilangan hawa kehidupan. Hal yang membuat para pembaca berpikir ulang ialah kata-kata Violetta serta senyuman tipis di wajah yang pucat itu. Apakah Violetta sungguh jahat? Violetta malah terlihat sebagai korban yang dituduh atas kesalahan yang tak ia lakukan. Seolah sebutan 'Ratu Antagonis' ada hanya untuk melabeli Violetta sebagai orang jahat dan bukan berarti ia sungguh jahat.

"Ebel."

"Ya?"

"Katakan. Apa yang sebenarnya Ebel pikirkan? Bapa ini akan mendengar semuanya, apapun itu." Pio memang baik, khususnya pada orang yang ia anggap layak mendapatkan bahkan sejumput kebaikan hatinya (kindness).

Violetta memalingkan pandangan ke arah luar jendela, tepatnya ke arah langit biru yang terbentang luas dengan hiasan kumpulan awan yang serupa dengan kapas. Violetta menyesap tehnya perlahan, kemudian tersenyum. Matanya melihat lurus ke mata Pio.

"Pio, dengarkan aku (hear me out)…"