Johannes selalu berpikir bahwa Violetta takkan pernah punya makna dalam hidupnya. Violetta yang Johannes tahu hanyalah gadis manja yang memiliki segalanya dan 'hobi' menyakiti orang, siapapun itu. Violetta yang Johannes tahu adalah gadis dari keluarga Juan yang selalu bertingkah layaknya orang dewasa, selalu ditakuti orang-orang, dibenci dan dicaci banyak orang, dan yang terkadang tampak… kesepian. Tapi, itu bukan urusan Johannes.
Baru kali ini Johannes merasa nyeri di dadanya melihat Violetta gemetar ketakutan di belakangnya. Johannes teringat akan adik perempuannya yang dulu juga bersembunyi di balik punggungnya setiap adiknya itu ketakutan. Ada getaran dalam dada Johannes, ia tak sampai hati melihat Violetta seperti ini.
Peduli apa dengan kebenciannya, Violetta merupakan majikannya dan orang yang perlu ia lindungi. Bila Violetta ketakutan, Johannes harus menjadi orang pertama yang melenyapkan sumber ketakutan nonanya (his ladyship).
Sumpah yang Johannes ucapkan atas keluarga Juan mungkin akan terangkat menjadi sumpah untuk Violetta… tapi mungkin bukan sekarang.
Singg…
Pedang Johannes terhunus ke leher Count Mega. Wajah Johannes tampak marah, tatapannya yang tajam membuat Count Mega merinding dan melepaskan cambuknya.
"Count Arthurian Jeffrey Mega."
"Y-ya…"
"Anda ditahan atas percobaan penculikan putri tunggal Duke Juan serta dugaan pemberontakan terhadap keluarga kerajaan."
"Anda akan dituntut secara formal oleh Lembaga Jasa Publik karena Anda telah melukai pengawal sewaan dari cabang jasa pengawal publik (public guard)." Johannes menambahkan setelah melihat simbol pada sarung tangan para pengawal yang teraniaya itu. Simbol itu adalah simbol khusus yang dijahit menggunakan benang perak yang hanya boleh digunakan oleh pekerja dari Lembaga Jasa Publik.
Count Mega jatuh berlutut dengan wajah seolah dunia telah kiamat. "Ti… tidak mungkin… aku…"
Johannes melirik tajam Count Mega, kemudian cambuk yang teranggurkan tak jauh dari Count Mega. Johannes mengambil cambuk itu dan mengeluarkan sebuah bola kristal. Bola kristal itu menunjukkan hologram yang berbentuk seperti kotak, lalu, Johannes memasukkan cambuk itu ke dalamnya dan melangkah pergi.
"Anda tidak perlu bersusah payah menyewa pengacara ataupun membayar jaksa karena bukti yang saya miliki mampu membuat Anda kalah telak dalam pengadilan. Jangan berpikir untuk melarikan diri karena saya pastikan Anda tidak akan punya tempat bersembunyi setelah ini." Johannes mengancam tanpa berbalik badan.
"Nona, sebaiknya, Anda kembali ke kediaman terlebih dahulu. Saya akan menyusul setelah mengurus 'tikus' itu."
"T-tapi…" Suara Violetta bergetar, tangannya yang meraih tangan Johannes pun sama.
"Nona…" Emilia juga tampak bergetar ketakutan dengan tangis yang tertahan sambil memegang tangan kiri Violetta. Emilia tampak pucat dan Johannes tak yakin bahwa Emilia akan baik-baik saja.
Wajah Violetta yang tak kalah pucat pun membuat Johannes agak waswas. Bukan hal mengejutkan kalau tiba-tiba Violetta pingsan. Johannes menjadi enggan meninggalkan Violetta, ia merasakan dorongan (urge) untuk melindungi gadis itu.
"Ehem…" Johannes mengedarkan pandangannya dan menemukan apa yang ia cari. "Pria yang di sana, bisakah kau kemari?"
Seorang pria dengan perawakan layaknya beruang menunjuk dirinya, kemudian melangkah mendekati Johannes.
"Saya, Tuan?"
"Ya," Johannes tersenyum puas. "bisakah kau menjaga mereka yang di sana sampai aku kembali? Aku akan kembali sekitar pukul 3."
Pria 'beruang' itu memeriksa bola kristal kecilnya yang tampaknya berfungsi layaknya jam tangan atau jam saku, kemudian mengangguk.
"Masuklah terlebih dahulu, Nona." Johannes mengulurkan tangannya untuk membantu Violetta naik ke dalam kereta kuda. Meski awalnya Violetta tampak ragu, Violetta akhirnya mengangguk, kemudian melangkah naik ke kereta, disusul oleh Emilia.
"Bisakah kau memanggil anak yang tadi bersujud?"
"Baik, Tuan."
Tak lama, pria 'beruang' itu kembali dengan seorang anak lelaki yang tampak sebaya dengan Violetta. Anak lelaki itu berambut hitam dan memiliki sepasang mata hijau zamrud. Cukup langka untuk menemukan seseorang dengan mata sejenis itu, apalagi di kalangan rakyat jelata (commoner).
"Siapa namamu, Nak?"
"Saya tidak memiliki nama, Tuan."
"Begitu. Ikutlah bersama kami. Ada yang ingin aku tanyakan mengenai kejadian barusan."
Anak itu tak mungkin bisa menolak. Permintaan itu sama halnya dengan perintah dari bangsawan, dilihat dari sisi manapun, Johannes tampak seperti bangsawan. Mungkinkah ia akan dihukum?
Di luar ekspektasi, anak tak bernama (nameless child) itu kini berada di sebuah ruangan megah berlantai bersih dan mengkilap. Ah, apa itu? Apakah itu emas? Patung-patung itu terlihat mahal…
"Apa kamu suka?"
"Y-ya!?"
"Fu fu… kamu bisa memanggil saya Rose, saya akan membawamu ke kamar yang telah disiapkan."
"Nona Rose…"
"Ya?"
"Nona cantik…"
Rose terdiam, kemudian tertawa kecil. "Manis sekali dirimu, mari."
"Ini ruanganmu, seperti yang telah Sir Yebu jelaskan sebelumnya, kamu akan dipekerjakan di sini. Pelatihanmu berada di tangan Kepala Koki Nano dan Kepala Pengurusan Stok Martii. Kamu dapat bertemu mereka nanti setelah waktu makan malam. Sekarang, beristirahatlah."
"B-baik, terima kasih, Nona Rose!"
"Ha ha ha… saya berharap kamu akan bersemangat di hari kerjamu nanti. Kalau begitu, saya pergi dulu. Selamat beristirahat."
"Terima kasih banyak…"
Sungguh sebuah keajaiban ia bisa berada di sini. Ia sudah berpikir hidupnya akan berakhir setelah ia tak sengaja menginjak mantel seorang bangsawan ketika ia sedang bekerja. Ah, nona itu… apa ia baik-baik saja? Ia teringat pada gadis kecil yang mengkonfrontasi bangsawan yang pada akhirnya membebaskan dirinya dari hukuman dan membawanya ke tempat menakjubkan ini.
Gadis yang dipikirkan itu, Violetta, kini sedang memandangi jendela kamarnya dengan tatapan kosong. Tadinya ia hanya ingin bermain-main. Violetta pikir berpura-pura ketakutan adalah cara terbaik untuk menarik sekutu agar lawan kalah telak. Violetta tak menyangka Johannes akan bertindak seperti itu.
Ada secerca memori dari Violetta asli yang baru muncul ke dalam pikirannya seolah terangkat (triggered) karena peristiwa barusan. Violetta asli hanya takut pada satu hal, cambuk. Alat itulah yang digunakan untuk mengancamnya ketika Violetta kecil diculik, serta alat penyiksaan setelah Violetta dewasa diusir dari pergaulan atas. Antara lucu atau miris, semuanya seolah sebuah candaan, namun menyiksa di saat yang sama.
Terkadang candaan membawa petaka. Violetta berpikir untuk meminta maaf pada Johannes atas candaannya tadi. Siapa yang tahu apa yang Johannes pernah alami sampai bertindak seperti itu ketika melihat Violetta yang ketakutan.
Emilia kembali bersama ibunya karena gadis kecil itu sungguh ketakutan. Cukup wajar untuk melihat anak kecil takut pada alat semacam pedang, cambuk, dan lainnya. Meski Violetta berbeda, jelas. Gadis yang di masa depan dijuluki 'Ratu Antagonis' itu memiliki masalah emosi yang lebih rumit.
Tok. Tok. Tok.
Ketukan itu membuyarkan pikiran Violetta.
"Siapa?"
"Ini saya, Rose, Nona."
"Masuklah."
"Nona…" Rose tampak cemas, terlihat dari alisnya yang bergerak turun dan matanya yang memindai Violetta dengan cepat. "Apa Nona baik-baik saja? Saya dengar dari Sir Yebu Anda…"
"…"
"Nona, ada apa? Tolong katakan sesuatu." Rose berlutut sambil memegangi kedua tangan Violetta.
Sesungguhnya, Violetta tak suka dengan sikap berlebihan seperti ini. Ini adalah yang pertama kali bagi Violetta untuk menerima 'rasa cemas' dari orang lain. Terasa asing dan… menyedihkan.
"… tadi… jantungku berdetak dengan sangat kencang, tanganku bergetar seolah aku kedinginan… Lalu, Johannes berdiri layaknya ksatria putih di depanku, melindungiku, dan semuanya terasa akan baik-baik saja…"
"Aku baik-baik saja. Jangan khawatir."
"Ughh…" Rose menjatuhkan kepalanya (drop her head), "Kalau… kalau sesuatu sampai terjadi pada Nona… saya… saya…"
Violetta, kamu lihat ini? Kamu tak pernah sendiri. Begitukah?
Mungkin ketidakpedulian membunuh emosi di sekitar. Perlahan dengan ketidakpekaan, emosi-emosi baik di sekitar akan lenyap dan bertukar dengan emosi buruk. Sampai pada titik yang mana kita menganggap bahwa tak ada yang benar-benar melihat kita sebagai 'kita', 'kita yang asli'.
.
.
.
Bam!
"Kurang ajar! Berani-beraninya dia membuat malaikat kecilku ketakutan!"
Duke Juan baru saja mendengar tentang insiden di Pertambangan Kleton. Berani sekali seorang yang hanyalah 'count' mengancam putri seorang 'duke'. Ini tak bisa dibiarkan. Dipikirnya bila ia 'count', seorang bangsawan, maka seorang Juan akan tinggal diam? Teruslah bermimpi, dasar bangsawan yang hanya tahu menaikkan pajak!
Dipikir-pikir lagi, Count Mega merupakan salah satu bangsawan yang sering menaikkan pajak secara drastis, sudah gila memang. Pajak untuk para pedagang 70%, untuk para petani 80% dan mungkin akan dinaikkan lagi, sungguh menakjubkan. Apakah bangsawan selalu bersantai dan tinggal menaikkan pajak tanpa membangun fasilitas penunjang pelayanan masyarakat apapun? Santuy kali (How relax), sarkasme.
Adanya insiden terkait Violetta juga bisa dijadikan alasan pelepasan gelar 'count' pada orang tak berguna itu. Duke Juan merasa gatal ingin mencabik wajah Count Mega yang berani sekali menakuti Violetta, tapi ia harus mengikuti prosedur agar tak ada masalah berkepanjangan yang menghambat waktu bahagianya bersama Violetta.
… Duke Juan terlalu mencintai Violetta. Apapun akan ia lakukan bila itu untuk gadis kecil yang begitu mengingatkannya akan sosok ibunya. Ibu yang sudah lama tiada dan meruntuhkan dunianya dengan kepergiannya yang begitu tiba-tiba, namun kembali dalam wujud Violetta, bayi manisnya (his sweet baby).
'Aku akan memberimu yang paling baik dari yang terbaik, apapun itu asal kau bahagia. Senyummu yang sama hangatnya dengan Ibu… tidak, sehangat dan semanis musim semi, selamanya itu akan kujaga. Bahkan bila negara ini harus hancur.'
Duke Juan merupakan orang yang cukup ekstrem. Tapi apapun itu, ia lakukan untuk keluarganya, orang yang ia sayangi. Para 'oknum' bangsawan di kerajaan itu harus segera sadar siapa sebenarnya pemegang kendali (who's in charge) kerajaan itu, atau mereka harus bersiap menjadi sama dengan kasta yang mereka semua anggap rendah itu. Atau bahkan, lebih sederhana, mati atau jadi budak (die or be a slave).